The Longest Day in Chang’an - Chapter 6
Ketegangan yang begitu tinggi terjadi di persempatan tersebut sehingga tampaknya seakan bakal terjadi ledakan di udara bahkan tanpa menyulut Bom Api Ganasnya. Pada akhirnya, dia mencapai ujung batas barikade di sisi utara. Kuda penarik keretanya telah menerobos pagar duri dan menendang bagian depan sebaris tameng dengan kedua kaki depannya.
Jelas-jelas para prajurit terdekat itu bisa langsung membunuh si Pengawal Serigala Turki, namun tak seorang pun dari mereka yang berani melakukan apa-apa terhadapnya. Kelima gentong kayu besar itu bagaikan lima Pencabut Nyawa. Dalam konfrontasi tersamarkan ini, Pasukan Elit Kavaleri Macan Tutul terus mundur dan berpencaran, dan karenanya kereta itu pun memaksakan jalannya ke arah mereka. Sang Jenderal yang memerintah tak berani membuat keputusan gegabah apa pun, wajahnya suram.
Berdiri di puncak panggung tinggi di sudut fang, Li Bi memejamkan matanya. Begitu keretanya melewati pembatas, sifat dari insiden ini akan sama sekali berbeda. Tindakan segera harus diambil. Dengan suara mendalam, dia berkata, “Siapkan panah-panah api!”
Dua puluh pemanah elit langsung memanjat ke atas panggung. Dua puluh prajurit asisten mencelup kepala-kepala anak panah, yang mana dilapisi oleh bola-bola katun, ke dalam terpentin dan kemudian menyerahkannya kepada para pemanah tersebut. Kapten mereka telah memberikan perintah dan dengan itu para pemanah tersebut dengan cepat memasang busur-busur mereka dengan anak-anak panah, menariknya dan mengarahkan pada kereta di luar fang.
Kalau dia tidak mengambil tindakan sekarang dan membiarkan si Pengawal Serigala terus mendekati Kota Kekaisaran serta Kota Istana, semua anggota staf dari Departemen Jing’an akan dituduh merisikokan nyawa Kaisar banyak pejabat. Setelah menimbang-nimbang kedua konsekuensi yang potensial tersebut, Li Bi lebih baik meledakkan separuh dari Guangde Fang beserta reputasinya hingga berkeping-keping daripada membiarkannya maju lebih jauh lagi ke utara.
Suara-suara senar busur yang ditarik terus memasuki telinganya. Dia tahu bahwa semuanya akan selesai begitu dia mengucapkan satu kata itu. Tak mungkin kedua puluh anak panah tersebut bisa luput dari target dalam jarak ini, namun yang akan terjadi berikutnya akan menjadi kehendak Langit.
“Tuan, tempat ini terlalu berbahaya. Anda harus…. Apa itu?” Tan Qi hendak berusaha membujuk Li Bi supaya turun terlebih dahulu kalau-kalau bom tersebut meledak, namun tiba-tiba dia melihat sesuatu yang tidak biasa di perempatan dan memekik takjub.
Semua orang menatap ke arah persimpangan yang ditunjukkan Tan Qi dengan jarinya yang putih.
Sebuah sosok tanpa rasa takut berlari ke arah kereta pada kecepatan tinggi tanpa tanding. Dia mengenakan sebuah mantel berwarga aneh dan wajahnya tak bisa terlihat dengan jelas. Ma Ge’er telah memusatkan semua perhatiannya pada garis blokade di depannya, jadi dia tak menyadari ini. Memanfaatkan kesempata ini, sosok itu melompat ke atas kotak kereta, melontarkan satu ujung talinya dan melilitkannya pada pergelangan tangan Ma Ge’er.
“Itu Xiaojing!” Secara mengejutkan, Xu Bin yang rabun jauhlah orang pertama yang mengenali sosok itu.
Semangat para anggota staff Departemen Jing’an langsung naik begitu mereka mendengar nama ini. Narapidana yang dijatuhi hukuman mati ini telah menghasilkan keajaiban beberapa kali selama beberapa jam terakhir. Tak peduli seberapa pun putus asanya situasi, dia selalu bisa menemukan sebuah solusi dengan tangguhnya. Dari kurator hingga ke pejabat kecil, semua orang merasakan kekaguman sepenuh hati terhadapnya.
Zhang Xiaojing mengambil aksi nekat pada saat ini, membuat imejnya dalam benak mereka jadi lebih heroik lagi. Bila bukan karena ada aturan-aturan tertentu yang harus mereka ikuti, mereka pasti sudah bersorak. Li Bi, satu-satunya orang yang wajahnya tetap tak berubah, mengawasi dengan tangan di punggungnya. Dua puluh anak panah yang telah dinyalakan masih mengarah pada kereta.
Zhang Xiaojing tak punya waktu untuk berpikir tentang reaksi para anggota staf dari Departemen Jing’an itu. Seluruh perhatiannya berada pada bandit Turki di hadapannya. Hanya butuh satu kesalahan sangat kecil untuk menyebabkan kereta ini meledak berkeping-keping.
Pada saat ini, mengenakan mantel, dengan ditutupi oleh kerumunan, diam-diam dia mendekati bukaan utara menuju Jalan Kesepuluh. Seorang prajurit di formasi barikade gagal mempertahankan ketenangannya di bawah tekanan besar dan mengangkat tombaknya sedikit lebih tinggi lagi, yang untuk sementara mengalihkan perhatian Ma Ge’er. Zhang Xiaojing menangkap kesepatan sekilas ini, memelesat dua puluh langkah ke muka, melompat dan melayang serta mendarat ke atas kereta dari arah belakang.
Ma Ge’er langsung mengenali orang ini yang telah berulang kali memberi masalah pada mereka. Dia menyentak dalam bahasa Turki, “Aku seharusnya membunuhmu lebih awal!” Zhang Xiaojing memberikan senyum dingin dan tak mengatakan apa-apa, namun mata tunggalnya, yang sama ganasnya dengan serigala penyendiri, memberikan hawa membekukan pada tulang punggung Ma Ge’er.
Kedua orang itu mulai bertarung di atas kereta, merisikokan jiwa dan raga. Asalkan Zhang Xiaojing berhasil menarik Ma Ge’er setengah kaki jauhnya dari gentong, para prajurit lainnya akan bisa datang membantunya. Namun di sisi lain, selama Ma Ge’er bisa mengulur waktu selama setengah Tanzhi (T/N: 1 Tanzhi = 7,4 detik), dia akan bisa menancapkan obornya ke dalam sebuah gentong. Rasanya seakan kedua orang itu berdiri di atas tali yang membentang di antara jurang yang dalam, di mana bahkan kesalahan terkecil pun akan membuat mereka hancur lebur.
Pergulatan ini terjadi hanya selama beberapa saat. Pertama Zhang Xiaojing meninju Ma Ge’er di mata kanannya yang langsung tertusuk oleh kepingan besi di antara jemari Zhang Xiaojing. Kemudian Ma Ge’er menghantamkan dahinya ke hidung Zhang Xiaojing yang mana langsung berdarah. Kedua orang itu bertarung tak beraturan namun dengan sikap luar biasa ganas seperti dua ekor serigala haus darah.
Pergelangan tangan Ma Ge’er terikat dengan tali, yang mana menghalangi pergerakannya. Zhang Xiaojing memanfaatkan hal ini dan dengan ganas menyerang kepalanya. Tak dinyana, Ma Ge’er tak mengelak namun menekan rasa sakit tajam di kepalanya, menjulurkan jemarinya dan menancapkannya ke dalam luka di ketiak Zhang Xiaojing. Ma Ge’er kebetulan adalah salah seorang yang menyebabkan luka ini pada Zhang Xiaojing di Xiuzhen Fang. Rasa sakitnya begitu intens sehingga Zhang Xiaojing mengalami pingsan sesaat, dan epergerakannya membeku.
Ma Ge’er tak memanfaatkan kesempatan ini untuk terus menyerang, karena tak ada gunanya untuk melakukan hal itu. Dengan cepat dia memungut obor, melihat sekeliling pada para prajurit yang memanjati kereta dari berbagai arah, menggumamkan sesuatu dalam Bahasa Turki, dan kemudian menjatuhkan obor itu ke gentong. Zhang Xiaojing memekik, meninju Ma Ge’er dan menendangnya jatuh dari kereta, namun sudah terlambat.
Bau belerang dengan cepat menguar keluar dari gentong, ditemani oleh asap tipis.
Para prajurit yang memanjat seperti semut langsung mundur ngeri seperti gelombang surut. Li Bi, yang berdiri di atas panggung tinggi, memejamkan matanya dengan frustrasi, “Jadi ini gagal seperti ini setelah semuanya?”
“Tuan, lihat!” Tan Qi menjerit takjub. Li Bi buru-buru membuka matanya. Melihat apa yang sedang terjadi, dia kehilangan sikap tenangnya, tanpa disadari maju dua langkah dan nyaris terjatuh dari panggung.
Dia melihat bahwa Zhang Xiaojing telah melompat ke kursi kusir, melecut kuda-kuda penarik kereta, dengan gila-gilaan membuat gerakan untuk memberi sinyal kepada para perajurit di depannya untuk menyingkir, dan melaju ke utara.
“Apa yang sedang dilakukan oleh Komandan Zhang?” seorang kurator dari Departemen Jing’an berseru.
“Apa dia secara kebetulan berusaha mengendarai keretanya ke suatu tempat yang aman? Bagaimana dia bisa berhasil?”
“Bahkan bila ada cukup waktu, arahnya tidak benar. Dia tetap mengarah ke utara!
“Lalu bukankah dia sedang melakukan hal yang sama dengan yang berusaha dilakukan orang-orang Turki itu?”
Kalau Zhang Xiaojing memilih untuk mundur pada saat ini, tak seorang pun yang akan menyalahkan dirinya. Namun dia merisikokan dilalap oleh api, mengendarai keretanya ke utara. Semua area di utara makmur dan sibuk, dan tak ada tempat bagi kelima gentong Bom Api Ganas itu untuk meledak tanpa menyebabkan korban jiwa.
Sementara mereka berdiskusi dengan kebingungan, sebuah spekulasi ganjil muncul di benak mereka. Orang ini pernah secara terbuka mengungkapkan dendamnya kepada Pemerintah Kekaisaran. Apakah dia secara kebetulan berusaha untuk memanfaatkan kesempatan ini dan mengendarai keretanya ke Kota Istana untuk balas dendam?
Kapten dari Regu Pemanah tak tahan untuk berseru, “Sicheng Li, keretanya sudah akan berada di luar jangkauan!”
Keteguhan berkilau di matanya, Li Bi akhirnya mengeluarkan sebuah perintah, “Turunkan panahnya.” Si kapten melebarkan matanya, curiga kalau-kalau dirinya telah salah dengar. Li Bi mengulang, “Turunkan panahnya.”
Kedua puluh pemanah itu tak punya pilihan selain menurunkananak-anak panah mereka, kebingungan. Semua kurator menatap Li Bi. Sicheng Li memiliki reputasi atas keberanian dan ketegasannya, namun kali ini keputusannya itu terlalu berani.
Sebenarnya, Li Bi sedang mengalami pertentangan keras dalam benaknya. Dia teringat pada kata-kata yang pernah Zhang Xiaojing ucapkan kepadanya, “Kamulah yang memilihku, dan akulah yang membuat keputusan ini. Kita berdua harus bertanggungjawab atas keputusan kita.” Sekarang karena dia telah memasang taruhan besar pada narapidana hukuman mati ini, dia sekalian saja merisikokannya.
Dia percaya bahwa pasti ada alasan kenapa Zhang Xiaojing melakukan hal ini. Tetapi meski Li Bi cerdas, dia juga tak bisa menemukan solusi atas hal ini.
Di atas kereta, Zhang Xiaojing sedang mengendarai kereta gila-gilaan di sepanjang jalanan yang luas antara Pasar Barat dan Guangde Fang. Di belakangnya, asap hitam membubung keluar dari gentong-gentong itu. Bom Api Ganas tidak meledak secara serta-merta, yang adalah hal terbaik dari yang terburuk, namun minyak batunya sudah mulai terbakar, dan api bisa menyala kapan saja.
Zhang Xiaojing tiba-tiba merunduk, mencambuk telinga kiri kuda penarik kereta dan dengan itu seluruh kereta pun mulai bergerak ke kiri, mengubah arahnya.
“Lintasan lebar!” Li Bi tiba-tiba menyadari apa yang terjadi dan dengan itu Xu Bin juga berseru, “Lintasan lebar!” Melihat bahwa para kurator lainnya kebingungan, dia pun menambahkan dua kata lagi, “Pasar Barat, lintasan lebar!”
Pasar Barat hanya memiliki dua pintu masuk, satu di sisi timur dan satu di barat, yang mana pada masing-masingnya memiliki Guolong Kan tertancap di tanah. Guolong Kan adalah sebuah batas rusuk batu di bawah gerbang. Terdapat dua celah di pembatas itu, jarak di antaranya adalah lima kaki tiga inci. Dengan kata lain, hanya kereta-kereta dengan lebar lima kaki tiga inci yang bisa memasuki Pasar Barat. Kereta-kereta dengan kelebaran lebih besar atau lebih kecil dari itu tak bisa masuk. Namun jarak di antara celah-celah pada Guolong Kan di fang-fang lain di Chang’an hanya empat kaki, yang berarti bahwa hanya kereta-kereta sempit yang bisa melewatinya.
Dengan cara ini, kereta-kereta berbadan lebar yang memindahkan barang-barang dalam jumlah besar harus pergi ke Pasar Timur atau Pasat Barat, sementara kereta sempit untuk penggunaan sehari-hari di Chang’an bisa melewati semua fang tanpa masalah, namun mereka tak bisa memasuki kedua pasar itu. Karenanya, kereta-kereta besar yang membawa barang dan kereta-kereta kecil yang membawa penumpang akan berjalan di jalanan yang berbeda, yang mana bukan hanya membantu mencegah kemacetan tetapi juga membuatnya jadi lebih mudah bagi agen-agen administratif di pasar serta Kantor Jingzhao untuk mengatur lalu lintas.
Perusahaan Kereta Su hanya mengangkut barang-barang dalam jumlah besar, jadi tentu saja standar untuk kelebaran yang mereka ambil saat membuat kereta-kereta mereka adalah lima kaki tiga inci. Bila Zhang Xiaojing ingin kereta itu bisa melaju lebih jauh lagi dari jalan utama, memasuki Pasar Barat adalah satu-satunya pilihannya.
Pada saat ini, gerbang timur dari Pasar Barat berada sekitar enam puluh kaki di depan kereta di sisi kiri. Pada kecepatan ini, keretanya bisa mencapai gerbang dalam sekejap mata. Namun Pasar Barat juga merupakan tempat yang penting di Chang’an, di mana terdapat banyak pedagang dan barang serta juga para utusan yang mewakili pada pedagang kaya dari berbagai negara. Bila bom-bom itu meledak di dalamnya, kerusakannya akan jadi sama luasnya.
Li Bi sama sekali tak tahu apa yang sedang direncanakan oleh Zhang Xiaojing. Saat ini, dia tak bisa melakukan apa-apa selain memancangkan matanya pada narapidana hukuman mati itu dan mengharapkan yang terbaik.