Like Wind on A Dry Branch - Chapter 66
Tempat tinggal sementara para kesatria wanita menjadi semakin dan semakin berantakan karena mereka tak bisa fokus mengurus rumah mereka sembari memulai pelatihan resmi bersama para kesatria biasa.
Mereka tak bisa bebersih, mencuci pakaian, atau bahkan memasak seperti biasanya.
Killian menugaskan para pengurus, pelayan, dan gadis pelayan untuk mengurus tempat tinggal sementara wanita-wanita Gedung Timur.
Wanita-wanita yang dulunya adalah kekasih Killian perlahan-lahan memutuskan untuk pergi, satu demi satu, dan kembali ke tempat mereka seharusnya berada.
Mereka adalah wanita-wanita yang dulu mencintainya.
Beberapa hal tak perlu dikatakan ketika kau menatap orang yang kau cintai.
Pada kenyataannya Gedung Timur Killian bukanlah tempat tinggal bagi selir-selirnya, tetapi pada mulanya hanya samar-samar disadari bahwa tidak banyak wanita yang pernah menghangatkan ranjang Killian di antara wanita-wanita Gedung Timur.
Situasi saat ini mengubah kecurigaan samar itu menjadi kepastian yang solid.
Semua orang menyadari bahwa kini Killian berniat menutup Gedung Timur setelah insiden Irene.
Kepasrahan yang menggerakkan hati setelah penantian panjang.
Dan permintaan maaf Killian yang tak berperasaan tapi jujur, berkata dirinya minta maaf namun berharap mereka akan menemukan kebahagiaan mereka.
Saat-saat sunyi yang mereka habiskan di tempat-tempat berbeda selain Gedung Timur, tempat mereka sudah tinggal dalam waktu yang lama, telah membantu mereka meluangkan waktu untuk merenung dan menyingkirkan perasaan lama mereka atas cinta masa lalu.
Wanita terakhir dari kekasih-kekasih lama Killian mengucapkan selamat tinggal terakhirnya dan pergi hari ini.
“Satu-Dua-Angkat!”
Para pekerja menyerukan hitungan mereka dan membangun ulang kolom-kolom dan atap yang hancur. Pembangunan Gedung Timur berjalan lancar.
****
“Rietta, Rietta….”
Seira setengah melompat ke atas bahu Rietta dan mengerang.
“Tolong aku….”
Rietta berbalik, dan wajahnya sarat dengan kecemasan.
“Astaga.”
Rietta meraih lengan Seira yang terkalung di lehernya, menggenggam pergelangannya, lalu memberkatinya.
“Kau baik-baik saja?”
“Nggak, nggak sama sekali….”
Elise berjalan ke arah mereka dan menarik Seira dari punggung Rietta.
“Jangan manjakan Seira. Dia hanya melebih-lebihkan sakitnya karena dia tahu kau peduli.”
Kondisi Elise sendiri tak kelihatan terlalu baik ketika dia berkata demikian.
“Tapi tubuhnya penuh goresan di mana-mana…. pasti sakit. Apa dia jatuh di suatu tempat?”
Rietta menatap cemas pada luka gores cukup besar di lengan Seira, dan Elise menyeringai lelah.
“Tak usah cemaskan itu juga. Pendeta akan mengobatinya malam ini.”
“Pendeta?”
“Ah. Apa kau sudah dengar kalau Pendeta Colbryn dan Pendeta Damien telah diangkat sebagai pendeta kastel?”
Mata Rietta melebar.
“Sungguh?”
Pendeta kastel? Jadi apa mereka akan tinggal di kastel dan tidak kembali ke kuil?
Pendeta kastel adalah jalur karir yang tidak terlalu dihargai di antara para pendeta karena banyak alasan, bahkan meski bayarannya tinggi kalau dipekerjakan oleh bangsawan.
Mereka bisa saja ingin pergi ke kuil dan ditahbiskan secara resmi untuk bisa belajar lebih banyak seraya mengumpulkan pengalaman kalau mereka memang berbakat dalam sihir suci, aih-alih dipekerjakan oleh bangsawan dan berada di bawah perintah si bangsawan tanpa ditahbiskan secara benar….
Rietta melihat tubuh Elise juga lebam-lebam dan penuh goresan. Merasa bersimpati, dia pun memberkatinya.
“Rawatlah tubuhmu sendiri.”
Rachel melompat turun dari pohon dan menimpali.
“Apa boleh buat karena mereka sudah lama tak latihan.”
Seira menggerutu. “Kok Rachel bisa sama sekali tak mengalami penurunan begitu?”
Rachel tertawa, “Karena aku selalu melakukan kegiatan tingkat tinggi. Kau harus berusaha latihan lebih banyak lagi dalam rutinitas sehari-harimu.”
Rachel menamparkan pasta herbal pada lebam Seira.
“Aduh….”
Seira mengerang.
“Kau akan cepat terbiasa, jadi tak usah mencemaskannya.”
Dia juga menamparkan pasta itu pada Elise. Alis elegan Elise mengernyit.
Rietta tampak cemas ketika dengan sibuk dia memurnikan dan memberkati mereka.
Pemurniannya akan cukup membantu agar luka-luka mereka tidak terinfeksi.
Karena para pendeta akan mengobati mereka malam ini….
Mungkin karena dirinya memurnikan lebih banyak daripada yang akhir-akhir ini dia lakukan setelah lama tidak memberkati atau karena efek dari upacara pemberkatan agung, namun Rietta merasa kalau kekuatan sucinya akhir-akhir ini telah menjadi sangat melimpah.
Dia jadi jauh lebih nyaman dalam memurnikan daripada sebelumnya, dan dia tak merasa lelah atau kewalahan ketika melakukan pemberkatan berturut-turut. Entah bagaimana pemberkatannya terasa ringan dan alami.
Rachel bertanya pada Rietta, yang sedang memeluk bukunya.
“Apa kau mau pergi ke perpustakaan lagi?”
“Ya.”
“Kau telah bekerja sangat keras.”
“Oh, tidak juga…. Aku cuma membaca beberapa buku. Tentu saja bukan apa-apa kalau dibandingkan dengan apa yang telah kalian capai.”
Elise menggulingkan Seira dan berkata, “Kami tak sesibuk itu. Kalau tak keberatan, ayo mampir ke tempat kami saat kau ada waktu luang.”
Rietta tersenyum. “Terima kasih atas tawarannya. Aku akan berusaha untuk tidak mengganggu kalian.”
Elise menggelengkan kepalanya.
“Tidak mengganggu kok. Sungguh. Sejujurnya saja, sekelompok orang yang cuma bisa menghunus pedang bisa menjadi tumpul. Entah dalam hal akal sehat ataupun emosi…. Sungguh membantu kalau bisa bicara dengan orang biasa dan melakukan percakapan biasa.”
Rietta tampak bingung.
“Um….”
Elise tampak seperti sedang mempertimbangkan apa yang akan dia katakan selanjutnya.
“Ada hal-hal yang tak boleh dilupakan oleh seorang manusia. Bisa jadi berbahaya kalau terlalu terbebani jika kita sendirian. Dan sekarang, di sini…. Karena cuma ada orang-orang semacam itu.”
Orang semacam itu?
Rietta tak tahu kalau semua wanita biasa sudah meninggalkan Gedung Timur, dan dia tampak benar-benar kebingungan.
Elise hanya tertawa.
“Elise benar.”
Rachel menyahut.
“Terkadangkami harus bertemu dengan orang-orang sepertimu dan bersantai.”
Elise dan Rachel saling pandang dan tersenyum.
Sebenarnya Rachel dan Elise tidak setuju dengan keputusan Giselle untuk menggunakan obat pencahar.
Terutama Rachel yang berpikir dia akan kembali, diam-diam membunuh pendeta yang tertinggal itu lalu kembali bergabung dengan mereka.
Dia akan melakukan hal yang sama jika situasi yang sama terjadi. Tetapi meski demikian, Rachel mengerti apa yang Elise katakan.
Seira menyeringai dengan lengan dikalungkan pada bahu Elise, menatap Rietta.
“Yap. Menatap wajah cantik itu bagus.”
Rietta menyentuh pipinya, tampak malu. Dia hampir bisa mengetahui apa maksud mereka. Namun dia menyadari kalau itu bukan sekedar pujian kosong.
Rietta balas tersenyum dan memberkati semua orang dengan sepenuh hati.
Gedung Timur, di mana yang tersisa hanyalah orang-orang yang pernah membunuh.
Wanita-wanita biasa, yang kini telah meninggalkan Gedung Timur, adalah orang-orang yang memastikan bahwa kehidupan mereka sehari-hari tidak menjadi seperti yang telah diperkirakan secara alami.
Namun mereka hidup bersama wanita-wanita itu dengan masih menyimpan rahasia, jadi tentu saja terbentuk dinding di antara mereka. Namun dengan Rietta, dinding semacam itu tidak dibutuhkan. Rietta adalah orang yang telah menyeberang ke dalam tempat mereka.
Rietta berbeda, tapi dirinya tidak membuat kesal. Rietta memahami logika mereka, tetapi dalam hati tidak menyetujuinya.
Rietta tidak sepenuhnya menyetujui keputusan mereka, namun dirinya meninggalkan sesuatu yang harus mereka ingat.
Rietta mengingatkan mereka akan seorang manusia.
Rietta memeluk mereka untuk memberi berkat, dan mata langit biru nan murni serta pemalunya yang unik berbinar cemerlang diterpa mentari.
****
Killian berhenti untuk menonton persiapan upacara pengangkatan kesatria dan mendengar kalau Rietta sudah pergi ke perpustakaan, jadi dia pun pergi ke sana.
Dengan cepat dia menemukan Rietta sedang mencari-cari di antara rak buku dan mengamati wanita itu dari balik celah pada rak buku.
Rietta tak menyadari kalau Killian ada di sana dan sedang fokus membalikkan halaman.
Tiba-tiba Rietta berdiri dan bergerak, mencari buku yang berbeda.
Pinggiran gaun dari sutra hijau dan sifon birunya yang tembus pandang berkibar.
Killian bersandar pada rak buku, memandangi Rietta mondar-mandir dengan pikiran terpusat pada apa yang sedang dilakukannya dan mendapati kalau wanita itu lebih cantik daripada biasanya.
Rietta menjulurkan lehernya ke arah bagian atas rak buku seakan telah menemukan buku yang dicarinya.
Rietta mendorong pijakan ke posisi yang dibutuhkan dan memanjatnya sambil berjinjit, jemarinya menyapu buku yang dia butuhkan.
Dia sudah berdiri di atas pijakan, tapi buku itu tetap tak tergapai sehingga Rietta hanya bisa sedikit menyentuhnya.
Rietta berusaha mencondongkan tubuh ke depan untuk memiringkan buku itu, tapi dirinya malah membuat buku itu terdorong lebih dalam.
Dia menyesuaikan kembali posturnya dan lebih meregangkan tubuhnya lagi sambil berjinjit, mendorong rak di bawah dengan buku di tangan kirinya. Ujung jemarinya hanya mampu menyentuh sedikit buku itu.
Tangan seseorang yang lain pun muncul, mengambil buku yang dengan susah payah hendak Rietta raih.
Rietta tersentak ketika tubuh orang di belakangnya menyentuh punggungnya. Dirinya terpeleset bersamaan dengan pijakannya, mata selebar piring. Dia bahkan tak sempat berteriak, dan tubuhnya pun langsung ditangkap oleh sebuah lengan yang kuat.
Rietta memegangi erat lengan itu dan napasnya serasa berhenti. Mata merah pemilik lengan itu menatap dirinya.
“Tinggal minta tolong saja pada penjaga perpustakaan.”
Killian, yang lengan kirinya melingkari pinggang Rietta, memberdirikan Rietta dengan tegak di lantai. Tangan Rietta masih memegangi lengannya, menyeimbangkan diri dengan mata terbebelalak.
“Te-Terima kasih, Tuan.”
Killian memberikan buku yang baru saja dia ambilkan kepada Rietta. Dan dia membaca sepintas judulnya.
“Ini buku karya Alfredo. Apa kau membacanya karena laporan yang telah kutugaskan padamu?”
Rietta mengambil buku itu dengan dua tangan, kemudian mengangguk cepat.
“Oh, ya, Tuan. Dalam , kabarnya Beliau adalah otoritas tertinggi dalam hal persenjataan….”
“Itu bukan standar yang buruk. Apa kau pernah membaca buku Hynel?”
“Hynel, Tuan?”
Rietta mencari-cari dalam ingatannya, tapi dia tak pernah mendengar nama itu.
“Hm. Alfredo terlahir sebagai seorang bangsawan dalam sebuah keluarga bermartabat tinggi, jadi dia adalah seorang otoritas cendekia berpandangan elit. Namun Hynel terlahir sebagai rakyat jelata dan merupakan seorang prajurit. Dia menulis menurut sistemnya sendiri, jadi para cendekia tradisional berpikir kalau dia hanya melakukan apa yang dia mau, tapi bukunya cukup berguna dan patut dibaca.”
Killian berjalan menuju rak buku lain dan menarik keluar sebuah buku. Judulnya karya Hynel.
Rietta menyelipkan buku yang dia bawa ke bawah lengan lalu mengambil buku itu dengan kedua tangan.
“Dia menulis tentang persenjataan dari sudut pandang yang berbeda. Akan berguna kalau membaca keduanya.”
Seraya berkata demikian, tiba-tiba ujung jari Killian menepiskan sehelai rambut yang menempel pada bibir Rietta ketika wanita itu tadi terpeleset. Sorot mata jernih Rietta mengikuti tangan pria itu dan bertemu dengan mata Killian.
Rietta tersentak, dan tubuhnya membeku. Ditundukkannya kepala.
“… Terima kasih.”
Dengan cuek Killian menyilangkan lengannya dan menggosok dagunya.
“Buku-buku sejarah apa lagi yang telah kau baca selain ?”
“Saya pernah membaca karya Schuwalt, karya Cherrni, karya Andersen, dan karya Bloom, Tuan.”
“Jadi kau sudah membaca sebagian besar karya cendekia tradisional. Apakah biara merekomendasikan tipe-tipe itu? Bacalah karya George. Dia adalah penulis dari kalangan bangsawan, tapi dia menulis dari sudut pandang yang mengkritik tahta kekaisaran. Kalau kau membaca buku-buku karya para penulis dengan sudut pandang berlawanan, kau akan memperoleh wawasan yang lebih berimbang.”
Rietta mendengarkan dengan seksama dan mengangguk.
Dia ini benar-benar cerdas. Rietta memiliki koherensi dan validitas logis mendasar, dan dia tahu bagaimana cara memilih sumber-sumber terpercaya sebagai kriteria penilaian.
Kemampuannya dalam mengenali apa yang penting dan apa yang tidak sesuai dengan tujuan laporan ataupun permintaan juga sangat hebat.
Killian juga menyukai bagaimana Rietta berhati-hati dalam memutuskan dan memiliki keseimbangan dalam penilaian yang cukup bagus.
Kenapa sebelumnya aku tak terpikir untuk mengajari dia cara bekerja?
Makna dari hal itu, mampu menarik perhatian dari sang Santa karena begitu mahir dalam hal demonologi, subyek paling rumit yang diketahui orang-orang….
Sejujurnya saja Killian menunggu laporan berikutnya yang akan diberikan oleh Rietta kepadanya dengan penuh antisipasi.
****
Rietta sedang dalam perjalanan kembali dari perpustakaan setelah hari gelap, meminjam beberapa buku ketika dirinya kembali berpapasan dengan Killian di jalan setapak antara perpustakaan dan lapangan pelatihan.
Dengan penuh hormat Rietta menundukkan kepalanya untuk memberi salam. Killian sedang berjalan dengan tangan dimasukkan ke dalam kantong, tapi dia kemudian menekuk pinggangnya seakan sedang menyapa begitu melihat Rietta mendekat.
Maknanya jelas.
Hal ini sudah terjadi berkali-kali, setiap kali mereka mulai melakukan perjalanan berkeliling wilayah, beberapa kali sehari. Namun ini adalah kali pertama hal itu terjadi di tengah kediaman dengan begitu banyak orang menonton.
Para kesatria dan pelayan di sekitarnya menjadi seperti burung hantu, menonton mereka dengan mata membulat, dan dengan ragu Rietta sedikit mengedarkan pandangannya, namun kemudian dia menempelkan bibirnya ke dahi Killian dan memberkati pria itu.
Setelah diberkati dengan cueknya Killian menegakkan diri lalu mengusapkan tangannya beberapa kali ke kepala Rietta sebelum melenggang pergi.
Mulut para penonton yang seperti burung hantu itu menganga lebar.
Kesetiaan sang Duke Agung kepada pemberi berkat yang tinggal di gedung utama itu luar biasa, sungguh luar biasa.
Ini adalah kali pertama mereka melihat duke agung mereka yang kasar melakukan sesuatu seperti ini di tengah kastel.
Rietta buru-buru pergi begitu menghilangnya Killian menyebabkan mata orang-orang tertuju pada dirinya.
Sekarang, tak peduli apakah dirinya mengenakan kalung, tak peduli apakah mereka berada di luar kastel, semua itu sudah tidak penting lagi. Killian bersikap seakan merupakan hal wajar kalau Rietta memberinya berkat alih-alih salam setiap kali mereka bertemu.
Dengan canggung Rietta penyapukan tangan pada kepalanya di bagian yang telah disentuh Killian.
Ini adalah suatu efek samping yang tak terhindarkan, di mana seseorang yang telah terpapar iblis jadi menginginkan kekuatan suci untuk memulihkan tubuh mereka.
Kekuatan iblis yang ganas mungkin pernah memasuki tubuh Killian.
Entah bagaimana Killian mungkin tidak merasakannya, tetapi sisa-sisa kekuatan iblis bisa saja masih tertinggal, dan secara instingtif tubuhnya merasakan bahaya itu….
Ini mungkin adalah efek samping dari kekuatan Mordes. Jadi merupakan hal normal kalau merasa cemas.
Rietta, kini sendirian, menunduk menatap danau yang tanpa sadar telah didatanginya.
Ada ekspresi tak dikenal di wajahnya ketika dia menatap pantulan dirinya pada air yang beriak, bergetar dihembus angin.
Tanpa sadar Rietta mengangkat buku di tangannya, menutupi wajahnya.
****
Setelah Rietta pergi, Seira, yang sedang mengasah bilah tajam pada tombak cagaknya, menggaruk rasa gatal di lengannya. Dia menunduk ketika merasakan sesuatu. Rasanya seperti keropeng yang berjatuhan dari kulitnya.
Secercah cahaya putih samar-samar berpendar dari luka gores di lengannya, dan kulitnya tampak sedang menyatu.
“… Eh?”