Like Wind on A Dry Branch - Chapter 49
“Kalau begitu apa saya bisa… tak apa-apakah kalau saya pulang dan mengemasi beberapa barang?”
Killian menjawab seraya berjalan di sisi Rietta. “Boleh. Kita akan mampir sebentar di ruang kerjaku lalu pergi ke sana bersama-sama.”
Rietta tercengang mendengar jawaban Killian dan bertanya, “Bersama-sama, Tuan? Saya bisa pergi sendiri. Saya tak bisa mengganggu waktu Anda yang berharga, Tuan – “
Killian mendengus. “Apa yang tadi sudah kubilang? Bukankah aku sudah bilang padamu agar jangan pergi ke mana pun tanpa ditemani?”
Rietta terdiam dan merasa luar biasa bersalah.
Killian meneruskan. “Tunggu di sini. Tidak, sebenarnya, ikutlah denganku.”
Seperti biasa, Killian tak menunggu jawaban apa pun dari Rietta dan langsung berjalan pergi. Rietta berdiri canggung di tempat selama beberapa saat lalu bergegas mengejarnya.
***
Para petugas Killian diberitahu tentang kedatangannya dan sedang berbaris menunggunya. Killian sedikit menolehkan kepalanya ke samping dan menggumamkan sesuatu.
Para petugas itu berbaris dari pintu ruang kerja, memanjang menuruni tangga, dan melewati lobi, terus sampai ke pintu masuk.
Ern, seperti biasa, menundukkan kepalanya. “Saya akan mengurusnya, Tuan.”
Killian mendesah. “Bagus. Bawakan padaku hanya dokumen-dokumen dan laporan yang benar-benar penting.”
“Baik, Tuan.”
Killian memberitahu Ern beberapa tugas yang harus dikerjakan secara langsung, lalu berjalan melewati para pelayan yang berbaris dan memasuki ruang kerjanya.
Semua petugas berdiri di sana, tidak satu pun dari mereka yang bergerak untuk mengangkat tangan mereka tentang apa yang mereka inginkan dari Killian, kepala mereka tertunduk hormat kepada sang Duke Agung. Mereka semua adalah para petugas yang berpakaian seperti bangsawan atau cendekia.
Rietta dibuat tercengang oleh formalitas dari semua hal itu dan membeku.
Mereka pasti sedang cukup terburu-buru karena mereka semua mengangkat kepala mereka ketika Killian lewat dan memohon dengan tatapan mereka.
Tak ada seorang pun yang berani menahan Killian atau bicara kepadanya. Semua orang di sana telah menunggunya untuk waktu yang lama. Beberapa pasang mata tertuju pada Rietta, yang berada beberapa langkah di belakang Killian. Rietta meragu pada perasaan mendadak bahwa Killian adalah orang yang begitu jauh darinya.
Putra pertama sang Kaisar. Pria itu sendiri telah dikeluarkan dari keluarga kekaisaran, tapi telah bangkit kembali dengan kemampuannya sendiri dan memiliki darah terhormat dari keluarga kekaisaran, bahkan lebih tinggi dari bangsawan mana pun.
Penguasa dari Kediaman Axias. Mantan pangeran dari utara. Pria itu bukan seseorang yang bisa dengan mudah diajak bicara oleh wanita jelata seperti Rietta.
Ern sedang menunggu, menjaga pintu ruang kerja tetap terbuka, tapi Rietta tidak bergerak.
Kemudian, Killian berbalik menghadap Rietta, yang tidak masuk mengikuti dirinya. “Apa yang kau lakukan?”
Pria itu mengedikkan kepala ke dalam ruangan. “Masuk kemari.”
Pada suara Killian, dinding yang Rietta rasakan d antara mereka runtuh seketika.
Sebuah jawaban otomatis meninggalkan mulutnya. “Baik, Tuan.”
Dan akhirnya dia pun mengangkat kakinya dari lantai. Rietta mengikuti Killian ke dalam ruang kerja pria itu.
****
Killian menutup pintu dan mendesah. Dia mengira dirinya hanya perlu mengurus beberapa hal mendesak, tapi bahkan yang mendesak itu jumlahnya jauh lebih banyak daripada yang telah dia antisipasi.
Dia bergegas menuju mejanya. Dengan cepat dia mulai menggeledah di antara tumpukan kertas di mejanya untuk mencari yang paling mendesak yang telah dia janjikan akan diselesaikannya sekarang juga.
Di luar, dia bisa mendengar suara gumaman pelan. Ern pasti sudah mulai menggusah para petugas itu ke ruang gambar karena suara-suara itu terdengar semakin jauh.
Killian adalah jenis orang yang langsung menyasar ke sumbernya daripada melalui perantara. Dia hanya menyuruh seseorang menunggu di ruang tamu atau ruang pertemuan ketika hal itu dibutuhkan sebagai gestur politis, atau orang yang bersangkutan tidak dipercaya. Melakukan pendekatan langsung tanpa perantara tidak menjadi masalah ketika dia bisa mengurus pekerjaan. Cara ini cukup efisien, dan cocok dengan temperamennya.
Tapi sejak wabah melanda, beban kerjanya meledak. Ini adalah masalah yang tak bisa dihindarkan ketika dia harus menangani langsung keadaan darurat semacam ini.
Rietta memperbaharui berkat yang dia pasang di ruang kerja karena dia toh sudah ada di sana ketika tiba-tiba Killian bertanya, “Rietta. Apa kau bersedia menyusunkan laporan untukku?”
Rietta berbalik, kebingungan. “Laporan, Tuan?”
“Aku yakin kau tak punya pengalaman sebelumnya mengenai tugas ini?”
Rietta mengangguk ragu. “Tidak punya….”
“Ini tak terlalu sulit.” Killian mendorong seikat laporan dari antara tumpukan kertas ke arah Rietta.
“Ini adalah laporan mengenai pengaturan wabah. Ini adalah laporan mengenai anggaran untuk penampungan-penampungan darurat dan laporan biaya. Sesuatu semacam ini akan cukup jadi kau lihat saja dan anggap ini sebagai contohnya.”
Rietta mendekati meja kerja dan dengan hati-hati memungut tumpukan kertas itu. Mata biru langitnya mengamati lembaran kertas tersebut.
“Susunlah laporan mengenai biaya pemakaman bagi rakyat jelata. Aku ingin tahu jumlah biaya yang biasanya akan mereka keluarkan untuk upacara penguburan. Kalau ada jenis-jenis penguburan yang lain, akan bagus kalau memeriksanya, tapi aku yakin penguburan adalah yang paling umum. Itu saja tak masalah.”
Rietta mendongakkan kepalanya dan menatap Killian.
Killian mengira Rietta akan menanyakan sesuatu yang sepenuhnya berbeda tapi anehnya, wanita itu malah mengajukan pertanyaan yang paling penting dan paling mendasar.
“Kapan Anda menginginkan laporan ini?”
“Bagaimana menurutmu kalau dalam dua minggu? Lebih cepat akan lebih baik.”
Rietta mengangguk. Dan dia lalu memberi jawaban singkat tapi jelas, seperti yang Killian suka. “Saya mengerti, Tuan.”
Killian menarik tali lonceng.
Si pengurus rumah tua berjalan masuk dan membungkuk. “Apa saya boleh membawa masuk para petugas, Tuan?”
“Belum. Sebelum itu.”
“Baik, Tuan. Apa ada yang lainnya?”
Killian meletakkan kertas-kertas yang sedang dipegangnya dan memungut kertas lain.
“Tunjuk seseorang yang berkualifikasi untuk mencari tempat-tempat di mana kita bisa membangun lebih banyak tempat pemakaman umum dan surut mereka melapor balik padaku. Dan carikan pekerjaan lain yang mungkin akan diterima oleh petugas krematorium.”
Dengan hati-hati Rietta memeriksa kertas-kertas di tangannya ketika kepalanya tersentak naik dengan kaget. Dengan terlambat dia menyadari makna dari laporan yang harus dia tulis.
Killian meneruskan. “Suruh mereka menelaah rencana untuk memberi potongan pajak bagi rakyat yang memilih menguburkan anggota keluarga mereka yang meninggal. Prioritaskan para pengurus makam dan para ahli pemakaman, juga kurangi beban keuangan pada rakyat untuk menyewa mereka atau cari cara untuk menyediakan orang-orang itu dari Kediaman. Dan cari cara -cara lain untuk meminimalisir biaya pemakaman bagi rakyat. Apa para tukang kayu biasanya membuat peti mati? Bawa para pekerja padaku.”
“Tu-tuanku!” Rietta memanggil nama Killian, tak memercayai situasi ini.
Dengan wajah datar Killian berpaling ke arahnya.
“Takkan ada lagi kremasi di Axias.”
Kata-kata yang telah pria itu ucapkan semalam. Rietta mengira kata-kata itu hanyalah racauan orang mabuk. Waktu itu sepasang mata yang tenang tersebut berbinar, persis seperti saat ini.
Rietta bertanya, syok, “Apa Anda benar-benar akan menghapuskan kremasi?”
“Kenapa?”
Merupakan hal yang mustahil untuk mengubur semua rakyat yang mati, terlebih lagi di kota sebesar kota ini. Kalau dia menghapuskan kremasi, bagaimana rakyat miskin akan mampu melakukan penguburan? Dan terlebih lagi, para korban wabah?
Mayat-mayat mungkin saja akan dibuang di jalanan. Setidaknya mereka membutuhkan satu krematorium…!
“Tuan, kenapa?”
Rietta tak menjawab dan hanya melontarkan kembali pertanyaan itu kepada Killian. Alih-alih mengkritik kelancangan wanita itu, Killian menjawab ringkas. “Aku ingin udara Axias bersih.”
Rietta dibuat tercengang oleh jawaban yang benar-benar tak disangka-sangka itu.
Killian berbalik kembali pada kertas-kertasnya dan berkata tenang, “Aku tak mau orang-orang Axias dipaksa memilih kremasi. Aku ingin sebuah tempat di mana semua orang bisa mengunjungi tempat peristirahatan dari orang-orang yang mereka cintai kalau mereka menginginkannya.”
Rietta sudah nyaris memprotes ketika dengan lembut Killian menambahkan, “Bukan hanya para wanita dari Gedung Timur,” dan Rietta pun tak mampu berkata-kata.
Kilian bahkan tak menatapnya dan bertanya santai, “Apa kau keberatan?”
Orang-orang di kekaisaran dihantui oleh bau mayat-mayat yang terbakar dari Bencana Wabah Diritas sekitar sepuluh tahun yang lalu, dan kremasi adalah cara pemakaman paling menyedihkan dan ditakuti yang berusaha dihindari oleh semua orang.
Dahulu kala, ada saatnya ketika pemakaman juga melakukan kremasi, tapi saat ini, ketika orang-orang merasakan kejijikan kuat pada tindakan membakar jenazah itu sendiri, tidak ada orang yang memilih untuk mengkremasi ketika mereka mampu mengubur.
Kremasi adalah jalan terakhir bagi mereka yang amat sangat miskin, atau tak bisa dimakamkan di tempat pemakaman karena terlibat dalam kegiatan-kegiatan tidak benar, atau adalah mayat hidup, atau merupakan korban wabah.
Kremasi adalah hasil mengenaskan yang tak satu pun orang mati akan membayangkannya untuk diri mereka sendiri. Akhir paling malang, paling tragis, dan mengenaskan. Hanya itulah makna dari kremasi. Dan kalau hal itulah yang akan menjadi akhirnya, maka akan lebih baik kalau tak punya apa-apa.
Jika uang menjadi masalah, maka urusannya sederhana. Killian tinggal mendistribusikan saja uangnya. Tapi mudah untuk menjadi masalah di kemudian hari jika niat baik dalam hal keuangan dibagikan secara sembarangan. Harus hati-hati.
Rietta menjawab, “… Tidak, Tuan. Saya tidak keberatan.”
Killian menyapukan penanya ke permukaan kertas dan menandatanganinya. Dilihatnya jam dan alisnya sedikit mengernyit. Tadinya dia membawa Rietta kemari dengan pikiran akan membawa Rietta keluar dengan cepat kalau dia cuma meluangkan waktu sekitar dua puluh atau tiga puluh menit. Tampaknya ini akan butuh waktu lebih lama daripada yang dikiranya.
“Sepertinya mengunjungi rumahmu akan harus menunggu hingga setelah makan malam. Pergilah sebentar ke kamarmu kalau kau sudah selesai memberkati. Aku harus mengurus beberapa hal di sini.”
Killian mendongak ke arah Ern. “Antar Rietta ke kamarnya. Dia akan tinggal di situ selama.… Setidaknya satu bulan?”
Ern menundukkan kepalanya dengan penuh hormat dan berbalik. Dibukanya pintu ruang kerja untuk Rietta dan menunggu.
Di luar pintu, para petugas sedang berbaris menunggu giliran mereka.
Rietta meletakkan kertas itu ke atas meja Killian dengan kedua tangan dan berjalan pergi. Killian tetap duduk dan menaikkan alisnya ke arah Rietta.
“Kau tak mau membawa ini denganmu?”
“Maaf?” Rietta menatap bingung pada Killian.
Killian mengarahkan tatapannya pada kertas itu lalu kembali menatap Rietta.
Rietta bertanya dengan raut wajah tak percaya, “Apa boleh?”
“Aku tak melihat kenapa bisa tidak boleh.”
“Ini sepertinya adalah laporan yang perlu Anda periksa.”
“Aku sudah memeriksanya berkali-kali.”
“Saya mengerti.”
Rietta mengerjap. Sejenak dia menatap kertas itu lalu kembali menatap Killian.
“Tak apa-apa kalau saya tak membawanya, saya juga sudah memeriksanya.”
Di dalamnya juga ada dokumen-dokumen resmi, jadi akan lebih baik kalau meninggalkannya di sini daripada membawanya dan merasa terbebani.
Killian memiringkan kepalanya ke samping dan ada raut samar di wajahnya. “Apa kau yakin bisa mengurusnya?”
“Kemampuan saya dalam hal seperti itu tak seberapa, tapi saya akan berusaha sebaik mungkin.”
Killian menatap bisu pada Rietta, kemudian menjawab, “Baiklah.”
Apakah karena Demonologi Haviston? Killian tidak yakin apa itu, tapi Rietta bilang dirinya pernah mempelajari teologi dan demonologi, salah satu subyek pembelajaran yang paling menantang.
Siapa tahu…. Membaca dan menulis adalah monster yang sepenuhnya berbeda.
Rietta adalah rakyat jelata, tapi dia bisa membaca karena tumbuh besar di biara, dan wanita itu tak kelihatan seperti orang bodoh, jadi Killian pikir takkan masalah untuk mencari tahu apakah Rietta mampu melakukan pekerjaan itu.
Komentar Santa Tania tentang bagaimana Beliau ingin melatih Rietta juga telah memancing minat Killian. Dia tidak memberi pekerjaan pada Rietta hanya karena wanita itu bilang ingin menjadi orang yang berguna. Dia hanya ingin menguji Rietta dan melihat seberapa banyak yang bisa Rietta lakukan dengan tugas yang tak terlalu berat.
Killian memerintahkan pada Ern, “Antar Rietta lalu kembalilah. Juga, bawa masuk para petugas itu.”
Kalau laporannya pantas untuk didengarkan, dan kalau Killian menganggap orang itu berjasa, Killian memilih untuk menemui mereka di ruang kerjanya dan bicara empat mata dengan mereka.
Ini karena dia berharap maksudnya dilaksanakan secara tepat tanpa ada sedikit pun penyimpangan atau pemelintiran, tak peduli apa pun hal itu.
Para petugas yang bertemu sendiri dengan Killian dan mendengarkan secara seksama apa yang dia katakan selalu kembali dengan hasil seperti yang dia mau.
Kecuali kalau petugas itu kurang mampu.
Mungkin karena para imigran yang telah menyusun lingkungan Axias memiliki akar yang condong pada fisik, bukan mental, sehingga para petugas ataupun orang-orang terpelajarnya tidak langsung memberikan hasil yang memuaskan dirinya kalau dia bersikap apa adanya, tapi ada beberapa hal signifikan tentang bagaimana dia bisa mendengarkan detil-detil mengenai kejadian sebenarnya secara mendetil dan bagaimana dia bisa mengendalikannya.
Pokoknya, pelan-pelan mereka mulai menyesuaikan dengan gaya kerjanya kalau dia terus memperbaiki mereka dan mengajari mereka dengan cara yang benar, jadi dia merasa puas dengan mengoreksi mereka sampai bagian terkecil.
Pada mulanya, Killian begitu mudah marah sehingga melemparkan laporan-laporan yang tak bisa diterima ke seberang ruangan, tapi kini, dia telah mengakui bahwa tingkat pekerjaan yang dia minta memang sangat tinggi, jadi dia pun sudah cukup melatih kesabarannya.
Kini dia juga sudah bisa sedikit bernapas karena Axias sudah mulai kokoh.
****
Ern kembali sendirian setelah mengantar Rietta ke kamarnya. Killian sedang bicara pada beberapa orang petugas, tapi dia langsung menyuruh mereka pergi dan memanggil Ern masuk.
“Kita akan menjalankan rencana pembangunan kuil. Apa kau mau carikan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan hal itu di ruang dokumen di dekat perpustakaan untukku?”
“Baik, Tuan.” Ern mengundurkan diri.
Pembangunan ini sudah direncanakan sejak lama tapi terus ditunda karena kesulitan-kesulitan yang realistis.
Bukan hanya mereka sangat menyadari kebutuhan akan kuil itu dari situasi wabah saat ini, tapi para pendeta tingkat tinggi dari Alpheter juga ada di sini, dan dia bahkan telah menyewa Santa Tania, jadi dia berpikir akan bagus kalau dia mengajukan beberapa pertanyaan pada mereka mumpung mereka masih ada di sini.
Waktunya sempurna.
Dia juga menyukai Colbryn dan Damien, kedua calon pendeta itu. Keduanya adalah pemuda-pemuda berbakat yang kemampuan penyembuh dan penyucinya muncul sebelum mereka tumbuh menjadi orang dewasa, mengenal Axias dengan baik dan memiliki jiwa kesatria yang tidak ternoda.
Keduanya terlalu baik untuk dikirim ke wilayah-wilayah lain.
Mereka akan perlu mengumpulkan para pendeta kalau memang akhirnya membangun kuil. Dan akan lebih baik jika langsung menyuruh mereka bekerja di Axias, bahkan meski akan butuh cukup banyak biaya daripada kalau menyuruh mereka kembali setelah bekerja di tempat lain.
Akan lebih baik kalau memiliki beberapa orang pendeta setempat sebagai inti dari kuil, daripada hanya memiliki pendeta-pendeta yang baru datang ke Axias.
Akan ada keuntungan jika mengirim mereka ke kuil-kuil lain demi memperoleh pengalaman, tapi hal itu bisa diatur dengan meminta para pendeta Alpheter datang atau membeli mereka….
Killian menatap kertas-kertas yang ditinggalkan oleh Rietta.
Ini juga bukan karena Rietta bilang dirinya pernah ingin menjadi pendeta. Wanita itu mungkin berguna dalam prosesnya kalau apa yang dibawanya pada Killian bisa dikerjakan atau tidak.
Akan jadi seperti apa cara kerjanya? Akan bagus kalau hal ini cukup untuk mengajarinya dan memakainya.
Melihat kertas-kertas itu menyentakkan Killian kembali pada akal sehatnya. Dia merasa puas karena telah menemukan kembali ketenangannya dan meletakkan kertas-kertas itu di tempat seharusnya benda itu berada.
Ada alasan bagus baginya untuk bermurah hati kepada Rietta dalam berbagai hal, dan dia tak berpikir akan meminta terlalu banyak dari seorang rakyat jelata yang sejak awal hanya tahu cara membaca.
Bagaimanapun juga, dia takkan melemparkan laporan Rietta ke arah wanita itu.
“Berikutnya, masuklah.”
Dia berbalik, dan sementara Killian menemui petugas berikutnya, kertas-kertas itu pun melayang jatuh tanpa suara ke atas sebuah buku. Akan butuh waktu hingga dia bisa meluangkan waktu untuk melihat kertas-kertas yang telah dia letakkan pada rak atas tempat dokumen tersebut seharusnya berada.