Thousand Miles of Bright Moonlight - Chapter 65
Air sungai memercik, bayang-bayang di bawah pohon belalang begitu lebat dan hijau, sementara dedalu berpusar dan berayun dihembus angin lembut.
Sebuah kereta berjalan melintasi sungai, menyeberangi jembatan panjang, lalu berhenti di depan tepi sungai. Para pengawal mundur. Zheng Biyu mengangkat tirai, mata mengamati sekitar sebelum mengindikasikan bahwa Li Xuanzhen bisa turun.
Kepala Li Xuanzhen terbungkus dalam turban kain datar, mengenakan juba kain berlengan sempit yang usang. Dia melompat keluar dari kereta. Seorang prajurit membawakan seekor kuda dengan tempat anak panah dan sebungkus barang-barang lainnya yang menggelantung pada sisi pelana.
Zheng Biyu tidak turun. Duduk di dalam kereta, dia berkata lirih: “Yang Mulia, saya hanya bisa mengantar Anda sampai di sini.”
Li Xuanzhen berbalik untuk menatapnya. “Yu Niang, terima kasih.”
Zheng Biyu tersenyum: “Yang Mulia tak perlu berterima kasih kepada saya. Saya hanya membalas budi.”
Li Xuanzhen teringat pada pria itu, tertegun.
Angin di atas jembatan berhembus kencang. Zheng Biyu mengangkat tangannya untuk menyibakkan rambut di pelipisnya yang tertiup berantakan oleh angin ke belakang: “Dalang, karena tidak membunuh Zheng Wu waktu itu, saya sangat berhutang budi padamu.”
****
Zheng Wu adalah pelayan Keluarga Zheng yang kemudian menjadi penjaga Zheng Biyu. Pada pernikahan pertamanya, Zheng Wu mengantar Zheng Biyu menikah dan menatap wanita itu dan suaminya memasuki tenda hijau, kamar pengantin dan lilin berhias.
Zheng Biyu tak pernah memandang Zheng Wu. Dirinya adalah putri dari sebuah keluarga berpengaruh, terlahir sebagai bangsawan. Dengan keluhuran dan reputasi yang menyebar luas dan jauh, dirinya ditakdirkan untuk menikah ke dalam sebuah keluarga kelas atas sebagai nyonya kepala keluarga. Bagaimana bisa dia merendahkan dirinya sendiri dan mengasihani seorang budak keluarga?
Sehari setelah pernikahannya, Zheng Wu pergi.
Pria itu pergi ke medan perang, mengikuti seorang putra dari Keluarga Zheng. Memulai dari prajurit biasa yang paling rendah, sedikit demi sedikit dia mengumpulkan pencapaian militer. Dia membunuh musuh dengan gagah berani dan dengan cepat dipromosikan, namun di dunia yang kacau ini, ada terlalu banyak orang yang seperti dirinya. Namun, bagaimanapun juga dia hanyalah seorang pelayan dari Keluarga Zheng. Tak peduli sekeras apa pun dia berjuang, dia berakhir hanya menjadi seorang letnan di samping putra Keluarga Zheng.
Suami pertama Zheng Biyu tewas di tangan Keluarga Li. Beberapa hari sebelum kotanya runtuh, Zheng Wu mendatanginya.
“Nona…. Keluarga Zhao bukan tandingan bagi Keluarga Li…. Pasukan Wei akan menakhlukkan kota dalam beberapa hari.”
Zheng Wu membawa sebilah pedang dan berdiri di dasar tangga. Berlumuran darah, tampak bergegass, mata hitam berkilaunya menatap lurus ke arah Zheng Biyu.
Akhirnya, dia menghimpun keberanian untuk mengucapkan kata-kata, “Ikutlah bersama saya. Saya akan membawa Nona pergi jauh dan bersikap baik kepada Nona untuk seumur hidup saya.”
Sejak dirinya masih muda, Zheng Biyu telah mengakrabkan dirinya sendiri dengan ajaran-ajaran kewanitaan dan mengikuti aturan, tak pernah melangkahkan seujung jari kaki pun ke luar batasan.
Malam itu, entah dari mana dia mendapatkan tekadnya. Menjinjing roknya dan menuruni undakan selangkah demi selangkah, dia berjalan menghampiri Zheng Wu.
Hati Zheng Wu berbunga-bunga.
Mereka tak mengucapkan sepatah kata pun dan saling berpandangan selama beberapa saat.
Persis ketika Zheng Wu hendak membuka mulutnya untuk mengucapkan sesuatu, suara langkah kaki tiba-tiba terdengar. Seseorang telah dikirim oleh Keluarga Zheng untuk menyelinap ke dalam kediaman Zhao, menemukan jalannya ke arah Zheng Biyu, lalu berlutut di depan kaki Zheng Biyu, “Nona, sebuah cabang jauh dari keluarga kita kini melayani di bawah Jenderal Besar dari Wilayah Wei, dan cukup terpercaya. Langjun telah mengirim pelayannya untuk memberitahu Nona bahwa pasukan Wei datang tanpa halangan dan bahwa keluarga Zhao telah mencapai jalan buntu. Dia berkata bahwa Nona tidak perlu takut. Jenderal Besar dari Wilayah Wei, Jenderal Li, sudah mengirimkan perintahnya. Pasukan Wei tidak akan menyerang Nona.”
Seakan angin telah berhembus, api yang baru saja menyala di dalam hati Zheng Biyu langsung padam.
Dia akna tinggal dengan Keluarga Zhao dan menunggu orang-orang dari klannya datang menjemput dirinya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Zheng Wu berbalik dan pergi.
Segera setelahnya, Keluarga Zhao dihancurkan dan Keluarga Li mengirim seseorang ke tempat mereka untuk meminta agar Zheng Biyu menikahi Li Xuanzhen.
Pada malam pernikahan mereka, dia duduk di dalam tenda hijau, lembut dan bermartabat. Li Xuanzhen duduk di sampingnya, tampan dan tenang. Mereka berdua begitu asing, hampir acuh tak acuh, tidak menampakkan kesukacitaan sedikit pun. Furen pembawa keberuntungan mau tak mau merasa malu dan tidak berani bicara sembarangan untuk menggoda mereka.
Di tengah malam, lilin-lilin merah menyala tinggi. Semua tamu sudah pergi, dan Zheng Biyu memandangi cahaya lilin yang berkedip-kedip serta tak tahu mengapa matanya tiba-tiba memerah.
Li Xuanzhen menatapnya, berdiri, dan berkata, “Kau harus tidur lebih dulu.”
Zheng Biyu membeku.
Pada saat itu, suara gaduh dan riuh datang dari belakang dinding griya. Seseorang berseru bahwa ada pembunuh.
Li Xuanzhen mengangkat tirai dan pergi ke luar.
Tak lama setelahnya, Zheng Wu diikat dan diantarkan seperti buntalan ke hadapan Li Xuanzhen. Para penjaga telah menanyainya, tetapi dia tak mengucapkan sepatah kata pun.
Li Xuanzhen mengangkat pedangnya.
Zheng Biyu, yang berada di dalam tenda, merasakan sesuatu dalam hatinya dan melongok keluar. Mengenali Zheng Wu, napasnya tercekat di tenggorokan.
Zheng Wu melihat dirinya dan mata pria itu menatap lurus ke arahnya.
Tubuh Zheng Biyu menjadi kaku, tetapi dia tidak membuka mulutnya untuk menghentikan Li Xuanhen.
Ketika pedang panjang itu terayun, Zheng Biyu menggertakkan giginya kuat-kuat dan tidak bicara sepatah kata pun.
Zheng Wu juga tak bersuara.
Zheng Wu tidak mati. Pedang itu hanya memotong beberapa helai rambutnya.
Air mata Zheng Biyu mengalir menuruni wajahnya.
Li Xuanzhen mengisyaratkan pada yang lainnya agar mundur, melepaskan ikatan Zheng Wu, lalu menatap ke belakang pada Zheng Biyu.
“Kalian berdua bisa pergi.”
Mata Zheng Biyu sarat dengan air mata ketika dia berjalan selangkah demi selangkah menghampiri Li Xuanzhen dan membungkuk ke arah pria itu.
“Lantas apa yang harus Shizi lakukan?”
Li Xuanzhen menenteng pedangnya, tiada amarah ataupun kebencian di wajahnya, dan dengan tenang berkata, “Sudah cukup jika istriku adalah seorang putri di dari Klan Zheng. Yu niang, aku bukan suami yang baik. Kalau Yu Niang hanya mencari kehormatan sebagai Shizi Furen, aku berjanji untuk menghormatimu dan memperlakukanmu dengan baik, tetapi hal lainnya, aku tak bisa memberikannya. Karena di dalam hati Yu Niang ada cinta, kau tak boleh bersalah kepada dirimu sendiri. Aku akan mengurus sisanya. Ayahmu tidak akan mengirim siapa pun untuk mengejarmu.
“Aku akan menyuruh Qin Fei mengawalmu pergi. Kau bisa pergi ke Shu Selatan lebih dulu untuk menghindari badai. Kelak, aku akan menikahi putri Klan Zheng yang lain; Klan Zheng tetap akan menjadi keluarga yang berjaya.”
Zheng Biyu menangis lirih. Zheng Wu kegirangan menyaksikan perubahan kejadian ini, meraih tangan Zheng Biyu, dan menariknya pergi.
Tak ada kekhawatiran, tak ada pengejar, tak ada rasa bersalah karena dirinya mungkin telah melibatkan keluarga… Semua yang Zheng Biyu cemaskan tidak akan terjadi. Dia bisa melepaskan semua bebannya dan pergi bersama Zheng Wu.
Tetapi begitu dia melangkah keluar dari pintu griya, langkahnya terhenti.
Zheng Wu berhenti dan menunduk menatapnya. Raut di wajah pria itu berubah dari kesukacitaan menjadi keraguan, menjadi keheranan, syok, kemarahan, kekecewaan, dan akhirnya, seakan hatinya telah hancur.
Dia mengenal Zheng Biyu dengan terlalu baik. Wanita itu terlahir sebagai seorang wanita yang tidak berperasaan dan dingin, rasional dan terkendali.
Zheng Biyu adalah seorang putri dari keluarga berpengaruh. Meninggalkan identitas dan pergi bersamanya, bagaimana mereka berdua akan hidup di masa mendatang? Bagaimana mereka akan menghadapi tudingan dari seluruh dunia?
Kalau Zheng Biyu menikahi Li Xuanzhen, dia akan menjadi seorang Shizi Furen. Kemudian dia mungkin bahkan akan menjadi Putri Mahkota, atau mungkin saja, bahkan menjadi ibu negara berkat kehormatan dari suaminya. Bagaimana bisa dia bersedia menyerahkan semua hal ini untuk seorang pelayan rendahan?
Zheng Wu tersenyum kepada dirinya sendiri dan dengan lembut melepaskan tangan Zheng Biyu.
“Ada aturan tentang atasan dan bawahan. Hal-hal ini tak seharusnya dilangkahi. Pelayan ini delusional, jadi saya harap Shizi dan Shizi Furen bersedia memaafkan saya.”
Zheng Biyu melihat punggung Zheng Wu menghilang ke dalam kegelapan malam, menyeka air mata dari sudut-sudut matanya, kembali ke dalam tenda hijau, dan duduk layu sepanjang malam.
Beberapa tahun kemudian, tanpa disengaja Zheng Biyu mendengar kabar sedih. Zheng Wu sudah mati.
Zheng Biyu tak menampakkan ekspresi apa pun. Dengan ‘oh’ samar, dia lanjut mengobrol dan tertawa bersama wanita-wanita di perjamuan. Kembali ke griya dalam, dia memeluk putranya, membujuk anak itu agar memakan sup jewawut hangat, senyum masih terpatri di wajahnya.
Dia tersenyum sepanjang hari hingga tengah malam ketika dia tiba-tiba terbangun dari mimpi-mimpinya dan memanggil nama Zheng Wu.
Sehelai sapu tangan muncul di depannya. Li Xuanzhen menatap ke arahnya, tanpa jejak olokan atau merendakan di dalam mata phoenix pria itu, dan berkata, “Yu niang, aku turut berduka atas kehilanganmu.”
Zheng Biyu meratap tanpa suara.
Di depan jembatan panjang, bayang-bayang dedalu memeluk tanah.
Li Xuanzhen berdiri di samping tunggangannya dan bertanya, “Yu Niang, apa kau pernah menyesalinya?”
Zheng Biyu menggelengkan kepalanya. “Yang Mulia, saya tak pernah menyesalinya.”
Dia mengenal dirinya sendiri. Bahkan jika dia harus mengulangi semuanya lagi, dia tetap akan membuat pilihan yang sama.
“Dalang, aku tidak menyesalinya… tetapi setiap kali aku memikirkan tentang Zheng Wu, aku merasa seakan ada sesuatu yang hilang dalam hatiku. Tak peduli apa pun yang kulakukan, tak ada apa pun yang bisa mengisi kekosongan itu.”
Zeng Biyu menatap Li Xuanzhen dan berkata sepenuh hati, “Aku tak lagi punya kesempatan untuk memperbaikinya. Itulah sebabnya, dahulu kala, tak peduli sebesar apa pun kau dan Zhu Luyun membuat kekacauan, aku tetap berharap kau bisa menghabiskan hidupmu tanpa terpisah dengan wanita yang kau cintai.”
Selama beberapaa tahun terakhir ini Li Xuanzhen tidak memperlakukan dirinya dengan buruk. Ini adalah pernikahan keduanya dan dia nyaris pergi dengan pria lain pada malam pengantin mereka. Li Xuanzen mengetahui semuanya tentang dia, memahami bahwa yang dia kejar adalah kejayaan, dan tak pernah mengolok atau memandang rendah dirinya.
Zheng Biyu berterima kasih kepada Li Xuanzhen dan mengasihaninya. Wanita itu sadar dan tahu diri, hatinya sudah menua. Asalkan rumahnya stabil, dia tak peduli sama sekali soal hal-hal lain di sekitar pria itu.
Li Xuanzhen masih punya kesempatan untuk mencari cinta – sungguh menyenangkan!
“Dalang, Putri Wenzhao masih hidup. Kau masih punya kesempatan untuk menebus semua kejahatanmu. Carilah ke dalam hatimu dan jangan biarkan dirimu dibutakan oleh kebencian. Manusia tak bisa dibangkitkan dari kematian; jangan buat dirimu sendiri menyesal.”
Sejenak Li Xuanzhen larut dalam pemikiran sebelum dia menaiki kudanya.
“Yu Niang, selama bertahun-tahun ini aku tak mau melepaskan Li Zhongqian. Pada akhirnya, Ah Yue dipaksa memasuki aliansi pernikahan. Mengapa dia masih mempertaruhkan nyawanya untuk mengirim para prajurit pribadinya demi memperingatkan aku?”
Zheng Biyu mengangkat dagunya, “Apakah Yang Mulia berpikir bahwa Putri Ketujuh juga memendam dendam kepadamu, kepada seluruh mahkamah, dan duduk diam serta menonton saja Rong Utara menyelinap memasuki Wei yang Agung, meminta seluruh Wei yang Agung dan seluruh rakyatnya mengikuti dirinya?”
Dia tertawa.
“Yang Mulia, Anda terlalu meremehkan orang.”
Li Xuanzhen menarik tali kekang. “Ya, aku terlalu meremehkan orang. Aku selalu memberitahu diriku sendiri bahwa Li De adalah sang Putra Langit, bahwa dia memiliki bebannya sendiri, bahwa dunia belum bersatu sehingga aku tak bisa membunuh dia karena pembalasan pribadiku sendiri, jadi aku hanya bisa memulai dari Li Zhongqian terlebih dulu karena posisi shizi adalah sesuatu yang telah ditukarkan dengan nyawa Aniang; jadi tak ada seorang pun yang bisa mengambilnya.”
Dia terdiam dalam waktu lama. Hal-hal yang terjadi di masa lalu satu demi satu berlintasan dalam benaknya.
“Ah Yue telah memberiku satu kesempatan…. Kalau saja pada saat itu aku bisa menerima niat baiknya dengan tenang, maka semua ini takkan terjadi.”
Dirinya terlalu keras kepala.
“Apa bedanya aku dan Li De?”
Saat ini adalah masa-masa penuh kekacauan. Seorang pria, bukannya memikirkan tentang memulihkan gunung dan sungai (negara), menenangkan dunia yang kacau, dan menyelamatkan semua orang dari neraka ini, gara-gara harapan terakhir ibunya, tak bisa membedakan antara benar dan salah, pikirannya linglung. Ah Yue didesak hingga putus asa, namun tetap bisa, di antara kebencian pribadi dan kebenaran, secara tegas memilih kebenaran. Dirinya memiliki ambisi untuk mengakhiri kekacauan, namun pikirannya sempit, tenggelam dalam konspirasi para bawahannya terhadap orang-orang yang setia dan baik.
Kalau dia tak mampu membersihkan rumahnya, bagaimana dia mampu membersihkan dunia?
Dirinya terperangkap oleh iblis yang ada dalam hatinya, sama sekali tidak pantas menjadi Putra Mahkota negara ini.
“Yu Niang, kau adalah ibu yang baik.” Dengan lembut Li Xuanzhen menendang perut kudanya. “Ajari putra kita dengan baik, jangan biarkan dia jadi seperti aku.”
Zheng Biyu mengangguk. “Kau bisa tenang.”
Kuda itu melangkah pergi dan perlahan mencongklang jauh.
Tepat pada saat ini, suara derap tapal kuda yang membahana terdengar dari arah gerbang kota. Debu beterbangan, dan belasan kuda cepat berderap ke arahnya.
“Yang Mulia Putra Mahkota -”
Memimpin kelompok itu, Kepala Komandan Pei meraung, “Jangan bergerak!”
Li Xuanzhen tidak berbalik.
Kepala Komandan Bei berseru, “Yang Mulia, Baginda Kaisar telah memerintahkan bahwa jika Yang Mulia maju selangkah lagi, kami akan melepaskan anak panah kami!”
Li Xuanzhen tetap tak berbalik.
Ketika kuda-kuda cepat itu memburu menaiki jembatan, Kepala Komandan Pei menggertakkan giginya dan berkata dengan suara berat, “Lepaskan anak panahnya!”
Jin Wu Wei mengiyakan, menekuk busur mereka dan menarik talinya. Suara-suara berderak tajam bergema terus-menerus. Anak-anak panah berhias bulu tampak bagaikan belalang yang menghujani, menyelimuti Li Xuanzhen.
Li Xuanzhen mendesak kudanya agar mengarah ke barat, punggungnya tegak dan sendiri.
Ah Yue masih hidup; dia masih punya kesempatan untuk mendapatkan maaf dari Ah Yue. Apakah Ah Yue akan memaafkan dirinya atau tidak, dia harus pergi untuk menyelamatkannya.
Li Xuanzhen yang dulu sudah mati.
Bagaimanapun juga, Kepala Komandan Pei tak berani membunuh dirinya, dan hanya bisa menatap ketika sosok Li Xuanzhen menghilang ke dalam bayang-bayang dedalu. Dia pun kembali ke istana untuk melapor.
“Baginda, Yang Mulia Putra Mahkota sudah pergi.”
Luka tusukan pedang di bahu Li De belum sembuh. Ketika mendengar hal ini, Beliau pun memuntahkan darah.
Posisi Putra Mahkota yang telah ditukar dengan nyawa Tang Ying, Li Xuanzhen benar-benar berkata bahwa dia tak menginginkannya.
Hasil kerja dari separuh hidupnya telah hancur berantakan, dengan begitu saja!
Aku… aku….*
(T/N: di sini Li De memakai istilah 孤家寡人, yang merupakan cara Kaisar menyebut dirinya sendiri dengan rendah hati. Kata-kata ini berarti duda rendahan.)
Li De menatap noda darah merah terang pada segel memorial, kedua tangannya gemetaran.
Putra yang paling disayanginya juga telah meninggalkan dirinya.
Asap membubung berpusar-pusar dari meja kekaisaran.
****
Li Xuanzhen meninggalkan Chang’an dengan menggebah kudanya dalam kecepatan tertinggi, makan dan minum di atas punggung kuda, berlari secepat mungkin menuju Liangzhou.
Para pejabat setempat di Liangzhou terperanjat. Li Xuanzhen memanggil para penjaga dan memberangkatkan mereka satu persatu. Para jenderal pun menjalankan perintahnya.
Dia menukar kudanya dengan kuda yang bagus, mengisi kantong airnya, mengambil beberapa pelana kuda yang bisa dipakainya untuk berganti-ganti, lalu berangkat menyusuri jalan menuju ke barat.
Ketika Pegunungan Qilian nan megah tampak di cakrawala, dia mengenakan topi felt, berganti pakaian dengan mantel bulu tebal, dan bergegas siang malam tanpa berhenti.
Penjagaan di Rong Utara begitu ketat, sangat melarang orang-orang Han memasuki Perlintasan. Untung saja, sebelum dia berangkat, Li Xuanzhen mendapat kabar dari para prajurit pribadinya dan menghindari pos-pos pengawas serta titik pemeriksaan Rong Utara di perjalanan, tiba dengan aman dan selamat di area Helong. Terkadang, dia berpapasan dengan sekelompok prajurit Rong Utara yang sedang berpatroli. Ketika dia ditanyai oleh pihak lainnya, dia akan memenggal mereka tanpa bicara sepatah kata pun, menyambar kuda pihak lain, dan kemudian dengan cepat mengubah rutenya.
Empat arah begitu luas dan tak berbatas. Dalam hembusan angin yang bersiul, tak ada warna lain yang terlihat di langit dan bumi, seakan dirinya adalah satu-satunya orang yang tertinggal di dunia.
Pada hari ini, Li Xuanzhen sudah tidak makan selama tiga hari. Lelah, lapar, dingin, dan haus, ketika dia melintasi tebing gunung yang bertudung salju, tiba-tiba dia mendengar suatu suara yang tajam.
Sebatang anak panah besi memotong angin dan salju, menembak tajam ke arahnya.
Li Xuanzhen mencondongkan diri ke belakang, menghindari anak panah besi itu, dan terjatuh dari kudanya.
Kudanya terperanjat dan mengangkat kaki depannya, melepaskan ringkikan bernada tinggi.
Beberapa bayangan hitam melompat-lompat dari salju, menyapu turun di jalan pegunungan, dan menahan kuda yang ketakutan. Salah satu dari mereka berjalan menghampiri Li Xuanzhen dan menebas dengan pedangnya, tindakannya cepat dan ganas.
Angin dingin nan tajam menghembus rambut yang acak-acakan di wajah pria itu, menampakkan sepasang mata phoenix yang muram.
Li Xuanzhen berguling untuk menghindari pedang panjang itu dan menarik lepas topeng dari wajahnya.
Pihak lainnya mengenali dirinya dan sejenak tertegun. Kemudian, amarah membara membuncah dalam mata phoenixnya. Orang itu mengangkat lengannya dan mengayunkan pedangnya, ekspresinya keji.
Li Xuanzhen menatap pihak lainnya, tidak bergerak untuk membalas, “Li Zhongqian, Mingyue Nu masih hidup.”
Dia telah mengirim orang untuk mengikuti Li Zhongqian. Mengetahui bahwa Li Zhongqian mencari jenazah Li Yaoying di area ini, dia pun datang ke Helong hanya demi memberitahukan kabar ini kepada Li Zhongqian.
Mendengar nama adiknya, Li Zhongqian bergidik. Dengan kaku menghentikan pedang panjang di tangannya, mata phoenixnya melebar marah ketika dia maju selangkah dan mencengkeram kerah baju Li Xuanzhen. “Apa katamu?”
Suaranya parau, matanya merah, dan netranya muram, seakan dia ingin memakan darah dan daging Li Xuanzhen hidup-hidup.
“Aku tak berbohong padamu.” Li Xuanzhen mengucapkan kata demi kata. “Aku bersumpah demi nyawaku, dia masih hidup. Saat Suku Yelu dihancurkan, dia ditangkap oleh Haidu Aling. Kabar itu datang dari pihak Rong Utara, pasti benar.”
Li Zhongqian tak bicara sepatah kata pun. Matanya begitu merah sampai-sampai seakan meneteskan darah. Tangan yang mencengkeram erat kerah mantel Li Xuanzhen terasa bergetar.
Dia menatap prajurit pribadi di sampingnya, bergerak menyentak.
Si prajurit pribadi jatuh berlutut, suaranya bergetar samar ketika mengangguk ke arah Li Zhongqian: “Langjun, Anda tidak sedang bermimpi! Anda tidak gila! Putri Ketujuh masih hidup!”
Mata semerah darah Li Zhongqian berkilat dengan selintas kecerahan. “Mingyue Nu masih hidup….”
Hari-hari ini dia terus dan terus memimpikan Xiao Qi. Memimpikan gadis itu meringkuk di depan lututnya dan bertingkah seperti anak manja, memimpikan Xiao Qi belajar berjalan dengan ceria di atas kaki yang tidak stabil, memimpikan Xiao Qi terbangun dari koma dan menatap wajahnya, mata gadis itu berkilau, “Kakak, kau masih hidup!”
Dia memimpikan Xiao Qi sedang duduk seorang diri di dalam tendanya sambil menangis, dikelilingi oleh orang-orang Suku Yelu yang kasar. Xiao Qi menangis dan memanggil-manggil namanya, memintanya menyelamatkan gadis itu. Dia ingin menyelamatkan Xiao Qi, namun dia tak bisa menggerakkan satu otot pun. Dia hanya bisa menatap Xiao Qi menderita.
Setiap kali dia terbangun dari mimpi-mimpi buruknya, hanya ada alam liar yang hampa dan luas di hadapannya.
Suatu kali, dia bermimpi bahwa dia mencari dan mencari, mencari dalam waktu lama namun tak bisa menemukan Xiao Qi, ketika tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dan tertawa, “Putri Ketujuh masih hidup, kan? Apa yang kau cari?”
Li Zhongqian di dalam mimpinya begitu kegirangan. Ya, dia begitu bodoh, Xiao Qi masih hidup!
Setelah terbangun, dia bersandar di dalam gua dengan terbengong-bengong, teringat mimpi yang baru saja dialaminya.
Betapa indah mimpi itu, betapa menyakitkan saat-saat dia terbangun.
Li Xuanzhen, yang berada ribuan li jauhnya, tiba-tiba muncul di hadapannya. Dia mengira kalau ini adalah mimpi aneh yang lain.
Para prajurit pribadinya berlutut di depan kakinya dan memberitahunya bahwa ini bukan mimpi.
Xiao Qi masih hidup.
Li Zhongqian memutar kepalanya dan menatap lurus ke arah Li Xuanzhen. Mata phoenixnya berkilat dengan cahaya dingin yang membekukan dan ganas. Dengan kilasan warna perak, pedang panjangnya menebas.
Li Xuanzhen melayang mundur, menghindari pedang yang ganas itu.
“Minyue Nu ada di Rong Utara. Li Zhongqian, dengan beberapa orangmu ini, bagaimana bisa kau membawa dia pergi? Bahkan jika kau bisa menyelamatkan dia dari Rong Utara, bagaimana kau akan kembali ke Dataran Tengah?”
Dia berdiri di tengah salju, wajahnya tenang.
“Tanpa pemandu, tanpa panduan, berapa lama waktu yang akan kau butuhkan untuk menemukan dia? Satu tahun? Dua tahun?”
“Li Zhongqian, orang-orangku saat ini ada di perkemahan utama Rong Utara. Aku punya cara untuk mencapai Yizhou dalam waktu dua bulan. Kalau kau membunuhku, siapa yang akan membawamu pergi untuk menyelamatkan Mingyue Nu?”
Pupil mata Li Zhongqian melebar dan menyempit.
Li Xuanzhen berkata, “Hitung-hitungan di antara kau dan aku akan dibereskan pada suatu hari nanti. Saat ini, aku cuma ingin menyelamatkan Mingyue Nu lebih dulu.”
Li Zhongqian menyingkirkan pedangnya.
Tak ada yang lebih penting dibanding keselamatan Xiao Qi.
Xiao Qi, jangan takut, tunggulah kakak. Kakak datang untuk menyelamatkanmu.