The Longest Day in Chang’an - Chapter 5
Terdapat sebuah tabu untuk permainan polo di Chang’an. Dahulu saat Kaisar Zhongzong menduduki tahta, Kaisar yang sekarang pernah sekali menabrak stan hingga hancur karena menunggang dengan terburu-buru, mematahkan leher kuda kesayangannya dan melukai beberapa orang tuan muda dari keluarga bangsawan. Sejak saat itu, baik stan maupun kanopi tak diizinkan dipasang di pinggir lapangan. Hanya beberapa tenda sementara yang dipasang untuk para nona menikmati pertunjukan dan untuk para penunggang berganti pakaian atau beristirahat.
Penunggang yang berpakaian bagus langsung kembali menuju tendanya dan turun dari kudanya, langsung disambut oleh seorang pesuruh yang membisikkan sesuatu. Si penunggang mendecakkan lidahnya dengan tidak sabar dan memutar matanya, mengeluh, “Kudaku tak bisa menunggu dengan kondisi berkeringat seperti itu, biarkan dia menunggu.”
Mengetahui bahwa pangeran ini terobsesi dengan kuda, Feng Dalun tak punya pilihan selain menunggu di sampingnya. Si penunggang melepaskan sadel, mengencangkan tapal kuda dan menggosok punggung si kuda. Barulah sampai seluruh rangkaian perawatan selesai dia berjalan dengan santai untuk dilayani oleh para gadis pelayan yang membantunya berganti dengan pakaian santai dan melepaskan topinya. Feng Dalun buru-buru memberikan salamnya, menyapa, “Yang Mulia.” Pria ini adalah putra keenam belas sang Kaisar, Pangeran Yong, Li Lin.
Feng Dalun tentu saja memiliki para bangsawan berpengaruh di belakang punggungnya untuk bisnis besar yang dia kendalikan di Chang’an. Pangeran Yong adalah salah satu penyokong terbesarnya. Kasus pada tahun lalu disebabkan oleh Pangeran Keenam belas ini, jadi dia pun buru-buru meminta nasihat.
Pangeran Yong memiringkan tubuhnya untuk bersandar pada kursi malas yang lebar, mengmbil cangkir teh dan menyesap, berkata malas, “Cepatlah, aku masih punya paruh kedua untuk dimainkan.” Terlahir dengan masalah leher, dia selalu memandang orang dengan menyamping, yang mana memberinya hawa yang cukup tak bisa diprediksi.
Feng Dalun pertama-tama menatap sekeliling sebelum membungkuk untuk berbisik dengan suara rendah, “Yang Mulia, Zhang Yanwang keluar dari penjara….” Pergelangan tangan Pangeran Yong gemetar saat mendengar nama itu, nyaris menjatuhkan cangkir tehnya ke tanah kuning, dan wajahnya berubah jadi luar biasa jelek, seakan hendak muntah. Gadis pelayan di dekatnya buru-buru memijit lambungnya dan barulah beberapa saat kemudian dia akhirnya berhasil memaksa mualnya reda.
“Apa-apaan yang terjadi? Bukankah dia ada dalam penjara hukuman mati?”
Feng Dalun kemudian menjelaskan bahwa Departemen Jing’an-lah yang mengeluarkan orang itu. Pangeran Yong menggosokkan jemari pada pelipisnya, “Departemen Jing’an ini apa?”
Feng Dalun tahu bahwa pangeran ini tak terlalu memerhatikan urusan-urusan pemerintahan, jadi dia menjelaskan, “Departemen Jing’an adalah kantor yang baru saja didirikan yang bertugas dalam hal keamanan dan pertahanan Kota Barat. He Zhizhang adalah menterinya dan Cendekiawan Li Bi adalah Sicheng-nya. Seraya berkata demikian, dia menyerahkan segulung kertas, yang di atasnya tertulis beberapa petunjuk implisit untuk membantu pangeran ini mendapatkan pemahaman atas makna mendalam di balik semua pengaturan tersebut.
Pangeran Yong, dengan wajah sampingnya, mengamati gulungan tersebut, dan kemudian memasang raut cukup terganggu, “Aku tak pernah menyangka kalau Departemen Jing’an memiliki cerita seperti itu…. segalanya jadi agak rumit di sini. Sungguh merepotkan.” Dia kemudian dengan gelisah melemparkan cangkirnya ke samping, “Kenapa urusan sialan dengan Keluarga Wen itu tidak selesai juga? Dan si Zhang Yanwang terkutuk itu, kenapa dia tidak mati saja?! Benar-benar pembuat masalah!”
Lambung Pangeran Yong bergolak saat nama ini disebutkan. Seumur hidup dia membenci masalah, dan menyakitkan baginya karena para bangsat ini tak mati-mati.
Feng Dalum memberikan seulas senyum lembut, “Jangan takut, Yang Mulia. Putri dari Keluarga Wen itu sudah berada di tangan Geng Api, dan saya bertaruh Zhang Yanwang takkan berani melakukan sesuatu yang lancang.”
“Wen Ran, dia itu wanita yang cantik…,” ujar Pangeran Yong saat dia menyentuh sudut-sudut mulutnya dengan jeamri, menunjukkan seulas senyum mesum. Kemudian sambil mengernyit dia berkata, “Tidak, aku sudah bersumpah di hadapan Sang Buddha bahwa aku akan membiarkannya lepas. Kalau aku menarik balik kata-kataku, itu berarti berbohong kepada Sang Buddha. Tidak, aku tak bisa melakukannya.”
Feng Dalun: “Yang Mulia, Geng Api-lah yang menawarkan untuk membantu. Anda bahkan tidak mengetahuinya. Jadi secara mendasar Anda tidak melanggar sumpah Anda.”
Pangeran Yong berhasil diyakinkan dengan mudah, berpikir bahwa Geng Api begitu penuh pertimbangan, dan suasana hatinya pun membaik. Melihat bahwa wajah sang Pangeran melunak, Feng Dalun mengambil kesempatan itu untuk menambahkan, “Bagaimanapun, Zhang Yanwang masih merupakan bahaya laten selama dia berada di luar. Yang Mulia, yang terbaik adalah kalau Anda bisa mengirim dia kembali ke penjara.”
Bila berurusan dengan Zhang Xiaojing, hanya cara-cara resmi yang bisa bekerja. Dia sendiri bukan apa-apa selain seorang pejabat tingkat sembilang tanpa terlalu banyak pengaruh, jadi dia harus meminta bantuan Pangeran Yong.
Seperti yang sudah diduga, Kelopak mata Pangeran Yong berkedut, saat kata-kata itu mengenai bagian yang menyakitkan, “Apa katamu?”
“Departemen Jing’an hanya menugaskan Zhang Yanwang untuk melakukan suatu urusan, bukannya membebaskan dia dari kejahatan. Jadi Zhang masih merupakan terpidana mati. Hal terbaik yang bisa dilakukan saat ini adalah membiarkan beberapa petugas sensor yang memiliki hubungan baik dengan yang Mulia untuk menuntut Departemen Jing’an menyalahgunakan seorang tahanan, yang mana mempermalukan pemerintahan. Dengan cara ini, Departemen Jing’an akan harus menyerahkan Zhang Yanwang.”
Pangeran Yong menggelengkan kepalanya, “Bukan ide yang bagus. Para petugas sensor adalah anjing-anjing gila. Mereka pertama-tama akan menggigitku bila aku meminta bantuan mereka. Dan mereka harus melaporkan segalanya kepada Ayahanda…. Tidak, bagaimanapun juga aku harus menghindari itu!”
Para petugas sensor bertanggung jawab untuk mengawasi yang bisa melaporkan semua yang tidak bermoral atau salah kepada Kaisar. Mata selalu terpancang pada semua kantor dan administrasi di Chang’an, mereka akan pergi menggigit ke mana saja ataupun siapa saja yang membuat kesalahan. Semakin besar keributannya, semakin baik yang mereka rasakan, tak peduli dengan saudara ataupun teman mana pun. Dan tak mungkin kau bisa menemukan bahkan hanya satu orang yang tak terganggu oleh mereka.
Feng Dalun buru-buru menambahkan, “Saya punya sebuah ide lain. Yang Mulia, Anda bisa meminta pada Dali Shi untuk menuliskan surat perintah agar tahanan kembali demi menjalankan hukuman yang belum selesai. Bahkan bila Departemen Jing’an menolak, kita masih bisa menyuarakan niat asli mereka.”
Ini adalah cara komunikasi yang umum di antara kantor-kantor yang berbeda yang takkan meninggalkan jejak sedikit pun. Pangeran Yong menimbang-nimbang selama sesaat, “Ide bagus. Kebetulan aku berteman dengan seorang konsultan di Dali Shi. Kau bisa pergi meminta surat perintah itu atas namaku.”
Konsultan di Dali Shi adalah pejabat tingkat delapan bawah yang bertanggung jawab dalam pengusulan penahanan dan pengoreksian hukum, seorang kandidat terbaik untuk urusan ini. Feng Dalun lantas menanyakan nama konsultan ini. Pangeran Yong menatap angkasa dan menyebutkan nama tersebut setelah menekuri cukup lama, “Hum… nama keluarga Yuan, dan… sepertinya berhubungan dengan Putri Cao. Benar, Yuan Zai, dan aku lupa nama kesopanannya.”
Feng Dalun mencatat nama itu pada lengan bajunya dan bergegas berpamitan. Tepat pada saat ini, terdengarlah suara gong dari lapangan polo. Gadis pelayan di samping bergegas membantu Pangeran Yong berganti pakaian, yang, bagaimanapun juga, mengomeli mereka dengan marah dan mondar-mandir gelisah di sekitar tenda, namun rasa mual di lambungnya jadi semakin kuat. Segera, dia tak bisa menahannya lagi dan bergegas muntah ke dalam tempat sampah.
Tepat pada saat itulah, di kejauhan, dari arah Barat Daya, terdngar suara-suara drum yang samar, yang dipukul dengan cepat, dengan masing-masing pukulan berada di sela-sela napas, teramat mengganggu. Pangeran Yong menyeka sudut mulutnya dengan lengan baju dan melambaikan tangannya dengan agak gemetar, “Permainannya sudah cukup. Waktunya untuk kembali!”
***
Cao Poyan tertegun. Bagaimana bisa gadis itu menghilang tepat pada saat dia menolehkan kepalanya selama sedetik? Paviliun sumur ini belasan langkah jauhnya dari dinding, dan bahkan burung juga tak bisa terbang secepat itu melewati dinding.
Barulah beberapa saat kemudian ketika Cao akhirnya mendapatkan kesadarannya kembali dari kekagetan. Dia berlari menghampiri sumur, dan menjulurkan lehernya ke atas pinggiran sumur untuk melihat ke bawah. Seperti yang sudah diduga, wanita itu telah melompat ke dalamnya!
Airnya dangkal dan Wen Ran terbaring diam di dalam air, tak bergerak. Cao Poyan memanggil-manggil gadis itu namun tak mendapatkan respon.
Kenapa dia melakukannya? Demi menghindari dihina atau dijadikan tawanan untuk mengancam ayahnya? Yang itu Cao tak peduli. Yang dia pedulikan saat itu adalah bagaimana cara untuk mengeluarkan gadis itu! Dan dia tak tahu apakah gadis itu sudah mati setelah jatuh atau cuma berpura-pura.
Biasanya seutas tali akan menyelesaikan masalahnya. Namun, sekarang hal itu telah menjadi sebuah masalah yang hampir tak dapat diatasi oleh Cao Poyan karena pergelangan tangannya telah ditembak dengan busur silang dalam penyergapan yang dimulai oleh Pasukan Lubi. Meski lukanya sudah mulai sembuh dengan baik setelah dibalut, dia masih kesulitan untuk menarik sesuatu yang berat. Karenanya, akan mustahil baginya untuk menarik gadis itu keluar dari sumur hanya dengan satu tangan. Dan dia tak bisa pergi ke gudang untuk minta bantuan — mereka semua terlalu sibuk dengan Quele Huoduo untuk membuang waktu sedetik pun.
Jadi Cao terperangkap dalam sebuah kesulitan yang sederhana.
Cao berjalan modanr-mandir di sekitar sumur selama beberapa kali dan membungkuk untuk mengamati dengan seksama dinding porosnya. Terdapat serangkaian ceruk dangkal di dinding yang semestinya telah ditinggalkan oleh para pembuat sumur. Sulit untuk memanjat dengan tangan kosong tanpa memiliki keahlian khusus. Kemudian pada pemikiran kedua, Cao bertanya-tanya, kenapa harus mengeluarkan dia?
Kematian wanita itu akan membawa lebih banyak kemudahan. Bahkan bila si wanita tidak mati, dia takkan bisa memanjatnya sendiri. Pasang saja penutup pada bagian atas sumur kemudian menaruh sebongkah batu di atas tutupnya. Kurungan yang sempurna!
Dia tinggal kembali untuk mengambil wanita itu bila Jenderal Yousha menginginkannya. Sekarang dia punya sesuatu yang penting untuk dilakukan dan tak bersedia membuang-buang waktu pada seorang wanita.
Cao Poyan kemudian menyayangkan bahwa ini adalah kali pertama dia mengasihani seorang gadis Tang, dan menawarkan untuk membiarkan gadis itu meninggalkan pesan kepada ayahnya. Namun gadis itu malah memilih untuk menenggelamkan dirinya sendiri di dalam sumur. Tampaknya gadis-gadis dari Dataran Tengah jauh lebih keras kepala daripada yang diduganya. Lalu dia mau tak mau terpikirkan mengenai Wang Zhongsi, sang teror di padang rumput, yang kejam dan tangguh, keji dan cerdik. Setiap kali benderanya naik di atas sisi Sungai Orkhon, mereka mengalirkan darah lebih banyak daripada air, membuat hewan ternak dan domba gemetar.
Ayahnya begitu, putrinya juga begitu.
Cao Poyan pernah mendengar dari senior-seniornya tentang kejayaan Serigala-serigala Turki. Mereka telah mengepung Chang’an beberapa kali dan bahkan telah menakuti Kaisar Tang. Sekarang mereka harus mundur ke sebuah sudut padang rumput dan berjuang di bawah pasukan Tang yang kuat. Alasan kenapa dia setuju untuk datang ke Chang’an adalah untuk melihat kota besar yang telah menjadi saksi bagi kejayaan serta aib para leluhurnya, dan menghancurkannya.
“Betapa aku ingin mengalahkan Chang’an dengan jujur dan adil!” desah Cao Poyan dengan penyesalan samar dalam suaranya. Dia kemudian menemukan sebuah kain bekas dan melemparkannya ke dalam sumur untuk menutupi Wen Ran. Kain itu memiliki warna yang sama dengan dasar sumur, jadi bahkan bila seseorang melongok ke bawah, orang itu takkan menyadari apa-apa. Kemudian dia meletakkan beberapa bongkah batu di atas penutup sumur dan meninggalkan gudang itu.
Tempat ini jauh lebih sepi daripada di sisi Utara. Hanya ada sedikit orang di dekat itu, hanya beberapa baris rumah terbengkalai dan kuil-kuil tanah. Sesekali, seekor gagak terbang keluar dari pita hiasan koyak, dan bahkan anjing liar juga akan lewat.
Cao Poyan mengawasi dengan lelah dari sisi ke sisi saat dia melangkah menuju jalan sisi luar. Setelah berjalan kira-kira dua blok, dia melihat sebuah pasar kecil di gang, di mana para pedagang utamanya menjual sup, kue ala hu, dan makanan murah lainnya; juga ada beberapa toko kelontong yang menjual jarum dan benang. Pada lereng tak jauh dari situ, terdapat sebuah halaman kecil dengan labu hijau tergantung di dinding dan tiga buah kendi hijau besar di pintu. Beberapa belas pengemis kumuh sedang berbaring malas pada lereng di luar halaman tersebut.
Pasti inilah tempat yang telah Long Bo sebutkan. Dikatakan bahwa tempat ini dikhususkan untuk para pengemis dan pasien-pasien di Kota Chang’an di mana bahkan diagnosa, perawatan, dan obat-obatan tersedia.
Cao benar-benar tak bisa memahami hal itu. Apakah Tang benar-benar sekaya itu? Padang rumput tak pernah memberi makan para sampah ini.
Cao langsung mendekati mereka, dan dibuat jijik oleh bau yang memuakkan itu. Para pengemis sedang mencari tungau dan berjemur di bawah matahari seperti monyet gunung, sama sekali tak memedulikan tentang penyusup ini. Cao mengernyit, mencari seorang pengemis yang mengenakan topi dengan jepitan bunga. Ini tidak sulit, karena sebagian besar pengemis memiliki rambut acak-acakan.
Dia segera menemukan tujuannya: seorang pria berada di atas sebatang pohon pinus, tidur, tubuhnya terbungkus kain jubah, dengan selembar kulit tua tanpa bulu di bawahnya. Di atas kepalanya terdapat sebuah topi dengan jepitan bunga. Dia sangat menonjol dalam sekelompok pengemis yang kasar.
“Aku butuh beberapa orang,” Cao berjalan menghampiri, langsung pada sasaran.
Orang itu menguap dan memicing malas-malasan pada Cao dengan mata yang kotor oleh kotoran mata, tak mengatakan apa-apa. Cao melepaskan sebuah botol perak dengan moncong melengkung dari pinggangnya. Pada kedua sisi botol itu terukir seekor kuda mencongklang yang tampak seperti hidup, yang merupakan botol arak yang telah Cao bawa bersamanya saat dia menunggang di padang rumput.
“Kalau kau bisa melakukannya, ini milikmu.”