Living Leisurely in Tang Dynasty - Chapter 76
Yan Wangfei berpikir sejenak dan menyadari bahwa dia tak punya pilihan selain mencari paman kecil dengan anaknya dalam gendongannya. Ketika mereka sudah hampir sampai, Bola Bundar Kecil ingin diturunkan: “Manman bilang, jadilah pria sejati.”
Seorang laki-laki tak seharusnya digendong dan bisa berjalan dengan kakinya sendiri. Bola Bundar Kecil meronta untuk keluar dari pelukan ibundanya, memberengutkan bibirnya dan berlari sambil membawa bolanya. Kemudian dari kejauhan dia melihat Manman sedang menulis dan menggambar bersama anak-anak lainnya. Melihat ini, rasa tidak gembiranya menyurut dan dia pun melemparkan bolanya untuk memeluk lengan Manman.
“Manman!” dia berteriak dengan air mata merebak di matanya.
Ini adalah pemandangan langka dan membuat Yuanying cemas. Dia meletakkan kuasnya dan memeluk anak itu: “Ada apa? Siapa yang sudah mengganggumu? Katakan pada Manman, Manman akan membantumu balas mengganggu mereka!”
Bola Bundar Kecil berpikir sejenak sementara air matanya terus bercucuran: “Nggak bisa.”
“Kenapa tidak?”
Bola Bundar Kecil berkata lirih: “Papa, Manman nggak boleh ganggu dia.”
Walaupun Papa nakal, tapi kau tak boleh mengganggu dia. Papa biasanya main bola dengannya. Dia pun memberitahu Yuanying semua yang telah terjadi dengan logikanya sendiri yang tak beraturan, “Papa, nggak main bola, galak sama Mama.”
Li Yuanying punya banyak pengalaman dalam menangani anak-anak dan karenanya dia langsung mengerti. Anak ini membawa bola dan ingin main dengan Li Tai tapi Li Tai sedang dalam suasana hati yang buruk dan bahkan menghardik istrinya.
Kalau Bola Bundar Kecil tidak datang mencari dirinya, dia takkan pernah membayangkan bahwa Li Tai, yang bersikap bermartabat di tempat umum, akan memperlakukan istri dan anaknya seperti ini.
Berpikir lebih dalam lagi, dia menemukan sumber dari ketidakbahagiaan Li Tai. Li Tai mungkin tahu bahwa sang Kaisar telah memberikan Istana Xiangchen kepadanya untuk ditata ulang. Semuanya pun tersambungkan.
Karena Bola Bundar Kecil bilang bahwa dia tak boleh balas mengganggu Papa, Yuanying pun tak berniat membuat masalah apa pun. Dia hanya bangkit dan meminta Gaoyang yang tak bisa duduk diam agar bermain dengan anak itu.
Melihat kalau dirinya punya teman, Bola Bundar Kecil pun seketika gembira dan dengan kegirangan memungut bolanya.
Yan Wangfei duduk untuk mengobrol dengan Chengyang dan gadis-gadis lainnya sambil memandangi wajah putranya yang tersenyum gembira.
Setelah bersungut-sungut sejenak, Li Tai menyadari bahwa tidak baik kalau marah dan karenanya dia pun keluar untuk mencari keluarganya. Ketika dia bertanya, dia diberitahu bahwa Yan Wangfei sedang keluar.
Li Tai mengernyit.
Dia benar-benar tak suka dengan Li Yuanying.
Mulanya ketika Li Yuanying bergabung dengan mereka di Istana Taiji, ibunda memperlakukan paman kecil itu seperti anaknya sendiri. Setelah ibunda mangkat, anak-anak perempuan menempeli Yuanying, memberinya kesempatan untuk menunjukkan keberadaannya di hadapan ayahanda. Pada mulanya, ayahanda acuh tak acuh kepada anak ini, tapi entah kenapa pada beberapa tahun terakhir, ayahanda sudah mulai lebih memerhatikannya. Ini adalah keuntungan tinggal di Istana Taiji!
Ketika dia memikirkan hal ini, hati Li Tai terasa sedikit sakit. Mulanya, ayahanda berniat membuatnya tinggal di Balai Wude sehingga dia berada dekat dan memudahkan untuk bertemu tiap hari. Tapi gara-gara nasihat Wei Zheng, ayahanda melepaskan rencana itu Wei Zheng biasanya tampak tidak memihak tapi pada saat kritis, orang itu malah merusak semuanya!
Teringat bahwa anaknya sendiri tiba-tiba jadi begitu dekat dengan Li Yuanying, dia merasa bahwa paman kecil terlahir untuk mendatangkan kemalangan padanya. Dia terdiam sejenak dan kemudian bergerak menuju kediaman Pangeran Teng.
Li Tai bahkan belum sampai ke halaman tapi dia sudah mendengar tawa gembira dan bebas dari anak-anak yang sedang bermain. Suara tawa yang paling kekanakan itu jelas-jelas adalah tawa putranya.
Dia terdiam untuk mengisyaratkan pada orang-orang yang mengiringinya agar tetap diam dan berjalan ke sudut untuk mengintip. Dia melihat mata anaknya sedang ditutup, dengan riang mengejar Li Yuanying dan beberapa orang bibi dengan kaki-kaki pendeknya. Hanya Sizi dan Yan Wangfei yang duduk di bawah paviliun dan menonton.
Luoyang dikenal dengan bunga-bunganya. Kebun itu penuh dengan bunga dan pepohonan yang tinggi dan rimbun, memberikan bayang-bayang tebal untuk melindungi anak-anak dari sengatan matahari. Li Yuanying menggoda anak itu selama beberapa saat sebelumm akhirnya membiarkan anak itu ‘menangkap’ dirinya dan memuji anak tersebut atas kekuatannya dengan wajah serius.
“Hebat!” (Bola Bundar Kecil)
Li Tai mengamati dari kejauhan dan kemudian berbalik untuk pergi.
Pada perjalanan pulangnya, Li Tai memikirkan tentang banyak hal. Dia teringat bermain dengan gembira bersama putranya sendiri tapi dia tak bisa ingat apakah dia pernah bermain seperti ini dengan adik-adiknya.
Terlahir ke dalam keluarga istana, apakah dia bisa benar-benar setidakterkekang dan sebebas Li Yuanying? Seseorang yang hanya memikirkan tentang makan dan main? Mustahil.
Dia perlu membuat rencana untuk masa depannya sendiri serta masa depan putranya. Masa depan apa yang bisa dimiliki oleh seorang pangeran biasa? Bahkan jika dia tak bertarung untuk apa pun, kakaknya tetap akan menganggapnya seperti duri dalam daging hanya karena ayahandanya pilih kasih kepadanya. Mana mungkin dia berani untuk tidak memperjuangkan sesuatu?
Terlebih lagi, dia tak mau tetap menganggur. Karena Ayahanda sangat mencintai dirinya, tentu saja Beliau akan memberinya apa pun yang dia inginkan. Asalkan dia menunggu dengan sabar, dia pasti akan mendapatkan kesempatannya. Lantas kenapa dia tak boleh memperjuangkan apa yang pantas dia dapatkan? Kesempatan hanya ada untuk mereka yang siap!
Ketika pasangan ibu dan anak itu kembali, Bola Bundar Kecil sudah begitu kelelahan hingga tertidur. Sang wangfei meletakkan anaknya demi menemui Li Tai yang sedang membaca untuk diajak bicara.
“Pangeran Teng sangat baik pada Xin’er. Dia benar-benar suka anak-anak.” Karena Li Yuanying sabar bermain dengan anak-anak, tentu saja mereka menyukainya.
Pasangan itu telah menikah selama beberapa tahun dan hubungan mereka selalu langgeng. Meski Li Tai mendengar istrinya menyebut-nyebut Li Yuanying, dia sudah tenang dan kegelisahannya tadi sudah hilang. Dia pun meletakkan gulungannya untuk minta maaf: “Hari ini aku sudah berbuat salah, akhir-akhir ini berbagai hal telah menumpuk dan perasaanku sedang tidak baik.”
Yan Wangfei berinisiatif untuk mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Li Tai: “Aku tahu, barusan tadi aku sudah melihat suamiku.”
Tangan Li Tai digenggam oleh telapak tangan yang lembut itu, dan begitu banyak hal yang ingin dia katakan. Akan tetapi, beberapa kata tak bisa diucapkan bahkan kepada mereka yang paling dekat denganmu karena benar-benar tak bisa dibalikkan.
Li Tai balas menggenggam lembut tangan sang Wangfei.
“Kalau kau mencemaskan soal ayahmu, besok aku akan minta seseorang mengundang Beliau kemari, atau aku bisa menemanimu menjumpainya.”
Pasangan itu mengobrol sejenak dan ketidakgembiraan sebelumnya pun menghilang tanpa jejak. Ketika malam itu Bola Bundar Kecil terbangun, Li Tai membujuknya dan mengajarinya sendiri cara membaca esai. Kesedihan yang sebelumnya dirasakan anak itu pun terlupakan semua lalu dia pun memeluk ayahnya lalu menyerukan Papa, Papa, lagi dan lagi.
Li Yuanying bersenang-senang di siang hari tapi malamnya duduk seorang diri di bawah cahaya lilin untuk menulis surat kepada ibundanya dan beberapa orang lainnya. Saat ini, dia punya banyak pembantu baik di dalam maupun di luar istana, jadi dia tak perlu hanya bergantung pada keponakan pertamanya untuk mengirimkan surat. Dengan demikian dia bisa lebih santai dalam menulis surat-suratnya, menulis jauh lebih banyak lagi.
Anak itu menyebutkan hal-hal menyenangkan untuk diberitahukan pada ibundanya dan kemudian menulis surat kepada Adik Shu. Akhir-akhir ini dia menulis sebuah kaligrafi sebagai latihan dan ingin Adik Shu memeriksanya. Dia percaya diri pada pekerjaannya dan merasa bahwa kemampuannya telah banyak meningkat. Dia menulis surat ini dalam antisipasi menerima pujian.
Setelah menulis surat-surat penting terlebih dahulu, dia lalu memilah-milah urusan-urusan tentang Istana Xiangcheng dan menulis surat kepada keponakan pertamanya. Kemudian dia menyerahkan surat-surat itu kepada Dai Ting agar langsung diantarkan ke Chang’an. Dengan adanya Dai Ting di sekitarnya, Yuanying yakin Dai Ting akan menjalankan semua tugas dengan sangat baik.
Beberapa hari berikutnya dilewatkan dalam kesibukan luar biasa. Dari waktu ke waktu, dia dan Yan Lide pergi ke Istana Xiangcheng demi memeriksa kemajuan kerja di tempat itu untuk mengembangkannya. Griya luar akan dipakai sebagai area penjinakan bagi berbagai burung dan hewan. Dia kemudian meminta Baginda Kaisar agar membuat sepetak besar lahan di Istana Xiangcheng untuk dijadikan lahan pertanian. Bagaimanapun juga ini adalah sebuah proyek yang menguntungkan negara dan rakyatnya!
Setelah mendengarkan ide Li Yuanying, kini Yan Lide jadi sangat tertarik pada proyek renovasi ini. Insiden di Istana Xiangcheng ini telah memberinya perspektif atas kelemahannya sendiri sebagai perajin ahli. Mengakui kelemahan-kelemahan ini berarti menemukan jalan untuk kemajuan. Dengan cepat Yan Lide mendedikasikan dirinya sendiri untuk mengubah Istana Xiangcheng. Dia bekerja keras dengan Li Yuanying untuk memahami sepetak lahan ini dengan lebih baik dan untuk mengantisipasi masalah yang mungkin akan muncul di masa mendatang.
Meski sisa poin sistem yang dimiliki Yuanying sudah sangat sedikit, dia mampu mengunggah penampang 3D dari Istana Xiangcheng ke dalam sistem dengan sukses. Dengan hal itu, dia memperoleh laporan analisa yang sesuai atas lokasi tersebut dan bisa bercakap-cakap secara mulus dengan Yan Lide serta bahkan berhasil membentuk pertemanan akrab dengan pria itu lewat kesamaan pengetahuan mengenai urusan-urusan arsitektural.
Mulanya Yan Liben mengira kakaknya mungkin akan jadi depresi gara-gara dibebastugaskan dan berniat mencari waktu untuk mengunjungi yang bersangkutan demi mencoba meringankan depresi kakaknya itu. Tapi sebaliknya, Yan Lide malah bersikap tidak sabar terhadap niat baiknya. Ketika Liben tetap tinggal sedikit lebih lama lagi, Yan Lide akan bertanya dengan sikap tidak sabar: “Apa kau tak ada kerjaan lain? Kenapa setiap hari kau ada di sini? Aku harus bertemu dengan kawan kecilku, Yuanying.”
Wah. Pangeran Teng sekarang adalah ‘kawan kecil’nya.
Liben merasa agak jengkel karena niat baiknya tidak dihargai dan karenanya dia pun berjalan pergi dengan marah!
Seperti biasa, Yuanying mencari Lide untuk mengobrol dan berpapasan dengan Liben. Dengan sopan dia pun menyapa pria itu: “Yan Kecil, bukankah kau ada tugas? Kenapa aku sering melihatmu di rumah?”
Yan Liben: “….”
Yan Liben tak mau bicara dengannya.
Sang pangeran kecil berlari antusias ke arah Lide dan setelah duduk, dia pun mengoceh: “Yan Besar, kurasa adikmu tak menyukaiku. Apa karena hubungan baik kita yang membuat dia cemburu? Kau harus lebih perhatian kepadanya. Jangan sakiti perasaan antarsaudara karena aku!”
“Dia itu cuma kurang kerjaan, tak usah pedulikan dia.”
Li Yuanying mengangguk.
Keduanya kemudian lanjut membicarakan soal Istana Xiangcheng secara mendetil.
Setelah pulang ke rumah, Yuanying mencari Li Er.
“Aku punya hubungan yang begitu baik dengan Yan Besar sampai-sampai Yan Kecil merasa cemburu. Yan Kecil itu pikirannya tidak cukup terbuka. Kakanda juga punya hubungan baik dengan begitu banyak orang, dan sepertinya saya takkan pernah merasa cemburu, kan?”
Tak ada kredibilitas dalam kata-kata adiknya itu dan karenanya, keesokan harinya, dengan nada bercanda Li Er bertanya pada Yan Liben apakah dia memang cemburu karena Li Yuanying dan Yan Lide berhubungan akrab.
Yan Liben berharap dirinya bisa mengkonfrontir Li Yuanying secara langsung: Siapa yang cemburu? Siapa yang akan cemburu pada berandal sepertimu atas hal semacam itu? Aku cuma tidak memberimu reaksi sekali dan kau sudah mengeluh pada Baginda Kaisar?!
Yan Liben pergi bekerja dengan merasa seperti telah disalahi. Pada saat bersamaan, Dai Ting juga mengantarkan surat-surat kepada penerima yang dituju di Chang’an. Reaksi Liu Baolin dan Li Chengqian cukup normal, tapi sesuatu yang salah terjadi di pihak Wei Shu.
———-
Catatan Pengarang:
Pangeran Kecil: Oh, semua orang cemburu padaku, aku harus bagaimana?!