Thousand Miles of Bright Moonlight - Chapter 52
Dengan tangan menarik busur ke belakang dan bersiap menembakkan sepuluh ribu anak panah, Jin Wu Wei sudah bisa melihat bahwa Li Zhongqian tak bersenjata dan menunggu saat yang tepat untuk mengepungnya.
Suara teriakan dan seruan kacau balau bukan kepalang.
Para pengawal takut melukai seseorang, jadi mereka buru-buru mundur.
Perdana Menteri Zheng memelesat ke sisi Li De dan mendapati sang Kaisar sudah tercekik sampai-sampai jatuh pingsan dengan mata berputar ke atas. Tak tahu apakah Beliau masih hidup atau sudah mati, sekujur tubuhnya gemetaran.
Putra Mahkota sudah kehilangan akal sehat, dan Duke Agung Wei membunuh ayahnya secara terang-terangan. Kalau Baginda Kaisar mati pada saat ini, Wei yang Agung pasti akan berada dalam kekacauan!
Para menteri yang ada di samping, terbakar oleh kecemasan.
Tabib istana datang tergesa-gesa, memeriksa cidera-cidera Li De, dan menepuk-nepuk dadanya beberapa kali. Li De terbatuk beberapa kali dari dalam tenggorokannya. Beliau tersadar, perlahan matanya kembali jernih, dan duduk dengan bantuan dari Jin Wu Wei.
Para menteri begitu syok, berlutut dan berkowtow di lantai, menyerukan ‘Panjang umur’. Beberapa orang terisak gembira, menangis.
Wajah Li De sama suramnya dengan air. Ada berapa banyak badai dan gelombang pasang yang telah datang, tapi dirinya ternyata malah nyaris tenggelam dalam air.
Beliau tak menyangka kalau Li Zhongqian, terluka seperti ini, masih akan punya keberanian untuk menyerang dirinya di muka umum.
Sebuah badai terjadi dalam sekejap mata dan berakhir sejenak berikutnya. Para pejabat berperingkat rendah di luar balairung belum sempat bereaksi dan beberapa orang menteri sudah mundur dari balairung, dan sebelum mereka bisa menanyakan, badainya sudah usai.
Beberapa orang tabib istana diperintahkan untuk memeriksa kembali denyut nadi Li Zhongqian. Setelah membisikkan beberapa kata untuk berdiskusi, mereka melapor pada Li De: kemampuan beladiri Li Zhongqian memang sudah musnah.
Gaya penyakitannya yang tadi bukan sekedar untuk dipertontonkan.
Sang Perdana Menteri dan yang lainnya membisu.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, ada banyak orang yang telah berupaya membunuh Li De, namun tak ada seorang pun yang mampu melukai Beliau. Li Zhongqian, yang kemampuan beladirinya telah musnah sepenuhnya, ternyata berani berusaha membunuh Li De dengan cara yang sedemikian putus asanya.
Li Zhongqian tahu kalau dirinya sudah ditakdirkan untuk gagal tapi masih merisikokan nyawanya untuk mencoba. Ledakan kekuatan yang mendadak itu bukanlah dia yang sebelumnya telah dengan sengaja menahan kekuatannya, melainkan potensi penuhnya yang meledak dalam sekejap. Dia bertarung demi nyawanya!
Bagaimanapun juga, Putri Wenzhao adalah adik kandungnya!
Perdana Menteri Zheng mendesah panjang dan matanya mengisyaratkan pada Jin Wu Wei agar bergegas membawa Li Zhongqian pergi.
Tatapan menegur menteri-menteri lainnya tertuju kepadanya: Duke Agung Wei berani berupaya membunuh penguasa, dan sang Perdana Menteri masih ingin melindungi Duke Agung Wei?
Perdana Menteri Zheng menatap semua orang dan tanpa suara menyebutkan nama dua orang.
Xie Wuliang, Li Yaoying.
Demi Keluarga Xie, demi Putri Wenzhao, biarkan Li Zhongqian tetap hidup.
Semua orang terdiam dan mengalihkan pandangan mereka, menyetujui gestur kecilnya.
Mata mereka tertuju pada Putra Mahkota Li Xuanzhen.
Li Xuanzhen berdiri di samping, dengan ekspresi tak peduli sejak awal hingga akhir, kelihatan sama sekali tak peduli soal hidup dan mati Li De.
Orang-orang mendesah tanpa suara, masing-masing larut dalam pemikiran mereka sendiri.
****
Li De tak menghukum Li Zhongqian di tempat itu juga.
Li Zhongqian dibawa pergi oleh Jin Wu Wei dan dijebloskan ke dalam penjara istana.
Dua hari kemudian, Zheng Jing pergi menemuinya: “Ada banyak menteri kabinet yang memohonkan pengampunan untuk Anda.”
Seluruh Keluarga Xie adalah martir, Putri Wenzhao wafat pada usia paling belianya, dan Li Zhongqian sudah bertempur di utara dan selatan demi Wei yang Agung. Kemampuan beladirinya sudah musnah, dan para menteri memohonkan kemurahan hati Li De, berkata bahwa Duke Agung Wi telah hilang kendali setelah kematian adiknya, yang merupakan hal yang patut diampuni.
Tidak biasanya, kali ini pihak Istana Timur diam saja dan tidak memanfaatkan kesempatan untuk memukul orang yang sedang jatuh.
Zheng Jing menyuruh sipir penjara agar pergi lalu mengungkapkan pertanyaan yang ada dalam benaknya, “Erlang, apa pada saat itu kau benar-benar ingin membunuh Baginda Kaisar?”
Bahkan palu emasnya sendiri, Li Zhongqian tak mampu mengangkatnya. Dirinya sudah diperiksa sebelum memasuki istana untuk menghadiri perjamuan, dan dia memang tidak membawa senjata apa pun. Bagaimana dia bisa berani melakukan hal semacam itu? Kalau anak-anak panahnya sampai ditembakkan, dia akan menjadi saringan dalam hitungan detik! Terlebih lagi, Li De sendiri memiliki kemampuan beladiri. Begitu Beliau mendapat kesempatan, sang Kaisar bisa menyingkirkan dirinya.
Li Zhongqian, berbaring di atas tumpukan jerami, tak menampakkan ekspresi apa pun: “Kalau berhasil, maka kami akan mati bersama-sama.”
Nada bicaranya datar, sama sekali tidak peduli tentang pergolakan mengejutkan yang akan didatangkan oleh keberhasilannya.
Zheng Jing menarik napas dalam udara dingin. Li Zhongqian benar-benar ingin membunuh ayahnya!
Dia terdiam dalam waktu lama lalu berkata, “Tapi kau gagal.”
Li Zhongqian mencibir, “Sanlang, apa kau pikir bahwa jika aku menahan diriku sendiri, mereka benar-benar akan melepaskanku?”
Mata Zheng Jing berkilat.
Yang paling tak berperasaan adalah keluarga kekaisaran.
Dengan kematian Putri Wenzhao, Li De sudah tahu kalau Li Zhongqian takkan bisa melepaskan kebenciannya. Tak peduli apakah dia tetap merendah ataupun menggila seperti malam sebelumnya, Li De takkan melepaskan dirinya, bahaya laten ini. Sang Kaisar adalah orang yang pencuriga. Li De akan membersihkan semua penghalang demi Li Xuanzhen, tak peduli berapa pun harganya, demi menghindari gejolak yang akan muncul ketika Li Xuanzhen naik tahta.
Li Zhongqian mengenal kekejaman Li De, dan Li De juga mengenal sifatnya. Kalau Li Zhongqian benar-benar menutupi kekuatannya, Li De bukan hanya tidak akan menurunkan kewaspadaannya, Beliau bahkan akan lebih waspada lagi dan langsung menyingkirkannya.
Pada akhirnya, Li Xuanzhen adalah orang yang menepati kata-katanya dan tidak bergegas mencelakainya, tapi Li De merasa tidak tenang dan bernafsu memanggilnya kembali ke Ibu Kota untuk mengujinya.
Jadi, sekalian saja dia melawan.
Bagaimanapun juga, hasil terburuk tidak lebih dari kehilangan nyawanya.
Kini dia tak apa-apa untuk merasa rugi.
Zheng Jing mendesah pelan: “Kau sudah mencobanya. Kelak jangan punya pkiran semacam itu lagi. Baginda Kaisar menantangmu kembali ke Ibu Kota, jadi Beliau tidak takut kalau kau akan berupaya membunuhnya lagi. Balai memorial Putri Wenzhao telah dibangun belum lama berselang, Baginda Kaisar takkan berani mencabut nyawamu untuk sementara waktu ini…. Erlang, apa yang akan kau lakukan kelak?”
Setelah upaya pembunuhan yang terakhir terhadap dirinya, Li De malah akan menurunkan kewaspadaannya kepada Li Zhongqian. Seorang pangeran bertemperamen panasan selalu lebih baik untuk dihadapi ketimbang seorang pangeran yang memiliki muslihat mendalam, namun Beliau takkan bisa tenang sepenuhnya.
Li Zhongqian menatap langit-langit bata lembab di atap sel penjara: “Sanlang, persiapkan ransum kering dan kuda untukku.”
Zheng Jing tertegun: “Kau mau pergi ke mana?”
Dengan tenang Li Zhongqian berkata, “Ke Helong. Aku akan minta izin Baginda untuk pergi ke Helong.”
Li De akan menyetujui permintaan yang menguntungkannya ini.
Zheng Jing mengernyit: “Erlang…. Putri Wenzhao tak lagi ada di dunia ini. Orang-orang Hu telah menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri bahwa Helong kini telah dikuasai oleh Rong Utara. Situasinya buruk.”
Li Zhongqian berkata lembut: “Dia sudah mati, dan aku ingin membawa dia kembali. Dia penakut, dan dia akan takut kalau sendirian. Aku ingin membawa dia pulang. Aku telah berjanji kepadanya bahwa tak peduli di mana pun dia berada, aku akan menemukan dia.”
Zheng Jing merasa kalau Li Zhongqian benar-benar bersikap penuh kahayalan: bagaimana bisa menemukan tulang-belulang seseorang di dunia yang luas ini?
Dia tak tahu bagaimana harus membujuk Li Zhongqian. Memikirkan tentang Putri Ketujuh yang meninggal di luar negeri, hatinya terasa seakan ditusuk-tusuk jarum, dan rasanya sakit bukan kepalang. Li Zhongqian adalah kakak kandung Putri Ketujuh, dan hanya akan lebih merasa sakit ketimbang dirinya.
Namun bagaimana Li Zhongqian akan bisa menemukannya?
“Kemampuan beladirimu….” Zheng Jing ingin bicara namun kemudian berhenti.
Raut Li Zhongqian tak berubah: “Tak mampu menggenggam palu emas, aku bisa menggantinya dan menghunus pisau panjang, ganti menjadi belati, ganti menjadi tombak… aku dulu pernah meninggalkan ilmu beladiri demi sastra, kemudian meninggalkan sastra demi beladiri. Kerusakan yang ditinggalkan oleh beberapa batang panah beracun tak bisa menghancurkan aku.”
Dia tak boleh roboh sebelum menemukan Putri Ketujuh.
Zheng Jing mendesah panjang dan kuat.
Tak peduli berapa banyak pun kata-kata nasihat untuk mencegah yang telah dia ucapkan, Li Zhongqian tuli pada kata-kata itu. Dia tak bisa menghentikan Li Zhongqian meninggalkan Wei yang Agung.
Petisi Li Zhongqian dengan cepat diserahkan. Ketika rakyat jelata mendengar bahwa Duke Agung Wei hendak pergi ke Helong untuk mengambil kembali tulang-belulang Li Yaoying, dalam hitungan hari mereka mengumpulkan sepuluh ribu surat sebagai dukungan.
Ketika Li De memanggil Li Zhongqian kembali ke Ibu Kota, mulanya adalah dengan tujuan untuk menempatkan putra ini di dalam penjara rumah. Melihat pendapat publik memuncak, Li De menimbang-nimbang untung ruginya lalu membuang ide itu.
“Dia benar-benar ingin pergi ke Helong?” Li De merasa skeptis.
Perdana Menteri Zheng berkata, “Benar.”
Li De menatap batu tinta dari porselen putih di atas meja dan berpaling sejenak, berkata, “Dikabulkan.”
Beberapa hari kemudian, Li Zhongqian meninggalkan Chang’an dalam pengawalan beberapa orang prajurit pribadinya.
Sang Kepala Sejarawan mengantarnya pergi, menangis, “Hamba tua ini akna menjaga Nyonya. Erlang, kau harus segera kembali! Tak peduli apakah kau bisa menemukan Qiniang atau tidak, kau harus kembali! Hamba tua ini akan menunggumu!”
Li Zhongqian diantar pergi oleh sang Kepala Sejarawan. Menunggangi kudanya hingga mencapai jalan pegunungan, dia menatap ke belakang pada dinding istana yang menjulang di timur laut.
Kalau pada malam itu dia tak menyerang dan terus berhibernasi, dia bisa saja menemukan kesempatan yang lebih baik. Tapi dia tak bisa menunggu selama itu: sudah terlalu lama waktu berlalu sejak dia sadar.
Xiao Qi ada di luar sana sendirian. Dia harus menjemputnya dan membawanya pulang terlebih dahulu.
Saat dia menemukan Xiao Qi, dia akan kembali untuk membalas dendam.
Dia sudah menghancurkan kedok ‘ayah baik hati dan putra berbakti’ milik Li De dan Li Xuanzhen. Pertama-tama, biarkan mereka, ayah dan anak itu, saling mencurigai satu sama lain, dan ketika dia pulang, dia akan membuat semua orang membayar harganya!
Li Zhongqian menggebah kudanya keluar dari Wei yang Agung dan pergi menuju ke barat tanpa melihat ke belakang.
Xiao Qi, jangan takut. Kakak datang untuk menjemputmu.
****
Delapan ribu li jauhnya dari situ, Mahkamah Kerajaan.
Yaoying tidak bisa tidur nyenyak sepanjang malam setelah bertemu dengan Haidu Aling di kuil Buddhis pada siang harinya.
Di dalam mimpinya, pemuda berzirah perak dan berjubah putih berderap menuruni bukit dan menerjang dengan gagah menuju barisan musuh dari Rong Utara yang berzirah hitam.
Pemuda itu terperangkap dalam pengepungan ketat dan mati kelelahan, pakaian perangnya koyak-moyak.
Jenderal lawan mengarahkan kudanya ke garis depan. Di dalam cahaya mentari, sepasang mata sipit berkilat dengan cahaya keemasan.
“Kakak! Jangan pergi, jangan pergi… jangan bertemu Haidu Aling….”
Yaoying terperanjat bangun, gemetaran.
Dia telah mengubah takdir Li Zhongqian. Dua tahun yang lalu, Li Zhongqian seharusnya sudah mati dalam pertempuran melawan Haidu Aling. Pada saat itu, Yaoying telah menemukan cara untuk mencegah Li Zhongqian pergi.
Kini, kakak pasti akan datang mencari dirinya. Akankah kakak berpikir dirinya masih berada di dalam perkemahan Haidu Aling dan langsung pergi menuju Rong Utara untuk menemukannya?
Yaoying bangun untuk bersiap-siap.
Dia harus segera mengirim kabar bahwa dirinya ada di Mahkamah Kerajaan dan kembali ke Dataran Tengah secepat mungkin.
Di luar jendela, terus terdengar dengung suara orang-orang berbicara ketika para prajurit pribadi bangun pagi-pagi sekali untuk berlatih beladiri.
Yaoying mendengarkan suara pertarungan mereka, tersenyum, dan mendorong jendela hingga terbuka.
Xie Peng dan Xie Chong langsung berlari menuju koridor dengan tergesa-gesa, dan bicara saling meningkahi, “Putri, kemarin Bhante telah memenangkan debat kitab suci!”
Yaoying sudah lama menerka bahwa Tumoroga akan menang dan sama sekali tidak terkejut.
Xie Chong berkata seraya tersenyum, “Haidu Aling dari Rong Utara telah dengan secara khusus membawa dua belas rahib senior kemari. Sejak siang hingga petang, dua belas orang bergiliran untuk berdebat dengan Bhante, dan Bhante tetap saja menang!”
Mereka tidak pergi menonton pertemuan debatnya, hanya mendengarkan hasilnya dari orang lain, tapi kini mereka semua bertingkah seakan mereka telah melihat pertemuannya dan saling bersaing untuk memberitahukan hasil masing-masing pertandingannya pada Yaoying.
Yaoying bersandar pada jendela dan menonton mereka menarasikan kemegahan debatnya dalam detil yang luar biasa. Perlahan-lahan hatinya kembali tenang.
Di sini adalah Mahkamah Kerajaan Tumoroga. Tak ada yang perlu dia takuti.
Yaoying jadi lebih bersemangat dan bertanya pada Xie Chong, “Apa ada yang menanyakan tentang jubah para rahib?”
Xie Chong menggaruk kepalanya, “Belum ada.”
Xie Peng menjulurkan kepalanya: “Putri, apa kita harus mengganti metode kita?”
Yaoying tersenyum, “Tak usah terburu-buru. Debat kitab sucinya baru saja berakhir.”
Para prajurit pribadi itu mengiyakan dengan lantang dan sudah akan lanjut mendiskusikan debat kitab sucinya dengan Yaoying ketika dari sudut mata mereka melihat sosok tinggi Xie Qing muncul di depan koridor. Secepat kilat, mereka melompat ke halaman untuk lanjut berlatih beladiri, dan suara-suara teriakan pun membahana di seluruh halaman.
Yaoying menggelengkan kepalanya dan tertawa, bertanya pada Xie Qing, “Apa kau sudah menanyakan dengan jelas?”
Xie Qing mengangguk dan berkata, “Haidu Aling adalah wakil utusan dari misi Rong Utara, dan tinggal di rumah jaga di sisi selatan kota. Total jumlah utusannya mencapai tiga puluh dua orang, dan mereka datang untuk berpartisipasi dalam pertemuan debat kitab suci. Mulanya wakil utusannya adalah orang lain, tapi mereka menggantinya pada saat-saat terakhir.”
Alis Yaoying bertaut samar.
Tak heran Ashina Bisha tidak mengetahui kalau Haidu Aling akan muncul di kuil Buddhis.
Xie Qing meneruskan, “Haidu Aling terus diikuti baik di dalam maupun di luar. Dia tidak berkeliaran sendirian, dan tidak bertingkah laku aneh.”
Yaoying mengerutkan bibirnya dan memutuskan untuk tidak keluar selama utusan Rong Utara masih ada di sini.
Bisha datang mengunjunginya setiap hari dan mengajaknya keluar untuk bersenang-senang. Yaoying menjelaskan alasan atas penolakannya, dan Bisha hanya bisa menerimanya. Dua hari kemudian, Bisha datang dengan riang: “Orang-orang Rong Utara sudah pergi!”
Yaoying masih merasa tidak tenang.
Apakah Haidu Aling datang ke Mahkamah Kerajaan hanya untuk menguji ilmu Buddhisme Tumoroga?
Dia kemudian mengirim Xie Qing untuk mencari tahu hingga Rong Utara tidak lagi muncul di Kota Suci, dan barulah kemudian dia berani kadang-kadang keluar dari istana dengan ditemani oleh Ashina Bisha.
Pada hari ini, orang yang Yaoying nanti-nantikan akhirnya muncul di depan pintunya.
Xie Chong begitu kegirangan hingga tersandung kakinya sendiri. Berlari menuju halaman, dia berkata lantang, “Hari ini seseorang menanyakan tentang jubah yang dikenakan oleh para rahib di kuil Buddhis pada waktu itu!”
Yaoying menghembuskan napas, “Bagus. Semua sutra dalam kereta besar yang tersisa di dalam tempat penyimpanan harta istana bisa dijual.”
Di dalam Kota Suci, pertemuan debat kitab suci merupakan peristiwa yang dihadiri banyak orang, sebuah acara yang amat besar. Jubah-jubah yang dikenakan oleh para rahib pada acara debat itu dikirim oleh Yaoying. Ketika para tamu terhormat dari berbagai negara kota melihat jubah-jubah keemasan, berkilauan, serta indah itu, mereka pasti akan menanyakan tentang bagaimana jubah-jubah itu dibuat.
Yaoying menunggu datangnya hari ini.
————–
Pengarang ingin bilang sesuatu:
yaoying: Sebenarnya, akan lebih baik kalau memakai Roga untuk mengiklankan – apa yang dia kenakan langsung meledak di pasaran!
Bisha: Lantas kenapa tidak minta bantuan Raja?
Yaoying: Punya hati tak bermoral, tidak punya nyali tak bermoral.
Rahib: Kau jelas-jelas punya nyali….