Like Wind on A Dry Branch - Chapter 71
“Rietta. Semalam kau kurang tidur, kan?”
“Ya? Tidak, saya tidur.”
“Menurutku tidak.”
“Saya baik-baik saja, Tuan. Saya benar-benar tidur.”
Ada bayang-bayang di bawah mata Rietta.
Killian mengernyit.
“Tak seharusnya aku memberikan dokumen-dokumen itu padamu.”
Rietta merasa bersalah dan sedikit bergerak-gerak gelisah.
“Tidak, Tuan…. Dokumen-dokumen itu cukup membantu.”
“Kau mungkin tidur larut gara-gara dokumen-dokumen itu.”
“Saya toh akan tidur lagi malam ini….”
“Kau toh akan makan di malam hari, jadi kenapa perlu sarapan dan makan siang?”
Killian membicarakan dirinya sendiri.
Rietta tertawa tanpa suara. Dan, seperti biasanya, dia menegur lirih pria itu. “Harap jangan lewatkan makan bahkan meski Anda sibuk.”
“Aku toh takkan mati kelaparan.”
“Tuan yang saya layani begitu keras pada dirinya sendiri, jadi bagaimana bisa saya, sebagai pelayan rendahan Anda, bisa makan dan tidur dengan nyaman?”
Killian terkekeh. “Jadi, kau bilang kalau ini adalah salahku?”
“Bukan begitu, Tuan….”
“Setidaknya aku cukup tidur.”
Rietta tertawa lemah dan mengangguk. “Hari ini saya akan tidur dengan cukup, Tuan.”
“Belakangan ini aku juga makan dengan teratur.”
“Ya, Tuan. Saya juga makan dengan teratur. Mengikuti contoh dari Anda.”
Kilian tahu kalau belakangan ini Rietta makan dengan teratur. Dia tahu karena dia selalu makan bersama Rietta.
****
Waktunya untuk pelajaran berkuda.
Killian mengajak Rietta dan pergi menuju istal.
Killian sudah melihat Rietta yang membeku karena ketakutan dan cemas serta terkekeh seraya mengetuk bahu wanita itu.
Rietta berjengit.
“Wah, wah.”
Rietta sudah tampak kelabakan.
Sayangnya, kalungnya sudah ada di leher Rietta, jadi peralatan sihir untuk menenangkan kembali wanita itu sudah tak berguna.
“Kau tidak seperti ini saat kau menunggang di atas Rhea. Apa masalahnya?”
Rietta tampak seperti sedang meneguhkan tekad dan menekankan tangan pada pipinya lalu bernapas dalam-dalam.
“Apa Tigris pernah membuatmu merasa ketakutan?”
Kepala Rietta tersentak pada pertanyaan Killian lalu menggelengkannya.
“Tidak, Tuan. Tigris ramah. Hanya saja saya….”
Tepat pada saat itulah, Tigris dibawa keluar oleh pengurus istal.
Kuda jantan putih itu mengenali Rietta dan mengerjap lembut, telinganya bergerak-gerak.
Rietta menatap Tigris seraya berbisik hampir kepada dirinya sendiri, sepenuhnya tidak menyadarinya.
“… Tidakkah Anda merasa kesulitan untuk duduk dan berpegangan pada kekang seorang diri?”
Tawa terlontar dari Killian atas pertanyaan konyol yang sangat tidak cocok diucapkan oleh Rietta.
“Yah. Biasanya tali kekang memang dipegang sendirian.”
Dengan muram Rietta menarik napas dalam-dalam beberapa kali seraya mendekati Tigris, membelai kepala kuda itu, dan menekankan bibirnya ke situ.
“Hari ini juga kita berjuang bersama… Tigris.”
Killian menatap Rietta, terkekeh, lalu berbalik pergi.
****
Lagi-lagi, kemampuan berkuda Rietta sama sekali tak mengalami peningkatan.
Rietta tampak cukup berusaha, tapi hasilnya begitu buruk sampai-sampai nyaris tampak mengenaskan.
“Ke depan! Anda harus melihat ke depan. Astaga, Nona!”
Pada akhirnya Rietta malah semakin dan semakin membungkuk serta menempelkan dirinya pada punggung Tigris, memeluk leher kuda itu dengan sepenuh jiwa dan raga.
Killian tak bisa cuma menonton dari jarak beberapa langkah di belakang sang instruktur ketika yang bersangkutan menuntun kuda berkeliling dan memberi pengarahan pada Rietta. Dia pun mendekati mereka sambil mendecakkan lidah.
Killian berayun naik ke atas punggung Tigris di belakang Rietta.
Tigris mengentakkan kakinya karena kaget, mendengus, tapi tidak banyak bergerak ketika Killian merapatkan kedua pahanya dan menenangkan kuda itu.
Killian menempatkan tangannya pada kekang di atas tangan Rietta dan menarik.
“Tegakkan tubuhmu.”
Rietta menjernihkan pikirannya dan mengangkat kepalanya begitu mendengar suara di telinganya serta posisi familier yang mendadak.
“Berpeganganlah yang benar.”
Killian membetulkan kedua tangan Rietta yang menggenggam tali kekang dengan canggung.
Sang instruktur menunggang serta para pengurus istal menatap takjub, melihat Rietta menegakkan punggungnya pada posisi stabil ketika Killian tiba-tiba berada di belakangnya.
Tidak butuh waktu lama bagi postur menunggang Rietta untuk menjadi sempurna begitu Killian naik ke atas punggung kuda dan membetulkan posisinya.
Killian menunduk menatap Rietta yang ada di antara kedua lengannya.
“Lihat ke depan. Kaitkan kakimu lebih dalam. Kenapa kau sampai tak bisa melakukan ini?”
Killian menarik tali kekang dengan kedua tangan Rietta masih ada dalam genggamannya dan mulai mengendalikannya.
Mereka langsung melaju lebih cepat, dari berderap menjadi berlari.
Si instruktur dan para pengurus ternganga seakan mereka melihat keajaiban sedang terjadi.
Tidak ada masalah sedikit pun. Tentu saja.
Rietta sudah pernah menunggang kuda selama beberapa hari dalam kecepatan penuh.
Ini bukan kesalahan Tigris.
“Bagaimana?”
“Baik….”
Killian terkekeh dan berbisik, “Tampaknya aku harus terus menempatkanmu bersamaku dan Rhea.”
Rietta sedang fokus, berusaha untuk tidak melupakan posturnya yang sekarang.
Killian melambatkan laju kudanya dan berkata, “Kecepatan adalah masalah kecil. Yang penting adalah jangan sampai jatuh dari kuda. Jatuh bisa menyebabkan cidera, atau bahkan kematian, kalau nasibnya sial. Tak usah membebani dirimu sendiri dengan kecemasan yang tidak perlu dan tak usah tergesa-gesa.”
Rietta mengangguk.
Killian meneruskan.
“Kalau kau terus membuat dirimu sendiri tegang seperti itu, Tigris tidak akan memercayaimu. Pada saat-saat mendesak, kau akan dianggap sebagai majikan yang tak bisa dipercaya, dan Tigris akan bertindak atas kemauannya sendiri alih-alih menuruti perintahmu. Hubungan sesmacam itu akan meningkatkan risiko terjatuh.”
Killian memutari lapangan satu kali dan menghampiri pengurus istal untuk memberitahunya bahwa dia akan berkuda di luar.
Para pengurus istal dan instruktur beranggapan kalau tidak akan terlalu berbahaya, jadi mereka memberitahunya agar melakukannya saja. Mereka membuka pintu menuju lapangan menunggang bagian dalam.
“Jangan berusaha memaksa dirimu sendiri untuk menunggang. Fokus saja pada melepaskan ketegangan.”
Jawaban Rietta kedengaran seperti helaan napas ketika untuk pertama kalinya dia menunggang dengan nyaman di atas punggung Tigris.
“Ya, Tuan….”
Killian menyeringai ketika berkata, “Aku sudah pernah mengatakannya sebelum ini, tapi kau tidak terlalu perlu belajar cara menunggang kuda. Rhea bisa membawa kita berdua.”
Pintu menuju lapangan berkuda membuka.
Killian langsung menekankan tumitnya pada Tigris.
“Aku juga suka berkuda dengan kau ada dalam pelukanku.”
****
Killian menyokong anak-anak dengan segala macam kisah tragis, yang kesemuanya berkumpul di biara.
Dia memberi pendidikan yang luas kepada semua anak itu, tanpa memedulikan jenis kelamin maupun usia, dan dia sangat menaruh minat pada mereka yang menampakkan bakat bertarung di antara anak-anak itu.
Dia memberi mereka kesempatan untuk menjalani pelatihan untuk menjadi kesatria dalam ordo di Axias, dan untuk beberapa di antaranya, dia memberi mereka kesempatan untuk menjajal berbagai senjata yang sesuai dengan kondisi fisik mereka.
Dan gadis-gadis dari biara di Axias, yang memiliki performa terbaik dalam sejarah biara selama tiga belas tahun, menjadi kesatria-kesatria tingkat tinggi serta agen-agen rahasia dalam ordo Axias.
Orang-orang hanya mengira kalau mereka yang telah menarik perhatian Killian dijadikan selir-selirnya, namun mereka adalah orang-orang yang berada paling jauh dari selir-selir di Gedung Timur.
Pada suatu ketika, wanita-wanita seperti selir-selirnya sudah berlalu, tapi Killian tidak menyentuh wanita-wanita dalam ordenya bahkan seujung jari pun.
Merupakan aturannyalah untuk tidak berkencan dengan para kesatrianya.
“Belakangan ini kondisi Giselle sedang sangat bagus.”
“… Bukankah kondisinya sedang tidak bagus?”
Seira dan Rachel mengamati Giselle berseru, “Selanjutnya!” seraya membuat lapangan latihan menjadi kacau balau.
“Keliatannya seperti ada sesuatu yang sedang mengejarnya.”
“Bukannya Leonard ya? Karena sebelumnya Giselle tak pernah kalah dari siapa pun selain Yang Mulia.”
Mata Leute melebar seperti mata kelinci.
“Bukannya dia yang mengalah?”
“Kukira begitu, tapi sepertinya tidak. Kita pasti sudah terlalu lama beristirahat. Sedemikian lamanya sampai-sampai mungkin saja ada seseorang yang mampu mengalahkan wanita yang bisa bertarung menggunakan dua pedang itu, selain Yang Mulia.”
Beth berseru seraya melompat berdiri.
“Dia pasti mengalah! Tak mungkin kapten kita bisa sampai kalah!”
Tanpa sadar Rietta menjatuhkan apel yang digenggamnya.
“… Apa?”
“Ini karena aku punya dua pedang…. Maafkan aku. Rasanya ini agak tidak adil. Apa kalian mau mengulanginya lagi, dua lawan satu?”
Killian tampak geli melihat bagaimana para kesatrianya telah dihajar begitu keras dan tertawa dengan senyum berkilat-kilat di matanya.
“Menarik.”
Killian mengangkat pedangnya.
“Ayo bertarung satu babak juga denganku.”
Pada saat ketika Giselle menginjak usia tiga belas tahun.
Pangeran muda yang diasingkan itu, tanpa setitik pun kilau air mata di matanya, melangkah memasuki wilayah mereka.
Pangeran gila yang diusir dari keluarga kekaisaran? Dia itu hanya seorang tuan muda yang sangat dimanjakan.
Di sni adalah tanah tempat orang-orang muda melarikan diri jika mereka mampu menggerakkan kaki mereka.
Merupakan hal lazim bagi para prajurit yang menyombongkan kemampuan mereka untuk terbunuh kalau mereka terjun dengan gegabah.
Dia akan segera pergi. Mereka kita dia akan segera pergi.
Tapi setiap kalinya dia kembali ke wilayah mereka.
Barulah lama setelahnya mereka menyadari kalau dia telah datang ke wilayah mereka.
Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah orang-orang yang berdiri di belakangnya semakin bertambah.
Dengan cepat orang-orang yang lemah menyadari bahwa tempat paling aman di Axias adalah di belakang punggungnya.
Dan dia selalu menjadi sosok yang berdiri di garis paling depan dalam pertempuran.
Mantan pangeran berusia delapan belas tahun itu melindungi tanah tempatnya berpijak dengan kokoh.
Dia merebut kembali Kediaman Axias kuno yang untuk pertama kalinya dilakukan oleh manusia dalam kurun seratus tahun.
Giselle telah menyaksikan hal itu dengan kedua matanya sendiri.
Setelah dia datang, tanah yang tandus, penuh dengan anyir darah, berubah menjadi tempat di mana orang-orang tinggal.
Dan pria yang pada suatu titik tertentu telah menjadi pemimpin yang mereka percayai telah membangun sebuah kota dari wilayah yang sebelumnya merupakan lahan kosong tak berarti.
Giselle telah menyaksikan semua itu dengan kedua matanya sendiri. Dia tumbuh besar dengan menatap punggung Killian.
Terkadang, kenyataan bisa terasa lebih ajaib ketimbang kisah dongeng.
Pada suatu titik tertentu, orang-orang mulai memanggilnya Duke Agung dari Axias.
Giselle juga merupakan salah satu pengikut Killian Axias, jadi dia tahu orang macam apa pria itu.
Orde kesatrialah yang tidak menerima para kesatria wanita, namun Giselle berpikir bahwa membuktikan kemampuannya di depan mata Killian merupakan sebuah pertaruhan yang tidak biasa.
Kalau dia bisa menggunakan dua pedang, dia yakin dirinya takkan bisa dikalahkan oleh prajurit ataupun kesatria mana pun yang maju melawannya.
Namun dinding yang bernama Killian Axias, ternyata cukup tinggi.
Untuk pertama kali dalam hidupnya Giselle beserta kedua pedangnya dikalahkan.
“Kenapa kau menangis? Sejak awal, memang mustahil untuk mengalahkan aku.”
Killian menelengkan kepalanya dan tertawa.
“Kubilang aku akan memikirkannya kalau kau mengalahkan ‘kesatria-kesatriaku’.”
Beberapa saat kemudian, Giselle dipanggil ke kamar tidur Killian.
Dan di sanalah, dia menerima hadiah terbesar yang takkan pernah bisa dia lupakan untuk hadiah ulang tahunnya yang kedua puluh.
“Bertindaklah secara berani, jujur, dan adil.”
Dengan tenang Killian mengetuk kedua bahu dan kepala Giselle dengan bilah datar pedangnya.
“Aku mengangkatmu sebagai kesatriaku.”
Killian memberikan pedangnya kepada Giselle.
Sebagai sopan santun, Killian separuh tersenyum.
“Aku tak menyangka akan menerima seorang kesatria wanita. Kau bisa menganggapnya sebagai suatu kehormatan.”
Pria itu pun menjadi tuannya.
Giselle menggertakkan giginya.
“Selanjutnya!”
“Mereka semua adalah orang-orang yang dulunya merupakan prajurit bayaran yang berkeliling untuk memburu hewan-hewan buas, jadi kemampuan bertarung mereka sama sekali tidak buruk. Keahlian berpedang Orde Axias telah tumbuh pesat setelah mereka dibuat syok oleh kekalahan total melawan Giselle dengan dua pedangnya pada usia sembilan belas tahun. Sebelumnya, biasanya mereka meremehkan keahlian berpedang yang dimaksudkan untuk bertarung melawan manusia.”
“Lawan mereka adalah seorang wanita muda berusia sembilan belas tahun. Dia berbeda dari Yang Mulia, yang sejak awal mereka sudah menyerah untuk bisa menang melawannya.”
“Keberadaan Giselle itu sendiri mungkin merupakan kejutan bagi mereka. Para prajurit bayaran dan kesatria melatih kemampuan berpedang mereka tanpa kenal lelah setelah Giselle bergabung dalam ordo, dan hal itulah yang membuat Ordo Axias menjadi seperti sekarang.”
Mereka tahu kalau Killian adalah sosok yang berbeda sejak lahir, namun lain halnya dengan Giselle.
Keahlian berpedangnya mrupakan hasil dari bakat dan upayanya sendiri.
Tak ada seorang pun yang bisa menyangkal bahwa kemampuan berpedang ordo meningkat pesat karena Giselle ada di sana.
Bahkan meski dirinya tak tampak seperti kesatria, tak ada pertentangan ketika wanita itu menjadi kapten karena semua orang sudah mencoba bertarung melawan pedangnya.
Tak ada seorang pun yang keberatan selain dari apakah tidak masalah jika Giselle menjadi kapten sekaligus agen rahasia dari Gedung Timur.
****
“Rietta bergabung dengan Gedung Timur sebagai kesatria?”
“Ya. Kau tak tahu?”
Leonard mengangkat bahu.
“Dia bahkan diberi kuda.”
Leonard sudah akan meneruskan dengan ‘Sebenarnya, dia diberi Tigris si kuda putih itu…. Tapi Giselle menyela secara refleks.
“Tidak.”
Leonard dibuat kebingungan pada penolakan yang tak disangka-sangka itu.
“Kenapa tidak? Ordo kesatria membutuhkan orang yang punya kekuatan suci, dan tentunya setiap kesatria akan menerima Nona Tristi.”
“Aku menerimanya sebagai teman, tentu saja, tapi dia tak boleh menjadi anggota Ordo Kesatria Gedung Timur!”
Leonard tampak bingung.
“Apa karena dia tak bisa memakai pedang? Itu kan bukan syarat utamanya, jadi kenapa sekarang meributkannya? Bahkan Lana juga tak punya keahlian dalam mengangkat senjata.”
“Karena Rietta adalah seorang wanita!”
Leonard tampak berpikir keras dengan wajah berkerut.
“… Terima kasih karena setidaknya sudah memberitahukan ini padaku sekarang. Memangnya kau bukan wanita?”
Giselle mendenguskan jawabannya.
“Bagi Yang Mulia, dia adalah seorang wanita sebelum dia bisa menjadi kesatria! Dan Yang Mulia tak pernah menyentuh wanita yang telah bersumpah setia kepadanya!”
Dengan enggan Leonard menukas, “Aku tahu kalau akhir-akhir ini perasaan di antara mereka tidak terlalu buruk, tapi meski begitu, apa alasan kenapa dia tak bisa bergabung dengan ordo?”
Giselle tampak kehabisan akal.
“Yang Mulia tidak menyentuh satu pun wanita yang ada dalam ordo kesatria! Kau tak tahu soal itu, dan kau masih bilang kalau kau adalah tangan kanan Beliau?!”
Wajah Leonard berubah syok ketika dia menatap Giselle.
“Beliau tak menyentuh mereka? Bukannya Beliau sudah melewatkan begitu banyak malam dengan kalian semua? Lana, dan kau juga?”
Giselle memelototi Leonard dengan tatapan muak yang menyengat.