The Longest Day in Chang’an - Chapter 7
Wang Yunxiu tertegun. Tak seorang pun yang pernah bicara kepadanya seperti ini. Yuan Zai dengan kasar menempatkan tangannya ke mulut gadis itu untuk menghentikannya dari menjerit, “Apa kau ingin keluar dari sini hidup-hidup dan berdiri di hadapan ayahmu lagi?” Dalam kebingungan sejenaknya, Wang Yunxiu langsung mengangguk. Dan Yuan Zai lantas melonggarkan tangannya, berkata serius, “Kau berada dalam bahaya besar, hanya aku yang bisa membantumu keluar, kau mengerti? Ulangi apa yang kukatakan!”
Bagaimana mungkin Wang Yunxiu mau mendengarkan? Dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Yuan Zai mendesis dan berdiri, berpura-pura akan pergi. Gadis itu buru-buru berkata ketakutan, “Tunggu, kumohon!” Yuan Zai kembali dan menatapnya dingin, tak bicara. Karena takut kehilangan kesempatan terakhir, Wang Yunxiu berhasil mengulangi dengan suara lirih, “Hanya kau yang bisa membantuku keluar….” Nada terakhirnya sedikit meninggi, sarat dengan keraguan.
Yuan Zai merasa lega dalam hati. Berurusan dengan Nona Wang Yunxiu, satu-satunya cara adalah memukulnya balik dengan kuat. Sekarang karena gadis itu telah setuju untuk mengulang apa yang telah dia katakan, menunjukkan bahwa strateginya sudah mulai bekerja.
Digenggamnya bonggol jerami di jemarinya dan menaruhnya lagi di mulut Wang Yunxiu. “Dengar, selanjutnya kau harus patuh sepenuhnya kepadaku. Satu pelanggaran, aku akan langsung pergi. Anggukkan kepalamu kalau kau setuju.”
Wang Yunxiu tak punya pilihan selain setuju.
“Jangan khawatir. Kau takkan terluka lagi karena kau telah bertemu denganku hari ini,” Yuan Zai meyakinkan.
Setelah begitu banyak menderita, semangat Wang Yunxiu nyaris runtuh, dan kata-kata yang sedemikian mendadak tidak kurang dari suara alam yang menghentikan tubuhnya dari gemetaran. Samar-samar dia merasa bahwa pria itu bicara dengan nada memerintah seperti ayahnya, sangat tangguh, namun dengan kepedulian yang mendalam.
Setelah menenangkan gadis itu, Yuan Zai berdiri untuk mendorong pintunya terbuka, berpapasan dengan Feng Dalun yang masuk. Yuan Zai menghentikannya dengan wajah bersungut-sungut, “Kepala Feng, kita dalam masalah.”
Feng Dalun berdiri diam, kebingungan. Yuan Zai berputar menyamping, “Lihat, apa itu adalah Wen Ran?” Wajah Feng Dalun merosot saat dia melihat ke depan dengan seksama. Wanita yang terbaring di ruangan itu sama sekali tak mirip dengan Wen Ran. Yuan Zai berkata, “Lihatlah lagi, dengan teliti.”
Akrab dengan kemewahan, Feng Dalun mengenali bunga dian perak yang tidak lazim serta nanmu zan saat menatap gadis itu, wajahnya jadi sepucat mayat. Yuan Zai membuat isyarat untuk mengajaknya keluar. Feng Dalun buru-buru keluar dari ruangan dan menutup pintu.
Beberapa orang pengangguran muda mendekat, tetapi ditendangi oleh Feng Dalun satu persatu. Para idiot kampret ini pasti telah kehilangan Wen Ran di perjalanan, dan malah menculik seorang wanita bahkan tanpa mengetahui siapa wanita itu! Dia sudah akan menanyai mereka tentang detillnya, namun disela oleh suara muram Yuan Zai, “Kepala Feng, biarkan mereka. Kita harus memikirkan cara untuk memperbaikinya.”
Dengan keringat mengumpul di dahinya, Feng Dalun menjelaskan dengan terburu-buru, “Aku akan menanyai dia apa yang terjadi lalu membiarkan dia pergi.”
“Kalau kau melakukannya, pemalasannya akan jadi bencana.”
Sebagai orang yang cerdas, Feng Dalun langsung tahu apa risikonya hanya dengan sedikit bimbingan dari Yuan Zai. Belas kasihan dan pengampunan tak pernah dikenal di kalangan para pembesar di Chang’an itu. Begitu Feng melepaskannya, dia akan langsung berada dalam pengepungan para pengawal pribadi gadis itu. Pangeran Yong memiliki sifat dingin sehingga mustahil mengharapkan sang Pangeran datang menyelamatkan dirinya.
Dengan Zhang Xiaojing tetap membayangi di depan serta para pembesar yang agresif di belakang, Feng Dalun merasa bahwa keadaan hari ini begitu buruk.
“Bagaimana kalau… membunuh dia?” Feng Dalun melontarkan ide yang melintas dalam benaknya.
Yuan Zai memberikan sorot simpatik, “Bagaimanapun juga bos dari geng ini adalah seorang pejabat bertingkat sembilan. Kenapa dia berpikir dengan cara pikir seorang gangster?”
Dia menepuk-nepuk bahu Feng Dalun, “Saudara Feng, jangan gegabah, sangat tidak layak bila membunuhnya. Aku punya ide lain tentang membunuh dua burung dengan satu batu, yang bukan hanya bisa menyingkirkan Zhang Xiaojing seperti keinginanmu, tetapi juga mengirimkan kentang panas ini keluar tanpa kecemasan.” Dia memicing, tampak penuh teka-teki.
Yuan Zai telah memutuskan akan menangkap kesempatan ini untuk memainkan permainan besar. Bila dia bermain dengan baik, ini akan menjadi kesempatan terbesar untuk karirnya sejauh ini.
Seakan mencengkeram helai jerami terakhir, Feng Dalun kegirangan, “Saudara Yuan, bisakah kau mengajariku cara melakukannya!”
Yuan Zai berkata, “Sebelum itu, kau harus mengatakan yang sebenarnya kepadaku tentang kasus terakhir Zhang Xiaojing tanpa menyembunyikan apa-apa.”
“Eh… Saudara Yuan, apa kau yakin kalau semuanya akan baik-baik saja?”
“…Takkan mengecewakan.” Yuan Zai tertawa dengan percaya diri.
Feng Dalun tak menyadari kalau Yuan Zai telah membuang subyeknya.
****
Zhang Xiaojing, Tan Qi, dan Yao Runeng berlari kembali ke Guangde Fang setelah meninggalkan kota kekaisaran. Kebingungan, mereka tak mengucapkan sepatah kata pun di sepanjang jalan.
Saat Pertunjukan Lentera semakin dekat, suasana meriah di jalanan jadi sangat kuat. Pemandangan konflik yang baru saja terjadi di sudut Jalan Huaiyuan, Guangde Fang, telah dibersihkan, dan kini ditempati oleh beberapa aktor dari Kucha. Konghou sonore (T/N: alat musik seperti harpa) dan pipa (T/N: alat musik petik seperti gitar) menarik sekerumunan penonton yang riuh. Kekacauan yang baru saja terjadi hanya sedikit menyela kesenangan para penghui, seperti setitik tinta yang terjatuh ke dalam air, langsung memudar menjadi ketiadaan.
Mereka berjalan melewati keramaian, baru saja tiba di gerbang Guangde Fang dan melihat Xu Bin menyandar pada tiang bendera di samping gerbang dan melihat ke arah sini. Xu Bin begitu kaget saat melihat Zhang Xiaojing sehingga dia bergegas menghampiri untuk menggenggam lengan Zhang, dan kerut-kerut di wajahnya nyaris terguncang lepas karena kegembiraan.
Informasi bahwa mereka telah meninggalkan kota kekaisaran jelas telah tiba di Departemen Jing’an. Xu Bin tak ragu-ragu untuk berlari keluar menemui teman lamanya.
Zhang Xiaojing menepuk-nepuk bahu teman lamanya dengan bertenaga, “Xu Tua, kau tak perlu keluar untuk menyambutku di gerbang.”
Xu Bin memberi isyarat dengan jari telunjuknya di depan bibir, “Ssstt! Aku menunggumu. Eh… ikutlah denganku.”
Dia tampak misterius seakan ada sesuatu yang rahasia untuk didiskusikan. Yao Runeng berkata, “Aku akan mengantar Nona Tan kembali terlebih dahulu, kalian bisa bicara secara pribadi.”
Xu Bin menggelengkan kepalanya, “Kamu juga ikut, eh…!” Menyadari bahwa dia telah mengatakan sesuatu yang salah, Xu Bin menempeleng kepalanya, langsung memeriksa dirinya sendiri dan memburu-buru mereka ikut.
Zhang Xiaojing mencengkeram lengan baju Xu Bin di tengah jalan, “Youde, tolong katakan padaku, apa kau sudah menemukan Wang Yunxiu?” Dia selalu mencemaskan soal Wen Ran, yang telah salah dikenali sebagai Wang Yunxiu, diculik oleh orang-orang Turki dan masih menghilang. Xu Bin menggelengkan kepalanya, berkata bahwa Sicheng Li telah menempatkannya pada prioritas pertama dan Departemen Jing’an telah memberangkatkan pasukan elit dalam jumlah besar untuk mencarinya, namun masih tak ada kabar baik yang datang hingga sekarang.
“Juga tak ada kabar buruk. Mereka tak pernah menemukan mayat.” Xu Bin harus menenangkan dirinya.
Selain halaman Kantor Jingzhao, terdapat beberapa kuil seperti Kuil Welas Asih Agung, Kuil Changfa, dan Kuil Shengguang yang didistribusikan dalam empat sudut Guangde Fang, yang mana, seperti adanya, dikelilingi oleh Buddhisme. Beberapa belokan berikutnya, Xu Bin akhirnya membawa mereka ke Kuil Welas Asih Agung di sisi timur laut Jalan Kesepuluh.
Ada sebuah cerita di balik Kuil Welas Asih Agung. Pada akhir Dinasti Sui, seorang rahib dari barat bernama Tan Xian membagikan makanan kepada rakyat miskin di sini setiap hari. Kemudian, Kaisar Gaozu mendirikan Dinasti Tang dan terkesan oleh kebaikannya, membangun kuil bernama ‘Welas Asih’ untuknya. Kuil-kuil tersebut dibuka sepanjang tahun dan pembagian makanan selama festival selalu menarik orang-orang miskin untuk berkumpul di gerbang.
Hari ini adalah Festival Lentara, jadi Kuil Welas Asih Agung akan membagikan maigre Youzi (T/N: roti yang digoreng dalam minyak sayur). cemilan ini, umum di Chang’an untuk Festival Lentera, dibuat dari tepung basah yang digulung membentuk bola, kemudian digoreng dalam minyak, aromanya lezat. Banyak warga yang telah menunggu di sini lebih awal, dan beberapa rahib penerima tamu berdiri di undakan untuk menjaga ketertiban, untuk sementara mencegah para pengunjung masuk. Saat rahib pertama melihat Xu Bin, dia mengatakan sebuah nomor Buddhis dan membiarkannya masuk tanpa ditanyai. Zhang Xiaojing tiba-tiba mengerti bahwa Xu Bin tidak melakukannya secara dadakan, tetapi sudah mempersiapkannya.
Mereka melewati gerbang kuil, menyeberangi menara lonceng dan genderang, lalu berputar dari sisi barat Aula Shakyamuni menuju halaman samping. Di sebelah Kolam Teratai Hidup Bebas yang menyambung ke kanal terdapat sebuah pondok reyot sederhana bergaya Buddhis. Di belakang pondok itu terdapat sebuah bangunan kayu pohon teratai yang sunyi, di mana bata-bata hijau dan dinding yang rendah sedikit terlihat.
Zhang Xiaojing memperhitungkan posisinya dan mendapati bahwa sisi lain dinding itu semestinya adalah aula dari Departemen Jing’an. Itu adalah rumah lama Sun Simiao, terpisah dari Kuil Welas Asih Agung dengan sebuah dinding.
Sungguh aneh karena Xu Bin mengambil jalan memutar. Apa yang ingin dia lakukan?
Xu Bin tak menjelaskan, namun terus membungkuk untuk mendesak mereka agar bergegas. Tiba di sebuah pondok reyot, mereka melihat seorang pria berdiri di samping Kolam Hidup Bebas, tangan bertaut di punggungnya.
“Tuan.”
Orang pertama yang mengenalinya adalah Tan Qi. Mata gadis itu basah oleh kesedihan. Segera dia menahan air matanya, terkejut saat mendapati bahwa Li Bi telah menjadi orang lain hanya dalam waktu setengah shichen: wajah pucat, mata merah, lebih banyak kerutan di antara alis, seakan telah diukir oleh pisau, dalam dan panjang.
Penampilannya mungkin tidak seberapa bila dibandingkan dengan Wu Zixu, yang rambutnya memutih dalam semalam. Tan Qi tahu bahwa ada banyak tekanan kepada Tuannya, tetapi tekanan macam apa yang bisa membuatnya jadi seburuk itu dalam waktu singkat? Merasa sedih, Tan Qi sudah akan bertanya kepadanya. Li Bi mengangkat tangannya, mengisyaratkan pada Tan Qi agar diam, dan kemudian beralih pada Zhang Xiaojing, “Bagaimana Gan Shoucheng bisa membiarkanmu pergi?”
Setelah mendengar Zhang Xiaojing menggambarkan kejadiannya, Li Bi memicingkan matanya, “Komandan Zhang, kau memang adalah Yanwang Lima Kehormatan, bahkan berani membakar halaman milik Pengawal Youxiao.”
Zhang Xiaojing tersenyum, “Ini masih jauh dari membayar kebaikan Pemerintahan Istana kepadaku.”
Kata-kata si mata keranjang itu hampir mengarah pada pemberontakan. Tan Qi menatap serius pada Tuan Li Bi, namun yang bersangkutan tak mengatakan apa-apa, hanya melambai pada beberapa orang untuk masuk. Tan Qi merasa kalau Tuan tampak sedikit kurus dan lemah, seakan baru saja mengalami cobaan yang sangat berat.
Ada sebuah bantal, beberapa tikar, dan sebuah rak rotan yang diisi oleh sejumlah Naskah Buddhis di pondok reyot itu. Di tengah-tengah ruangan berdiri sebuah jam air tiga tingkat, yang tampak baru dan tepat menghalangi sebiah rupang Buddha Lochana.
Mereka bersimpuh tanpa suara, menunggu penjelasan Li Bi.
Li Bi berdiri dengan tangan di punggung sambil menatap ke luar jendela, berhasil berpaling dari tatapan yang lainnya. “Aku baru saja mengunjungi Gan Shoucheng dan membuat pertaruhan dengannya. Kalau kau masih berada di dalam gerbang kota saat dia kembali ke biro, kau akan berada dalam belas kasihannya; atau dia tak bisa mengejarmu bahkan bila kau hanya berada selangkah di luar.”
Zhang Xiaojing mengerti bahwa hal itu ada hubungannya dengan dokumen penghukuman. Karena tak ada nama jelas si pelanggar pada dokumen itu, hal tersebut menjadi pedang bermata ganda; para Pengawal Youxiao bisa menyangkal telah menahan seseorang; akan tetapi, bila di tawanan berhasil kabur, mereka tak bisa mengejar.
Garis pemisahnya kebetulan adalah gerbang kota yang dijaga oleh Pengawal Youxiao. Di dalam gerbang, Pengawal Youxiao yang menentukan semuanya; di luar gerbang, bukan urusan mereka.
Akan tetapi, Gan Shoucheng adalah orang yang sulit untuk ditangani, bagaimana dia ingin bisa menyenangkan Li Linfu dan sekaligus bersedia membuat taruhan dengan Departemen Jing’an?