The Longest Day in Chang’an - Chapter 6
Pada saat ini, mereka berada di jalan samping antara Huaiyuan Fang dan dinding selatan Pasar Barat. Di sisi kanan jalan di depan sana terdapat sebuah roda raksasa yang dihiasi banyak lentera. Dengan tinggi hampir dua puluh meter, roda tersebut dipasang pada alas kayu di atas sebuah panggung batu. Bagian atasnya adalah rangka bambu raksasa beruji, yang ditutupi kertas bersulamkan pemandangan musim semi. Dua orang pekerja kasar sedang berdiri di atas roda dan menggantungkan lentera-lentera besar situ dengan tongkat-tongkat bambu.
Kehilangan kendali, dalam kecepatan yang luar biasa tinggi, kereta itu menabrak bagian bawah kereta yang dihias dengan lentera. Benturan dari tabrakan itu begitu hebat hingga kepala kedua kuda penarik kereta itu langsung pecah, otak muncrat ke sekelilingnya. Kekuatan dari tumbukan itu jauh melampaui ketahanan roda kayu tersebut. Dengan dentam keras, seluruh rangka pun rubuh. Para pekerja itu, juga lebih dari sepuluh lentera raksasa berbentuk ikan atau naga, lentera-lentera dengan pola-ppla yang menyimbolkan keberuntungan dan umur panjang, lentera-lentera tujuh pusaka, semuanya menjatuhi kereta dengan berat.
Beberapa orang Pengawal Serigala di atas kereta tersangkut kokoh di bawah kerangka dan tak bisa bergerak sama sekali. Akibat dari benturan hebat tersebut, gentong-gentong kayu di atas kota kereta pun berguling keluar dengan suara gemuruh samar.
Zhang Xiaojing telah merenggangkan cengkeramannya pada tali tepat waktu sebelum keretanya menabrak panggung, jadi dia tidak terjebak dalam tabrakan. Dia terbaring di tanah, telapak tangannya terkoyak dan berdarah, rasa sakit yang hebat di punggungnya. Sebelum dia berhasil mengangkat dirinya sendiri, sebuah bau yang familier melayang masuk ke hidungnya.
Sialan! Wajah Zhang Xiaojing berubah drastis. Terbungkuk-bungkuk, dia menyeret seorang pekerja berbaju hitam yang tak sadarkan diri menjauh dari gentong-gentong itu seraya berseru gila-gilaan pada para warga yang mulai berkerumun, “Mundur! Mundur! Mundur!”
Api Ganas bukan sesuatu yang bisa diperkirakan. Zat itu bisa menyala hanya dengan gesekan atau guncangan kecil. Setelah serentetan guncangan selama pengejaran, gentong-gentong itu sudah menjadi luar biasa berbahaya. Dengan tabrakan keras ini, Api Ganas yang telah dipasang di samping bukaan gentong-gentong itu telah diaktifkan dan minyak batu bisa tersulut kapan saja. Jumlah total minyak batu dalam gentong-gentong besar tersebut lebih dari lima kali lipat minyak batu di dalam gudang itu….
Tak tahu seberapa berbahayanya tempat ini, para, para warga itu masih saja melihat-lihat. Mendapati kalau peringatannya tak bekerja, Zhang Xiaojing dengan cemas melepaskan sebuah bom asap dari sabuknya dan melemparnya kuat-kuat ke arah kerumunan. Bom asap itu meledak dan mengagetkan para warga tersebut. Curiga bahwa suatu iblis telah mewujud, mereka berteriak panik dan berlari mundur.
Zhang Xiaojing mendengar sesuatu terjadi di belakangnya dan langsung bertiarap di tanah. Pada saat bersamaan, sebuah dentuman luar biasa kuat datang dari belakangnya dan bersamaan dengan itu angin panas menghembus dengan ganas. Namun dentuman ini tidak seperti yang telah dibuat oleh ledakan di gudang itu
Zhang Xiaojing mengangkat dirinya pada satu siku, dengan waspada memutar kepalanya ke belakang dan melihat bahwa kelima gentong besar itu telah berubah menjadi lima bola api yang mengeluarkan cahaya membutakan. Kelima api itu menjilat-jilat roda lentera raksasa. Lentara dan kertas pembungkus di bagian luar roda berubah menjadi abu terlebih dahulu, dan kemudian kerangka bambu raksasanya, kereta serta beberapa batang pohon elm di dekatnya juga mulai terbakar, mengeluarkan suara derakan bambu, seolah seseorang sedang emnyalakan kembang api untuk mengusir roh jahat. Api yang ditemani oleh asap hitam itu bahkan lebih tinggi daripada dinding fang. Sisi luar dinding telah menghitam, tampak mengerikan.
Lalu untuk orang-orang yang tertindih di bawah roda itu, kecuali untuk para pekerja yang telah Zhang Xiaojing seret pergi dengan susah payah, tak satu pun yang bisa selamat.
Namun ini sudah menjadi yang terbaik dari yang terburuk.
Masalah besar dengan Bom Api Ganas adalah tingkat kegagalannya sangat tinggi, meski mereka memiliki Api Ganas sebagai pemicunya. Yang lebih sering, minyak batu hanya menyala alih-alih meledak. Para Pengawal Serigala memiliki lima gentong minyak batu di atas kereta. Mungkin karena mereka gagal menyegel gentongnya dengan benar, minyak batunya jadi terus merembes keluar dalam tetesan di sepanjang perjalanan. Yang mengejutkan, tak satu pun dari gentong-gentong itu yang meledak. Mereka semua hanya terbakar secara spontan.
Meski apinya masih ganas, api itu hanya menyebar, jadi kekuatannya lumayan berkurang. Kalau tidak, Zhang Xiaojing dan semua orang di separuh jalan ini pasti sudah terbunuh.
Zhang Xiaojing mengulurkan lengannya yang sakit dan berbaring di tanah, terengah berat. Meski pengejarannya singkat, namun telah menguras seluruh tenaganya. Kereta terakhir, yang dikusiri oleh Ma Ge’er, sudah semakin jauh dan semakin jauh lagi. Tak mungkin dia bisa mengejarnya. Dia hanya bisa berharap bahwa Departemen Jing’an telah memasang barikade terlebih dahulu.
Apinya begitu besar sehingga dalam waktu singkat membuat waspada orang-orang di Pangkalan Penjaga di Huaiyuan Fang. Lebih dari dua puluh pengawal yang mengenakan pakaian yang terbuat dari kain Huohuan (T/N: kain Huohuan adalah material tahan api yang dipakai di Tiongkok Kuno) datang tergesa-gesa, memegang tabung-tabung bambu penyemprot air serta Mada (T/N: alat penyala api yang terbuat dari seikat jerami yang diikatkan pada bagian atas gagang kayu). Beberapa dari mereka juga membawa kantong-kantong besar air. Hari ini adalah hari pertunjukan lentera. Pangkalan Penjaga di semua fang telah diperintahkan untuk mempersiapkan dengan baik untuk kemungkinan terjadinya kebakaran.
Namun begitu melihat api yang menjulang ini, para prajurit itu tahu bahwa mustahil untuk memadamkannya. Mereka hanya bisa melakukan pengurungan untuk mencegahnya menyebar dan kemudian menunggunya terbakar habis.
Beberapa orang dari mereka melihat Zhang Xiaojing dan si pekerja yang berbaring di dekat api, menghampiri mereka dan menyeret mereka agar berdiri, memaki mereka. Sudah jelas, mereka mengira bahwa kedua orang ini bertanggungjawab atas kebakaran. Zhang Xiaojing telah kehilangan segel di pinggangnya dan belum mendapatkan yang baru, jadi dia tak bisa membuktikan identitasnya. Untung saja, Yao Runeng datang dari belakangnya, mengeluarkan segel pinggangnya, memerintahkan orang-orang itu untuk mundur dan kemudian membantu Zhang Xiaojing berjalan ke pojok untuk duduk.
Zhang Xiaojing meminta kepada sebuah kios terdekat yang menjual minuman untuk secentong air prem, meminumnya dalam satu tegukan dan terengah kuat-kuat.
Yao Runeng menyadari bahwa sebelum melarikan diri keluar dari jarak ledak potensial, Zhang Xiaojing telah menyelamatkan seorang pekerja berpakaian hitam, yang sepenuhnya merupakan orang asing baginya.
Seorang pria yang telah mengkhianati koleganya untuk ditukarkan dengan berita, mantan Jenderal Buliang Ren yang sangat berpengalaman dan kejam, seorang suci yang mengaku bahwa dia akan melindungi warga jelata yang tidak penting, seorang agen yang memendam dendam terhadap Pemerintah Istana namun merisikokan nyawa dan anggota tubuhnya dalam menyelidiki kasus – Yao Runeng dilemparkan ke dalam kekacauan kognitif oleh gambaran-gambaran yang saling bertentangan ini.
Mengingat kembali apa yang pernah Zhang Xiaojing katakan kepadanya, mendadak dia mendapatkan desakan kuat untuk menanyai Zhang Xiaojing untuk alasan apa hukuman mati itu dijatuhkan kepadanya. Namun dengan melihat situasi saat ini, akan terlalu tiba-tiba untuk mengajukan pertanyaan seperti ini. Yao Runeng jadi ragu dan kemudian menutup mulutnya.
Kenyataan tak memberinya kesempatan sedikit pun untuk menyesal. Detik berikutnya, tabuhan genderang, yang terdengar sangat mendesak, datang lagi dari menara jaga. Sementara itu, setidaknya sepuluh kolom asap kuning membubung di angkasa. Sinyal ini menyatakan bahwa terdapat perubahan situasi yang sanagt mendesak, bahwa semua anggota staf dari Departemen Jing’an harus menghentikan apa pun yang sedang mereka lakukan dan untuk pergi ke area yang ditetapkan untuk berkumpul.
Begitu mendengar tabuhan genderang pertama, Zhang Xiaojing membuka matanya. Menatap asap kuning yang membubung ke langit, dia menggumam, “Guangde Huaiyuan….”
Guangde Huaiyuan adalah batas bawah yang diatur oleh Li Bi sendiri, di mana orang-orang Turki itu harus dihentikan dari melewatinya. Keadaan darurat macam apa yang bisa membuat sepuluh sinyal asap kuning dinyalakan berturut-turut? Apa tepatnya yang telah terjadi dengan kereta berisi Bom Api Ganas yang melarikan diri itu?
Yao Runeng berkata dengan agak cemas, “Anda terluka, Komandan Zhang. Saya akan ke sana dan memeriksa.” Tetapi Zhang Xiaojing melontarkan tangannya ke bahu Yao Runeng, menekan dengan kuat dan berdiri, meringis.
“Ayo pergi bersama,” ujarnya dengan suara parau. Yao Runeng tak punya pilihan selain mengikuti perintah.
Mereka saat ini berada di jalan utama antara Pasar Barat dan Huaiyuan Fang, yang mana kurang dari dua li jauhnya dari perempatan tersebut. Zhang Xiaojing dan Yao Runeng langsung berdiri dan bergegas menuju ke timur. Setelah berlari sejauh beberapa langkah, Zhang Xiaojing tiba-tiba berhenti, menyeret seorang penjaga mendekat dan mengambil mantel huohuan yang dikenakannya.
Kain huohuan tahan api, yang mana bisa memberi orang-orang perlindungan yang efektif ketika memadamkan api. Tindakan Zhang Xiaojing mengindikasikan bahwa dirinya yakin kalau ada bahaya mematikan di depan sana. Setelah meragu selama sesaat, Yao Runeng juga menghentikan seorang penjaga, mengeluarkan segel pinggangnya yang dikeluarkan oleh Departemen Jing’an, meminta mantel si pengawal dengan setengah memaksa lalu mengenakannya.
Mereka berlari di sepanjang jalan menuju perempatan tersebut dan melihat bahwa di kejauhan, para Pasukan Lubi sedang menyeret beberapa pagar berduri untuk menghadang jalan. Banyak warga jelata serta bangsawan yang terhambat di pinggir, memprotes keras-keras.
Menghadang jalan – terutama menghadang jalan sepenting itu – adalah hal terakhir yang diinginkan oleh Departemen Jing’an. Sekarang karena Li Bi telah mengeluarkan perintah, situasi saat ini pastinya nyaris tak bisa dibalikkan.
Yao Runeng menyuruh pada Prajurit Lubi untuk memberi jalan dan keduanya pun lewat. Segera mereka melihat bahwa keempat jalan masuk dari perempatan ini telah dihadang dengan kokoh oleh chevaux-de-frise dan pagar-pagar duri. Di sisi selatan, timur, dan barat berdiri Pasukan Lubi yang bukan merupakan tentara langsung Departemen Jing’an melainkan Kavaleri Macan Tutul elit yang berafiliasi dengan Departemen Pengawal Praetorian.
Di utara Guangde Fang adalah Yanshou Fang yang secara diagonal memanjang ke arah timur laut, dan yang mana hanya satu jalan jauhnya dari Kota Kekaisaran dan Kota Istana. Karena Pengawal Serigala telah begitu dekat, keenam belas Departemen Pengawal Kekaisaran yang berada di sisi selatan Kota Istana pasti telah bereaksi sekarang, tak peduli betapa pun lambannya mereka. Orang-orang dari Kavaleri Macan Tutul adalah yang tiba pertama.
Namun Departmen Jing’an mungkin akan dapat saat-saat yang berat setelah pihak militer turun tangan.
Pada saat ini, persimpangan antara Guangde Fang dan Huaiyuan Fang tampak kosong, dengan hanya dua rak lentera yang setengah selesai berdiri di samping dan sebuah kerata berporos ganda terparkir di tengah. Seseorang telah melepaskan penutup terpalnya, menampakkan lima gentong besar berwarna gelap. Berdiri di antara gentong-gentong itu, Ma Ge’er menggenggam obor yang telah dinyalakan tinggi-tinggi. Tak jauh dari kereta itu, tiga tubuh terbaring telungkup di tanah, masing-masingnya memiliki belasan anak panah menancap di punggung.
Tampaknya, kereta Ma Ge’er meluncur hingga ke perempatan ini dan dihentikan oleh para prajurit Departemen Jing’an yang telah menunggu dalam barisan perang yang utuh. Setelah melakukan perlawanan, semua Pengawal Serigala lainnya telah terbunuh, tetapi mereka berhasil memberi cukup waktu bagi Ma Ge’er, yang menyalakan obor dan mencapai gentong-gentong itu.
Gerakan ini mengejutkan semua orang. Tak seorang pun yang bisa membiarkan kelima gentong Bom Api Ganas itu meledak di area yang sesensitif ini. Dengan raut membunuh di wajahnya, Ma Ge’er memegang obornya pada posisi hanya berjarak beberapa inci dari bukaan sebuah gentong dan perlahan melajukan keretanya. Para pemanah terdekat kebingungan dengan apa yang harus dilakukan. Siapa yang bisa menjamin mampu membunuh bandit ini dengan satu tembakan? Dan siapa yang bisa menjamin bahwa obornya takkan terjatuh persis di bukaan gentong setelah dia mati?
Yao Runeng menatap ke depan dan melihat bahwa Li Bi dan beberapa yang lain sedang berdiri di puncak sebuah panggung tinggi di sudut barat daya Guangde Fang, mata terpancang pada perempatan ini. Dengan kondisi darurat semacam ini terjadi di dalam yurisdiksi departemennya, dia terlalu peduli untuk sekedar duduk di dalam aula.
Sebagai Pengawal Serigala yang terakhir, Ma Ge’er tahu bahwa tak mungkin dirinya bisa selamat dari ini, namun dia tidak takut sama sekali. Betapa akan jadi hal yang menakjubkan karena bisa membuat begitu banyak warga Tang mati bersama dirinya! Tertawa lantang, dia menggenggam erat obor tersebut dengan satu tangan dan perlahan menggerakkan kekang dengan tangan lainnya. Tak sadar dengan atmosfer yang tegang, si kuda penarik kereta terus maju dengan kepala mereka tertunduk. Mereka masih mengarah ke utara, menuju ke area yang paling sibuk dan makmur.
Yao Runeng berkata, “Tidak! Aku harus memberitahu Sicheng Li kalau Bom Api Ganas belum tentu akan meledak setelah disulut!”
Namun Zhang Xiaojing menghentikannya. “Tapi mereka juga belum tentu gagal meledak. Ini adalah Chang’an. Sicheng Li tak berani mengambil risiko kalau dia tidak yakin seratus persen.”
Yao Runeng berkata cemas, “Lalu apa yang harus kita lakukan? Apa kita hanya akan berdiri menonton dia menuju ke utara?”
Zhang Xiaojing tidak menjawab. Dia memicingkan mata tunggalnya dan menarik mantel tahan api lebih erat ke sekeliling tubuhnya.