Thousand Miles of Bright Moonlight - Chapter 63
Chang’an, Istana Timur.
Dalam hawa panas menyengat musim panas, melon mengambang sementara prem tenggelam di dalam air sedingin es. Istana Taiji yang berada di dataran rendah tahun ini terasa sangat lembab dan pengap. Bercak-bercak lumut menempel pada undakan-undakan di koridor, dan selapis tipis kelembaban berada di permukaan ubin-ubin berpola Capricorn, memantulkan cahaya dengan tampilan basah.
Ketika tonggeret mengerik riuh, seorang pengurus kediaman membawa seorang pemuda berpakaian resmi hijau yang tampak kusut karena perjalanan melewati putaran dan kelokan koridor di depan paviliun.
Ada kasim-kasim yang sedang menunggu di depan ambang pintu. Ketika mereka mendengar suara langkah kaki, mereka menyapa pemuda itu, tersenyum sangat lebar.
“Du Sheren, Yang Mulia Putra Mahkota telah menunggu lama.”
Du Shinan bahkan tak menatap si kasim. Dia mengangguk dan melangkah ke dalam dengan sikap arogan.
Senyum di wajah si kasim tetap tak berubah.
Selama lebih dari satu tahun, Du Sinan, seorang cendekia dari keluarga miskin di Chu Selatan, telah membuat banyak pencapaian besar. Dia mempertahankan Kota Jin, membunuh para mata-mata Rong Utara, dan melakukan perjalanan sebagai utusan Chu Selatan dan Shu Barat. Pemahamannya tentang situasi politik dari berbagai negara dan kepandaiannya dalam berbicara serta retorikanya berhasil membuat Chu Selatan membentuk persekutuan dengan Wei yang Agung, menghapus kecemasan Wei yang Agung di masa mendatang. Setiap kali dia dipanggil, dia bisa menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya dengan sigap. Wajah kekaisaran Li De sangat terpuaskan. Berulang kali Li De membuat pengecualian, mempromosikan Du Shinan dengan sangat pesat. Dalam sekejap mata, Du Shinan terus dipromosikan dari seorang cendekia berjubah putih menjadi seorang Sekretariat Perancang Naskah. Bertugas memberikan masukan atas memorial yang dipersembahkan kepada Kaisar dan menyusun titah kekaisaran, dia telah menjadi tangan kanan kepercayaan Li De.
(Sekretariat Perancang Naskah (Zhongshu Sheren). Ini adalah tipikal peran yang diberikan kepada tokoh utama novel yang memenangkan ujian kekaisaran. Ini adalah tugas untuk para pejabat yang relatif baru dan tingkatnya menengah-rendah.)
Mendengar bahwa Du Sinan belum menikah, keluarga-keluarga berpengaruh dan klan-klan besar di Ibu Kota bersaing dalam mengirimkan mak comblang untuk mengusulkan pernikahan, ingin mengambil pemula ini sebagai menantu. Bahkan salah seorang perdana menteri, Zheng daren, juga mengungkapkan niatan untuk menjadi makcomblangnya sendiri. Semua orang di mahkamah merasa tergerak atau iri, tetapi Du Sinan menolak mentah-mentah semua lamaran pernikahan, berkata bahwa dia berasal dari keluarga sederhana dan tidak berani memanjat keluarga-keluarga berpengaruh.
Para kasim tak memahami arus yang bergerak di dalam mahkamah, tetapi bagaimanapun juga, mereka sudah mengikuti Li Xuanzhen selama bertahun-tahun. Dari perkataan dan tindakan biasa pasangan ayah dan anak itu, mereka jelas lebih bergantung pada para pejabat dengan asal-usul yang sederhana. Akhir-akhir ini Du Sinan praktis ada dalam hati sang Kaisar, sering bertanggungjawab dalam tugas-tugas penting. Tak peduli betapa pun arogan dan cuek dirinya, para kasim takkan berani menyinggungnya.
Bagi para kasim rendahan ini, siapa yang harus mereka jilat, siapa yang harus mereka perlakukan dengan dingin, hanya tergantung pada sikap sang Kaisar dan Putra Mahkota. Sisanya tak ada hubungannya dengan mereka.
Beberapa pohon delima yang rimbun berdiri di depan jendela. Kanopi terbuka menutupi separuh halaman dalam bayang-bayang. Tampak hijau penuh kedamaian lewat tirai jendela, cahaya yang memasuki ruangan terasa gelap dan remang.
Du Sinan berjalan masuk tanpa diundang, lewat labirin dari beberapa layar mika yang terpasang di lantai, lalu akhirnya tiba di depan ruangan kecapi.
Aroma teh menguar, uapnya tampak pekat. Seorang pelayan muda berlutut di satu sisi untuk menjaga api. Api di dalam tungku membesar dan mengecil, berkedip-kedip dengan lidah-lidah api merah cerah.
Li Xuanzhen bersandar di bangku panjang di sisi berlawanan, ekspresinya tenang, matanya gelap dan jauh. Dalam busana Putra Mahkota yang sepantasnya – jubah lebar berkerah bulat dengan sabuk brokat – menegaskan sosoknya yang kokoh dan ramping. Tubuhnya beberapa kali lebih kurus daripada kali terakhir Du Sinan melihatnya.
Selama satu tahun terakhir ini, Putra Mahkota sudah banyak berubah.
Dahulu, Putra Mahkota ramah kepada para bawahannya, dan di medan perang, dia akan bertarung di garis depan, tak pernah meninggalkan satu pun prajurit. Lembut dan toleran, penuh hormat, namun kegelapan yang berada jauh di dalam tulangnya tak bisa ditutupi ketika dia terus-terusan berusaha mencelakai Putri Ketujuh dan Pangeran Kedua. Terlebih lagi, pahlawan mengasihani wanita cantik yang menderita; dia sering, demi Putri Fukang, melakukan banyak perbuatan yang tak disangka-sangka, bahkan mengabaikan nyawanya, menarik lirikan dari para menteri di mahkamah.
Kini, Putri Fukang telah menghilang tanpa diketahui rimbanya, Putri Ketujuh mati di tanah asing, Pangeran Kedua kehilangan segalanya dan pergi ke tempat yang jauh dari Ibu Kota, serta Permaisuri Xie hidup seorang diri di dalam vila kekaisaran, gila dan bodoh. Pangeran Ketiga dan Pangeran Keempat ditempatkan dalam penjara rumah oleh Li De atas kejahatan bekerjasama dengan musuh asing. Dendam Putra Mahkota sudah terbalaskan, cinta sejatinya sudah pergi, dan posisi Putra Mahkotanya kokoh. Tampaknya dia sudah mulai menjadi damai dan tenang, tak lagi gelisah, dan tak lagi membenci orang-orang Keluarga Xie.
Para menteri di mahkamah amat sangat bersyukur.
Pandangan Du Sinan menyapu wajah tampan Li Xuanzhen, dalam hati mencibir: sebelum sepoci air mendidih, mengeluarkan desisan karena uap; setelah mendidih, suaranya akan menjadi pelan. Sang Putra Mahkota sama sekali belum tenang.
Dia menundukkan kepalanya dan membungkuk ke arah Li Xuanzhen.
Li Xuanzhen membuat isyarat agar dia bangkit, tidak menerima salamnya.
Du Sinan duduk, diam-diam berpikir dalam hati: sikap sopan Putra Mahkota bukanlah kepalsuan, tetapi kekejaman Putra Mahkota juga sama sekali bukan sekedar desas-desus. Ketika Putra Mahkota dengan salah mengira bahwa dirinya adalah orang Pangeran Kedua Li Zhongqian, dia langsung dibunuh. Sikap telengas ini sama sekali bukan milik orang yang murah hati dan berbelas kasihan.
LLi Xuanzhen duduk di seberang seorang pejabat muda dengan fitur wajah yang jernih, juga mengenakan jubah pejabat hijau yang mirip dengan Du Sinan. Orang ini adalah Zheng Jing, putra dari Perdana Menteri. Belakangan ini terjadi banjir di area Jingnan, dan keduanya baru saja mendiskusikan urusan penanggulangan bencana.
Zheng Jing menganggukkan kepalanya untuk menyapa Du Sinan dan bertanya, “Du Sheren, apa Chu Selatan sudah berganti pewaris lagi?”
Kesadaran Du Sinan kembali dan berkata, “Putra Mahkota dari Chu Selatan telah melukai seseorang dengan kudanya, dan ditangkap oleh beberapa orang pejabat mahkamah. Demi menyelamatkan reputasinya, Putra Mahkota malah membunuh beberapa orang menteri mahkamah ini untuk menutup mulut mereka. Orang-orang Chu Selatan sibuk mendiskusikan hal ini, dan para menteri berlutut di luar gerbang istana sambil terus-terusan menangis. Kaisar Chu Selatan tak punya pilihan selain mengubah pewarisnya.”
Zheng Jing tersenyum samar.
Perubahan pewaris di Chu Selatan telah direncanakan olehnya dan Du Sinan.
Seperti kata pepatah, merasakan pahitnya obat sendiri. Mereka berhasil membongkar mata-mata rahasia Chu Selatan, kemudian menggunakan para mata-mata itu untuk mencari tahu jaringan intelijen Chu Selatan. Mereka lalu memasang kabar-kabar palsu untuk membingungkan Chu Selatan dan membuat Chu Selatan merasa yakin bahwa Wei yang Agung tak berani membawa pasukan ke selatan untuk membagi sungai dan berkuasa berdampingan dengan Chu Selatan.
Setelah itu, mereka juga mengeluarkan desas-desus bahwa alasan kenapa beberapa orang jenderal Chu Selatan bertarung dalam perang ini adalah karena mereka sebenarnya berasal dari utara.
Chu Selatan itu penuh kebanggaan. Sebagian besar pejabat dari Chu Selatan merasa puas dengan sudut negara mereka. Menjalani kehidupan yang menyenangkan dan mewah, mereka tak mau pergi berperang dengan Wei yang Agung. Karenanya, muslihat-muslihat mereka memang tepat sasaran. Para pejabat memberikan memorial untuk menurunkan faksi yang mendukung perang di mahkamah, bersikeras bahwa mereka terikat pada kampung halaman mereka. Karena keegoisan mereka, mereka bermain-main dengan puluhan ribu prajurit Chu Selatan, mengabaikan hidup dan mati mereka. Tidak setia dan tidak berbakti, seperti ular dan tikus.
(T/N: seperti ular dan tikus = tamak dan pengecut.)
Faksi pendukung perang adalah pihak yang lemah. Kaisar tak punya pilihan selain menurunkan beberapa orang jenderal yang mendukung perang untuk menenangkan rakyatnya.
Setelah membiarkan Chu Selatan mencelakai dirinya sendiri, Du Sinan kemudian pergi untuk memprovokasi hubungan antara Putra Mahkota Chu Selatan dengan beberapa orang pangeran lainnya, memperkeruh pertentangan antara para pejabat mahmakah dan Putra Mahkota, mengipasi apinya, menyambar setiap kesempatan. Dalam dua bulan yang singkat, Putra Mahkota yang baru saja diangkat juga dicopot lagi.
Du Sinan bukan jenderal militer. Dia tak peduli pada seberapa keji dan licik cara-caranya. Asalkan bisa melemahkan Chu Selatan, dia bisa melakukan apa saja.
Mengalahkan musuh tanpa berperang adalah pelajaran pertama dari Kekuatan Strategi Militer.
(T/N: dari Kitab Seni Perang Sun Tzu.)
Tungku lempung merah kecil mengeluarkan suara berderak ketika potongan-potongan kecil kayu bakar menyala.
Du Sinan meneruskan, “Keluarga-keluarga berpengaruh di Chu Selatan jumlahnya amat banyak. Tiap-tiap pangeran dari Chu Selatan memiliki keluarga-keluarga dari pihak ibu yang mrupakan klan-klan setempat yang penting. Beberapa muka dan hati dari pangeran-pangeran sebelumnya saling berlawanan. Selama dua tahun terakhir ini, tahta berulang kali mengalami perubahan, dan para menteri mahkamah tentu saja juga terlibat. Banyak dari keluarga berpengaruh di Chu Selatan telah melakukan pernikahan di antara mereka selama turun-temurun. Akar-akar berkelindan dan sulur-sulur berbelitan; menarik satu rambut mempengaruhi seluruh tubuh. Tak ada seorang pun yang bisa tidak terpengaruh.”
“Pasak-pasak tersembunyi yang kita kubur sudah siap. Ketika waktunya tiba, bertindak bersama-sama. Du mou yakin bahwa dalam kurun dua tahun, mahkamah Chu Selatan akan berada dalam kemelut!”
Suara dinginnya menggema di dalam ruang kecapi.
Zheng Jing mengikuti kata-katanya, “Penguasa Chu Selatan dan menteri-menterinya telah mengandalkan Sungai Yangtze sebagai benteng alam untuk menahan Wei yang Agung kita. Terdapat pertentangan yang terus terjadi dalam kekaisaran, dan ada banyak kontradiksi antara orang Selatan dan orang Utara. Kaisar Chu Selatan telah memotong lengannya sendiri demi menyenangkan orang-orang Selatan, dan orang-orang Utara yang tak bersalah telah dikorbankan, jadi merupakan hal yang benar jika kita mengirim seseorang untuk membujuk mereka agar meninggalkan kegelapan dan berbalik ke arah cahaya.”
Tak peduli apakah orang-orang Utara itu bersedia beralih ke Wei yang Agung atau tidak, hanya dengan mengeluarkan kabar bahwa orang-orang Utara telah berhubungan dengan Wei yang Agung, Chu Selatan pasti tidak akan lagi mengandalkan mereka di masa mendatang.
Li Xuanzhen mendengarkan keduanya selesai bicara, mengangguk, dan bertanya, “Bagaimana kalau Shu Barat dan Chu Selatan menjadi sekutu?”
Du Sinan mencibir dan berkata, “Orang bermarga Meng dari Shu Barat itu berpandangan pendek dan penakut. Mereka tak punya kekuatan untuk memperebutkan kekuasaan namun punya hati untuk bertarung demi supremasi. Meng-shi pernah bertarung melawan Chu Selatan. Kedua negara itu sudah bermusuhan sejak lama; bahkan jika mereka hendak bersekutu, persekutuan itu tidak akan bertahan lebih dari beberapa bulan. Sebelum itu, kita bisa membujuk Chu Selatan untuk bekerjasama dengan kita demi menyerang Shu Barat. Kita hanya perlu menjanjikan Jalan Qianzhong, wilayah Barat Shannan, dan sebagainya, dan Chu Selatan pasti akan goyah. Kemudian kita bisa diam-diam membujuk Shu Barat untuk bekerjasama dengan kita menyerang Chu Selatan, berjanji untuk membagi wilayah Barat Jiangnan kepada Shu Barat, dan Shu Barat pasti juga akan goyah.
“Saat waktunya tiba, kita akan dengan sengaja mengeluarkan kabar-kabar itu sehingga Shu Barat dan Chu Selatan akan berpikir bahwa mereka masing-masing telah mencapai kesepakatan dengan kita. Pada saat itu, apa mereka akan berani bersekutu antara satu sama lain?”
Kulit kepala Zheng Jing terasa kebas ketika dia mendengarkannya. Dia menimbang-nimbang sesaat, dan menganggukkan kepala sebagai tanda setuju, “Saat kita menakhlukkan Shu Barat, pergolakan sipil di Chu Selatan tidak akan ada akhirnya. Alih-alih, justru akan menguat. Ketika mereka bertarung sampai hampir habis-habisan, kita akan bisa mengambil keuntungan dengan memancing*.”
(T/N: mengacu pada idiom terkenal: Saat burung dan kerang bertarung, pemancing mendapat untung. Pada dasarnya, ini berarti pihak ketiga bisa mendapat keuntungan dari dua pihak yang sedang bertarung dan saling melemahkan.)
Du Sinan teringat sesuatu, meragu sejenak, kemudian berkata, “Alasan kenapa Du mou berani bersikap merasa ini juga karena satu orang tertentu.”
Li Xuanzhen mendongak, “Orang yang mana?”
Du Sinan mengucapkannya sekata demi sekata, “Putri Wenzhao.”
Glugukgluguk. Air putih di dalam poci the mendidih, dan gelembung-gelembung yang bagaikan mutiara pun bergolak.
Ketiga pria itu berturut-turut menundukkan pandangan mereka, menatap gelegak gelembung-gelembung halus di dalam teh.
Setelah sunyi cukup lama, Li Xuanzhen-lah yang memecah keheningan: “Kenapa kau bilang begitu?”
Suaranya rendah dan mengandung kegelapan, seakan menahan sesuatu.
Perlahan Du Sinan berkata, “Surat yang dikirimkan oleh Putri Wenzhao bukan hanya mengingatkan saya untuk berjaga terhadap Rong Utara, Chu Selatan, dan Shu Barat tetapi juga menonjolkan bahwa ada banyak pertentangan antara Chu Selatan dan Shu Barat. Putri Wenzhao berkata bahwa hanya akan perlu memakai Jalan Qianzhong sebagai umpan untuk membuat kedua negara itu saling bermusuhan. Ditambah lagi, surat itu menyebutkan kemelut di dalam mahkamah Chu Selatan. Mengubah Putra Mahkota Chu Selatan untuk kali ini, muslihat Putri Wenzhao-lah yang saya pergunakan.
“Putri Wenzhao seakan mengenal Chu Selatan dan Shu Barat sepeerti punggung tangannya sendiri. Reaksi kedua negara itu sama persis seperti yang telah Beliau prediksikan di dalam suratnya. Beliau berkata bahwa persekutuan antara Chu Selatan dan Shu Barat tidak kuat dan hanya butuh satu provokasi kecil untuk menghancurkan hubungan di antara kedua negara itu. Du mou berpikir bahwa Putri Wenzhao memiliki kemampuan ramalann seperti dewa.”
Kali ini, Li Xuanzhen membisu lebih lama lagi. Uap teh yang mengepul berpusar-pusar seakan menambah selapis awan hitam pada profil sampingnya yang elegan.
Zheng Jing menimpali, “Putri Wenzhao tumbuh besar di Jingnan. Jingnan dekat dengan Chu Selatan dan Shu Barat, dan keluarga Xie telah mengoperasikan Jingnan selama bertahun-tahun, jadi tidaklah mengejutkan jika Putri Wenzhao memiliki pengetahuan tinggi tentang Chu Selatan dan Shu Barat.”
Li Xuanhen menggumam samar, duduk melamun di sana, matanya nanar.
Du Sinan tak bisa menahnan diri untuk bertanya, “Bagaimana pendapat Yang Mulia tentang rencana ini?”
Kesadaran Li Xuanzhen kembali dan berpikir dalam waktu lama, tanpa suara merenungkan percakapan yang baru saja dilakukannya.
Jika rencana itu berjalan mulus, Wei yang Agung akan mampu memperoleh kemajuan mengesankan dalam menyatukan dunia pada kecepatan tertinggi dengan menggunakan upaya paling kecil.
Kemudian,saat Wei yang Agung berhasil menenangkan dunia dan memimpin pasukannya ke barat, mereka akan memiliki jumlah pasukan yang cukup untuk bertempur melawan Rong Utara.
Dengan keputusan sudah terbentuk di dalam benaknya, dia berkata kepada Du Sinan, “Du Sheren pantas menjadi Zifang milik Baginda Kaisar – merencanakan strategi dan memperoleh kemenangan dari jarak ribuan li jauhnya.”
(T/N: Zifang adalah nama kesopanan dari Zhang Liang, seorang menteri yang memiliki kecerdasan tinggi di bawah Liu Bang yang mendirikan Dinasti Han.)
Du Sinan berkata, “Yang Mulia memuji saya.”
Nada bicaranya merendah, namun raut di wajahnya mengandung kearoganan nan dingin, seakan berkata, “Siapa lagi selain aku?”
Diam-diam Zheng Jing menggelengkan kepalanya.
Li Xuanzhen memasuki istana untuk menemui Kaisar dan mendiskusikan rencana spesifik ini dengan Li De. Dua orang lainnya berpamitan dan pergi. Zheng Jing mengingatkan Du Sinan: “Du Sheren akhir-akhir ini sudah terlalu sering menjadi pusat perhatian. Hati-hatilah menjadi pohon tertinggi di hutan.”
(T/N dari idiom Pohon tertinggi di hutan, dihancurkan oleh angin – seperti yang disiratkan, pohon tertinggi adalah yang pertama akan tumbang dihembus angin. Berarti orang yang paling menonjol akan mudah menerima kecemburuan dan disalahkan serta sering menjadi sasaran.)
Du Sinan tertawa dingin: “Zheng Shilang dan saya itu berbeda. Zheng Shilang adalah keturunan dari sebuah keluarga bangsawan terkenal. Anda baru saja memasuki mahkamah dan sudah berada dalam lingkaran dalam sang Putra Langit. Saya, Du Sinan, memiliki latar belakang jelata. Belajar keras sepuluh tahun, kerja keras seumur hidup, tetapi saya hanya bisa ‘membuat gaun pengantin’ bagi orang-orang seperti Zheng Shilang. Sekarang, Baginda Kaisar yang bijaksana menganugerahi saya kesempatan untuk membuktikan diri. Bagaimana bisa saya melepaskan kesempatan untuk membuat nama bagi diri saya sendiri ini? Bahkan meski jika kelinci yang cerdik mati, anjing pemburu dimasak, saya, Du Sinan, akan tetap menjadi pria terhormat, memenuhi ambisi saya, dan membuat pencapaian yang tak tertandingi.”
(T/N: Shilang adalah sebuah posisi resmi. Membuat gaun pengantin berarti bekerja keras untuk kebahagiaan dan keuntungan orang lain. Pembuat gaun pengantin (si penjahit) tentu saja bukan mempelai yang akan memakai gaun itu, kan?)
Zheng Jing tak menanggapi.
Du Sinan adalah sebilah pedang di tangan Li De, sebuah pisau yang terasah tajam yang siap untuk memotong keluarga-keluarga berpengaruh. Keluarga-keluarga berpengaruh telah dengan jeli merasakan niatan Li De, berpikir untuk memenangkan Du Sinan dan menariknya ke pihak keluarga-keluarga berpengaruh itu. Untuk alasan ini, mereka tidak ragu untuk menawarkan putri-putri berharga dari keluarga-keluarga berpengaruh tersebut untuk dinikahi. Mulanya, mereka beranggapan bahwa dia, anak miskin dan jelata ini, akan melompat kegirangan. Tak pernah mereka menyangka kalau dia malah menolak untuk bahkan memikirkannya saja.
Zheng Jing adalah putra dari Keluarga Zheng. Akhir-akhir ini, dia sudah mendengar banyak desas-desus. Jika Du Sinan terus bergerak dengan caranya sendiri, keluarga-keluarga berpengaruh ini takkan bersikap lunak.
“Apakah Du Sheren benar-benar sudah menetapkan pikiran? Baginda Kaisar yang bijaksana dan Putra Makota bisa melindungi Anda untuk saat ini, tetapi tidak untuk selamanya. Apakagi bahwa jika kelinci cerdik mati, anjing pemburu dimasak. Di sepanjang dinasti yang ada, berapa banyak menteri seperti Du Sheren yang memiliki akhir yang baik?”
Sudut mulut Du Sinan melengkung naik, tampak tak peduli: “Walaupun Shang Yang ditarik oleh lima ekor kuda, pada akhirnya, dia tetap berhasil dalam mereformasi hukum, dan namanya akan tetap bertahan dalam sejarah. Zheng Shilang, Anda dan saya mencari hal yang berbeda. Apakah manusia memahami kesukacitaan ikan?”
Zheng Jing tersenyum. Setelah sunyi sesaat, tiba-tiba dia bertanya, “Du Sheren tak bersedia menikahi wanita dari keluarga berpengaruh. Apakah hal itu ada hubungannya dengan Putri Ketujuh?”
Ekspresi Du Sinan membeku.
Zheng Jing terkekeh dan berkata, “Du Sheren bangga atas bakatnya, namun disayangkan berasal dari latar belakang jelata dan miskin. Sebelumnya, ketika Anda berada di Chu Selatan, Anda telah melakukan sumpah di muka umum bahwa Anda takkan menikah kecuali dengan wanita dari sebuah keluarga berpengaruh. Karena itulah, Du Sheren mengincar ketenaran dan kekayaan, bersumpah akan membuat nama untuk diri Anda sendiri. Kini ketika keluarga-keluarga berpengaruh di Ibu Kota bersedia menikahkan putri di mereka, mengapa Anda menolak?”
Wajah Du Sinan merosot. Dia menatap dingin pada Zheng Jing, dan membalas dengan nada sarkastis, “Zheng Shilang adalah putra dari sebuah keluarga terpandang, dengan latar belakang terhormat dan masa depan yang menjanjikan. Anda belum menika, dan hanya ada beberapa orang selir di kediaman. Semua urusan keluarga ditangani oleh tangjie Anda. Mengapa Zheng Shilang tidak menikah?”
(Tangjie: kakak sepupu perempuan dengan marga yang sama, anak perempuan dari saudara ayah.)
Senyum di wajah Zheng Jing memudar sedikit demi sedikit.
Keduanya terdiam.
Zheng Jing berpaling ke samping dan menatap pohon delima rimbun di depan aula. Dia berdiri dengan tangan di belakang punggungnya, dan berkata lirih, “Saya sudah pernah melihat wanita seperti Putri Ketujuh dan mengantarnya sendiri untuk menikah ke tempat yang jauh….”
Gadis itu mengenakan tusuk rambut bunga, berbusana gaun seremonial, dan menaiki kereta di depan mata sekumpulan pejabat sipil dan militer.
Dalam hidup ini, Zheng Jing takkan pernah bisa melupakan punggung halus dan ramping gadis itu.
Dia tak bisa ingat kapan dirinya mulai menyukai Putri Ketujuh. Pada saat itu, dia tak berpikir kalau gadis tersebut akan terukir di tulangnya, terpatri di hatinya. Ini hanyalah rasa suka dan mendamba dari seorang pemuda. Setelah Putri Ketujuh pergi menikah ke tempat yang amat jauh, dia berpikir bahwa perasaan-perasaan ini akan memudar perlahan seiring dengan berlalunya waktu, namun hasilnya malah berlawanan. Penyesalannya bukan hanya memudar namun sebaliknya, mengukirkan tanda yang lebih dalam di hatinya, meninggalkan bekas luka tiba-tiba terasa sakit di saat-saat yang paling tidak diharapkan.
Seperti arak tua yang tersimpan di dalam gudang; semakin lama tahunnya, semakin kaya rasanya.
Kata-kata Zheng Jing hanya terucap separuh, namun Du Sinan mampu memahami kata-katanya yang belum terselesaikan.
“Saya, Du mou, berasal dari kalangan rendahan… saya tidak pantas mendapatkan putri dari keluarga terpandang.”
Setelah kesunyian berlangsung lama, Du Sinan menggumam.
Keduanya sesaat membisu.
Setelah berdiri selama beberapa waktu, Zheng Jing berjalan menuruni tangga, melihat ke kiri dan kanan, dan melirihkan suaranya: “Wei Ming sudah menghilang.”
Kelopak mata Du Sinan terlonjak.
Dengan tenang Zheng Jing berkata, “Orang yang melakukannya adalah Duke Agung Wei.”
“Li Zhongqian? Bukankah dia pergi ke Helong?”
Zheng Jing berkata, “Duke Agung Wei tahu bahwa Istana Timur telah memperkuat penjagaannya, dan tidak langsung menyerang ketika dia kembali ke Ibu Kota. Orangnya menghilang beberapa hari yang lalu, dan yang melakukannya adalah orang yang ditinggalkan oleh Duke Agung Wei.”
Tampak berpikir, Du Sinan berkata, “Saat ini, Duke Agung Wei hanya berharap menemukan Putri Ketujuh secepat mungkin, supaya Beliau tidak dikuburkan di tanah asing… Ketika Duke Agung Wei kembali….”
Li Zhongqian akan membunuh Wei Ming dengan tangannya sendiri.
Dan kemudian apa?
Sudah pasti ada lebih dari sekedar satu orang Wei Ming yang ingin dia bunuh.
Keduanya berjalan bersisian keluar dari koridor panjang, atmosfernya terasa agak stagnan. Tiba-tiba Zheng Jing mengubah subyeknya, “Apa kelak Du Sheren akan melawan Istana Timur?”
Pupil mata Du Sinan sedikit mengerut, mendongakkan kepalanya untuk menatap marah pada Zheng Jing.
Wajah Zheng Jing sama seperti biasanya.
Mereka berdua saling bersitatap selama beberapa saat. Du Sinan melengkungkan bibirnya dan tersenyum dingin, “Saya hanya satu kali dicurigai oleh Putra Mahkota. Si Wei Ming itu bahkan berusaha mencelakai saya berulang kali. Sudah ada keretakan di antara saya dan Istana Timur.”
Zheng Jing memicingkan matanya.
Du Sinan mendengus dingin dan berkata, “Zheng Shilang mengetahui reputasi saya. Saya bisa melakukan apa saja yang dibutuhkan untuk membuat nama bagi diri saya sendiri. Baru setelah saya mendapat pijakan kokoh di dinasti ini, saya akan memiliki keberanian untuk bernegosiasi dengan orang lain.”
Keduanya bertukar tatapan, dengan pemahaman tanpa kata-kata.
Mereka berdua adalah orang-orang yang memiliki kepentingan tertinggi; tenang dan rasional. Semua yang kini mereka lakukan adalah memanjat menuju puncak kekuasaan.
Karenanya, bahkan meski mereka marah pada Li De karena membuat Putri Ketujuh menikah, mereka masih berada di mahkamah demi kekuasaan, mengejar jasa dan kejayaan.
Pernikahan Putri Ketujuh ke tempat yang jauh membuat mereka menyadari bawa satu-satunya cara untuk melindungi orang yang mereka sayangi adalah dengan menggengggam kekuasaan.
Hingga saat itu tiba, mereka tak peduli kepada siapa mereka bersikap setia, juga tidak peduli bagaimana asal-usul dari orang yang bekerja bersama dengan mereka.
Lalu mengenai apakah mereka berdua akan menjadi musuh, itu adalah urusan di kemudian hari.
Setidaknya, hingga Li Zhongqian kembali, kepentingan mereka berhubungan.
Li Xuanzhen melapor kepada Li De tentang rencana Du Sinan, namun pada kenyataannya, rencana-rencana ini sudah dijalankan secara diam-diam. Saat ini, mereka perlu membuat keputusan: apakah akan menyerang Shu Barat.
Li De, takut kalau Rong Utara akan berbalik dan pergi ke selatan, merasa kalau mereka bisa menunggu sedikit lebih lama lagi.
Li Xuanzhen berkata: “Pada kali terakhir Haidu Aling tak mampu menerobos masuk dan memutuskan untuk menarik pasukan mereka. Itu karena kekuatan utama mereka terpusat di utara pada Xi Yu, dan persediaan serta provisi mereka tidak memadai. Saat ini, Chu Selatan baru saja berganti penerus dan juga mencopot beberapa orang jenderal. Mereka tak bisa memberangkatkan pasukan mereka untuk saat ini. Kami menjanjikan keuntungan, dan mereka pasti hanya akan berdiam diri dan tak melakukan apa-apa. Sekarang adalah waktu yang tepat bagi kita untuk menyerang Shu Barat. Kalau kita menunda lagi dan lagi, ketika Rong Utara mengalihkan kekuatan mereka kembali ke timur, kita akan diserang dari depan dan belakang. Lantas, bagaimana kita akan bertahan?”
Li De masih ragu-ragu.
Li Xuanzhen berdiri dan berkata, “Bawahan ini ingin membuat perintah militer. Jika kita tak bisa merebut Provinsi Chengdu dalam waktu tiga bulan, kami akan menyerahkan diri ke tangan Baginda Kaisar.”
Li De mengerutkan alisnya dan menaikkan pandangannya, tatapannya tertuju pada wajah Li Xuanzhen.
Li Xuanzhen sudah terus-terusan keluar menuju medan perang bulan ini. Ketika dia kembali ke Chang’an, dia sibuk merencanakan serangan kepada Shu Barat. Dia telah jadi semakin kurus dan tampak agak kuyu, namun sepasang mata phoenixnya membara bagai dua kumpulan lidah api yang membara.
Li De menghela napas.
Apa Li Xuanzhen sudah jadi segila ini karena Zhu Luyun menghilang?
Ini adalah putra yang Beliau saksikan tumbuh besar…. Li De menimbang-nimbang pro dan kontranya selama beberapa saat sebelum mengisyaratkan pada seorang kasim untuk membentangkan kertas dan menggiling tinta. Beliau membuat dekrit kekaisaran untuk mengirim pasukan.
Beliau tak bisa menghentikan putranya.
Mahkamah kerajaan pun mulai membuat persiapan secepatnya untuk ekspedisi. Sekali lagi Du Sinan pergi ke Chu Selatan untuk membujuk Chu Selatan agar bergabung dengan Wei yang Agung untuk memecah belah Shu Barat. Pada saat bersamaan, demi mengulur waktu, dia menyebar desas-desus bahwa Shu Barat siap untuk menggabungkan kekuatan dengan Wei yang Agung untuk memecah belah Chu Selatan, mengacaukan persekutuan antara Chu Selatan dan Shu Barat.
Li Xuanzhen meminta untuk memimpin di garis depan dan berangkat lebih dahulu dengan Kavaleri Terbang.
Zheng Biyu mengantarnya melaksanakan kampanye militer dengan hati yang berat.
Semalam, Li Xuanzhen menginstruksikan satu hal kepadanya: “Jika ada kabar apa pun dari Helong, pastikan untuk mengirim kuda cepat ke garis depan, tak peduli besar atau kecil. Jangan ditunda.”
Jantung Zheng Biyu seraya berhenti sejenak: “Kabar dari Helong?”
Li Xuanzhen meliriknya, “Aku sudah mengirim orang untuk mengikuti Li Zhongqian. Mereka mengirim pulang kabar setiap beberapa hari sekali.”
Kedua tangan Zheng Biyu gemetaran. “Mengapa Yang Mulia mengirim orang untuk mengikuti Duke Agung Wei?”
Mata phoenix Li Xuanzhen yang sipit bagaikan air yang tenang, tanpa satu riak pun.
“Aku ingin tahu apakah dia sudah ditemukan.”
Zheng Biyu menatap wajah suaminya yang tenang dan hampir tampak menakutkan. Dia pun tak berani mengejar masalah ini lebih jauh lagi.
Li Xuanzhen sudah berubah.
Li Xuanzhen seperti orang gila yang mencari jawaban instan, bertekad menakhlukkan Shu Barat secepat mungkin, sama sekali tidak memedulikan hal lainnya. Pria itu bahkan tidak mengajukan satu pertanyaan pun setelah Zhu Luyun menghilang sedemikian lamanya.
Sebuah firasat tak mengenakkan menggelayuti hati Zheng Biyu. Dia membolak-balikkan tubuh, tak berani tidur dengan tenang. Setiap hari, dia mengirim orang untuk menanyakan kabar di garis depan, takut kalau Li Xuanzhen sampai kenapa-kenapa.
Dalam kurun setengah bulan, pasukan berangkat dari tiga jalan berturut-turut, menyerang Shu Barat dari tiga arah.
Para pejabat Chu Selatan benar-benar berpandangan pendek dan berjanji untuk bekerjasama dengan Wei yang Agung untuk menyerang Shu Barat. Mereka segera mengirim pasukan ke dua jalur untuk menyerang kota paling strategis Shu Barat yang terletak di sisi paling selatan lewat perairan.
Ketika dua negara tiba-tiba menyerang, Shu Barat berada di bawah tekanan untuk membalas. Meng-shi harus memisah pasukannya untuk menghadapi musuh.
Dengan Li Xuanzhen memimpin, pasukan yang terdiri dari 30.000 orang prajurit menyerang perbatasan utara Shu Barat. Dengan kekuatan tak terbendung, berperang dengan menakjubkan, mereka menakhlukkan lebih dari belasan kota dalam kurun waktu satu bulan. Provinsi Chengdu berada dalam situasi darurat; satu demi satu, para pangeran dan bangsawan di kota telah mengemasi barang-barang berharga mereka dan kabur, dan perlawanan sipil pun segera pecah di Shu Barat.
Setengah bulan kemudian, para prajurit sudah berada di dinding-dinding kota. Dalam kondisi putus asa, raja Shu Barat membunuh para selirnya, membakar istana yang dulu dibangunnya sendiri, dan mengorbankan diri.
Li Xuanzhen bermandikan darah, memimpin kavaleri terbang memutus garis pertahanan terakhir dari pasukan Shu Barat. Setelah berlari menaiki tebing, dia menghunuskan pedangnya dan menghentikan tunggangannya. Mengenakan seragam militer berlumur darah, zirah compang-camping, luka-luka di wajahnya, dia menatap kota yang membara dalam amukan api di cakrawala nun jauh, mata phoenixnya tampak berkilat dengan dua lidah api sedingin es.
Qin Fei dan yang lainnya, menusuk dan menebas di sepanjang perjalanan, datang ke belakangnya. Mengikuti arah pandangannya, tiba-tiba jantung mereka berdegup kencang.
Sang Putra Mahkota takut pada api. Ini adalah sebuah rahasia yang tak boleh dikatakan di antara para jenderal.
Beberapa orang saling bersitatap dengan bingung. Qin Fei tersenyum, menggebah kudanya untuk maju beberapa langkah, dan berkata: “Yang Mulia, hari sudah hampir gelap. Para prajurit sudah bertempur selama berhari-hari. Bagaimana kalau kita mendirikan perkemahan di tempat kita berada sekarang? Kita bisa memasuki kota pagi-pagi sekali besok.”
Li Xuanzhen menundukkan kepalanya dan menyeka pedang panjangnya dengan lengan baju, mengusap bersih darah yang lengket.
“Turunkan perintah. Sekarang juga memasuki kota.”
Qin Fei membeku. Tak berani bertanya lebih banyak lagi, dia berbalik ke arah yang lainnya dengan raut rumit.
Dua hari kemudian, laporan kemenangannya dikirim kembali ke Chang’an. Li De kegirangan, menghadiahi ketiga pasukan itu. Seluruh mahkamah menyorakkan panjang umur.
Seluruh kekaisaran merayakan.
Setengah bulan kemudian, Li Xuanzhen kembali ke mahkamah kekaisaran.
Wajah rakyat Chang’an penuh dengan senyum, masih bermandikan kesukacitaan dari kemenangan pasukan, menantikan kembalinya Kavaleri Terbang.
Li Xuanzhen, berpakaian seperti seorang prajurit biasa, berjalan melewati kerumunan orang dan muncul di depan gerbang istana.
Para penjaga, mengenali dirinya, terkejut.
Li Xuanzhen mengisyaratkan pada para penjaga agar jangan mengagetkan yang lain dan kembali ke Istana Timur.
Zheng Biyu sedang menemani cucu Kaisar bermain cuju di halaman.
Li Xuanzhen berjalan menyusuri koridor. Para dayang dan kasim istana melihat dirinya dan hendak membungkuk, namun dia melambaikan tangannya. Mereka tak berani mengucapkan sepatah kata pun dan mengundurkan diri tanpa suara.
Cucu Kaisar sedang berdiri di koridor sambil menendang cuju. Dia tidak menendangnya dengan akurat, dan cuju itu melenceng lalu bergulir menjauh, berhenti tepat di kaki Li Xuanzhen.
Li Xuanzhen menatap cuju di depan kakinya, tampak agak melamun.
Zheng Biyu tersenyum dan mendongakkan kepalanya. Melihat Li Xuanzhen, dia tertegun.
Li Xuanzhen memungut cuju itu, berjalan menghampiri putranya, dan menyentuh kepala anak itu.
Putranya tak terlalu dekat dengannya. Sudah berbulan-bulan dia tak bertemu dengan anak itu, dan saat ini Li Xuanzen juga mengenakan zirah prajurit biasa, jadi sejenak anak itu agak takut untuk mengenalinya, dan dengan takut-takut mundur dua langkah lalu bersembunyi di belakang Zheng Biyu.
Li Xuanzhen menggelengkan kepalanya dan tertawa.
Jantung Zheng Biyu jumpalitan, gemetar. Memejamkan matanya, dia menerima cuju yang diberikan oleh suaminya.
Li Xuanzhen menatapnya. Bibir pria itu membuka dan menutup beberapa kali, tak tahu harus berkata bagaimana. Sudut mulutnya terangkat, “Yu niang, jaga diri.”
Menjadi suami istri selama beberapa tahun, tak ada cinta di antara mereka, namun mungkin tak ada seorang pun di dunia ini yang memahami masing-masingnya lebih baik dari pihak lain.
Zheng Biyu sudah sejak lama melihat niatan Li Xuanzhen; dia hanya tak bisa memercayainya. Sekarang karena Li Xuanzhen sudah menakhlukkan Shu Barat, mengacaukan Chu Selatan, mempromosikan sekelompok jenderal pemberani, merekomendasikan belasan anak miskin, dan membuat pengaturan sebaik mungkin untuk putranya, pria itu sudah menyelesaikan bagiannya. Ini adalah saatnya bagi Li Xuanzhen untuk hidup demi dirinya sendiri.
Ada banyak perasaan menumpuk dalam hati Zheng Biyu. Ada ribuan kata yang ingin dia katakan, namun pada akhirnya, dia tak bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Li Xuanzhen tersenyum padanya lalu berbalik untuk pergi.
Senyuman ini adalah kali pertama Zheng Biyu pernah melihat Li Xuanzhen tersenyum dengan tulus selama dia mengenal pria itu.
Ditatapnya punggung Li Xuanzhen dan air matanya pun menitik.