Like Wind on A Dry Branch - Chapter 67
Santa Tania mengangguk pada Rietta, yang datang dengan harapan untuk mendiskusikan sesuatu dengannya, lalu menyuruh wanita itu duduk. Beliau menyiapkan teh untuk mereka lalu duduk di depan Rietta.
Tetapi kecemasan Rietta tidak seserius yang diperkirakan sang Santa, mempertimbangkan bobot yang ingin didengarkan oleh sang Santa.
Tanpa bersuara sang Santa mengamati Rietta dan hanya berkata, “Jangan buat dirimu sendiri merasa cemas, karena aku melihat pengaruh iblis mimpi itu pada pikiran Yang Mulia sangat kecil, dan bahkan meski ada pengaruhnya, efek semacam itu hanya bertahan selama beberapa hari.”
Rietta tampak kembali tenang.
“Begitu ya….”
Mata Rietta bersirobok dengan tatapan menusuk sang Santa, namun Beliau hanya tersenyum.
“Apa cuma itu yang ingin kau bicarakan?”
Sang Santalah yang memecah kesunyian.
Rietta hanya menatap Beliau dengan mata lesu.
“Sayang sekali…. Padahal aku berharap kau mungkin akan bicara tentang urusanmu sendiri.”
“Urusan saya sendiri?”
Rietta hanya tersenyum.
****
Hanya tinggal tiga tempat penampungan darurat yang tersisa, dan lainnya sudah dibongkar dan dikemasi. Banyak pasien yang diberitahu bahwa mereka sudah cukup sehat untuk keluar dari tempat karantina dan pulang ke rumah.
Para pasien yang memiliki kondisi-kondisi yang patut diperhatikan serta tidak dalam kondisi yang baik dirawat oleh para pendeta yang mengerahkan segenap kekuatan mereka untuk mengobati pasien-pasien itu, terus-terusan.
Santa Tania mengurus pasien-pasien dengan pergi ke lokasi-lokasi amat terpencil dengan naik kuda, menyembuhkan dan menyucikan.
Ada sebuah opini bahwa mereka bisa menutup tempat penampungan lainnya. Tetapi, pasien-pasien yang tersisa bisa merasa kurang nyaman, dan jadwal para pendeta akan jadi berantakan, sehingga mereka memutuskan untuk mempertahankan ketiga tempat penampungan itu hingga wabahnya berhasil dibasmi sepenuhnya.
Begitu para pasien berkurang, kegiatan berkeliling pun bisa diselesaikan dengan lebih cepat, dan separuh tempat penampungan ditutup.
Killian dan Rietta sudah selesai dengan patroli mereka bahkan sebelum matahari mencapai puncaknya, dan mereka pun kembali dengan lebih santai daripada biasanya.
Mereka tidak terlalu tergesa-gesa, namun tetap saja ini adalah waktu tercepat mereka.
Akankah mereka sampai tepat pada waktu makan siang?
Karena berpikir mereka masih punya waktu, Rietta pun berkata, “Tuanku?”
“Ya?”
“Apa boleh saya memutar jalan? Saya ingin pergi ke sudut barat laut dari dinding dalam.”
Barat laut?
Letaknya cukup jauh dari rumah Rietta.
“Kita bisa memutar pada perjalanan pulang kita dari sektor-sektor terpencil. Kau ada urusan apa?”
Rietta berkata lemah. “Saya ingin melihat kuda….”
“Kuda?”
“Ya, Tuan. Kalau saya akan bergabung dengan orde kesatria, saya harus belajar menunggang kuda….”
Killian mengangguk sambil lalu.
“Ah, kalau begitu kita bisa pergi sebentar lagi. Aku akan memberikan salah satu kudaku padamu.”
“Maaf?”
“Apa kau ada urusan lain? Kau sudah cukup lama tidak pulang ke rumah, kan?”
Rietta buru-buru menggelengkan kepalanya.
“Tak ada lagi, Tuan. Saya juga tak perlu pulang.”
Setelah Rietta pindah ke dalam kastel, dia tidak meninggalkan tempat itu lagi selain ketika mereka pergi berkeliling ke wilayah barat.
Itu adalah karena Killian memberitahunya agar jangan berkeliaran seorang diri di luar kastel.
Rietta berpikir bahwa besar kemungkinan kalau Killian akan menugaskan kesatria untuk mengawalnya saat dia keluar atau bahkan Killian sendiri yang akan ikut dengannya, dan dia berpikir kalau kedua pilihan itu terlalu berlebihan, jadi dia menahan diri untuk tidak pergi sama sekali.
Killian terdiam sejenak, tampak larut dalam pemikiran, lalu berkata, “Benarkah? Takkan terlalu baik bagi rumah itu kalau kau membiarkannya kosong terlalu lama. Menurutku akan baik kalau kau pulang ke rumah setidaknya sesekali.”
Rietta menatap nanar pada Killian.
“Aku akan mengirim beberapa orang pelayan untuk mengurus rumah itu kalau kau tak keberatan.”
Rietta buru-buru memulihkan akal sehatnya.
Bukan itu masalahnya.
“Sa-saya bisa membeli kudanya. Saya sadar kalau semua kesatria memiliki kuda mereka sendiri.”
Kuda adalah binatang yang mahal.
Killian mendenguskan tawanya.
“Dan mengambil risiko membongkar rahasia kita pada dunia? Kau akan membeli di tempat lain, padahal aku punya ratusan kuda? Tak ada yang akan tampak lebih cocok selain kalau aku memberikan kudaku padamu.”
Sekarang, kepercayaan diri itu tidak akan tertutup rapat seperti sebelumnya, tapi Killian sengaja berpura-pura kalau masalahnya bukan begitu.
Tak mungkin Rietta mengetahui hal itu, jadi dia berpikir kalau dirinya telah coba-coba mengganggu keselamatan sang Duke Agung dengan dirinya yang rendahan in, dan kepercayaan dirinya pun mengerut. Jadi dia pun menutup mulutnya rapat-rapat.
Siapa pun akan berpikir bahwa akan tampak canggung dan tidak alami bagi seorang wanita, yang dikenal sebagai selir kesayangan, untuk keluar dan membeli kuda lalu mulai belajar dengan tergesa-gesa.
Semua kesatria wanita duduk dengan tenang di dalam kereta dan bersikap penuh sopan santun, bahkan dalam perjalanan menuju Kuil Havitas.
Mereka sedang sangat terburu-buru pada perjalanan pulang sehingga semua orang menunggang kuda, tapi….
Suara Rietta terdengar penuh keraguan.
“Ba-baiklah, kalau begitu saya harap harganya akan dipotongkan dari gaji saya.”
“Aku tak bisa melihat logika dari kau membayar untuk suatu biaya atas permintaanku. Aku telah memberikan kuda kepada sebagian besar rakyat jelata yang ada dalam orde kesatriaku. Leonard juga.”
Mata Rietta melebar.
“Sungguh, Tuan?”
****
“Kuda yang sifatnya penurut boleh juga.”
“Baik, Tuan. Tapi tunggu sebentar.”
Beberapa pengurus kuda langsung berlari ke dalam istal.
Tak lama setelahnya, seorang pengurus mengantar mereka masuk.
“Sebelah sini.”
Pengurus kuda itu membawa mereka ke satu barisan kandang, di mana ada sekitar lima ekor kuda sedang berdiri di sana, menggoyangkan kepala mereka dan mengibaskan ekor mereka, menghembus udara dari bibir mereka.
“Apakah ini akan menjadi kali pertama Anda menunggang, Nona Pemberi Berkat?”
“Saya sudah pernah menunggang bersama Yang Mulia, tapi saya belum pernah menunggang sendiri.”
Baru setelahnya Rietta menyadari bahwa apa yang telah dia katakan sungguh sempurna untuk menghasilkan kesalahpahaman bahwa dirinya adalah seorang selir kesayangan yang sedang memamerkan posisinya, dan wajahnya pun memerah. Sementara itu Killian melihat-lihat kuda yang telah dikeluarkan oleh si pengurus kuda dan tiba-tiba mengernyit begitu melihat seekor kuda tertentu.
“Bukankah itu Tigris?”
Kuda yang sedang dilihatnya adalah seekor kuda putih bersurai keperakan.
“Yang kuminta adalah kuda yang penurut. Yang satu ini terlalu liar.”
Mata hitam besar yang dibingkai oleh bulu mata putih nan panjang pada wajah kuda yang tampak tak berdosa itu hanya mengerjap tanpa tahu apa yang sedang terjadi, dan kuda itu hanya mengibaskan ekornya dengan gaya elegan.
Rietta mendongak menatap kebingungan pada Killian.
Kuda itu tampak tenang, kok?
Killian tidak tampak puas.
Si pengurus menjawab penuh keyakinan. “Tigris hanya rese kepada para lelaki, Tuan.”
“Omong kosong….”
“Hieeeh!”
Ketika tatapan Rietta terpusat padanya, Tigris menggoyangkan kepalanya dan mengentak pelan ke tanah, menarik perhatian pada dirinya.
“Kalau Anda mau, saya bisa membuktikannya!”
Si pengurus melepas selot dan membuka pintu kandang tempat Tigris berada.
Killian mendengus tak percaya, mengamati Tigris dituntun keluar dengan tenang oleh si pengurus.
“… Kuda putih ini memang sangat cocok denganmu. Mari kita lihat seberapa patuhnya dia.”
Killian mengisyaratkan pada Rietta agar berjalan duluan.
Dengan hati-hati Rietta mendekati Tigris ketika bocah pengurus istal memintanya.
Kuda adalah hewan dengan mata terletak di samping, tidak seperti manusia yang matanya menghadap ke depan, jadi bagaimana Tigris bisa melihatnya kalau dia mendekat dari depan?
Rietta berpikir kalau kuda itu mungkin akan ketakutan, jadi dia berjalan sedikit menyamping.
Untung saja, Rietta sudah terbiasa mendekati kuda karena telah menunggangi Rhea, kuda kesayangan Killian, jadi dia tak terlalu takut.
Dia berhati-hati karena beberapa waktu yang lalu dirinya telah diabaikan oleh Cinna, tapi untung saja, Tigris begitu kalem dan tidak menghindarinya ketika dia mendekat.
Perlahan Rietta mengulurkan tangan dan meletakkannya pada kepala kuda itu.
“Wah.”
Para pegurus kuda mengekspresikan ketakjuban mereka.
Tigris, yang biasanya rese dan pilih-pilih, telah mengizinkan seseorang yang tak pernah dia lihat sebelumnya untuk menyentuh kepalanya. Kuda itu bahkan menggosokkan kepalanya pada tangan Rietta.
Surainya berkilau seperti gading. Mata hitam besarnya nyaris seperti berkata, aku ini kuda yang lembut.
“… Tapi dia kan kudaku.”
Killian berkata dengan tawa tidak puas dalam suaranya.
Para pengurus kuda terbahak.
“Pemilik dan penunggang yang disukai kuda tidak selalu adalah orang yang sama, Tuan.”
“Kami tidak sedang bercanda, Tuan. Kami dulunya juga hanya menganggap Tigris sebagai kuda yang membenci semua orang dan punya temperamen yang buruk. Tapi tampaknya dia hanya tidak suka pada laki-laki. Dia ramah pada wanita, Tuan. Sungguh.”
“Sebenarnya, sepertinya dia ramah terutama kepada Nona. Saya juga bisa melihatnya, Tigris mengakui kecantikan Nona.”
Killian paling sering menunggangi Rhea, tapi dia akrab dengan sebagian besar kuda di situ.
Tigris adalah kuda dengan temperamen yang begitu buruk sampai-sampai menolak mengenakan kacamata kuda yang dipakai oleh sebagian besar kuda untuk memusatkan perhatian mereka.
Untung saja, Tigris cukup tak kenal takut untuk berlari tanpa kacamata itu.
“Kalau Anda melihat Rhea atau Tigris, rasanya bohong kalau bilang kuda adalah hewan yang sangat penakut.”
“Dia mungkin bahkan bukan herbivora. Dia mungkin akan memakan daging kalau kau memberikan itu kepadanya.”
Si pengurus tertawa dan bertanya pada Rietta.
“Apa Anda menyukai berandal ini, Nona?”
Leher Tigris terasa hangat.
Rietta sedang membelai leher Tigris ketika tiba-tiba dia menolehkan kepalanya dan melihat reaksi para pengurus dan Killian.
Bahkan Rietta, yang tak tahu banyak tentang kuda, tahu kalau kuda putih lebih mahal ketimbang kuda-kuda biasa.
“Dia juga adalah satu-satunya kuda yang kecepatannya sebanding dengan Rhea milik Tuan.”
Rietta berjengit dan melepaskan tangannya dari Tigris, melangkah mundur.
Dia setanding dengan Rhea?
Rietta juga tahu seberapa hebat Rhea, kuda kesayangan Killian itu.
“Itu…. Saya akan puas dengan kuda yang biasa saja. Kuda sebagus ini akan mubazir kalau ditunggangi oleh pemula seperti saya.”
Ketika Rietta mundur, dan Tigris menyadari kalau kekangnya ada di tangan pengurus kuda yang adalah laki-laki, dia pun menggelengkan kepalanya dan menghembus lewat bibirnya dengan tidak puas.
Killian terkekeh.
“Kuda yang bagus?”
Si pengurus tampak tertekan.
“Ya…. Memang kuda bagus…. Tapi sebenarnya, ada sebuah masalah serius….”
Rietta menelan ludah dengan syok.
“Masalah serius?”
Salah seorang pengurus mendesah dalam-dalam dan berkata, “Kemampuan berlarinya tidak muncul setiap saat.”
Rietta tak mengerti dan bertanya, “Apa?”, kemudian pengurus lain menjawabnya.
“Yang satu ini bisa berlari menjajari kuda tercepat di antara mereka semua, tapi ketika dibiarkan jalan sendiri, dia tak mau berlari….”
“Tak peduli bagaimanapun kau memakai gigitan atau sanggurdi, dia sama sekali tak mau menurut, sehingga tak bisa berlari. Kami tak yakin apakah dia itu keras kepala atau malas, atau cuma kompetitif. Dan Anda tak tahu betapa buruk temperamen dia. Itulah sebabnya kenapa kuda sehebat ini belum juga menemukan penunggangnya.”
Pengurus lain ikut menyela.
“Tapi dia benar-benar ramah pada wanita. Dia meronta dan berusaha menjatuhkan penunggangnya, menendang-nendang, menggila kalau penunggang laki-laki berusaha memakai gigitan, tapi setidaknya dia berpura-pura patuh kepada penunggang wanita.”
Killian memikirkan penjelasan mereka, dan tanpa disangka, dia tertawa puas.
“Yang begitu bagus juga. Apa kau menyukai Tigris?”
Mata Rietta melebar.
“Sa-saya tidak masalah dengan kuda mana pun yang Anda berikan….”
Rietta bukannya tidak menyukai kuda putih yang cantik itu, yang sepertinya ramah kepadanya, tapi dia tak punya cukup banyak pengetahuan tentang kuda untuk berkata bahwa dia punya preferensi tertentu.
Dan, pada akhirnya, pilihan apa yang dia punya?
“Kalau begitu mari kita mencobanya.”
Para pengurus dan perawat kuda buru-buru memasangkan pelana dan sadel pada Tigris.
Tigris begitu tenang seakan dia benar-benar tahu kalau Rietta yang akan menunggangi dirinya.
“Karena hanya sedikit kuda yaang bisa berlari secepat Rhea, dan pengurus begitu berkeras tentang temperamennya.”
Seperti biasa, Killian mengangkat Rietta pada pinggangnya dan menaruh wanita itu ke atas punggung kuda.
Dengan cepat Rietta menenangkan diri dan membenahi posisinya.
Untuk pertama kalinya dia menggenggam tali kekang.
“.…”
Dia pikir dia telah memegang talinya dengan tangannya sendiri.
Tapi ternyata yang disentuh adalah tangan Killian.
“Ma-maafkan saya….”
Rietta menarik kembali tangannya dengan syok.
Killian kembali menyerahkan tali kekang kepadanya.
Kali ini Rietta menggenggam tali kekang dengan benar.
Posisinya terasa kosong dan tidak stabil karena orang yang selalu duduk di belakangnya tidak lagi ada di sana.
Tetap saja, dia sudah pernah menunggang kuda bersama penunggang lain selama beberapa waktu, jadi Rietta berusaha duduk dengan tegap dan tegak.
Apakah cara duduk ini sudah benar?
Killian menatap sikap tenang Tigris.
“… Ternyata dia tenang juga. Sikapnya begitu berbeda dari ketika aku menungganginya sampai-sampai aku merasa terluka.”
Para pengurus menuntun Rietta dan Tigris, lalu kuda itu berjalan mengelilingi bagian dalam lapangan latihan.
Rietta tak bisa memahami ujung pangkal dari situasi ini, dan perlahan postur menunggangnya mulai berantakan, tapi dari luar tidak tampak terlalu bermasalah.
“Dia akan harus belajar dengan benar agar terbiasa, tapi kelihatannya mereka cukup cocok.”
“Sepertinya begitu, Tuan.”
Si pengurus menyetujui, tersenyum.
Tampaknya akan baik-baik saja jika Rietta belajar menunggang dengan benar. Saat ini mereka hanya ingin melihat apakah Rietta dan Tigris cocok satu sama lain, jadi ini sudah cukup.
“Apa kau menyukai dia?”
Rietta hanya mengangguk dengan pikiran kabur, gelisah karena menunggang seorang diri di atas kuda yang bergerak.
Untung saja, Tigris tak kelihatan seperti hendak melemparkan dirinya.
Killian tersenyum dan mengangkat sebelah tangan untuk menghentikan kuda itu.
Rietta toh akan belajar menunggang kuda, jadi dia bisa saja mengajari Rietta cara naik dan turun dari punggung kuda, tapi Killian hanya berjalan mendekat dan mengulurkan kedua tangan ke arah Rietta.
Rietta juga mengulurkan tangannya, dibuat kelabakan oleh situasi ini, dan menyerahkan tubuhnya pada tangan Killian.
Ada sisi imut pada dirinya.
Killian menurunkan Rietta dan mengoperkan benda suci yang masih menggantung di lehernya pada Rietta.
Mata Rietta tampak jelas tersentak sadar. Ini adalah alat sihir yang sempurna untuk mengembalikan kewarasannya.
“Bagus sekali. Tigris akan menjadi tungganganmu.”
Mata Killian merah menyala-nyala, penuh dengan keisengan.
“Aku makin dan makin puas dengan fakta bahwa kudamu hebat dalam mempertahankan jarak dengan Rhea tapi bukan kuda yang bagus untuk ditunggangi seorang diri. Kupikir kuda ini sempurna. Kalau kuda yang kuberikan kepadamu memainkan peran dalam membantumu melakukan hal-hal yang tidak diminta padamu, maka kupikir aku akan merasa terluka.”
Rietta menatap Killian dengan panik.
“Tetap saja, fakta bahwa aku merasa cemas – .”
“Saya akan selalu mengingatnya, Tuan.”
Dengan puas Killian membelai leher Tigris.
“Bagus. Toh takkan ada banyak alasan bagimu untuk menungganginya sendirian.”
Para pengurus bersorak karena kuda yang menyusahkan itu akhirnya bertemu dengan pemilik yang sempurna untuknya.
Semua pengurus itu membelai dan menggaruk kepala Tigris dengan bangga, tapi kuda yang bersangkutan menggoyangkan kepalanya dengan kesal dan mengguncang lepas tangan mereka.
Kemudian, sorot matanya berubah jadi tenang, patuh, dan polos, seakan tak terjadi apa-apa ketika dia menatap mata Rietta.
Killian tertawa dan mengucapkan kata terakhirnya.
“Dengan hadiah ini, kuharap kau akan selalu berlari di sampingku.”