The Longest Day in Chang’an - Chapter 6
Sementara itu, sebatang anak panah meluncur dari sisi lain.
Menancap tepat pada tanah di kaki Cao Poyan. Zhang Xiaojing melompat ke halaman, dan kemudian dengan cepat bergulung ke sebuah area terbuka tiga puluh langkah jauhnya dari Cao Poyan.
Shen Chu, tanggal empat belas bulan satu, tahun ketiga Tianbao (744 Masehi)
Guangde Fang, Daerah Chang’an, Chang’an.
Xu Bin membuka-buka berkas catatan, jemarinya menelusuri tepian kasar kertas, dan baris-baris tulisan dari tinta melompat ke matanya.
Kata-kata marah Sicheng Li, ‘periksa semua yang bisa dinyalakan’ memberi Xu Bin inspirasi; minyak bukan satu-satunya bahan bakar yang bisa menghasilkan api.
Setidaknya ada ratusan jenis persediaan yang di bawa ke dalam Chang’an setiap hari, dan banyak dari mereka yang bisa disulut dengan api. Mengikuti arah tersebut, Xu Bin melihat catatan bea cukai pada tanggal belakangan dan memeriksa daftar klasifikasi untuk melihat apakah ada benda-benda yang bisa terbakar dalam jumlah yang mencurigakan.
Lama waktu telah berlalu, dia tak menemukan apa-apa.
Bukannya tidak ada benda-benda yang bisa terbakar ataupun beberapa perdagangan besar, tetapi Xu Bin telah menimbang-nimbangnya dan mendapati bahwa semua benda ini tdailah praktis: kayu bakar membutuhkan terlalu banyak tempat; kertas rumput mudah terbakar tetapi mudah untuk dipadamkan; bambu sulit untuk dipindahkan; harga lilin, kain, sutra, dan rami terlalu tinggi. Menyalakan api dengan bahan-bahan bakar ini memang mudah, tetapi membakar seluruh Chang’an dalam waktu singkat merupakan hal yang terlalu sukar.
Pada simulasi fisik sebelumnya, Departemen Jing’an mendapati bahwa minyak, dan hanya minyak, yang merupakan bahan bakar terbaik untuk dengan cepat menyebabkan api berskala besar. Minyak mudah untuk dipindahkan dalam samaran, bisa mengalir, mudah terbakar, dan memiliki kekuatan yang besar. Bila orang-orang Turki berniat untuk membakar Chang’an malam ini, minyak adalah satu-satunya pilihan bagi mereka.
Ini adalah kesimpulan awal dari Departemen Jing’an.
Merasa frustrasi, Xu Bin mendorong berkas-berkasnya menjauh dan menggosok matanya yang pegal, merasa dirinya sendiri jadi sedikit gila demi promosi. Dia sudah akan memanggil pelayan untuk membawa berkas-berkas itu pergi, sementara sikunya yang terangkat menjatuhkan batu tinta dari meja, dan benda itu pecah berkeping-keping. Tintanya muncrat ke mana-mana.
Xu Bin menatap lantai, tiba-tiba menepuk kepalanya dan menangkap tangan si pelayan. Dia meracaukan sebarisan angka-angka dan meminta si pelayan untuk segera mengambil berkas yang bersangkutan. Xu Bin berlutut; bukannya memungut batu tinta itu, dia mencolek tinta di lantai, dan segera ujung jarinya menjadi hitam. Bibir Xu Bin tak tahan untuk terungkit naik, dan matanya menyala.
Berkas-berkas di Departemen Jing’an diletakkan secara teratur, mudah untuk diakses. Tak lama setelahnya, si pelayan membawakan gulungan yang dia butuhkan. Tanpa melepaskan sabuk pengikat gulungan, dia menyobek gulungan itu terbuka dan mengamatinya. Segera dia kegirangan saat menemukan apa yang dia inginkan, kemudian terkejut, dan selanjutnya wajahnya menjadi muram.
Dia buru-buru keluar dari kursinya menuju meja pasir dengan gulungan di tangannya. Li Bi masih berdiri sambil mengernyit di depan meja pasir, terus-menerus memindahkan kebutan lalatnya dari tangan kiri ke tangan kanan, lalu sebaliknya.
Xu Bin membungkuk, “Sicheng Li.”
Li Bi berkata tanpa mengangkat kepalanya, “Ada apa?”
“Pelayan Anda yang rendah ini mungkin telah… eh… menebak apa yang diniatkan oleh orang-orang Turki.’ Xu Bin berkata kurang percaya diri, namun tak menurunkan semangat dalam nada bicaranya.
Akhirnya hal itu menyadarkan Li Bi, dan dia berpaling pada Xu Bin, “Teruskan!”
***
Dari kejauhan terdengarlah suara dentum genderang, kemudian ritme yang sama terdengar secara bergiliran dari menara-menara jaga, perlahan-lahan semakin mendekat. Suara yang mencolok itu, yang dalam dan nyaring, menyebar sangat jauh. Genderang-genderang ini terbuat dari kulit kadal yang secara khusus diimpor dari Persia untuk digunakan oleh Departemen Jing’an dalam menyalurkan pesan, mustahil untuk tak bisa dibedakan dengan suara dari genderang Jie, genderang jalanan, genderang Deng Wen dan sebagainya.
Seakan merasakan sesuatu, mata tunggal Zhang Xiaojing membuka. Kabar-kabar datang lewat bunyi genderang yang panjang, yang mana tidak biasanya.
Cui Qi dan Pasukan Lubi kini sedang menyebar untuk mencari, dan hanya Yao Runeng yang tertinggal di sisi Zhang Xiaojing. Mendengar suara genderang itu, dia, sebagai penerjemah, bergegas bangkit dan memusatkan diri pada suara-suara itu.
Pesan kali ini panjang dengan tidak biasanya, Yao Runeng harus menuliskannya di tanah dengan kakinya seraya mendengarkan. Untungnya, setiap pesan diulang tiga kali sehingga tak melewatkan apa-apa.
Pesan-pesan dari menara-menara jaga di Chang’an memiliki dua bentuk: salah satunya adalah suara yang telah ditetapkan. Contohnya, tabuhan genderang tiga cepat dan satu lambat mewakili ‘bala bantuan sedang di jalan’, tabuhan lima cepat dan dua lambat adalah ‘bersiaga’, dan sebagainya. Yang lain adalah rima, yang berdasarkan pada ‘Tang Yun’ (rima) yang ditulis oleh Sun Mian setelah tahun kedua puluh periode Kaiyuan, dan disusun sesuai dengan jilid, rima, dan karakter. Seperti 2066, mewakili karakter keenam dari rima keenam belas pada jilid dua, yang adalah kata ‘Tian’ dalam Tang Yun.
Bentuk yang telah ditetapkan adalah yang tercepat, namun isinya terbatas; rima bisa menyampaikan pesan yang agak rumit; penyampaian pesan yang lebih rumit harus menggantungkan pada para Penunggang Pengantaran.
Sesaat kemudian, sebuah suara terompet yang merdu terdengar dari menara jaga, mengindikasikan bahwa pesannya sudah selesai. Tanah kuning sudah penuh dengan angka. Yao Runeng mengeluarkan sebuah brosur Tang Yun dari pinggangnya dan buru-buru menerjemahkan angka-angka tersebut menjadi kalimat:
“Hari ini, ada gemuk batu Yanzhou yang dimasukkan ke dalam Chang’an sebagai bahan tinta, dan kemudian menghilang.”
Melirik pada kalimat itu, wajah Zhang Xiaojing berubah. Yao Runeng agak kebingungan, langsung bertanya padanya apa yang telah terjadi, apa itu gemuk batu.
Zhang Xiaojing berkata, “Aku pernah melihat sejenis cairan saat aku masih menjadi prajurit di Barat Laut. Cairan itu mengalir keluar dari celah-celah batu, tertutupi oleh selapis minyak hitam, lengket seperti gemuk lemak, sehingga disebut sebagai gemuk batu. Warga setempat mengumpulkan gemuk yang mengalir itu dengan pengki rumput dan memakainya untuk menyalakan lampu, yang mana luar biasa terang.”
Yao Runeng terkejut, “Cairan itu bisa disulut?”
“Gemuk batu tidak mudah terbakar, dan harus dimurnikan lewat metode rahasia, dan kemudian disulut dengan minyak babi atau minyak jarak. Begitu terbakar, apinya takkan pernah mati. Saat kami mempertahankan gerbang kota di Xi Yu, menuangkan sekaleng gemuk batu bisa membunuh belasan nyawa. Bila gemuknya menempelkan api ke tubuhmu, apa pun yang kau lakukan takkan bisa menyingkirkannya, ataupun memadamkannya. Aku tak pernah melihat bahan bakar yang lebih ganas dari itu. Jadi, benda itu disebut ‘Api Hantu’ dalam pasukan,” jelas Zhang Xiaojing.
Bahkan Zhang Xiaojing yang tenang sampai bisa tergerak, yang bisa mengindikasikan betapa mengerikannya pemandangan pada saat itu. Yao Runeng terperangah, langsung memucat, “Apa orang-orang Turki sudah membawa benda-benda seberbahaya itu ke dalam Chang’an?”
Zhang Xiaojing mengangguk berat.
Bila ada gemuk batu dalam jumlah besar, membakar Chang’an dalam satu malam sangatlah mungkin. Mungkin itulah Quele Huoduo yang dibicarakan oleh orang-orang Turki tersebut.
“Bagaimana bisa para penjaga kota mengizinkan benda-benda seberbahaya itu masuk dengan bebas?” Yao Runeng berseru.
Zhang Xiaojing berkata, “Gemuk batu berasal hanya dari daerah Jiuquan, Yumen,Yanzhou, dan sekitarnya, dan cuma diketahui oleh warga setempat serta garnisun. Orang-orang dari area Guanzhong, seperti dirimu, mungkin bahkan tak pernah mendengar nama itu. Terlebih lagi, orang-orang Turki memakai muslihat dengan mengimpor mereka…,” dia menunjuk pada kata-kata ‘bahan tinta’.
“Bahan tinta?” Yao Runeng kebingungan.
“Jelaga hitam dari hasil membakar gemuk batu itu berat. Di daerah Yanzhou, sisa-sisa jelaga dari asapnya dipakai untuk membuat tinta Yan, yang mana sangat terkenal.”
Mengetahui dokumen-dokumen itu dengan sangat baik, Yao Runeng langsung mengerti. Gemuk batu bisa terbakar, dan juga bisa menghasilkan tinta, sehingga para Pengawal Serigala dengan sengaja menyatakan benda itu sebagai ‘bahan tinta’ saat mereka memasuki kota. Menurut aturan-aturan di Chang’an, bahan-bahan mentah dan produk jadi harus dimasukkan dalam kategori yang sama. Karenanya, gemuk-gemuk batu ini secara resmi jadi diklasifikasikan di antara tinta dalam catatan bea cukai.
Departemen Jing’an mati-matian melacak minyak dan bahan-bahan bakar lainnya, namun mengabaikan tinta. Tinta tidak terbakar!
Dengan titik buta ini orang-orang Turki dengan lihainya membuat sesgalanya tampak baik-baik saja. Bahkan bila seseorang ingin memeriksa, akan sulit untuk mendeteksi muslihat itu dari catatan pengawasan bea cukai.
“Orang-orang ini begitu licik hingga mereka bisa memikirkan muslihat segila ini.” Yao Runeng menggertakkan giginya dengan marah. Zhang Xiaojing mendengarkan desahannya dan mengernyit, merasakan sedikit jejak keganjilan. Dia telah menjadi komandan Buliang Ren selama bertahun-tahun, selalu sensitif pada kontradiksi.
Namun sekarang bukan waktunya untuk memikirkan tentang hal ini. Prioritasnya adalah untuk menemukan tempat persembunyian para Pengawal Serigala.
“Seperti yang telah kau katakan, gemuk batu adalah gemuk hitam yang lengket, jadi akan bisa dikenali saat tersebar di lantai? Bagaimana kalau mencari jejaknya di jalan-jalan sekitar?” Yao Runeng mengusulkan.
Zhang Xiaojing menggelengkan kepalanya. Karena orang-orang Turki telah berhasil dalam membawa gemuk batu ke dalam, mereka pasti punya persiapan untuk hal ini. Beberapa lapis jerami di bawah gentong-gentong yang tersegel bisa dengan mudah mencegah minyaknya tumpah.
“Jadi, apa yang harus kita lakukan?”
Zhang Xiaojing menepuk-nepuk kepala si anjing, “Gemuk batu memiliki bau yang menyengat, yang jadi lebih kuat lagi saat terbakar. Karenanya, gemuk batu lebih berguna untuk pencahayaan luar ruangan daripada membakarnya di dalam ruangan seperti lilin atau kayu bakar. Baunya akan jadi terlalu kuat. Kita bisa mencoba melacak baunya di sekitar sini.”
Mata Yao Runeng berbinar, dan segera dia merasa penasaran, “Anjing harus memiliki acuan sebelum mencari. Ke mana kita akan pergi mencari gemuk batu untuknya?”
Zhang Xiaojing menunjuk ke barat, “Gerbang Jinguang.”