Living Leisurely in Tang Dynasty - Chapter 77
Surat Yuanying diantar ke Wei Shu tanpa ada masalah. Pada perjalanan ke Luoyang ini, Wei Zheng memutuskan untuk tidak membawa serta istri dan cucu perempuannya karena ayah Wei Shu pulang bersama ibu serta kakak pertama gadis itu, Wei Ying.
Wei Ying jauh lebih tua daripada Wei Shu, sekitar tiga belas atau empat belas tahun. Selama ini dia telah menemani orangtuanya melakukan perjalanan dan sudah begitu lama terpisah dari adiknya. Tentu saja, dia jadi ingin memenangkan hati adik perempuannya itu dan setiap hari berkeliaran di sekelilingnya.
Ketika Dai Ting datang untuk mengantar surat, Wei Ying menjaga ketat di sisi Wei Shu. Tak peduli bagaimanapun dia melihatnya, dia berpikir kalau si pembawa pesan memiliki motif tidak baik gara-gara wajah rupawannya. Dengan paras sememikat itu, Dai Ting pastilah roh jahat seperti yang ada dalam legenda! Wei Ying merasa kalau orang ini kemari untuk menipu adiknya!
Setelah Dai Ting pergi, Wei Ying merecoki Wei Shu, berniat membaca isi dari suratnya. Wei Shu sudah dibuat kesal karena terus-terusan diganggu sang kakak, tetapi karena yang bersangkutan adalah kakaknya, dia pun menoleransi perilakunya. Mengetahui niat Wei Ying, Wei Shu pun jadi kesal dan menyimpan suratnya jauh-jauh supaya Wei Ying tak bisa membacanya.
Wei Ying jadi tak sabar dan pergi mencari ayah untuk berbagi apa yang telah dilihatnya, berkata bahwa seorang pria yang sangat rupawan telah datang mencari adiknya dengan sepucuk surat dari Pangeran Teng. Sejak kapan adik mengenal Pangeran Teng? Pangeran Teng yang didesas-desuskan sebagai seorang raja setan cilik yang sangat menyusahkan? Kenapa adik harus berhubungan dengannya?”
Ayah adalah putra tertua yang dibesarkan dalam disiplin ketat oleh Wei Zheng. Ketika dia mendengar bahwa Wei Shu punya hubungan dengan Pangeran Teng, dia pun langsung memanggil Wei Shu keluar dan menceramahinya.
Wei Shu memilih untuk tetap diam.
Pei-shi mendengar ribut-ribut itu dan melihat Wei Shu sedang duduk dengan mata memerah, merasa luar biasa tertekan. Dia pun merasa kasihan kepada cucunya dan ingin melindungi gadis kecil itu.
“Siapa lagi yang bertingkah seperti kalian ayah dan anak ini? Dua lembar surat dalam setahun saja tidak dikirim pada kami tapi pulang-pulang malah langsung memamerkan lagak dan martabat!”
Ayah Wei Shu adalah anak yang berbakti dan wajahnya memerah ketika mendengar hardikan Pei-shi.
“Shu’er masih kecil, aku takut dia akan ditipu.”
“Lantas kenapa kalau ditipu? Setidaknya bujukan dia membuat Shu’er gembira. Tidak seperti kalian yang pulang-pulang sudah membuat dia menangis.”
Ayah tak bisa membantah tuduhan-tuduhan ini.
Wei Shu dilindungi oleh nenek tapi dia masih merasa tidak gembira. Dia menyeka air matanya dan bersembunyi dalam ruang belajar Wei Zheng untuk membaca suratnya.
Yang Li Yuanying bagi dalam suratnya semua adalah hal-hal menyenangkan, terutama tentang apa yang dia makan dan lakukan di sepanjang jalan. Pada akhirnya dia memperoleh Istana Xiangcheng dengan cuma-cuma. Setelah perbaikannya selesai, Yuanying akan mengundang Wei Shu ke sana untuk bermain dengannya.
Pada akhirnya, Li Yuanying membuat sebuah pernyataan dan melampirkan hasil latihan kaligrafinya untuk dinilai oleh Wei Shu.
Pada akhir kalimat, Yuanying menambahkan satu baris karakter dengan ukuran luar biasa kecil: Lebih baik puji aku lebih banyak lagi, jangan belajar kebiasaan buruk dari Pak Tua Wei.
Wei Shu terkikik.
Dia menyesali tidak terlahir sebagai laki-laki, di mana dia bisa jadi seperti Li Yuanying. Pergi ke mana pun dia mau dan berteman dengan siapa pun yang dia mau.
Dengan seksama Wei Shu melipat suratnya untuk disimpan. Ketika dia sudah akan mengambil kaligrafi itu untuk dinilai, dia mendengar tirai pintu berderak. Dia mendongak dan melihat kakaknya sedang menyembulkan kepalanya di pintu, ragu-ragu apakah dia boleh masuk.
Wei Shu menyembunyikan kertas latihan Yuanying di bawah buku, sudah merasa jauh lebih baik daripada barusan tadi.
“Kak, ada apa?”
Melihat kalau adiknya sudah berhenti menangis dan tidak tampak marah, dengan berani dia pun berjalan masuk sambil membawa sebutir persik merah besar.
“Tak seharusnya aku mengadukanmu pada ayah tadi. Aku pergi membelikan ini untukmu sebagai permintaan maaf.”
Wei Shu bukan orang yang perhitungan. Karena kakaknya sudah minta maaf, dia pun takkan menyimpan dendam.
“Yang Mulia Pangeran bukan orang jahat seperti yang disebutkan dalam rumor.”
Wei Shu menceritakan semua tentang bagaimana Pangeran Teng membuka perpustakaan dan menerima pengungsi. Wei Ying dibuat terbengong-bengong dan merasa bahwa semuanya sudah berubah dalam beberapa tahun yang singkat ketika dia meninggalkan Chang’an.
Demi memperkuat pernyataannya bahwa Pangeran Teng bukan penindas sombong, Wei Shu mengeluarkan kertas kaligrafi yang disembunyikannya lalu menunjukkan hasil latihan kaligrafi Yuanying kepada Wei Ying.
Wei Shu tertegun ketika dia melihat puisi yang tertulis pada naskah pertama.
<Gadis Pendiam>>
Wei Shu membalikkan lebih jauh lagi dan menemukan kalau semuanya adalah puisi yang sama yang dituliskan pada hari yang berbeda dan menunjukkan kemajuan yang pesat.
Rupanya, Li Yuanying telah secara acak memilih sebuah puisi dari <<Kitab Lagu>> yang dia anggap menarik lalu berlatih berulang kali setiap hari. Dia merasa kalau dirinya telah meningkat pesat dan karenanya membagi kemajuannya dengan Wei Shu.
Walaupun Wei Shu masih kecil, dia mengerti makna dari puisi ini. Isinya adalah tentang cinta antara seorang pria dan seorang wanita: dua orang membuat janji untuk bertemu di luar kota dan walaupun hadiah-hadiah yang mereka berikan kepada satu sama lain tidak terlalu bernilai di mata orang lain, namun bagi satu sama lain, mereka merasa bahwa mereka telah menerima hadiah terindah di dunia.
Karena itu adalah hadiah dari pihak lainnya.
Emosi dalam puisi itu begitu murni dan indah.
Wei Shu takkan salah paham pada niat Yuanying tapi Wei Ying sedang melihat dari samping!
Karena Wei Shu sudah mengeluarkan naskahnya dan Wei Ying sudah melihatnya, Wei Shu pun tak bisa memikirkan cara untuk menangani situasi ini.
Wei Ying memang sudah melihat semuanya. Dia menatap nanar pada naskah yang menuliskan ‘Gadis Pendiam dan Shu’ yang tertulis beberapa kali. Sebelumnya dia sudah membaca karya ini dan merasa bahwa pernyataan tertulis itu adalah permainan kata-kata yang memakai nama adiknya. Memikirkan kembali tentang makna dari puisi ini, Wei Ying pun rasanya nyaris meledak.
Berani-beraninya Pangeran Teng menulis puisi semacam itu kepada putrinya dengan sedemikian terbukanya?
Wei Ying menyambar naskah itu dari tangan Wei Shu dan membacanya lagi dan lagi. Masih marah, dia pun menunjukkannya kepada ayah tanpa memedulikan protes dari Wei Shu.
Wei Shu tahu kalau dia tak bisa menghentikan kakaknya, jadi dia pun berhenti mengejar dan duduk kembali ke tempatnya semula, larut dalam lamunan.
Dengan cepat ayah memasuki kamar dengan tumpukan naskah di tangannya dan ekspresi wajah serius.
Wei Shu menundukkan kepalanya dan tak mengatakan apa-apa.
“Ayah sudah berdiskusi dengan ibumu. Kali ini saat kami pergi, kami akan membawamu juga. Sebelumnya kau masih kecil dan lemah sehingga kami harus meninggalkanmu bersama dengan kakek dan nenekmu. Kali ini kau ikut dengan kami.”
Wei Shu hanya menundukkan kepalanya sebagai tanggapan.
Dia tahu kalau hari-harinya yang bebas dan santai sudah akan berakhir. Ayahnya takkan mengizinkan dia pergi ke luar, apalagi berteman dengan Li Yuanying.
Ayah tidak suka dengan Li Yuanying.
Karena perilaku Li Yuanying sangat berbeda dari orang biasa. Dia hidup terlalu bebas dan tanpa terkekang. Seakan dirinya terlahir untuk menjadi pembuat masalah, hal-hal yang berharga bagi orang biasa menjadi bukan apa-apa di matanya.
Karena itu, sementara beberapa orang mungkin menyukainya, orang-orang dalam jumlah yang sama juga akan membencinya.
Melihat kalau Wei Shu tetap membisu, ayah mengambil naskah Pangeran Teng dan pergi ke kamarnya untuk menulis sepucuk surat kepada Wei Zheng yang ada di Luoyang.
Dalam beberapa hari ke depan, ayah Wei Shu mendapatkan penugasan barunya dan akan membawa serta keluarganya ke tempat baru. Pada periode yang sama ini, Dai Ting mampir unntuk bertanya apakah Wei Shu punya surat balasan untuk Pangeran Teng.
Wei Shu sudah duduk di luar di bawah sebatang pohon besar untuk menunggu Dai Ting. Ketika dia melihat Dai Ting, dia pun memberikan suratnya kepada yang bersangkutan.
Setelah itu, dia duduk sendirian di bawah pohon sambil memandangi tanah berpasir yang dulu pernah dia pakai untuk berlatih kaligrafi.
Kalau dia tak mengenal Li Yuanying, dia akan sangat gembira mengikuti keluarga dan kakaknya menuju penugasan keluar. Tapi kini, semuanya terasa berbeda.
Dai Ting melihat kalau ekspresi Wei Shu tampak sedih tapi karena posisinya, tidak pantas baginya untuk menanyakan lebih jauh. Karenanya, dia pun mengambil surat Wei Shu dan bergegas pergi ke Luoyang.
Li Yuanying sudah mengindentifikasi lahan yang potensial dan merekrut orang-orang berbakat. Dia tak sabar menunggu Dai Ting membawa serta Dong Xiaoyi dan yang lainnya untuk mulai bekerja. Dai Ting menemuinya, tapi sendirian.
“Bagaimana dengan yang lainnya?”
Dai Ting memberitahu Yuanying semua tentang perilaku aneh Wei Shu. Dia juga sudah berkeliling untuk mencari tahu tentang Keluarga Wei dan memberitahukan semua yang telah dia temukan kepada majikannya. Putra pertama Wei Zheng pulang ke rumah beserta istri juga putra pertamanya dan sekarang mereka telah menerima misi ke luar yang baru. Mungkin suasana hati sedih Wei Shu adalah karena hal ini? Semua ini adalah tebakannya sendiri karena Dai Ting tidak menanyakannya secara langsung kepada Wei Shu.
Li Yuanying mengangguk dan membaca jawaban Wei Shu.
Jawaban gadis itu cukup normal. Pertama-tama, Wei Shu memuji tulisan tangan Yuanying dan berkomentar bahwa tulisannya sudah meningkat dengan stabil kemudian menunjukkan lebih banyak bagian yang bisa ditingkatkan. Akhirnya, Wei Shu menyebutkan kalau dia akan bergabung dengan keluarganya pergi ke penugasan ke luar dan Yuanying tak boleh menulis surat lagi kepadanya. Dia juga tak yakin apakah mereka akan pernah bertemu lagi di masa mendatang. Dia berharap Yuanying senantiasa aman dan gembira.
Yuanying tidak gembira membaca surat ini.
“Apa kau tahu ke mana ayah Adik Shu akan dipindahkan? Kapan mereka pergi?”
Dai Ting memberitahukan semua yang dia ketahui.
Tanpa menunda-nunda lagi, Li Yuanying pun berlari mencari Li Er.
“Kakanda Kaisar, saya mau pergi.”
“Bukankah kau sudah berkeliaran seharian?”
“Yang kali ini beda. Saya mungkin akan pergi selama beberapa hari.”
Li Er berbalik untuk menatapnya lalu mengisyaratkan padanya agar melanjutkan.
Yuanying tak menjelaskan terlalu banyak tapi hanya berkata: “Saya mau pergi. Saat saya kembali, saya akan mampir dan memberi salam pada Kakanda.”
Setelah berkata demikian, Yuanying pun berlari pergi. Dia pulang ke rumah dan buru-buru berkemas kemudian memanggil Dai Ting serta sekelompok pengawal lalu pergi. Dia pergi begitu cepat sampai-sampai tak ada seorang pun yang sempat bereaksi.
Dalam beberapa hari berikutnya, Li Zhi, Sizi, dan anak-anak lainnyalah yang pertama-tama menyadari kalau Li Yuanying tidak ada. Kemudian Yan Lide, Yan Liben juga menyadari kalau bocah itu hilang.
Pada akhirnya, semua orang di mahkamah menyadari bahwa belakangan ini Li Yuanying tidak berkeliaran di sekitar Baginda Kaisar.
Semua orang bertanya-tanya: ke mana perginya bocah itu?
Li Er telah menginstruksikan orang-orangnya agar mengikuti Li Yuanying. Beliau mendapat kabar bahwa Pangeran Teng menunggang kuda di sepanjang jalan menuju ke barat begitu dia meninggalkan gerbang kota da berhenti untuk tinggal di sebuah kota kecamatan kecil di sore hari. Pagi-pagi keesokan harinya, dia bangun dini hari dan berangkat lagi, tampak sangat gelisah.
Li Yuanying membawa para pelindungnya dan sang Kaisar juga telah mengirimkan para pengawalnya untuk mengikuti di belakang bocah itu. Beliau tak terlalu mencemaskan keselamatan adiknya tapi lebih pada penasaran tentang apa yang bocah itu lakukan sampai lari mendadak begitu.
Wei Zheng juga cukup penasaran tapi sebelum dia bisa terlalu lama merasa penasaran, sepucuk surat dari putra pertamanya diantarkan kepadanya. Surat itu menyebutkan bahwa mereka akan membawa serta Wei Shu untuk pergi ke tempat penugasan dan mengenai insiden puisi yang ditulis Pangeran Teng kepada Wei Shu. Tak menjadi masalah kalau berandal itu cuma menulis satu puisi kepada Wei Shu, tapi bocah itu malah menulisnya lebih dari sepuluh atau dua puluh kali. Motif lain apa yang dia miliki?! Dia sudah mendengar kalau tahun lalu Pangeran Teng telah meminta seorang Cairen kepada Baginda Kaisar, orang yang begitu penuh nafsu dan bejat pada usia sekecil itu. Dia benar-benar mencemaskan tentang putrinya yang berhubungan dengan orang macam itu dan karenanya dia pun membawa serta putrinya. Dia akan menyelesaikan prosedur serah terimanya lalu pergi bersama anaknya serta berharap ayah tidak merasa tersinggung!
Begitu Wei Zheng membaca surat itu, dia merasa pusing.
Li Yuanying tidak lari ke suatu tempat untuk bermain, bocah itu sedang mengejar cucunya!
Kalau Li Yuanying sampai menyusul mereka dan membuat keributan, bagaimana cucunya bisa menikah kelak?
Wajah Wei Zheng berkedut dan dia tak tahu harus bagaimana dengan surat itu. Dia menggalau dalam waktu lama dan memutuskan untuk menebalkan kulit lalu mencari sang Kaisar dengan membawa surat di tangannya. Dia berharap sang Kaisar akan mengirim orang untuk memaksa Li Yuanying si bajingan itu agar mundur….
Kalau dia tak menghentikan bocah itu, Li Yuanying akan benar-benar berani melakukan hal-hal yang kelewatan!
Li Er telah merindukan adiknya yang tak ada bagus-bagusnya itu dan masih memutuskan apakah Beliau ingin menghajar anak itu setelah pulang dari berlari pergi semendadak itu. Setelah mendengarkan Wei Zheng dan membandingkan lokasinya, Beliau menerka kalau tebakan Wei Zheng memang benar. Li Yuanying sedang mengejar adik Shu-nya!
Baginda Kaisar selalu tahu kalau Li Yuanying dan Wei Shu adalah teman baik karena Yuanying selalu mengundang Wei Shu untuk bermain. Mengetahui alasan kenapa Li Yuanying lari dengan begitu terburu-buru, Li Er kembali tenang dan berkata pelan-pelan: “Anak-anak selalu tak mau berpisah dengan teman-temannya. Apa salahnya kalau dia mengejar cucumu untuk mengucapkan salam perpisahan?”
Seketika itu juga Wei Zheng tahu kalau Baginda Kaisar bukan hanya tak mau mengendalikan adik bajingannya, tapi Beliau juga ingin menonton pertunjukan bagus. Wei Zheng tak bisa mengungkapkan kekesalannya.
Menyusul mereka untuk mengucapkan selamat tinggal merupakan hal yang normal, tapi menilik dari kelakuan Li Yuanying yang biasanya, apakah dia kelihatan seperti orang yang akan melakukan hal sesepele itu?
Wei Zheng hanya bisa meneguhkan diri dan memohon: “Baginda, harap suruh orang membawa pulang Yang Mulia Pangeran Teng.”
“Zhen sudah melihat Yuanying tumbuh dewasa dan percaya kalau dia akan sadar diri atas tindakan-tindakannya. Wei yang baik tak usah terlalu cemas. Dia akan pulang sendiri dalam beberap hari.”
Wei Zheng dibuat tak mampu berkata-kata.
Kalau Li Yuanying dianggap sebagai orang yang sadar diri, maka takkan ada orang yang tidak sadar diri di dunia ini!
Dia pasti akan kembali. Yang kutakutkan adalah bahwa dia tidak kembali sendirian!
————–
Catatan Pengarang:
Baginda Kaisar Li Er: Adikku akan makan kubis (minum teh) (menonton drama) [kubis dimakan babi = orang biasa (babi) mengejar dewi (kubis)]
Wei Zheng: Jangan hentikan aku, aku akan memaki kakak beradik itu sampai mati!!!
***
Pada chapter-chapter sebelumnya aku sudah mendiskusikan tentang karakter Li Tai. Tentu saja, Li Tai dalam sejarah yang sebenarnya tidak seperti ini. Setiap karakter dalam novel ini berdasarkan pada imajinasi pribadi! Aku ingat pernah membaca beberapa informasi mengenai Li Tai melakukan ini setelah Chengqian memberontak. Dia pergi untuk memeluk kaki Li Er dan berkata: “Kalau aku menjadi putra mahkota, aku akan membunuh semua putraku di masa mendatang dan membiarkan adikku mewarisiku!” Mulanya Li Er terharu oleh perkataan ini dan menjanjikan posisi putra mahkota kepadanya saat itu juga! Akan tetapi, Kaisar segera menyadari bahwa apa yang Li Tai katakan adalah hal yang salah dan karenanya Beliau buru-buru menarik kembali keputusannya….
Li Tai: Bunuh semua putraku dan biarkan adikku mewarisiku!
Bola Bundar Kecil: QAQ