Like Wind on A Dry Branch - Chapter 72
Ekspresi Rietta menggelap ketika mereka membicarakan tentang upacara penobatan yang akan segera berlangsung.
Killian menyadari ekspresinya dan bertanya, “Ada apa?”
Suara Rietta melemah ketika dia bertanya, “Apa Gedung Timur akan ikut serta dalam penobatan ini?”
“Tidak. Gedung Timur memiliki jadwalnya sendiri.”
Ekspresi Rietta sedikit merileks, dan Killian melihatnya ketika dia kembali menunduk pada kertas-kertas di tangannya.
“Periode tenggatmu adalah satu bulan. Kau punya banyak sisa waktu untuk mempertimbangkan posisimu. Tak perlu tergesa-gesa, karena Gedung Timur masih perlu waktu lama untuk dibangun ulang.”
“Ya, Tuan….”
Killian juga merasa puas dengan laporan yang Rietta antarkan kepadanya kali ini.
Killan menyeringai, merasa puas, dan kembali mendongak menatap Rietta.
“Rietta.”
“Ya, Tuan.”
“Bukan hal penting bagimu untuk bergabung dalam ordo kesatria.”
“Ya?”
Rietta menatap bingung pada Killian.
“Aku menawarkannya tanpa menyadari banyaknya bakatmu, dan karena semua wanita yang melayaniku ditempatkan di Gedung Timur. Tapi setelah melihatmu sampai sejauh ini, aku tak yakin kalau kau cocok menjadi kesatria.”
Killian tersenyum tenang dan menunjukkan kertas-kertas di tangannya pada Rietta.
“Sepertinya kau lebih cocok untuk pekerjaan administratif atau sebagai bagian dari stafku.”
Mata Rietta beralih pada kertas-kertas itu.
Itu adalah laporan yang dia tulis untuk Killian.
“Bersumpah setia dan bergabung dengan Gedung Timur bukanlah satu-satunya cara kau bisa bekerja untukku. Yang sedang kau lakukan saat ini sudah cukup membantuku. Laporan ini benar-benar luar biasa.”
Killian tak tahu kalau Rietta punya bakat dalam hal semacam ini ketika dulu dia menyarankan agar Rietta bergabung dengan Gedung Timur.
Killian mengetuk pelan kepalanyaa dengan kertas-kertas itu.
“Untuk bakat yang kau punya dalam hal otak….”
Lalu Killian mengentakkan dagunya ke arah Rietta. “Kau jelas kurang dalam hal kegiatan fisik.”
Rietta merona mendengar penilaian dingin Killian dan menundukkan wajahnya yang memerah.
“Menunggang kuda… saya sedang mengusahakannya, Tuan.”
Rietta, yang telah melewati insiden di Kuil Havitas dan wabah yang melanda Axias, tahu lebih baik daripada siapa pun bahwa Killian membutuhkan seseorang yang memiliki kekuatan suci dan mata dewa untuk melihat iblis.
Killian mungkin juga mengetahui hal ini.
Meski demikian, fakta bahwa Killian mengucapkan hal-hal ini kemungkinan besar adalah karena kekurangan yang dimilikinya.
Bahkan meski ada pendeta-pendeta lain, dalam hati Rietta meyakini fakta bahwa akan ada pekerjaan-pekerjaan yang hanya bisa dilakukan olehnya.
Killian meletakkan kertas-kertas itu dan menautkan jemarinya, meletakkan kedua tangan di atas lutut seraya tersenyum.
“Tapi hal itu mengurasmu.”
“Saya pasti akan bisa….”
“Apa kau tak lebih baik mengambil peran sebagai pengawas?”
Rietta menjawab tegas. “Saya akan berusaha membantu dengan pikiran dan tenaga saya, Tuan.”
Killian menyalak tertawa. Sungguh, tak ada seorang pun yang setanding dengan Rietta dalam hal membuatnya cemas.
“Takutnya aku akan menolak.”
Rietta tak mengerti dan berkata, “Saya tidak akan membuat Anda cemas.”
Bergabung dengan ordo merupakan hal yang berbahaya, dan mungkin bisa menjadi sesuatu yang akan membuat Rietta mengorbankan banyak hal.
Tetap saja, Killian akan membiarkan Rietta melakukan sesuai dengan apa yang wanita itu inginkan, kalau Rietta mau. Karena dia bisa mengendalikan apa yang dia minta dari Rietta.
Rietta adalah orang yang bisa membantu dirinya, dan mempertahankan Rietta di sisinya sebagai apa pun yang wanita itu bisa bukanlah hal buruk.
****
Daun-daun pada pepohonan mulai mewarnai diri mereka sendiri dengan rona kemerahan dan jingga. Di alun-alun di dalam kastel, yang sarat dengan bunga-bunga musim gugur, upacara penobatan kesatria dimulai bersamaan dengan upacara penerimaan ke dalam Ordo Axias.
Para kesatria wanita dari Gedung Timur, yang bukan merupakan fokus dari hajatan hari ini, menonton para kesatria baru dari kejauhan.
Tempat mereka berada bukanlah posisi di mana mereka akan menjadi pusat perhatian, namun merupakan salah satu tempat yang lebih baik untuk menonton.
Mereka bisa melihat seluruh upacara yang berlangsung di alun-alun dari balkon lantai empat di gedung terdekat.
Rietta bergabung dengan wanita-wanita lainnya, kesemuanya berdandan untuk memainkan peran sebagai selir-selir kesayangan dan menonton upacara itu dari posisi tinggi yang lebih baik dibandingkan sebagian besar orang.
Para kesatria memberi salam, mengangkat kepalan tangan ke depan dada mereka seraya berlutut di hadapan sang Duke Agung Axias.
Killian berdiri di depan kesatria muda yang bersumpah setia kepadanya, mengenakan seragam lengkap yang lebih formal ketimbang biasanya, mengambil pedang yang dibawakan oleh seorang pelayan, lalu mengangkatnya.
Dan dia mengetukkan bagian datar dari pedang itu pada bahu serta kepala si kesatria muda.
“Beranilah. Jujurlah. Adillah. Aku menobatkan engkau sebagai kesatriaku.”
Rietta menatap Killian dari kejauhan, merasa aneh.
Ironisnya, sang Duke Agung yang menobatkan kesatrianya tampak seperti seorang pendeta yang sedang memberkati seorang penganut.
Si kesatria muda mengambil pedang itu dari Killian dengan kedua tangannya lalu menggenggamnya di depan dada.
“Kebenaran Anda adalah kebenaran saya. Kehormatan Anda adalah kehormatan saya. Hidup Anda adalah hidup saya. Saya adalah pedang hanya untuk kehendak Anda.”
Kesatria yang baru dinobatkan menusukkan pedangnya ke tanah.
“Dengan kata-kata ini saya bersumpah setia kepada Yang Mulia, Duke Agung Axias.”
Killian berada jauh di sana, namun sepasang mata merahnya yang dingin dan tak berperasaan seakan berada tepat di hadapan Rietta.
Rietta menatap Giselle dan para kesatria wanita yang ada di sekitarnya.
“Apa kalian juga menjalani upacara penobatan seperti itu?”
Elise menjawab acuh tak acuh.
“Bukan upacara resmi seperti yang ini, tapi iya. Upacara penobatan itu dibutuhkan kalau kau ingin menjadi kesatria.”
Seira menunjukkan ukuran sepanjang jari dengan telunjuk dan ibu jarinya lalu bertanya pada Rietta.
“Apa kau sudah menemukan bekas-bekas dari sumpah setia kami?”
Rietta menggelengkan kepalanya dengan mata membelalak lebar.
“Itu adalah bekas dari kami yang melakukan sumpah kesatria. Bekas yang kubuat adalah yang paling lebar. Yang ditinggalkan Elise adalah yang paling panjang. Yang paling tipis punya Rachel.”
Wah. Rietta menutupi mulutnya dan gumam kekaguman pun terlolos keluar.
Dia hampir bisa membayangkan adegan dari suatu novel romantis, di mana para kesatria wanita bersumpah setia kepada seorang Kaisar.
“Bekas-bekas itu tentunya berkumpul di sebelah ranjangnya. Lain kali kau cobalah mencarinya.” Elise tertawa.
“Untuk Orde Gedung Timur, setelah Giselle, menjadi sebuah tradisi bagi para kesatria untuk dipanggil satu persatu ke dalam kamar tidur Beliau demi bersumpah setia kepada Yang Mulia. Tidakkah menurutmu hal itu sangat cocok bagi sebuah ordo kesatria yang terdiri dari para selir?”
Rietta mengangguk antusias. “Saya pasti akan mencarinya.”
Seira tersenyum cerah dan menggambar sebuah pisau melengkung dengan kedua tangannya.
“Punyaku tampak seperti ini.”
Giselle dan Rachel bertukar lirikan tajam.
“Kau tahu kalau tidak semua orang bisa melihat bekas-bekas itu, kan? Karena selama beberapa tahun terakhir ini tidak ada seorang wanita pun yang memasuki kamar tidur Tuan kecuali kamu, Rietta.”
“Dan sejak kedatangannya, suasana di kastel ini terasa lebih ceria, iya kan? Yang Mulia jelas sudah jadi lebih tenang.”
Rietta tertawa tanpa pikir panjang. “Beliau akhir-akhir ini juga tidak lagi melewatkan makannya.”
Yang itu menarik. Kenapa tiba-tiba Beliau makan teratur?
“Apa masalahnya memang ada di makanan? Semua orang kaget loh, bilang kalau Beliau sudah jadi orang yang benar-benar berbeda. Padahal pada saat-saat ini dalam setahun, Beliau cenderung jadi cukup dingin dan mudah kesal, tapi tahun ini aku belum melihat perubahan itu.”
“Ini pasti berkat Santa Tania.”
Rachel praktis menggertakkan giginya. “Tapi yang jelas, kondisi Beliau jadi membaik sejak kau datang, Rietta.”
Giselle dan Rachel berusaha memancing-mancing, tapi tetap saja tidak berhasil. Bahkan meski sudut bibir Elise berkedut karena mengenali niat ganjil mereka, dia mengabaikannya.
Hanya Seira dan Rietta yang tak menyadari apa pun, dan dengan penuh semangat mereka bicara tentang kejadian-kejadian heroik dari para kesatria wanita.
Giselle memutuskan untuk membuat api terbesar begitu dia melihat wajah Rachel yang bergejolak karena kesal, dan dia pun bertanya terang-terangan, “Rietta, kau sedang dalam masa tenggat, kan?”
“Oh, ya, memang!”
Mungkin ini karena upacara yang sedang berlangsung, tapi Rietta berdiri di sana, kedua tangan bertaut dengan takzim, merasa agak canggung dengan wanita yang merupakan kapten ordo.
“Berapa banyak sisa waktunya?”
Rietta menjawab ragu. “Musim gugur adalah batas akhirnya, saat pembangunan ulang Gedung Timur selesai – .“
“Jangan diterima.”
Rietta menatap bingung pada selaan sang ahli pedang.
Sebauh jawaban yang bagaikan sambaran petir di siang bolong datang sebelum dia bahkan sempat menanyakan sebabnya.
“Pasti akan sulit sebelum kau bisa menunggang kuda sendiri.”
Wajah Rietta memucat pada jawaban masam sang kapten ordo.
Dia teringat pada apa yang Killian ucapkan beberapa saat lalu, bagaimana pria itu beranggapan bahwa dirinya tidak punya hal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang kesatria, dan hatinya pun serasa terjun bebas.
“Aku tak yakin kau cocok menjadi kesatria.”
“Kau jelas kurang dalam hal kegiatan fisik.”
Killian berkata bahwa tidak apa-apa kalau dia tak bergabung dalam ordo kesatria.
Apakah Beliau bilang akan sulit jika aku masih seperti ini, tapi berusaha mengucapkannya dengan cara yang berbeda dan aku saja yang tak mengenalinya?
****
“Tuan. Bukankah Nona Tristi akan lebih cocok sebagai tangan kanan atau penasihat?”
Killian mendongak menatap Leonard.
Nona Tristi?
Biasanya Leonard memanggil Rietta sebagai Pemberi Berkat Tristi bahkan meski diulang-ulang. Tak pernah Leonard memanggilnya Nona Tristi.
“Giselle?”
“Ya, Tuan.”
“Dan apa alasannya?”
“Secara fisik dia kurang mampu – .”
Killian meletakkan jemarinya yang bertautan di atas lutut dan menyelanya.
“Seperti yang telah kunyatakan sendiri, tapi itu dalam candaan.”
Dia tahu kalau Rachel mendengarkan dari dekat jendela ketika dia mengatakannya.
Leonard menutup mulutnya rapat-rapat.
“Aku tidak akan menyuruhnya menghunus pedang dari atas punggung kuda, jadi takkan masalah kalau dia bisa menunggang kuda seperti halnya Lana, kan?”
Ordo Gedung Timur disebut sebagai ordo kesatria, tapi ordo ini terdiri dari orang-orang yang setia kepada sang Duke Agung, bukan sekedar kesatria yang bisa berkelahi.
“Dia sudah bilang akan berusaha sendiri. Dan dia bisa menunggang di atas Rhea bersamaku kalau ada sesuatu yang mendesak bagi kami. Dia bisa belajar pelan-pelan. Kalian berdua seharusnya sudah tahu kalau berkuda bukan keahlian penting untuk bergabung dengan ordo.”
Leonard terbata, “Tapi tak bisakah Anda menggunakan bantuannya tanpa dia perlu bergabung dengan ordo?”
“Hanya dengan bekerja sebagai kesatria dia bisa menerima kompensasi yang memadai untuk tugas-tugas berbahayanya. Wanita itu tak mau menerima uang tanpa alasan.”
Ekspresi Leonard jadi keheranan. “Cuma itu?”
Killian memicingkan matanya. “Apa masalahnya?”
Luar biasa langka bagi salah satu orangnya untuk menentang dirinya secara langsung.
Dia tak mendapat tentangan sebesar ini bahkan ketika Giselle bergabung dengan ordo kesatria yang dulu sepenuhnya terdiri dari laki-laki sebagai kesatria wanita pertama dan ketika dia menunjuk Giselle sebagai kapten bahkan meski wanita itu tak bisa bertarung di garis depan karena harus menyembunyikan statusnya sebagai seorang kesatria.
Ini juga karena semua orang mengakui Giselle yang telah menaikkan tingkat ilmu pedang Ordo Axias dengan teknik pedang gandanya yang unik, tak tertandingi pada saat itu.
“Dulu kalian semua sependapat bahwa kita membutuhkan orang yang memiliki kekuatan suci dalam ordo kesatria. Setelah Lana bergabung dengan Gedung Timur, pergerakan ordo menjadi terstruktur, dan kegunaannya bertambah. Seseorang dengan kekuatan suci akan melakukan hal yang sama. Semestinya akan berguna kalau melewatkan waktu bersama-sama dan saling memahami kemampuan satu sama lain.”
“Kalau begitu tentunya seorang penyuci atau penyembuh akan menjadi pilihan yang lebih baik? Damien atau Colbryn, karena mereka sudah cukup mampu menunggang kuda.”
“Mereka adalah pendeta dan karenanya kesetiaan mereka berada pada para dewa. Mereka juga tidak bebas untuk membunuh atau berbohong ketika dibutuhkan, dan mereka tentunya tak bisa menyamarkan diri sebagai selir. Rietta mampu mendeteksi iblis hanya dengan penglihatannya. Dia bebas dari aturan-aturan kebiaraan dan beberapa hal tertentu hanay bisa ditangani oleh – .“
Killian terdiam lalu menyandarkan punggungnya ke kursi.
“Kenapa pula aku harus menjelaskan keputusan ini? Aku sudah memutuskan bahwa akan bagus kalau dia bergabung, dan sisanya tergantung pada keputusan Rietta.”
Dia teringat kembali pada apa yang telah Santa Tania katakan tentang tidak membiarkan Rietta di sisinya, dan dia pun merasa agak tidak senang.
Tidaklah jelas apa yang sebenarnya sang Santa maksudkan, tapi dia berpikir bahwa nasihat dari seorang wanita yang hidup selibat tidak terlalu penting bagi hubungan antara pria dan wanita, dan Killian pikir sang Santa takkan mengucapkannya dengan begitu samar jika urusannya serius, jadi dia tak memedulikannya.
Namun kini kapten dan wakil kaptennya mendadak memprotes tanpa sebab yang jelas, dan rasanya seperti kalau semua orang sedang melawan Rietta. Dialah orang yang berkata akan mempertahankan Rietta di sisinya karena wanita itu telah membantunya, dan dia sudah mengakui wanita itu….
“Diskusi ini sepertinya agak berputar-putar. Kalau ada penyebab atas keberatan kalian, katakan terus terang.”
“.…”
Killian menyadari kalau ada sesuatu yang tak terkatakan ketika Leonard tak bisa menjawab, dan matanya pun memicing.
“Apa itu? Katakan, ini perintah.”
Kesatria yang setia itu menghela napas, tak mampu menentang perintah.
“Anda sudah menyatakan…. Bahwa Anda tidak akan memiliki perasaan kepada orang yang telah bersumpah setia kepada Anda….”
“Urusan perasaan…. Dengan Rietta?” Killian tertawa datar.
“Jangan buat diri kalian cemas secara sia-sia. Arahkan saja semangat itu pada urusan yang kuminta pada kalian.”
Leonard mengepalkan tangannya dan menukas, “Yang Mulia, saya mengaku bahwa saya adalah seorang pelayan kaku yang hanya bisa menjalankan perintah, tapi saya berharap Anda bisa bahagia.”
Bahwa dia bersyukur atas hal itu.
Killian memancangkan tatapan masamnya pada Leonard.
“Meski aku menghargai kepedulianmu atas kebahagiaanku, Rietta ada di sisiku karena dia telah menerima banyak tugas.”
“Juga agar dia tetap terlindungi, Tuan.”
“Memang. Tapi bukankah dia adalah salah satu dari tak terhitung banyaknya orang yang ada di bawah perlindunganku?”
“Ya, Tuan. Tapi Anda menyukainya!”
“Tidak terlalu jauh berbeda dengan bagaimana aku menyukai semua kesatriaku.”
“Bedanya sangat mencolok, Tuanku.”
Alis Killian berkerut.
“Kelihatannya memang seperti itu, hanya karena Rietta membutuhkan lebih banyak perhatian. Dia menjalankan tugas-tugasnya dengan baik, tapi ada banyak juga hal yang tak kusuka darinya.”
Leonard menatap ragu pada Killian dan mengajukan pertanyaan seakan setidaknya dia akan berusaha mendengarkan jawabannya.
“Apa yang tidak Anda suka darinya?”
Killian menyilangkan lengannya dan terdiam sejenak untuk memikirkannya kembali sebelum berkata, “Dia berulang kali telah membuatku kesal dengan mengatakan ‘terima kasih’, ‘maaf, dan ‘tidak apa-apa’.”
Ekspresi Leonard berubah jadi ganjil.
“Aku paling tidak suka ketika dia mengucapkan hal-hal itu dan membuat perutku serasa terbalik.”
“Bukannya itu berarti Anda ingin menjadi lebih dekat dengannya?”
Killian menatap Leonard dengan tatapan yang berkata bahwa dia tak bisa percaya pada omong kosong kekanakan yang diocehkan kesatrianya itu.
“Aku tak ingin menjadi lebih dekat dengan Rietta. Aku hanya ingin melindungi dia.”
Leonard ternganga dengan tampang kosong.
Killian terdiam, terpikirkan sesuatu, dan meneruskan.
“Dia terus-terusan membuatku marah, sehingga membuatku merasa seakan aku adalah atasan yang buruk.”
“.…”
“Dan aku tak suka pada kecenderungannya untuk ambil bagian dalam tugas-tugas berbahaya.”
Wajah Killian mulai berkerut seakan dia jadi semakin kesal ketika dia semakin memikirkannya.
“… Kenapa dia melakukan hal-hal itu?”
“.…”
“Akan sangat melegakan bagiku kalau dia bisa menghargai dirinya di atas orang lain. Tapi karena itulah, dia membutuhkan perhatian terus-terusan. Gara-gara perbuatannya, aku jadi kerepotan.”
“.…”
“Dia sering sakit dan terluka juga memberiku alasan untuk mendiskualifikasikannya. Orang bertubuh selemah itu seharusnya berlindung di belakang orang yang kuat. Tapi entah bagaimana dia terus saja….”
Killian terdiam.
Dia memikirkan kembali apa yang telah dia katakan dan menyadari bahwa dirinya mungkin sudah agak berlebihan. Dia pun memberi satu hal baik.
“… Meski begitu, kemampuannya sangat berguna….”
Mungkin itu belum cukup.
“Dan dia cantik.”
Tidak, dia merasa bersalah.
Dia tak mengatakan hal yang salah, tapi dia berpikir dirinya mungkin sudah terlalu banyak bicara buruk tentang Rietta padahal dia sudah begitu banyak bekerja bersama dengan wanita itu.
Rietta punya begitu banyak kelebihan.
“Kadang-kadang dia bisa bersikap ekstrem juga, tapi hal itu berasal dari sifat setia dan penuh kesungguhan.”
Leonard hanya menatap tuannya.
Killian meneruskan sambil terkadang menggumam dan berdehem.
“Apa pun yang kusuruh, dia mempelajarinya dengan cepat. Diajari sedikit saja, dia bisa menangkap keseluruhannya. Sebenarnya, menunggang kuda adalah satu-satunya kegagalannya dalam belajar, yang bisa ditangani oleh aku dan Rhea dengan diajari pelan-pelan. Meski begitu, dia punya banyak bakat yang tak bisa dipelajari dengan mudah.”
“.…”
“Dia punya kekuatan suci dan mampu mendeteksi iblis. Dia cukup seimbang dan mahir dalam menjalankan tugas-tugasnya.”
“.…”
“Bahkan cepat tanggap dan mahir dalam beradaptasi. Dia cukup tahu bagaimana menggunakan posisinya. Dia disukai oleh banyak orang. Bahkan kuda-kuda juga lebih menyukai dia dibandingkan aku.”
Dia rajin, pintar, cepat dalam menentukan situasi, berusaha untuk tidak menjadi beban, dan sebagainya, dan sebagainya.
Rietta punya banyak jasa, jadi semakin banyak Killian bicara, semakin panjang waktu yang dibutuhkan.
Leonard mengangguk. “Dia luar biasa, ya.”
“Memang.”
“Saya akan berusaha lebih baik lagi, Tuanku.”
“Untuk apa?”
Masih panjang jalan yang harus ditempuh.