Thousand Miles of Bright Moonlight - Chapter 53
Berkas pertama cahaya mentari mulai terbit, melapisi puncak-puncak gunung salju di kejauhan dengan selapis cahaya emas cemerlang. Elang terbang melintasi langit biru nan jernih, meninggalkan pemandangan awan-awan berarak yang lembut dan ringan. Lonceng pagi baru saja berdentang tiga kali, dan pasar selatan Kota Suci sudah cukup ramai dan sesak, padat dengan kegiatan.
Yaoying, mengenakan gaun cerah berpola melingkar-lingkar dan cadar di wajahnya, berjalan memasuki pasar dengan ditemani oleh Ashina Bisha.
Jalan utama pasar tidak terlalu panjang, namun ramai dengan pedagang. Kedua sisi jalan riuh dan rapat, toko-toko berjajar berbaris-baris. Di belakang tirai berbunga-bunga, orang-orang berjejalan di dalam toko. Mustahil untuk menemukan tempat untuk melangkahkan kaki. Para pedagang dengan warna kulit yang berbeda, bicara dalam bahasa yang berbeda, mengenakan pakaian yang berbeda, serta datang dari suku-suku berbeda datang dan pergi. Barang-barang dari berbagai negara di WIlayah Xi Yu dijual di sini – dibandingkan dengan pasar di Chang’an, keramaian dan keriuhannya berbeda.
Pasar merupakan kuali mendidih dari berbagai suara, dan bunyi lonceng-lonceng unta yang nyaring selaras dengan suara orang menjajakan dan menjual barang dalam bahasa-bahasa asing.
Yaoying melangkah menyusuri jalan dan melihat-lihat berbagai toko, yang sebagian besarnya menjual perhiasan, bulu, rempah, sutra, karpet, dan segala macam barang yang indah, barisan menyilaukan yang mampu membutakan mereka yang melihat.
Namun Yaoying mendapati bahwa jumlah barang yang berasal dari Dataran Tengah sedikit.
Ashina Bisha menjelaskan kepadanya: “Jalur perdagangan menuju Dataran Tengah bukan hanya bergunung-gunung namun sebagian besarnya juga terdiri dari padang pasir. Perjalanannya sulit dan berbahaya. Selama bertahun-tahun ini, telah terjadi serentetan bencana militer, jadi jalur perdagangan menuju Dataran Tengah sudah sejak lama ditinggalkan, dan pada umumnya, para pedagang tak berani mengambil risiko semudah itu. Sebagian besar pedagang di sini mengambil tiga jalur perdagangan: jalur utara menuju utara memutari Gunung Tianshan, melewati Kota Suiye, melintasi Jingkang, Shi, dan mencapai hingga ke Fulin. Rute tengah menyusuri pinggiran padang pasir menuju ke barat, dari Qiuci ke Kashgar ke Gandhara, dan kemudian bagian selatan Kang atau selatan Tianzhu. Rute selatan menyusuri tepian selatan padang pasir, melintasi Loulan, Qiemo, Yutian, dan Shache, menuju Shule.
“Setelah mencapai Tianzhu, sebagian pedagang menuju selatan dan mencapai perbatasan selatan Dataran Tengah entah lewat Kota Qunnu dan Kota Wangshe ke Tubo, atau dari Phyo ke Yongchang. Sisa pedagang lainnya mengambil rute laut, melewati Tianzhu, dan berdagang dengan para pedagang Dataran Tengah yang tiba di sini setelah melakukan perjalanan laut selama beberapa bulan. Untuk sebagian besarnya, para pedagang itu datang dari Guangzhou, Mingzhou, Yangzhou, dan area-area lain di bagian selatan Dataran Tengah.”
Yaoying mendengarkan dengan penyesalan yang amat besar.
Tiga rute pedagang yang disebutkan oleh Bisha sebenarnya sangat bertepatan dengan jalur barat dari Jalur Sutera sebelumnya. Hanya bagian awalnya saja yang sedikit berbeda, dari Chang’an di Dataran Tengah menuju Perlintasan Yumen di Dunhuang, terpotong karena Dataran Tengah sudah lama kehilangan wilayah kekuasaan atas area Helong. Jalannya tertutup, jadi hubungannya pun terhalang.
Para pedagang yang tak takut untuk menghadapi bahaya dalam melintasi padang pasir nan luas dan pegunungan bertudung salju yang tampak tak ada habisnya melintasi dataran timur dan barat dalam melakukan perjalanan antara Dataran Tengah dan Fulin tentu saja tidak semudah itu digentarkan oleh halangan pada rute perdagangan. Dengan perkembangan pesat pembangunan kapal, semakin dan semakin banyak pedagang yang memilih kapasitas isi besar serta biaya rendah yang ditawarkan oleh perdagangan maritim.
Perdagangan maritim ini dimulai dari pelabuhan-pelabuhan di Mingzhou, Yangzhou, Quanzhou, dan Guangzhou di Dataran Tengah, melintasi Laut China Selatan, melewati Geluofusha menuju sisi barat Tianzhu, dan kemudian melalukan perjalanan darat menuju Xi Yu dan Persia, mencapai sejauh Fulin dan Yerusalem. Generasi-generasi selanjutnya akan menyebutnya sebagai Jalur Sutera Maritim.
Yaoying pernah mendengar Li Zhongqian menyebutkan bahwa sebagian besar barang yang dikapalkan dari Dataran Tengah menuju Barat menggunakan Jalur Sutera Maritim adalah porselen, teh, sutra, barang-barang dari tembaga dan besi, sementara yang dibawa kembali ke Dataran Tengah adalah rempah-rempah langka. Bunga-bunga dan tanaman, serta pusaka-pusaka eksotis, yang seringkali disambar oleh keluarga-keluarga bangsawan dari Chu Selatan begitu tiba di pelabuhan. Kemakmuran di Chu Selatan sangat jelas terpusat pada satu area.
Pada waktu itu, Li Zhongqian pernah berkelakar padanya bahwa jika pria itu berhasil mendapatkan Ibu Kota Chu Selatan, Li Zhongqian pasti akan membawanya berjalan-jalan melintasi gudang harta kekaisaran Chu Selatan.
Pikiran Yaoying berkelana selama beberapa saat ketika dia lanjut mengamati pasar Kota Suci.
Wakhan Khan dari Rong Utara ingin menyatukan Xi Yu. Karenanya, Beliau harus mendapatkan Mahkamah Kerajaan dan memastikan bahwa semua negara yang ada di sepanjang Jalur Sutera berada di bawah kendali Rong Utara. Akan tetapi, selama Tumoroga mempertahankan Mahkamah Kerajaan, Wakhan Khan tak bisa merebut kendali atas Jalur Utara Xi Yu. Selama konfrontasi antara kedua negara itu, negara-negara kecil seperti Gaochang dan Yanqi jadi memiliki ruang untuk bernapas.
Kemakmuran Gaochang sebagian besarnya tergantung pada mulusnya aliran perdagangan.
Ketika waktunya tiba, fakta ini bisa dipakai untuk membujuk keluarga istana Yuchi dari Gaochang untuk membentuk persekutuan.
Barang-barang di pasar begitu beragam dan melimpah.
Yaoying, menimbang-nimbang seraya berjalan lewat, melihat karpet-karpet dari Persiaa, lampu-lampu berlapis kaca dari Fulin, gigi Buddha dari Tianzhu, anggur dari Gaochang, dan naskah-naskah yang tertulis dalam aksara emas dari Mesir.
Xie Qing, Xie Peng, dan Xie Chong mengekorinya, mata mereka tak bisa tetap lurus.
Ketika Xie Peng melihat Yaoying menatap brokat-brokat aneka warna yang menggantung di toko seorang pedagang Sogdiana, dia langsung mengeluarkan koin-koin perak: “Putri ingin beli apa?”
Yaoying menggelengkan kepalanya dan berkata, “Hari ini aku di sini bukan untuk belanja pribadi.”
Wajah Xie Peng penuh dengan kebingungan.
Cuacanya semakin panas menyengat, dan iklim di Mahkamah Kerajaan sangat cocok untuk pertumbuhan melon dan buah-buahan, jadi di mana-mana ada para pedagang Hu yang menarik gerobak-gerobak melon dan buah-buahan untuk dijual. Beberapa dari mereka membeli melon dan buah-buahan serta biji-bijian dan melewati pasar menuju sebuah griya bata di luar kota.
Orang-orang Han dari Dataran Tengah ada di dalam griya itu, dari yang muda hingga tua, semuanya menyambut mereka dan berlutut di tanah, terisak.
Seorang pria tua dengan jenggot putih menangis, “Saya tak punya cara untuk membayar hutang nyawa kepada Putri. Saya bersedia melayani sebagai lembu dan kuda untuk Putri.”
Yaoying memberi isyarat pada Xie Peng agar membantu pria tua itu bangkit dan melihat sekeliling.
Di dalam griya itu, pria dan wanita, tua dan muda, semuanya menatap Yaoying dengan sorot mata penuh harap.
Orang-orang ini, kurang gizi dan penyakitan serta berpakaian compang-camping, adalah para budak Han yang telah Yaoying beli dari para pedagang Hu. Mereka datang dari Hexi. Beberapa di antara mereka lahir di Xi Yu, dan beberapa dari mereka pindah ke Xi Yu. Ketika Xi Yu berada dalam kemelut, posisi mereka pun turun menjadi hamba sahaya, dan situasi mereka mengenaskan, jadi mereka pun ditangkap dan dijual kemari.
Si pria tua mengeringkan air matanya dan menyuarakan pertanyaan yang ada dalam hati semua orang, “Putri, apakah Kaisar Dataran Tengah akan mengirim pasukan untuk merebut kembali Hexi dan Mahkamah Utara?”
Semua orang mendongak menatap Yaoying, dan sepertinya ada sepasang api membara di dalam mata mereka.
Yaoying menggelengkan kepalanya, “Saat ini Dataran Tengah tak mampu mengirim pasukan untuk merebut kembali Hexi dan Mahmakah Utara.”
Kilau di dalam mata si pria tua seketika meredup.
Yaoying menatap kerumunan, meninggikan suaranya, rautnya agung dan tegas: “Tetapi Dataran Tengah tak pernah melupakan rakyatnya sendiri. Semua menteri sipil dan militer di mahkamah menantikan untuk merebut kembali wilayah kita yang hilang secepat mungkin. Wei yang Agung telah menenangkan Dataran Tengah, dan satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah memperkuat pasukan dan memulihkan perbekalan untuk memastikan kita bisa merebut kembali sungai dan gunung sesegera mungkin!”
Mendengar hal ini, si pria tua kembali jadi bersemangat: “Putri benar. Kami sudah menanti-nantikan hal ini selama bertahun-tahun, kami pasti akan bisa melihat saat ketika kami kembali ke timur!”
Dengan air mata bercucuran kerumunan mengangguk setuju.
Xie Peng membagikan buah-buahan dan biji-bijian. Semua orang terus-terusan mengucapkan terima kasih kepadanya dan berkowtow pada Yaoying.
Si pria tua adalah satu-satunya orang di antara mereka yang telah belajar membaca, jadi Xie Chong mengambil daftar yang telah dia tuliskan lalu menyerahkannya kepada Yaoying untuk dibaca.
“Putri, total ada seratus sebelas orang yang bernaung di sini: lima puluh satu pria dan enam puluh wanita. Sebagian besar dari mereka sudah tua, sakit, dan cacat. Mereka dijual dengan harga rendah karena mereka tak mampu bekerja lagi.”
Yaoying membaca daftar itu, menganggukkan kepalanya.
Xie Chong bertanya, “Putri, bagaimana kita harus membantu menempatkan mereka? Bawa mereka kembali ke Dataran Tengah bersama kita?”
Yaoying berdiri di atas panggung yang lebih tinggi, menatap kerumunan di dalam griya yang memegang kue naan kasar dan melahapnya dengan rakus, lalu mengernyit samar.
“Kita akan kembali ke Dataran Tengah, dan mustahil membawa orang-orang ini bersama kita untuk mempertaruhkan nyawa mereka. Kelak kita pasti akan menyelamatkan lebih banyak orang. Ke mana pun kita pergi, apa mereka semua akan mengikuti kita?”
Xie Chong menggaruk kepalanya. Ini memang adalah sebuah masalah sulit. Mereka tak bisa membawa orang-orang Han ini ke mana pun mereka pergi. Untuk seratus orang lebih, sang Putri mampu menyokongnya. Di masa mendatang, ketika jumlah orangnya semakin dan semakin bertambah, mereka semua tak bisa mengandalkan sepenuhnya sokongan dari putri seorang, kan?
Dengan tenang Yaoying berkata: “Lebih baik mengajari orang-orang untuk memancing daripada memberi mereka ikan. Tanyakan kepada mereka keahlian apa yang mereka miliki, apakah mereka bisa mewarnai kain, menyulam, bertukang, atau membaca… asalkan mereka punya keahlian. Tidak menjadi masalah kalau mereka tak punya keahlian tertentu, mereka bisa mulai belajar mulai dari sekarang. Mereka yang kondisi tubuhnya kurang baik bisa tinggal dan mengurus anak-anak dan orang tua.”
Xie Chong menyimak kata-katanya dan bertanya, “Kenapa Putri ingin membantu mereka mendapatkan pekerjaan?”
Yaoying menggelengkan kepalanya: “Kalau kau membantu mereka mendapatkan pekerjaan, mereka tetap akan ditindas. Aku sudah minta kepada Bisha agar membantuku membeli dua toko sutra untuk diberikan kepada mereka agar dijalankan terlebih dahulu. Hari ini, aku sudah melihat-lihat pasar. Gaya-gaya brokat Dataran Tengah yang dijual di sini sudah ketinggalan jaman selama beberapa tahun, tidak seindah dan seunik brokat yang kita beli dari Dataran Tengah.”
Tiba-tiba Xie Chong menyadari: Tidak heran Putri mau mengirimkan sutra kepada para rahib di kuil Buddhis!
Seusai debat, para bangsawan Mahkamah Kerajaan menanyakan ke berbagai tempat tentang dari pedagang Hu mana bahan-bahannya dibeli. Bisha mengeluarkan kabar bahwa brokat yang rumit itu berasal dari Dataran Tengah. Selama beberapa hari ini, jumlah para pedagang Hu yang datang menanyakan tentang harga sama banyaknya dengan ikan di sungai. Bahkan pada harga seratus tael emas untuk satu gulungnya, persediaannya tetap tak bisa memenuhi permintaannya.
Xie Chong bertanya keheranan, “Kenapa Putri tidak mejualnya secara langsung kepada para bangsawan Mahkamah Kerajaan?”
Mahar sang Putri tidak berkekurangan the, sutra, perhiasan, dan benda-benda langka lainnya yang akan jadi luar biasa populer di Xi Yu. Sang Putri hanya mengirim sebagian kitab, emas, dan rupang-rupang Buddha dari Kumala, serta sutra ke kuil Buddhis. Sisanya masih tersimpan di ruang harta. Karena para bangsawan Mahkamah Kerajaan memperebutkan sutra ini secara gila-gilaan, kenapa tidak menjualnya secara langsung kepada para bangsawan alih-alih membeli toko sebagai tempat menjualnya?
Yaoying menjelaskan kepadanya: “Pada akhirnya, kita adalah orang luar. Menjual secara langsung kepada para bangsawan, pertama-tama, akan menyinggung para pedagang di sini, dan kedua, akan sulit untuk memasang harga yang pantas, apalagi kemungkinan besar ini akan menarik rasa iri orang lain. Lebih baik mengikuti praktek di sini. Masalahnya lebih kecil, dan memberi mata pencaharian kepada orang-orang ini. Dengan demikian, bahkan jika kita pergi, mereka masih bisa mencari nafkah di masa mendatang.”
Maharnya terlalu menarik perhatian dan menyulitkan untuk dibawa-bawa serta dipindahkan. Harus dijual sesegera mungkin, tapi keseluruhannya tak bisa dijual dari Yaoying. Xi Yu berbeda dari Dataran Tengah. Di sini, di mana kaum bangsawan memiliki kekuasan yang cukup besar, perdagangan dimonopoli oleh bangsawan. Kecerobohan terkecil saja akan menyinggung para bangsawan besar. Kalau hal itu terjadi, bukan hanya akan mustahil untuk berbisnis, tapi juga akan mengundang bencana. Lebih baik bekerjasama dengan para bangsawan setempat, karena bayang-bayang di bawah pohon besar membawa ketenteraman, dan juga bisa menghindari perselisihan, memberi jalan keluar di masa mendatang.
Xie Chong dan Xie Peng saling bersitatap dan kemudian berkata, “Putri sungguh cerdik!”
Mereka sebelumnya berpikir bahwa mereka bisa tinggal menjual saja barang-barang itu untuk emas dan perak.
Yaoying memanggil si pria tua dan bertanya, “Apa yang kau kau kerjakan untuk mencari nafkah?”
Dengan penuh hormat si pria tua berkata, “Putri, kami semua tahu cara mencari nafkah! Beberapa dari kami bisa bekerja di lahan dan pertanian, beberapa dari kami bisa memelihara ternak dan domba, mengumpulkan kotoran domba, menenun bulu, memproses wol, memuntir tali-tali wol, dan beberapa dari kami mampu menenun brokat!”
Walaupun Mahkamah Kerajaan berada di dalam padang pasir, karena air lelehan dari pegunungan es, tempat ini juga memiliki lahan subur yang luas, dan serta padang rumput untuk menanam mulberi dan buah rami. Seperti Gaochang, terdapat kebun anggur besar, dan ternak serta domba berkerumun di ngarai. Si pria tua dulunya adalah penggembala untuk majikannya dan akan membantu menenun bulu pada musim-musim sibuk.
Yaoying bicara dengan si pria tua tentang toko sutranya, “Aku akan minta para pedagang Hu membantu mengurus tokonya. Kau pilihlah beberapa orang yang bisa membaca dan menulis untuk membantu di konter toko, dan pilih beberapa orang yang punya keterampilan tangan unutk menjadi murid di ruang kerja. Aku sudah membawa banyak pola dari Dataran Tengah, cukup untuk kalian pergunakan selama bertahun-tahun.”
Si pria tua pernah bekerja sebagai kepala pelayan. Ketika dia mendengar hal ini, dia langsung mengerti bahwa Yaoying merencanakan masa depan mereka, membuatnya sangat terharu hingga tangisnya meledak dan berlutut untuk berkowtow.
Yaoying telah melihat bahwa si pria tua memiliki banyak martabat di antara orang-orang itu, dan tersenyum tipis: “Sekarang hanya ada dua toko, jagalah dengan seksama. Jangan terburu-buru ingin mendapatkan uang dan keuntungan, tapi pertama-tama, carilah cara untuk hidup.”
Dengan berlinangan air mata si pria tua mengangguk, tampak semakin dan semakin penuh hormat.
Yaoying bertanya, “Kau dijual dari mana? Ada berapa banyak orang Han Dataran Tengah yang ada di area itu?”
Si pria tua menjawab, “Beberapa dari kami ditangkap dari Hexi, beberapa dari Shazhou, Guazhou, dan beberapa adalah warga setempat…. dari semua orang Han Dataran Tengah di sini, beberapa bekerja untuk kaum bangsawan seperti kami, beberapa adalah kolega dengan tingkat lebih rendah dari para bangsawan, dan beberapa berasal dari keluarga-keluarga bangsawan serta klan-klan besar dan berhubungan dengan para bangsawan lewat pernikahan.”
Yaoying merenung lalu bertanya, “Apa ada dari mereka yang berasal dari klan-klan besar yang mengendalikan pasukan?”
Si pria tua membeku sejenak, kemudian mengerti niat Yaoying, wajahnya tiba-tiba jadi muram dan serius. Dia menyembah ke arah Yaoying, menyentuhkan kepalanya ke tanah dan berkowtow hingga berbunyi.
“Saya, Qi Nian, adalah keturunan Klan Qi dari Hexi, dan saya bersedia berada di bawah perintah Putri!”
Yaoying tersenyum dan mengisyaratkan pada Xie Chong untuk membantu Qi Nian bangkit, tidak menjawab kata-katanya.
Qi Nian tak berani bertanya lebih banyak lagi. Wajahnya sarat dengan kegairahan cerah yang tak ditutup-tutupi, berbisik: “Putri, di sekitar sini masih ada klan-klan besar yang masih mendambakan Dataran Tengah, masih ada keluarga-keluarga yang diam-diam melatih prajurit sukarela supaya bisa dipergunakan ketika Kaisar memberangkatkan tentara untuk datang membantu mereka. Sayangnya, mereka tidak cukup kuat untuk memberontak. Mahkamah Kerajaan memang damai, tetapi tempat-tempat lain sudah dikuasai sejak lama. Shazhou, karena letaknya sangat jauh, tak punya cara untuk bertukar kabar.”
Yaoying memasang raut biasa saja dan berkata, “Satu percikan api bisa memulai kebakaran di padang rumput.”
Dia bisa terus merekrut orang, menghubungi klan-klan besar di sekitar yang masih mendambakan kampung halaman mereka, mengumpulkan orang-orang Han Dataran Tengah yang diasingkan, memakai uang dan sutra dalam maharnya untuk ditukarkan dengan biaya militer, menyuap para pedagang Huu, mengumpulkan tenaga kerja, dan melakukan perjalanan dengan menyamar sebagai karavan untuk datang dan pergi ke berbagai suku di Xi Yu. Orang-orang ini bukan tandingan Rong Utara, tetapi mereka juga memiliki kegunaan mereka sendiri: contohnya saja, membantu menyampaikan pesan.
Tak peduli di mana pun dia berada, dia harus merekrut sendiri sebuah pasukan yang bisa dia andalkan.
Akan sulit kalau cuma bergantung pada Xie Qing dan yang lainnya.
Qi Nian menatap Yaoying dan terdiam untuk waktu yang lama. Mata buramnya sekali lagi membara ketika ketakjuban, kekaguman, kegairahan, dan kegembiraan berlintasan satu demi satu, dan darah di tubuhnya mengalir deras.
Dia sudah mendengar para pengawal membicarakan tentang asal-usul sang Putri. Sang Putri ditinggalkan terlunta-lunta di Xi Yu, tak berdaya, namun tidak lupa unutk menyelamatkan mereka, yang cuma rakyat jelata. Bukan hanya itu, sang Putri juga merencanakan masa depan mereka. Sang Putri adalah penyelamat mereka!
Doa mereka siang dan malam pasti telah menggerakkan para Dewa dan Buddha sehingga para Dewa dan Buddha mengirim sang Putri untuk menyelamatkan mereka.
Sekali lagi Qi Nian berlutut di depan kaki Yaoying, air mata jatuh berderai-derai.
Dalam hati dia mendapatkan firasat kuat: sang Putri pasti akan membawa mereka pulang ke kampung halaman!
Ketika orang-orang di dalam griya itu melihat hal ini, mereka meletakkan makanan di tangan mereka dan berdiri. Satu demi satu, mereka berlutut, seperti gelombang pasang, menyembah di hadapan Yaoying.
Bahasa Mandarin Ashina Bisha tidak terlalu bagus. Setelah memasuki griya, Yaoying entah menyuruh para prajurit pribadinya agar menenangkan mereka yang tua dan lemah atau bicara kepada si pria tua. Kurang pantas kalau dia ikut maju, dan karenanya dia pun berdiri di kejauhan untuk menonton.
Ketika semua orang berlutut kepada Yaoying, Ashina Bisha tak bisa tidak menyingkirkan sikap malasnya dan menegakkan punggung untuk menatap Putri Han yang telah ditelantarkan oleh Mahkamah Kerajaan ini.
Gadis itu berdiri di depan dengan seulas senyum di wajah dan pembawaan mengagumkan serta mengesankan, bagaikan teratai salju di puncak Gunung Tianshan.
Begitu agung, begitu tak teraih.
Bisa terbengong-bengong dalam waktu lama.
Di perjalanan kembali ke istana, Yaoying meminta Bisha membantunya mencari tahu apakah ada lahan yang dijual di Mahkamah Kerajaan. Qi Nian dan yang lainnya mahir dalam bercocok tanam, jadi dia ingin membeli sepetak tanah sehingga mereka yang sudah tua dan kaum wanita bisa mendapatkan penghidupannya sendiri. Dengan demikian, juga akan lebih mudah bagi orang-orang itu untuk menetap.
Bisha setuju membantunya mencari tahu tapi bersikeras bahwa dia tak butuh diberi hadiah.
Seraya tertawa Yaoying berkata, “Tidak bisa begitu.”
Dia telah meminta Bisha membantunya, jadi tentu saja, dia harus membalasnya.
Tanpa daya Bisha membentangkan tangannya dan berkata, “Putri benar-benar terlalu formal. Kenapa Anda harus sedemikian sungkannya pada saya? Kita adalah teman, Anda adalah tamu sang Raja, bagaimana bisa saya minta hadiah?”
Yaoying tersenyum dan berkata, “Kalau begitu, saya takkan berani meminta bantuan dari Jenderal. Saya dengar ada banyak orang Sogdiana di kota yang membantu melakukan berbagai hal.”
Bisha menatap wajah penuh senyum Yaoying, hatinya seperti rusa yang gemetar, dan tak berani lagi menolak sang Putri.
Beberapa dari mereka ingin pergi ke pasar lagi dan berjalan-jalan. Yaoying sudah menanyakan secara jelas tentang aturan-aturan di pasar Mahkamah Kerajaan. Dia sudah membayar sejumlah uang, membeli sebuah toko, dan menyewa dua orang Hu yang pintar untuk mengurus toko itu. Toko itu mulanya menjual sutra dan akan lanjut memperdagangkan barang yang sama.
Dia memasang kabar, dan para pedagang pun datang berbondong-bondong ke toko. Mereka bertanya kepada orang-orang Hu itu, “Apa benar sutra milik Putri dari Dataran Tengah akan dijual kepada kami?”
Sebagai tanggapannya, orang Hu yang menjaga toko mengangguk dengan senyum cerah dan berkata, “Tapi semua orang datang pada saat-saat yang tidak tepat. Sejumlah sutra sudah dijual pada Keluarga Kang dan Keluarga Xie. Sisanya sudah tidak banyak lagi.”
Para pedagang terperanjat dan mengerumuni bagian dalam toko, takut kalau mereka akan terlambat dan semua sutranya direbut orang lain.
Dari sutra yang dibawa oleh Yaoying dari Dataran Tengah, sebagiannya dikirim ke Kuil Buddhis, sebagiannya dipakai untuk menyuap dan merebut hati beberapa bangsawan Mahakamah Kerajaan untuk ditukar dengan penanganan atas para petugas pasar, dan sebagiannya didistribusikan kepada para pedagang Hu untuk dijual. Sisa yang tertinggal di toko akan dijual pelan-pelan.
Dalam waktu singkat, Yaoying akan bisa memakai uang itu untuk merekrut orang-orangnya sendiri.
Bisha mengantar Yaoying kembali ke istana, dan kemudian langsung pergi menuju kuil Buddhis untuk minta bertemu dengan Tumoroga.
Kuil Buddhisnya begitu sunyi. Roga sedang membaca sutra, dari belakang sosoknya tampak ramping.
“Raja….” Bisha melepaskan pedang dari sabuknya dan berlutut dengan satu kaki di koridor, berkata serius, “Saya ingin minta satu hal dari Anda.”