Thousand Miles of Bright Moonlight - Chapter 64
Chang’an, Istana Taiji.
Menjelang senja, cahaya meredup. Seorang kasim istana membawa sebatang lilin pendek, menyalakan lilin-lilin di atas lentera pohon emas satu demi satu, bergerak di sepanjang pohon lentera itu hingga dia berakhir di depan meja kekaisaran. Pendupaan berukir hewan mistis terus memancarkan cahaya dari dupa tulip hijau.
Li De sedang menunduk membaca memorial, saat ini sedang melihat surat penyerahan diri Meng-shi dari Shu Barat. Tirai manik-manik bergoyang perlahan, dan suara langkah-langkah kaki yang cepat datang dari luar layar.
“Baginda Kaisar!”
Rona wajah si kasim tampak pucat, keringat membasahi wajahnya. Memelesat ke dalam ruangan dalam, lututnya melemas, meluncur unutk berlutut di depan meja kerja kekaisaran.
“Yang Mulia Putra Mahkota sudah kembali!”
Li De tertegun. Sedikit mengernyit, dia meletakkan kertas itu: “Kenapa dia kembali lebih dulu?”
Si kasim gemetaran, berkata tak beraturan: “Baginda…. Pengawal Kanan dari Jin Wu Wei meminta supaya untuk sementara ini Anda menghindari sisi belakang balairung. Yang Mulia Putra Mahkota… Yang Mulia….”
Wajah Li De merosot: “Apa yang terjadi dengan Putra Mahkota?”
Wajah si kasim seakan tak dialiri darah. Berlutut di lantai, dengan hati-hati dia menimbang-nimbang kata-katanya, suaranya sedikit bergetar: “Baginda, Yang Mulia Putra Mahkota memasuki istana tanpa dekrit kekaisaran. Jin Wu Wei tak berani mengizinkan Beliau memasuki balairung, tetapi Yang Mulia Putra Mahkota dengan nekat menerobos masuk!”
Li De menjadi kaku lalu berdiri dengan tenang. Dia menepiskan kasim yang sibuk melangkah maju untuk membantunya pergi ke bagian belakang balairung.
Si kasim terjatuh ke lantai tetapi tak berani bersuara sedikit pun. Dalam satu tarikan napas, dia merangkak berdiri dan terhuyung untuk mengejar Li De.
Cahaya lilin berkeredap, bayang-bayang dari orang di depan pintu balairung istana menari-nari, bergoyang-goyang. Seorang Jin Wu Wei, menggenggam pedang panjang dan berjaga di depan undakan, sedang menegur seseorang di tengah suara-suara langkah kaki tak beraturan dengan suara keras.
Li De berjalan keluar dari ruang dalam, dan Jin Wu Wei yang menjaga pintu ketakutan, berlutut di lantai dan berkata, “Baginda Kaisar, harap menghindar untuk sementara waktu….”
Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Li De suda berjalan melewatinya.
Dengan jantung berdebar dan wajah bermandi keringat dingin, para Jin Wu Wei saling bersitatap dan tanpa daya mengikuti persis di belakang Li De.
Li De berdiri di tepi panggung, lengan terlipat.
Di dasar undakan, satu sosok tinggi menaiki panggung selangkah demi selangkah berlawanan dengan aliran orang. Mengenakan busana hitam, dingin bagai pedang, sebilah pedang tergenggam di tangannya.
Hanya dengan sekali lihat, Li De mengenali siluet putranya.
Li Xuanzhen datang seorang diri. Walaupun merupakan sikap melawan, ini bukanlah kejahatan yang patut menerima hukuman mati. Jin Wu Wei tahu tentang perasaan Li De kepadanya, dan tak berani melukainya, jadi mereka hanya bisa mengepung orang itu kalau-kalau dia tiba-tiba melukai seseorang.
Dengan susah payah Jin Wu Wei menasihati Li De, “Baginda, Yang Mulia Putra Mahkota tampaknya sedang kacau pikirannya. Baginda Kaisar, harap menghindar untuk sementara waktu!”
Tatapan Li De begitu muram.
“Tundukkan dia. Jangan dilukai.”
Menerima perinta, Jin Wu Wei pun memperoleh sedikit kepercayaan diri. Mereka bersoja dan menerima perintah. Melepaskan pedang mereka dan ganti memakai tombak panjang, mereka melompat maju dan berusaha melepaskan pedang di tangan Li Xuanzhen terlebih dahulu.
Wajah Li Xuanzhen seakan tak berperasaan. Mata phoenix menatap kerumunan di belakang Li De, dia mengayunkan pedangnya unntuk mematahkan tombak-tombak panjang itu, terus bergerak maju.
Pedang berkelebat. Dia tidak melukai siapa pun, namun pertahanannya bagaikan benteng tak tertembus, menahan segala serangan. Selangkah demi selangkah, dia menghampiri koridor panjang.
Jin Wu Wei tak berdaya. Menerima sinyal, para pengawal dekat yang menjaga balairung istana menerima perintah, menggertakkan gigi mereka untuk berlari maju bagaikan gelombang pasang yang menderu ke arah Li Xuanzhen. Dalam kilatan cahaya pedang perak, lebih dari sepuluh pasang tangan sebesar kipas daun cattail yang secara beruntun meraih lengan dan kakinya.
Li Xuanzhen tak mampu melawan. Dengan suara berdentang, pedang panjangnya terjatuh ke tanah.
Jin Wu Wei kegirangan dan buru-buru menendang pedang panjang itu jauh-jauh lalu memelintir lengannya.
Ekspresi hampa tetap bertahan di wajah Li Xuanzhen ketika dia berdiri di dasar undakan, menatap Li De di koridor panjang.
“Baginda….” Sang Letnan Jenderal bertanya was-was, “Apa yang harus dilakukan kepada Putra Mahkota atas perilaku salah dan kurangnya kedisiplinan ini?”
Wajah Li De dinaungi kemuraman ketika Beliau berbalik memasuki balairung, “Bawa dia masuk!”
Semua orang saling berpandangan dengan bingung, tak berani mengucapkan sepatah kata pun.
Li Xuanzhen tampak amat berbeda daripada biasanya. Dengan mata memancarkan permusuhan nan garang, Jin Wu Wei merasa gentar. Takut kalau terjadi hal yang tak diharapkan, mereka mengikat kedua tangannya di belakang punggung, dan dengan hati-hati memeriksa untuk memastikan bahwa dia tidak memiliki senjata lain yang disembunyikan di tubuhnya sebelum mereka mengantarnya ke balairung dalam.
Li De berdiri di depan meja kekaisaran, wajah penuh kegeraman, melambaikan tangannya untuk mengisyaratkan pada yang lain agar mundur.
Sang Letnan Jenderal, dalam hati menjerit, mundur dengan kepalan tangan ditangkupkan.
Ketika suara-suara langkah kaki sudah terdengar cukup jauh, Li De berjalan menghampiri Li Xuanzhen. Dengan suara ‘plak’, Beliau mengayunkan tamparan berat pada putranya.
Beliau adalah seorang ahli beladiri dan tidak menahan kekuatannya sedikit pun. Li Xuanzhen dipukul dengan begitu berat sehingga sekujur tubuhnya tersungkur di atas lantai bata emas. Darah mengalir dari bibirnya.
“Dari siapa kau mempelajari perilaku ini? Belajar dari Li Zhongqian?”
Suara Li De sedingin es, “Zhen adalah Kaisar, dan istana dijaga ketat. Kau ingin menerobos seorang diri dan membunuh zhen? Kalau zhen tidak keluar dan menghentikan Jin Wu Wei, mereka bisa saja membunuhmu! Sebagai Putra Mahkota dari negara ini, secara terang-terangan kau menerobos ke dalam istana dengan pedang terhunus. Saat kabar ini menyebar, bagaimana kau akan meyakinkan orang-orang di masa mendatang! Bagaimana kau bisa mengintimidasi para menteri? Zhen bisa mengangkatmu dan zhen juga bisa menurunkanmu!
“Ke mana perginya kecerdikan dan pengendalian dirimu yang biasa?”
Li De tahu kalau Li Xuanzhen ingin membunuh dirinya, tetapi Beliau tak menyangka kalau putranya akan segegabah dan seimpulsif ini! Sayap-sayapnya belum tumbuh sempurna, dan dia malah dengan sia-sia menerobo ke dalam istana seorang diri!
Beliau berkata dingin, “Zhang nu, kalau kau benar-benar ingin membunuh zhen, kau seharusnya menahan diri dan memperhitungkan waktumu dengan sabar, mengumpulkan pasukan, dan membeli hati rakyat. Bahkan jika kau tak bisa melakukannya tanpa cela, setidaknya kau harus membuat zhen tak punya kekuatan untuk membalas, sehingga para menteri di mahkamah takkan berani terlalu banyak bicara, dan supaya pangeran-pangeran lain tak punya bukti untuk dipakai melawanmu!
“Tindakanmu hari ini, sungguh bodoh!”
Li Xuanzhen mendongakkan wajahnya, darah di bibirnya begitu merah. Dirinya tampak tidak waras: “Aku memang bodoh. Andai saja aku sudah belajar dari Li Zhongqian lebih awal, bagaimana hari ini aku akan bisa menjadi seperti ini?”
Li De menatap wajah merah dan bengkak putranya, menekan amarahnya, dan melembutkan nada suaranya: “Zhang nu, kau adalah putra yang paling berharga bagi aye. Li Zhongqian telah memprovokasi dirimu dan zhen sebagai ayah dan anak, dan kau jadi terperdaya seperti ini?”
Li Xuanzhen tak bergerak, menatap Li De dengan sorot penuh rasa jijik.
“Kenapa kau dan aku, ayah dan anak, perlu orang lain untuk memecah-belah?
“Li De, seharusnya aku membunuhmu sejak dahulu kala… Sesegera ketika Aniang mati, aku seharusnya sudah melakukannya.”
Li De adalah seorang Jenderal Besar dari Wilayah Wei, komandan pasukan yang memiliki jenderal-jenderal gagah perkasa mengawal di sisinya setiap saat. Dataran Tengah terpecah belah, dan situasinya tidak stabil. Dia tidak yakin bisa membunuh Li De dan juga mengerti bahwa dunia pasti akan kacau balau setelah dia membunuh Li De. Dia tak mampu memperbaiki situasi setelahnya dan hanya akan digantikan oleh lebih banyak orang, jadi dia pun lanjut berpura-pura sebagai ‘ayah pengasih, anak berbakti’ dengan Li De, dan membantu Li De mendirikan Wei yang Agung.
Pada hari ketika dunia sudah disatukan, itulah saat baginya untuk membunuh Li De.
Dia selalu mengingat kata-kata Tang-shi sebelum mati. Dia menjalani hidup ini untuk membalas dendam, jadi dia bisa menunggu.
Tapi sekarang, dia tak bisa menunggu lebih lama lagi.
Dia sudah lelah. Dia ingin terbebaskan.
“Aniang menyuruhku untuk membunuhmu, menyuruhku untuk membunuh Keluarga Xie. Apa pun yang Aniang katakan, aku mematuhi…. Aniang, maafkan aku.”
Air mata berkumpul di mata Li Xuanzhen.
Li De menatap putranya, menghela napas, dan melambaikan tangannya dengan lelah.
“Urusan hari ini, zhen yang akan menanganinya. Kau pulanglah dulu untuk merenung dengan tenang.”
Li Xuanzhen tersenyum dingin, “Bagaimana Baginda Kaisar berniat menangani hal ini?”
Li De memijit alisnya. “Zhen akan membantumu menutupinya.”
Li Zhongqian serampangan dan reputasinya sudah rusak sejak lama. Dia menderita kehilangan adik perempuan kandungnya dan berusaha membunuh Li De di tempat umum. Para menteri di mahkamah tidak terkejut, dan mereka yang memohon belas kasihan untuknya tidak sedikit.
Li Xuanzhen berbeda; dia adalah Putra Mahkota negara ini. Masalah hari ini tak boleh sampai tersebar!
Beberapa orang kasim di pojokan bergidik, hawa dingin menjalar naik dari telapak kaki mereka dan merayap ke sekujur tubuh mereka.
Sang Putra Mahkota menerobos ke dalam istana secara terang-terangan dan mengoyak mukanya dengan Baginda Kaisar. Masing-masing dari mereka yang hadir hari ini tak bisa lolos!
Semua kasim memejamkan mata mereka dengan putus asa. Menemani penguasa sama seperti menemani harimau.
Dalam kesunyian yang menekan, beberapa tawa sarkastis terdengar. Sudut bibir Li Xuanzhen melengkung naik, “Baginda Kaisar tak perlu merepotkan diri Anda sendiri dengan hal ini. Apa yang ada di antara kita berdua, tak perlu melibatkan orang lain.”
Dia bisa mengumpulkan prajurit untuk menyerang Istana Taiji, tetapi waktunya tidak tepat. Dia belum punya kekuatan untuk bertarung melawan Li De, jadi memaksa masuk ke istana dengan tergesa-gesa hanya akan melibatkan lebih banyak nyawa tak berdosa.
Dia tak mau menunggu.
Alis Li De melompat. “Apa yang telah kau lakukan?”
Li Xuanzhen mencibir, “Aku melakukan apa yang seharusnya sudah kulakukan sejak lama.”
Begitu kata-kata itu terucap, teriakan-teriakan panik para kasim terdengar dari luar tirai, “Baginda! Han wang shizi datang!”
Li De membeku, hanya untuk melihat tirai manik-manik bergoyang keras ketika satu sosok berjalan terhuyung memasuki balairung besar dan terjatuh ke lantai, sekujur tubuh gemetaran, melolong keras-keras.
Bau darah yang kuat menerjang hidungnya.
Li De menunduk. Han wang shizi adalah keponakan dari sepupunya. Ayah sang shizi berperang bersamanya dalam pertempuran di semua sisi dan diangkat sebagai Han wang karena jasa-jasa militernya.
Han wang shizi berlutut di kakinya, rambut acak-acakan, tubuh gemetar hebat, air mata mengalir, dan ingus berleleran. Jubah pada tubuhnya berantakan, menguarkan gelombang bau tidak sedap. Darah mengaliri pinggiran lengan baju jubahnya dan menetes dengan suara tes tes tes ke seluruh permukaan lantai, meninggalkan jejak darah panjang pada lantai bata emas.
Li De menatap Li Xuanzhen, “Apa yang telah kau lakukan?”
Tanpa menunggu Li Xuanzhen membuka mulutnya, Han wang shizi pertama-tama mengeluarkan pekikan dan menangis bahkan lebih keras lagi. Menempelkan kepalanya ke lantai, dahinya mengantuk lantai dengan suara berdebum.
“Baginda Kaisar! Putra Mahkota sudah jadi gila! Putra Mahkota telah membunuh Aye hamba! Membunuh Paman Ketiga hamba, membunuh Paman Keempat hamba… ada enam orang! Enam orang dewasa yang tadinya masih hidup! Mereka semua tewas di bawah pedang Putra Mahkota! Semua tamu di istana melihat hal itu terjadi di depan mata mereka sendiri! Sang Putra Mahkota pasti sudah jadi gila! Dia membunuh kerabatnya sendiri, bahkan paman-pamannya sendiri!
“Baginda! Aye hamba telah melayani bersama Baginda dalam banyak ekspedisi, selalu siap siaga demi Anda, setia dan penuh pengabdian. Aye telah melayani negara kita dengan baik, dan Beliau telah mencapai usia di mana Beliau seharusnya beristirahat dan memulihkan diri. Aye tak pernah menyangka akan mati di bawah pedang Putra Mahkota. Sungguh telah disalahi!
“Putra Mahkota gila dan semena-mena, kejam dan keji. Dia telah membunuh paman-pamannya. Pembunuh mengerikan semacam ini, bagaimana dia pantas menjadi Putra Mahkota?! Sebagai seorang anak, keponakan ini tak bisa hanya berdiam diri dan menonton Aye hamba yang tak bersalah mengalami kematian yang begitu tragis. Jika Baginda tidak memberi penjelasan kepada keponakan ini dan para anggota klan Li lainnya, keponakan ini akan berjuang menuntut keadilan bagi Aye hamba bahkan jika hamba harus menukarnya dengan nyawa hamba!”
Kesunyian merajai di dalam balairung. Tak ada seorang pun yang bersuara. Hanya tangis keras Han wang shizi yang bergema dari semua sudut balairung dalam.
Dari narasinya yang terputus-putus, semua orang pun mengerti apa yang telah terjadi.
Hari ini, Han wangfu sedang mengadakan perjamuan besar, dan semua yang hadir adalah orang-orang dari klan Li. Pada saat-saat mabuk dan penuh sukacita ini, tiba-tiba Li Xuanzhen muncul. Semua orang terkejut dan gembira dan ingin menanyakan kepadanya tentang peperangan di garis depan ketika dia tiba-tiba mencabut pedangnya dan membunuh Han wang dengan satu sabetan pedang.
Seketika, kekacauan terjadi, sepenuhnya menjadi kacau balau.
Para penjaga wangfu langsung mencabut pedang mereka untuk menghadapinya, tetapi mereka bukan tandingan bagi Li Xuanzhen, yang, satu orang dan satu pedang, membunuh enam orang anggota Klan Li dari aula hingga ke griya dalam dengan tangannya sendiri. Dirinya bermandikan darah, mata memerah, bagaikan iblis yang naik dari dasar neraka.
Saat ini wangfu dipenuhi oleh tangisan. Ibu sang shizi telah jatuh pingsan tiga kali karena menangis.
Wajah tua Li De berkedut beberapa kali ketika Beliau menatap Li Xuanzhen, getaran menggucangkan tubuhnya. Setelah sunyi dalam waktu lama, tiba-tiba Beliau mengeluarkan erangan teredam dan jatuh ke belakang.
“Baginda Kaisar!”
“Baginda Kaisar!”
Para kasim berkerumun untuk menopang Li De.
Li De mendorong para kasim agar menyingkir, dan seraya menangis, Beliau muntah darah, jari menuding lurus ke arah Li Xuanzhen: “Iblis! Iblis!”
Li Xuanzhen telah membunuh para anggota klannya di muka umum. Masalah ini pasti telah menyebar ke seantero Chang’an. Bagaimana bisa Beliau menutupi hal ini?
Mata phoenix sipit Li Xuanzhen perlahan terangkat. Menyapukan pandangan ke arah Han wang shizi, permusuhan nan ganas melintas di dasar matanya.
Putra Han wang telah menyaksikan pembunuhan atas keenam sanak keluarganya dan sudah dibuat sangat ketakutan oleh Li Xuanzhen. Melihat yang bersangkutan dengan sikap sama ganasnya di hadapan Li De, tiba-tiba dia merasakan darahnya mendingin, dan memutar tumitnya untuk beringsut menjauh: “Putra Mahkota berniat membunuh untuk menutup mulut hamba!”
Li Xuanzhen mengabaikannya, dan sementara perhatian semua orang tertuju pada Han wang shizi, sosoknya tiba-tiba melompat naik dan melayang ke arah meja kekaisaran. Dengan suara berdentang, dia mencabut pedang yang ada di samping kotak kekaisaran. Ujung pedang itu terarah lurus pada Li De.
Semua orang terperanjat dan berlari maju untuk menghentikannya.
Tangan Li Xuanzhen membuat para kasim yang menerjang ke arahnya terlontar, dan ujung pedangnya menusuk senti demi senti ke dalam bahu kanan Li De.
Li De tidak menghindar.
Kaki semua orang gemetaran: mereka bisa saja memanah Li Zhongqian tanpa ragu, tapi kini si pembunuh adalah sang Putra Mahkota. Tanpa perintah dari Li De, siapa yang berani benar-benar membunuh Li Xuanzhen?
Li Xuanzhen memegangi bahu Li De dan lanjut mengerahkan tenaga di tangannya. “Ayahanda, apa Ayahanda tahu kenapa aku ingin membunuh para anggota Klan Li?”
Li De mengamuk dan mengayunkan serangan telapaknya pada Li Xuanzhen, angin bersiul.
Li Xuanzhen melepaskan pedang di tangannya dan lanjut menerjang maju tanpa peduli pada nyawanya.
Li De terperanjat. Takut melukai putranya, Beliau menggertakkan gigi untuk menarik kembali tapaknya, dan membalikkan pergelangan tangannya sehingga punggung tangannyalah yang mengenai Li Xuanzhen. Li Xuanzhen terpuruk ke lantai di depan meja kekaisaran.
Seorang kasim yang gemetaran maju untuk mengobati luka Li De. Li De mendorong si kasim menjauh dan mencabut pedang di bahunya.
Tirai manik-manik berayun ketika Jin Wu Wei berlari masuk.
Li De menyentak. “Semuanya diam di tempat!”
Para Jin Wu Wei saling bersitatap dan mundur ke sisi luar layar seraya tersenyum pahit.
Li De melemparkan pedangnya, “Kenapa kau membunuh pamanmu?”
Li Xuanzhen menatapnya dan tersenyum dingin, “Waktu itu, pasukan pengacau memaksa masuk ke dalam Wilayah Wei…. Semua orang lainnya melarikan diri, tetapi hanya aku dan Aniang-ku yang terperangkap di dalam kota. Apa kau pikir ini adalah kebetulan?”
Tiba-tiba pupil mata Li De membulat.
Li Xuanzhen merayap berdiri dan meneruskan, “Mereka dengan sengaja melepaskan pasukan pengacau ke dalam kota, hanya karena mereka ingin mematikan aku dan Aniang-ku. Pada saat itu, bukankah kau sudah mulai bernegosiasi dengan keluarga-keluarga berpengaruh untuk melakukan pernikahan?”
Wajah Li De merosot.
Li Xuanzhen menatap dingin pada ayahandanya. “Waktu itu kau adalah seorang Jenderal Besar. Semua orang berkata bahwa kelak kau akan menjadi seorang penguasa, jadi Aniang tidak cukup baik bagimu. Mereka menginginkan seorang nyonya penguasa yang bisa memberikan bantuan kepada Keluarga Li. Han wang waktu itu memimpin pasukan untuk mempertahankan Wilayah Wei. Dia pasti tahu kalau aku dan Aniang-ku terperangkap di dalamnya, dan dengan sengaja dia melihat kalau kami hampir mati tapi tidak menyelamatkan kami, menunda-nunda pasukan untuk menyelamatkan….”
Dia memejamkan matanya.
“Malam itu, mereka mengunci gerbang dari luar dan menyalakan api, berusaha membakar kami ibu dan anak sampai mati. Aku dan Aniang berhasil kabur. Prajurit pengacau ada di mana-mana, dan aku menangis ketakutan. Aniang-ku menghiburku, berkata bahwa Aye adalah seorang pahlawan besar dan bahwa jika kami menemukan Aye, tak ada seorang pun yang akan berani mengganggu kami.”
Dia membuka matanya, netra phoenixnya tampak penuh kesedihan.
“Li De, para prajurit pemberontak ada di mana-mana. Aniang-ku hanya seorang wanita lemah tak berdaya dengan seorang anak mengikutinya. Bisakah kau bayangkan apa yang telah dia alami?”
Mata Li De tersentak membelalak lebar dan tangannya gemetaran.
Wajah Li Xuanzhen tanpa ekspresi.
Li De maju selangkah dan mencengkeram kerah baju Li De erat-erat. Wajah pucatnya berkeriut hebat, tak lagi mengandung hawa ketenangannya yang biasa.
“Kau gila, bicara buruk tentang ibumu seperti ini!”
Li Xuanzhen membalas tatapannya, “Kau takkan pernah tahu seberapa besar rasa sakit yang telah diderita Aniang dan aku.”
Wajah Li De tampak muak, agak menyerupai wajah iblis. Giginya bergemeretak satu sama lain dan tangannya melepaskan pakaian Li Xuanzhen lalu terhuyung mundur.
Li Xuanzhen menatap lurus ke arahnya, “Aniang dan aku telah melalui begitu banyak hal. Aniang mengira kalau semuanya akan baik-baik saja asalkan dia menemukanmu. Dan kemudian, kami menemukanmu…. Kau sedang menikahi putri keluarga Xie. Di depan muka Aniang, kau berkata kepada putri Keluarga Xie, ‘menjadi satu, takkan pernah terpisahkan’.”
‘Menjadi satu, takkan pernah terpisahkan’ adalah sumpah yang Li De buat sendiri untuk Tang Ying pada malam mereka menikah.
Li De tak mampu berdiri dengan stabil. Dengan bunyi bergedebuk, Beliau terjatuh ke lantai di depan kotak kekaisaran, menjatuhkan pendupaan berukir hewan mistis. Wajahnya berkerut, “Kenapa dia tak memberitahuku? Kenapa?”
“Memberitahumu?” tatapan Li Xuanzhen sedingin es, “Memberitahumu saat kau menyambut istrimu agar kemudian ditinggalkan olehmu?”
Tang Ying tak lagi memercayai Li De. Dia tetap berada di sisi Li De hanya karena dia mengakui kenyataannya.
Karenanya, ketika dia berdebat dengan orang-orang dari Klan Li dan pelayan Keluarga Xie lalu mendengar orang Klan Li menyindir bahwa dirinya tak pantas menjadi seorang istri, dia kaget dan marah, curiga bahwa Keluarga Xie tahu apa yang telah terjadi kepadanya pada saat pelariannya.
Li Xuanzhen berkata perlahan, “Aniang hanya seorang wanita biasa dengan wawasan tak seberapa. Dia terlalu ketakutan dan berakhir membuat janinnya terganggu dan keguguran. Anak itu tidak bernapas sedikit pun setelah dilahirkan.”
Wajah Li De pucat pasi, bibirnya gemetar, tak mampu bicara sepatah kata pun.
Ying niang mengalami keguguran?
“Pada saat itu Aniang sudah membuat rencana dan menyuruh orang mengubur anak itu. Kemudian, ibu susuku memberitahuku bahwa jika semua orang tahu bahwa Aniang mengalami keguguran, mereka hanya akan berpikir bahwa dia mencabut nyawanya karena sedih dan depresi. Kalau begitu, bagaimana bisa kau merindukan dia untuk seumur hidupmu? Jadi, dia meminta si ibu susu membantunya menyembunyikan hal itu dan menyalakan api di griyanya pada hari kau pulang ke rumah. Hanya dengan demikian dia bisa membuatmu mengingatnya di dalam hati dan tulangmu, merasa bersalah untuk seumur hidupmu.”
Tang Ying mati, mengawetkan reputasinya dan mengamankan posisi shizi untuk Li Xuanzhen.
Li De tak bisa melupakan dirinya untuk seumur hidup.
Li Xuanzhen memungut pedang yang tergeletak di lantai. “Aniang mendapatkan yang dia mau…. Tetapi Aniang tak pernah bertanya kepadaku apakah aku mau menjadi shizi?”
Di tengah-tengah dunia yang kacau balau, dia tak punya hal lain yang ingin dimintanya. Dia hanya ingin hidup dengan baik bersama Aniang dan membujuk Tang Ying agar jangan bertarung dengan Xie-shi. Satu-satunya harapannya adalah bisa mengakhiri kekacauan di dunia sesegera mungkin, supaya semua orang bisa menjalani hari-hari yang damai dan stabil.
Ketika dia mengetahui bahwa Aniang hamil lagi, dia sungguh bersukacita.
Dia adalah seorang kakak. Dia akan mencintai dan menjaga adik-adiknya, menyanggakan langit untuk mereka, dan membuat mereka bisa tumbuh besar dengan bebas.
Adik perempuannya mati persis ketika datang ke dunia ini, tak ada waktu untuk tumbuh dewasa.
Aniang juga mati, dan ketika Aniang mati, Aniang sudah menjadi gila dan ingin dia membalaskan dendam.
Li Xuanzhen berlutut di depan ibunya dan membuat sumpah itu dengan air mata di matanya.
Dia membenci Li De, membenci dunia yang kacau balau ini, membenci semua orang. Dia ingin semua orang dikuburkan bersama dengan ibunya.
Rasa bersalah untuk ibunya membuatnya kehilangan semua akal sehat dan menjadikannya hilang akal.
Dia tahu bahwa Li Yaoying tidak bersalah. Lagi dan lagi, hatinya melunak, serta lagi dan lagi, dia mengeraskan hatinya karena dia teringat pada ibunya.
“Aku sudah menyelidikinya secara menyeluruh. Orang yang menginstruksikan kepada para pelayan agar mengunci pintu griya pada malam itu sudah mati di bawah pedangku. Saat kau menikahi putri Keluarga Xie, orang yang menghalangi aku dan Aniang supaya tidak pergi ke upacara bukanlah anggota Keluarga Xie, melainkan anggota dari Klan Li.”
“Aku sudah membunuh mereka.”
“Aku tak bisa memenuhi semua harapan terakhir Aniang. Aniang, maafkan aku. Saat aku tiba di sembilan mata air, aku akan menebusnya pada Aniang.”
(T/N: Sembilan mata air – istilah lain untuk alam baka)
Li Xuanzhen berbalik, berjalan di depan meja kekaisaran, dan mengayunkan pedangnya ke bawah.
“Putra Mahkota, hentikan!”
Suara yang membelah udara bersiul, dan sebatang anak panah dengan bulu di ekornya menghujam menembus udara, dengan ganas menancap di bahu Li Xuanzhen.
Li Xuanzhen bahkan tidak berjengit. Pedang panjang di tangannya menebas ke arah Li De.
Mata para Jin Wu Wei melebar. Salah satunya melompat maju, menghadang serangan yang kuatnya mencapai beberapa ribu kati, dan melindungi Li De dalam pelukannya ketika mereka bergulingan beberapa kali.
Yang lainnya lanjut menembakkan anak panah.
Ekspresi Li Xuanzhen tak berubah ketika dia kembali mengangkat pedangnya.
Malam demi malam, dia mengalami mimpi buruk, tidak menyerupai manusia, tidak menyerupai hantu. Hanya pada hari-hari di Chibi-lah dia mendapatkan kedamaian sementara, tak lagi dihantui oleh mimpi buruk.
Ah Yue, yang telah memberinya kedamaian sementara, dikirim menuju kebinasaan oleh tangannya sendiri.
Dia telah menuai apa yang ditaburnya.
Seulas senyum tipis terbentuk di wajah Li Xuanzhen.
Panah-panah tajam bagai jaring laba-laba menghujaninya.
Dengan senyum di wajahnya, dia roboh.
“Tidak!”
Li De mendorong si Jin Wu Wei dan merayap berdiri, “Zhen perintahkan kalian semua berhenti!”
Para Jin Wu Wei langsung menyingkirkan busur dan panah mereka.
Li De melangkahi anak-anak panah tak beraturan yang berserakan di lantai dan bergegas menghampiri Li Xuanzhen, membantunya bangkit/
Dari kepala hingga kaki, sekujur tubuh Li Xuanzhen berlumuran darah. Berjuang untuk mencabut sebatang anak panah, dia lalu menusuk Li De.
Li De menampar tangannya agar menjauh, “Zhang nu, kau gila!”
Apakah Beliau harus memaksakan diri untuk memerintahkan kepada Jin Wu Wei agar lanjut membunuh dirinya? Li Xuanzhen adalah Putra Mahkota, calon Kaisar. Beliau meninggalkan seluruh dunia kepada Li Xuazhen. Kenapa Beliau bisa tak peduli?
Li Xuanzhen menyeringai, semua giginya bernoda merah karena darah, “Li De, entah kau yang mati atau aku yang binasa….”
Barulah pada saat itu dia bisa terbebas.
Dia ingin menjadi Changsheng nu milik Aniang; dia tak menginginkan posisi shizi yang ditukarkan dengan nyawa Aniang!
Li De murka.
*****
Setengah shichen kemudian, sebuah pesan datang dari Istana Taiji bahwa Putra Mahkota Li Xuanzhen telah menjadi gila karena pengaruh alkohol dan telah salah membunuh Han wang dan yang lainnya. Li De murka dan memerintahkan agar dia ditahan di dalam penjara bawah tanah.
Dunia terperanjat.
Klan Li merasa tidak puas. Beberapa orang wangfei yang mengenakan baju berkabung berlutut di depan gerbang istana sambil menangis. Permintaan para menteri mahkamah untuk mencopot Putra Mahkota ditekan oleh cara-cara mengerikan dari Li De. Beberapa hari kemudian, Dalishi menemukan bahwa Han wang telah melakukan banyak kejahatan; tidak memedulikan nyawa manusia, menjarah orang-orang tak bersalah, menerima suap, menguasai tanah-tanah yang subur, dan sebagainya. Han wang shizi juga terlibat dalam kejahatan-kejahatan ini dan dikirim ke penjara atas kejahatannya.
Li De memenggal sekelompok kerabat bangsawan namun tampaknya tidak merasa puas. Dia lanjut menyelidiki klan kekaisaran. Untuk sementara waktu, semua orang melindungi diri mereka sendiri. Li De mengambil kesempatan untuk mengasingkan beberapa orang qinwang, dengan begitu telengas, tak menunjukkan belas kasihan. Para menteri mahkamah pun terbungkam.
Selama periode ini, Li De terus-terusan mengirim orang untuk membujuk Li Xuanzhen, namun Li Xuanzhen tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Dua hari kemudian, Putri Mahkota Zheng Biyu memasuki penjara dan menemui suaminya di dalam penjara bawah tanah.
“Dalang….” Dia menyerahkan sebuah gulungan kulit domba yang disegel dengan lilin, “Ini dikirim dari Yizhou.”
Li Xuanzhen tak menggerakkan satu otot pun.
Zheng Biyu berkata lembut, “Putri Wenzhao masih hidup.”
Tubuh Li Xuanzhen menegang dan matanya tersentak membuka.
“Apa katamu?”
Dia bertanya dengan suara parau.
Zheng Biyu berkata, “Kau mengirim orang untuk membawa Zhu Luyun ke Yizhou. Orang-orang itu mendengar kabar bahwa Putri Wenzhao masih hidup tetapi ditawan oleh Haidu Aling.”
Zhu Luyun menghilang tanpa jejak, tetapi Li Xuanzhen tak menampakkan kepedulian. Zheng Biyu, meski sudah berusaha keras, tak bisa membayangkan penyebabnya. Hingga kemudian Du Sinan mengirimkan gulungan perkamen ini.
Ternyata Li Xuanzhen-lah yang telah mengirim Zhu Luyun pergi. Zhu Luyun ingin bertemu dengan bibinya, jadi Li Xuanzhen memenuhi keinginannya, dan sebagai gantinya, mengirim para prajuritnya untuk mengawasi di sekitar wanita itu, untuk mencari mata dan telinga Rong Utara yang ditanam di Wei yang Agung. Sebelumnya, Li Xuanzhen berpura-pura tak mengetahui keberadaan Zhu Luyun hanya untuk membingungkan Rong Utara.
Pria ini telah membuat pengaturan untuk semua orang.
Li Xuanzhen sudah bersiap untuk mati.
Zheng Biyu menatap ke dalam mata Li Xuanzhen dan berkata dalam bisikan: “Dalang, kau yang saat ini tak bisa membunuh Baginda Kaisar…. Kau masih memiliki kemelekatan dalam hatimu. Putri Wenzhao adalah simpul di dalam hatimu,dan dia masih hidup. Kau pergilah untuk mencarinya. Pada awalnya, kaulah yang mengirim dia pergi, dan semestinya kaulah yang sekarang akan membawanya pulang.
“Ini adalah hutangmu kepadanya.”
Li Xuanzhen menundukkan kepalanya dan meremas gulungan perkamen itu erat-erat, urat-urat pada punggung tangannya bertonjolan.