Like Wind on A Dry Branch - Chapter 69
Pada pagi yang dingin dengan diiringi derai hujan musim gugur, Rietta telah mengurung dirinya sendiri di dalam perpustakaan sejak fajar dan sedang duduk terkantuk-kantuk di belakang meja di antara rak-rak buku.
Seorang pria bertubuh tinggi tanpa bersuara menutup jendela di mana percikan ringan dari hujan dan angin yang dingin berhembus masuk.
Suara hujan pun teredam.
Rietta sedang mengenakan gaun sewarna fajar, gaun yang telah dia pilih beberapa waktu sebelumnya. Gaun–gaun yang telah Killian minta dibuatkan untuknya selama musim panas benar-benar cocok dan indah, tapi agak dingin ketika dikenakan dalam cuaca ini, dan kelihatannya memang begitu.
Killian menyeka titik-titik hujan dari mantelnya lalu dengan hati-hati menyampirkan mantel itu pada Rietta.
“Sepertinya aku akan perlu memanggil tukang jahit lagi,” dengan tenang Killian menggumam dalam suara rendah.
Rambut hitamnya lembab karena berjalan menembus gerimis pagi hari.
****
Lebih lambat daripada tahun sebelumnya gara-gara wabah, upacara pengangkatan kesatria bagi para kesatria baru akan dilangsungkan seminggu kemudian.
Salah satu calon kesatria, yang telah membantu para calon pendeta menyelinap ke dalam wilayah barat, adalah seorang pemuda yang hampir lulus dari biara dan merupakan kesatria termuda yang diterima dalam orde tahun ini.
Ini adalah saat ketika para calon pendeta yang telah lulus dari biara menjadi pendeta sepenuhnya dan pergi menuju kuil-kuil yang telah mereka pilih, namun Damien dan Colbryn tidak pergi, dan tetap tinggal di Axias.
Killian mempekerjakan mereka sebagai para pendeta eksklusif di bawah Kediaman Axias hingga kuilnya dibangun. Mereka ditugaskan menjalankan pemberkatan, pemurnian, dan penyucian yang dibutuhkan di sekitar Kediaman Axias bersama dengan Rietta.
Kedua pendeta itu kembali setelah mengurus tempat-tempat penampungan terakhir untuk bergabung dengan Rietta dalam menjaga Kediaman Axias tetap aman, mengikuti sistem pembaharuan berkat yang telah disusun Rietta.
Rietta punya lebih banyak waktu luang karena kedua pendeta muda yang kuat itu berbagi beban memberkati dengannya, tapi perlahan-lahan dirinya diberi lebih banyak pekerjaan.
Killian memberinya beragam hal untuk dia kerjakan karena Rietta beradaptasi dengan cepat dan melakukan pekerjaan dengan baik tak peduli apa pun yang Killian minta untuk dia kerjakan.
Killian tak menahan diri, memulai dengan administrasi dan keuangan, bahkan menyuruh Rietta menangani urusan-urusan yudisial, perdagangan, budaya, dan militer.
Rietta menyerap keahlian-keahlian praktis yang bisa membantu Kilian dengan cepat.
Killian mulai memakai Rietta hampir seperti seorang sekretaris merangkap manajer.
Dia selalu meminta pendapat Rietta dalam urusan-urusan di mana dia harus membuat keputusan hati-hati.
Dan Rietta mulai mengurus makanan Killian.
Si pengurus rumah tua, Ern, yang selama bertahun-tahun ini telah mengurus sang Duke Agung Axias, tak punya pilihan selain mengakui kemampuan Rietta dalam satu urusan ini.
Killian luar biasa tangguh, jadi dia adalah orang yang dengan mudahnya mengesampingkan perhatian terhadap tubuhnya sendiri, namun anehnya dia tidak menampik Rietta yang bertanya apakah dia ingin makan.
Killian mulai menyantap semua makanannya secara teratur.
****
Rietta datang ke ruang kerja Killian saat tiba waktu makan siang dan mengembalikan mantel itu dengan wajah merona.
“Padahal akan lebih baik kalau Anda membangunkan saya….”
“Kau bisa berterima kasih saja padaku.”
“Terima kasih, Tuan.”
Pada suatu titik, Rietta telah menjadi orang yang bisa memasuki ruang kerja atau kamar tidur Killian dengan bebas tanpa perlu minta izin dari Ern.
“Apakah akhir-akhir ini tidurmu cukup?”
“Tentu saja, Tuan…. Hanya saja bukunya membosankan.”
Killian terkekeh.
“Aku akan harus pergi memeriksa apakah kau ternyata ketiduran… Ah.”
Wajah Killian membeku pada apa yang dia katakan, dan kemudian menatap wajah Rietta.
“Aku tidak sedang melecehkanmu.”
Rietta tersenyum lembut.
“Saya tahu, Tuan.”
Killian menatap wajah itu, lalu tersenyum samar sebelum mengambil laporan di atas mejanya.
“Laporan ini. Acuan yang kau pakai adalah Teori Pedler? Sebenarnya, aku tak menganggap dia sehebat itu, tapi tampaknya kau punya pendapat berbeda dariku. Cukup menarik membaca kesimpulanmu berdasarkan dari teori ini.”
Killian cukup tertarik pada teori yang telah Rietta gunakan dalam laporan yang ditulisnya, dan dia pun menanyakan berbagai pertanyaan. Rietta menjawabnya dengan singkat dan jelas.
Killian mendengarkan dengan seksama, terkadang mengajukan pertanyaan dadakan, dan mendengarkan jawaban Rietta.
Wajahnya tampak seperti kalau dirinya tak peduli, tapi matanya tertuju pada Rietta seakan dia memercayai wanita itu, dan dia mengangguk dari waktu ke waktu.
Di Axias tidak banyak orang-orang yang berbakat dalam dunia akademis, dan merupakan fakta penting untuk mengingat bahwa tidak banyak orang yang bekerja sesuai dengan standarnya. Tetap saja, Killian melakukan sendiri pekerjaan itu karena dia merasa nyaman dengan hal tersebut.
Dia tidak menyukai kemungkinan kalau detil-detilnya menjadi kacau jika dia menyerahkannya ke tangan orang lain.
Kesemuanya ini adalah hal-hal tidak penting yang bisa dia lakukan dengan cara yang dia inginkan kalau dia meluangkan waktu.
Tetapi hal-hal tidak penting ini jumlahnya sangat banyak, dan dia tidak mendelegasikannya kepada orang lain, sehingga bertumpuk dan membutuhkan waktu lama.
Rietta bekerja persis dengan cara seperti yang Killian inginkan, sedemikian rupa sehingga mustahil untuk percaya kalau dia pernah marah dan berselisih dengan Rietta atas setiap hal yang wanita itu lakukan.
Rietta berpikir dan membuat keputusan seperti dirinya, dan kesimpulan-kesimpulan dari laporannya selalu memadai dan sempurna. Terkadang, wanita itu bahkan berada di atas dan melampaui apa yang Killian harapkan.
Killian, didorong oleh sifat mendesak dari semua tugas lainnya, akan memakai intuisinya pada beberapa bagian dan lanjut ke berikutnya, namun Rietta menggali hingga ke perpustakaan dan melakukan semua hal merepotkan untuk menambahkan pada bagian-bagian itu.
Killian merasa puas ketika kesimpulan Rietta sesuai dengan kesimpulannya karena itu berarti hal ini menjadi bukti yang berkata bahwa dirinya telah membuat keputusan intuitif yang tepat.
Kalau tidak sama, hal itu juga punya sisi menariknya sendiri. Karena membacanya kembali selalu membantu dalam pembuatan keputusan.
Kalau ada saat di mana tampaknya latar belakang pengetahuan Rietta terhadap suatu hal masih dangkal, Killian memberikan nasihat tentang hal itu.
Kemudian Rietta akan menangkapnya dengan cepat, mempelajarinya, atau memperbaikinya dan membawanya kembali pada Killian.
Rietta adalah seorang pekerja keras.
Rietta telah mengambil cukup banyak beban kerjanya, jadi Killian punya sedikit lebih banyak fleksibilitas dengan waktunya ketimbang sebelumnya.
****
“… Kau itu sungguh tak punya bakat dalam menunggang sama sekali.”
Rietta gemetaran seperti daun, memegangi leher Tigris mati-matian, dan tak mampu menegakkan diri.
Wanita itu selalu membawakan laporan-laporan yang sempurna, mengurus pemberkatan Kediaman Axias dengan sempurna, dan merupakan seorang wanita yang tampak sempurna dalam setiap jenis gaun, tapi….
Killian berpikir kalau Rietta akan bagus dalam hal ini karena wanita itu mengerjakan semuanya dengan sempurna ketika dia memintanya.
Sungguh sama sekali tak disangka kalau Rietta akan jadi sepayah ini.
Para instruktur yang telah Killian tugaskan untuk mengajari Rietta menunggang kuda semuanya mengucurkan keringat deras.
Killian tidak merasa cemas karena tidak ada masalah apa pun ketika Rietta menunggang Rhea bersamanya, namun hal itu bukan berkat Rietta sendiri. Semua itu adalah karena Killian adalah seorang penunggang yang terlatih sempurna di atas punggung seekor kuda yang luar biasa.
Killian, yang mampir untuk melihat-lihat begitu mendengar Rietta mendapat kesulitan ketika belajar berkuda, tercengang memandangi wanita yang tampak goyah dan gemetaran di atas punggung kuda yang tidak bergerak.
Tak pernah dia melihat keahlian menangani kuda sekonyol itu.
Rietta benar-benar tak berbakat menunggang kuda.
Rietta tak tahu apa yang harus dilakukan dengan dirinya sendiri kalau si kuda berderap atau sekedar menggoyangkan kepala, dan tubuhnya akan langsung diam membeku, mengacaukan posturnya.
Mustahil bahkan untuk membayangkan menaikkan kecepatan.
Fakta bahwa Tigris bersikap selembut domba tidak ada gunanya.
Pengalaman pertama Rietta di atas punggung kuda sungguh tiada ampun.
Dia telah menyerah untuk berusaha berpegangan pada kuda yang bergerak-gerak, dan menggertakkan gigi untuk bertahan ketika Rhea berderap, hanya memercayakan diri pada orang yang duduk di belakangnya. Bagi Rietta, ada rasa takut yang tertinggal dalam dirinya dari pengalaman pertama ini, dan sungguh sulit untuk mengatasinya.
Butuh waktu cukup lama bagi Rietta untuk mengatasi pengalaman pertamanya yang penuh rasa takut.
Baik Rietta, yang ketakutan, dan para instruktur, sama-sama tampak menyedihkan.
Killian menonton selama beberapa saat, dan akhirnya dia mendekat, menggelengkan kepala begitu melihat mereka tidak menghasilkan kemajuan berarti.
“Kita berhenti di sini saja untuk hari ini. Kemarilah.”
Killian mengulurkan tangan pada Rietta.
Rietta sudah tak bisa mengendalikan tubuhnya sendiri karena rasa takut, seketika mengenali situasinya, dan memegangi lengan Killian untuk memasrahkan tubuhnya pada pria itu.
“Oh, astaga. Anda harus bisa naik dan turun sendiri supaya jadi lebih baik.”
Si pengurus istal tersenyum dengan agak canggung dan menasihati Rietta.
Killian terkekeh dan mengangkat pinggang Rietta untuk menurunkannya.
“Tak apa-apa. Tak perlu buru-buru.”
Instruktur menunggang Rietta, yang telah berjanji kalau dia bisa membuat Rietta berderap dalam waktu satu bulan dan berlari dalam waktu tiga bulan bahkan meski Rietta tak punya pengalaman dalam memakai tubuhnya, berdiri di hadapan Killian dan tak bisa mengangkat kepalanya karena malu.
Rietta tak tahu kalau dirinya akan jadi separah ini, and dia juga berdiri diam dengan pipi memerah.
Killian terkekeh dan menepuk-nepuk kepala Rietta ketika wanita itu berdiri sedih di sana.
“Bahkan kalau pada akhirnya kau tetap tak bisa belajar menunggang, Rhea selalu bisa membawamu berdua denganku, jadi tak masalah.”
Wajah Rietta menjadi semakin memerah. Kepalanya tertunduk.
“Maafkan saya, Tuan. Saya akan berusaha lebih keras.”
Beliau bahkan telah memberiku seekor kuda, jadi bagaimana aku bisa tidak berusaha?
Dan Rietta juga tahu bahwa meski Rhea adalah kuda luar biasa dengan kekuatan istimewa, kuda itu akan kesulitan kalau harus membawa dua orang penunggang dan terus berlari.
Dia sudah membaca semua buku tentang berkuda yang bisa dia dapatkan begitu dirinya mulai mengalami kesulitan dalam menunggangi kudanya.
“Tak apa-apa.”
Killian tersenyum hangat seraya meletakkan kedua tangannya pada bahu Rietta sebagai sikap dukungan, dan berbisik dari belakang.
“Kau belajar menunggang kuda sebagai hobi, kan?”
“Ah….”
Rietta mengangguk dengan canggung.
Dengan terlambat dia menyadari bahwa dirinya mungkin terlalu kentara soal beban berat tidak penting yang dia miliki tentang menunggang.
Dia belajar berkuda demi bisa memasuki orde di Gedung Timur dan membantu Killian saat pria itu membutuhkannya, dan tidak menjadi beban bagi Killian atau wanita-wanita lain di Gedung Timur ketika terjadi keadaan darurat, namun di luar dia harus menutupi hal ini sebagai hobi karena Gedung Timur adalah kelompok selir kesayangan sang Duke Agung Axias.
Killian tertawa pelan dan memiringkan kepalanya.
“Bahkan meski semua upayamu begitu mengagumkan dan menggemaskan.”
Killian memutar Rietta agar menghadap ke arahnya lalu berkata dengan suara bernada manis.
“Santailah. Aku memang bilang kalau aku ingin kau menunggang bersisian denganku, tapi aku juga suka menunggang denganmu berada di dalam pelukanku.”
Rietta tahu kalau Killian hanya mengucapkan hal-hal ini karena pria itu harus mempertahankan tampilan dirinya sebagai selir pria itu, namun Rietta masih merasa malu dan hanya bisa mengangguk samar. Matanya memandangi tanah.
Yah, sikap itu sebenarnya tampak lebih alami bagi Killian, jadi dia tak memandang buruk hal tersebut.
Killian menepuk-nepuk pundak Rietta dan tertawa.
“Kau itu sudah terlalu tamak, berpikir kalau kau harus belajar dengan cepat. Itulah sebabnya kau malah tak bisa mencapainya. Jangan tidak sabaran, dan akrabkan diri saja dengan Tigris, beri dia cemilan. Sudah cukup kalau menunggangi dia sesekali saja, saat kau merasa ingin melakukannya.”
Dan Killian lalu menekuk pinggangnya serta mendekatkan dahinya pada Rietta seakan dia teringat meminta sapaan untuk hari ini.
“.…”
Rietta buru-buru menempelkan bibirnya pada dahi Killian.
Si pengurus istal, instruktur menunggang, dan semua orang di dekat situ menyaksikan adegan ini dengan wajah hangat, seakan mereka sedang melihat pemandangan paling indah di dunia.
****
Ern membungkuk, menerima perintahnya.
“Kalau begitu saya akan bicara pada Latria.”
“Bagus.”
“Akan tetapi…. Tak apa-apakah jika Nona Tristi menerima kepala penjahit di dalam kamar tempatnya berada sekarang?”
Kamar tempatnya berada sekarang?
Killian melepaskan kancing lengan bajunya dan merenung.
Hal itu memang bisa dibilang sebuah masalah.
Saat ini, kamar Rietta hanyalah salah satu di antara kamar-kamar kosong di dalam bangunan utama.
Kamar itu adalah kamar tamu, hanya sebuah kamar sementara untuk tamu mana saja.
Bahkan meski Kediaman Axias memang lengang dan dingin, kamar itu jauh terlalu polos dan kosong bagi seorang wanita yang mendapatkan cinta sang Duke Agung Axias sebagai selirnya.
Ern meneruskan, tampaknya telah menangkap isi pemikiran Killian.
“Kalau begitu mungkin, di dalam kamar tidur Tuan…?”
“Tentu saja tidak.” Killian langsung menolak.
Tak peduli meski di muka umum Rietta dikenal sebagai selir Killian, dia tidak akan membuat Rietta diperlakukan secara tidak senonoh.
“Kalau begitu mungkin, kita bisa memindahkan Beliau ke kamar lain, atau haruskah kita menyiapkan sebuah ruang pakaian?”
Urusannya jadi sedikit lebih besar daripada yang Killian kira, padahal cuma untuk beberapa pakaian musim gugur.
Apa semua itu dibutuhkan?
Sejak awal, ini hanyalah cara melindungi Rietta untuk sementara. Tak mungkin bisa mengetahui berapa lama Rietta akan tinggal di dalam kastel.
“Kunjungan dari Latria ini akan menjadi buah bibir bagi semua bangsawan. Bukankah perlu mengaturkan sebuah ruang pakaian untuk Nona Tristi supaya bisa menerima sang kepala penjahit?”
Ini sungguh menyusahkan. Killian memberengut, tak bisa berpikir sampai sejauh itu.
“Sudahlah. Akan lebih baik pergi kalau pergi sendiri.”
“Ke toko gaun, Tuan?”
Di tengah-tengah kegiatan melepaskan pakaiannya, Killian kembali mengenakan bajunya pada selaan mendadak dari suara seorang wanita.
Rachel sedang bergelantungan terbalik dari jendela, masih berada di luar, dan menasihati Killian.
“Pergi ke toko satu kali untuk menunjukkannya kepada orang lain memang tak masalah, tapi Yang Mulia pergi mengunjungi mereka setiap kali Anda membutuhkan sesuatu sepertinya tak terlalu ideal. Bukankah akan lebih baik kalau menyuruh mereka mendatangi Anda?”
“… Menurutmu begitu?”
“Anda memiliki reputasi Anda sebagai pangeran terbuang dari utara, sang Duke Agung Axias. Apakah setiap kalinya Anda akan pergi sendiri ke toko baju?”
Apa itu masalahnya?
Killian kembali larut dalam pemikiran.
… Rasanya tak terlalu buruk kalau pergi sendiri dan membelinya setelah melihat Rietta mengenakan baju-baju itu.
“Di luaran, semua orang berpikir kalau dia adalah selir yang paling Anda sayangi. Tentu saja, dia membutuhkan pakaian buatan khusus.”
Pakaian buatan khusus.
Frase yang Rachel pakai itu entah bagaimana terdengar penuh penekanan, dan kata-kata tersebut terngiang di kepala Killian.
“Suruh mereka membawa semuanya. Ke kastel.”
“Merupakan hal lazim bagi para bangsawan tingkat tinggi untuk memilih satu gaun yang dibuat hanya untuk satu wanita.”
Killian tak berpikir panjang.
“Suruh mereka membawa semuanya. Ke kastel.”
Reputasinya sebagai Duke Agung Axias….
“Jadikan salah satu dari kamar-kamar itu sebagai ruang pakaian Rietta.”
Killian berkata pada Ern.
“Baik, Tuan.” Ern berbinar dan membungkuk.
Rachel menyeringai dan bersalto naik, dan barulah kemudian Killian melepaskan pakaiannya.