Like Wind on A Dry Branch - Chapter 202
Para paus telah berhasil menyetarakan kemampuan suci dan juga pengetahuan dengan menjalani prosedur-prosedur magis selama menjalani pemahkotaan kepausan. Periode pemahkotaan selama enam hari memasukkan beberapa prosedur ritual sihir suci, yang termasuk mewarisi kemampuan-kemampuan sihir pendahulunya yang hanya tersedia bagi sang paus. Dengan kata lain, menjadi paus berarti mengambil alih kemampuan dan pengetahuan kepausan serta memiliki kekuatan suci dalam tingkat yang sepenuhnya berbeda. Paus yang baru akan secara resmi diberi posisi itu dan menjalani prosesnya secara magis, dan ‘pemindahan ingatan’ membuat mereka bisa memiliiki pengetahuan sihir dan kekuatan-kekuatan suci unik yang hanya khusus dimiliki oleh paus. Pemahkotaan paus bukan sekedar soal mengambil sebuah pekerjaan baru melainkan sebuah proses magis yang nyata.
Paus Ivarsson IV, sang pendahulu, bukanlah seorang pengguna kekuatan sihir yang luar biasa melainkan seorang pecinta damai yang tenang dan etis. Sifat semacam itu memberinya posisi yang telah dipegangnya selama dua puluh tahun. Setelah Beliau mangkat mendadak, Kardinal Racionel pun menjadi kandidat dengan kemungkinan tertinggi untuk melanjutkan posisi sebagai paus.
Kardinal Racionel memiliki kekuatan suci yang tak terlalu kuat ataupun terlalu lemah. Beliau adalah seorang pendeta terhormat dan seorang peneliti yang rendah hati, disukai oleh banyak bangsawan, dan netral secara politis tanpa berpihak kepada faksi tertentu mana pun. Pencapaian-pencapaian besar dalam penelitiannya terbatas pada melatih para cendekia cemerlang di masa mendatang – meski sebagai peneliti dia telah membuat banyak kontribusi, sebagian besar jasanya dilimpahkan kepada para juniornya. Dirinya tak mungkin lebih cocok lagi untuk menjadi seorang paus yang sempurna.
Di sisi lain, Santa Tania memiliki energi suci terlalu besar untuk menjadi paus. Dirinya terlalu asertif dengan terlalu banyak rekam jejak yang beragam dan belum memiliki terlalu banyak dukungan dari para bangsawan. Banyak bangsawan yang akan lebih merekomendasikan Kardinal Racionel dibanding sang Santa sebagai paus selanjutnya.
Demi mencegah satu orang dari memonopoli sihir dan pengetahuan kepausan, secara sengaja para pendeta memilih kandidat-kandidat yang tak terlalu kuat atau meragukan secara etis. Akan tetapi, pertimbangan yang lebih penting, adalah apakah sang paus baru mungkin akan mengancam kepentingan mereka. Alhasil, seorang paus seringkali menjadi boneka yang tak mampu menolak keputusan ordo atau telah menyetujui berbagai batasan seperti tak pernah meninggalkan rumah kuil mereka. Posisi ini memegang tanggung jawab terlalu besar bagi para bangsawan sendiri dan merupakan sesuatu yang mereka harapkan untuk dipegang oleh sosok yang tidak mengancam.
Sang Santa mengeluarkan desahan lelah di hadapan tumpukan dokumen.
“.…”
Sebelumnya tak terpikirkan olehnya bahwa sang Kardinal telah mengincar posisi sebagai paus. Seorang fanatik seperti Racionel akan menginginkan posisi dengan tanggung jawab tinggi lebih daripada para pendeta senior. Tania telah terlalu disibukkan oleh masalah sang Kaisar dan belum terpikirkan tentang kemungkinan itu hingga sang Paus Yang Suci mangkat.
Walaupun telah hilang sebagian selama proses kepenerusan, energi suci seorang paus yang telah diturunkan dari generasi ke generasi sungguh menakutkan kuatnya untuk ditangani oleh satu orang manusia. Hal yang sama juga berlaku bagi pengetahuan sihir yang berumur ratusan tahun, yang hanya bisa diakses oleh paus. Inilah alasan kenapa orang dengan isu etis ataupun kekuatan suci berlebih tidak bisa menjadi paus, dan alasan kenapa Kardinal Racionel, yang kemungkinan besar mengepalai percobaan sihir yang tidak etis, takkan pernah menjadi paus.
Tania sebenarnya cuma bermaksud bicara sekenanya ketika berkata bahwa dia lebih suka mengorbankan dirinya sendiri dan menjadi paus. Tetapi ketika melihat percobaan-percobaan dan catatan-catatan yang tertulis ini, kecurigaannya yang terasa tidak nyaman pun berubah menjadi sebuah gambaran yang jelas.
Upacara pemberkatan besar, pemahkotaan paus, dan…. Sang Santa memejamkan matanya. Apakah sang Kardinal menginginkan sihirnya? Beliau harap tidak, namun hal ini bisa jadi luar biasa berbahaya.
Tania mendongakkan kepalanya dan memijit pelipisnya yang berdenyut-denyut dengan rasa sakit yang tumpul. Semua ini adalah bukti yang nyata. Materi-materi yang diserahkan oleh Duke Agung Axias persis merupakan jenis materi yang Beliau cari. Pertanyaannya yang berikutnya adalah siapa yang bisa ditarik ke sisinya dan orang mana yang bisa membantunya meyakinkan sebanyak mungkin orang dalam periode waktu yang singkat – lebih baik jika dengan cara aman yang tidak mengungkapkan terlalu banyak apa yang dimilikinya.
Santa Tania memiliki dukungan dari publik serta pengalaman hidupnya untuk mendukung legitimasinya. Akan tetapi, selalu butuh beberapa waktu bagi publik untuk mengetahui tentang karyanya ataupun krisis yang sedang dihadapi oleh dunia, dan masyarakat umum jarang memberi terlalu banyak tekanan kepada proses pembuatan keputusan dari kaum bangsawan ataupun ordo.
Yang paling dipedulikan oleh rakyat adalah dari mana datangnya makanan mereka yang selanjutnya. Mereka mengenali adanya masalah ketika sesosok iblis atau bencana memengaruhi kehidupan mereka atau tetangga mereka dan merasa berterima kasih ketika seseorang memecahkan masalah mereka secara langsung ataupun menyelamatkan mereka dengan cara yang terlihat. Beliau mengerti bahwa rakyat tidak terlalu memikirkan tentang kejadian penting soal pergantian paus, dan Beliau juga tidak membenci mereka. Namun pada masa-masa seperti ini, ketika Beliau merasa sendirian dan tak berkuasa, Tania berharap bahwa setidaknya ada satu dari seratus atau seribu orang yang pernah Beliau selamatkan bisa membantu.
Sang Santa kembali mengeluarkan desahan menyesalkan. Tak peduli sebesar apa pun dukungan rakyat yang ada di belakangnya, Beliau tidak akan menghasilkan lebih dari satu suara. Beliau tak bisa menghentikan hal ini seorang diri. Apa yang kini amat Beliau butuhkan bukanlah kesaksian dan dukungan dari ratusan, dari ribuan rakyat melainkan satu lagi pendeta bangsawan dengan hak suara dalam pemilihan paus.
“Ada alasannya mereka memberikan penekanan pada ‘membuat jaringan kerja’. Menurutku Anda terlalu mudah membakar jembatan. Aku tak pernah bertemu pendeta sepertimu.”
“Tania, apa kau benar-benar berpikir bahwa kau takkan pernah membutuhkan bantuan dari para bangsawan dalam hidupmu?”
Orang-orang sudah pernah menegurnya sebelum ini. Beliau belum pernah memikirkan hal ini hingga sekarang, ketika Beliau benar-benar bisa memakai sedikit bantuan. Tidak menjadi masalah siapa yang telah mengatakannya – Beliau sudah sering mendengar kritikan yang sama.
Sang Santa mengulas senyum pahit. Mungkin, seperti yang telah mereka katakan, pasti akan berguna jika saja Beliau dulu bersikap lebih ‘seperti santa’. Jika saja Beliau menjalani kehidupan yang lebih nyaman dengan bergaul dengan kaum bangsawan alih-alih melakukan perjalanan ke tempat-tempat terbelakang yang penuh dengan masalah, maka akan ada lebih banyak orang yang maju untuk membantunya. Mungkin Beliau bisa menunjukkan lebih sedikit ketertarikan pada uang, memanjangkan rambutnya, bicara lebih ramah, mengenakan jubah putih bersih, dan berjalan dengan elegan bersama para kesatria….
Segala macam pemikiran menyerbu ke dalam benak Tania ketika Beliau mencari jawabannya walaupun mengetahui bahwa kehidupan semacam itu tidak akan membuatnya menjadi Santa seperti dirinya saat ini.
“Bukan merupakan tanggung jawab seorang pendeta untuk memperoleh kepercayaan dari rakyat dan mewakili gambaran Dewa.”
“Aku terkejut kau masih bisa menyebut dirimu sendiri sebagai seorang santa.”
“Rakyat juga punya ekspektasi tentang seorang Santa. Tolong perhatikanlah reputasi Anda.”
Walaupun ada kebenaran dalam nasihat mereka, rambut panjang mengganggu ketika melakukan perjalanan sepanjang malam di atas punggung kuda. Beliau telah menjaga rambutnya tetap pendek karena Beliau tak mau menghabiskan banyak waktu untuk mengeringkan rambut atau kehilangan hawa panas tubuh karena menunggang kuda dengan rambut basah. Beginilah cara Tania mengurus reputasinya. Inilah hidup yang telah Beliau jalani.
Santa Tania tidak membenci politik yang rumit ataupun protokol kebangsawanan. Ada saat-saat ketika pendekatan yang elegan dan teliti terbukti jauh lebih efektif. Tetapi Tania adalah seorang peziarah yang kekuatannya ada pada kegesitan dan sihir yang berjalan. Beliau mendapati bahwa lebih efektif jika fokus pada apa yang mahir Beliau lakukan ketimbang membuang-buang energi pada hal yang dijamin pasti gagal.
Kehidupan semacam itu telah membuat Tania memenangkan dukungan dan cinta dari rakyat, kehidupan penuh berkah yang Beliau inginkan, dan gelar seorang Santa. Hal itu juga menempatkannya dalam posisi berseberangan dengan para bangsawan.
Tania meletakkan kaca matanya dengan wajah datar, meluruskan posturnya, dan memijit lehernya yang pegal.
Untuk menghentikan sang Kardinal dari menjadi paus, Beliau membutuhkan kekuatan penyeimbang dari kelompok elit dengan pengaruh yang nyata, bukan dukungan rakyat dan gelar Santa. Akan tetapi, Beliau tidak dekat dengan para bangsawan. Beliau kekurangan dukungan dari ‘sekutu mayoritas’ yang bisa menjatuhkan sang Kardinal dengan kekuatan, siasat politik, dan kekuasaan yang mengikat.
Kata-kata mereka bahwa pada suatu hari kelak Beliau akan membutuhkan bantuan dari para bangsawan memang benar. Hari ini adalah hari itu.
“.…”
Secercah harapannya adalah bantuan signifikan dari Duke Agung Axias. Ketika Beliau meminta sang Duke Agung untuk membantunya dengan penelitian mengenai belati yang dimasuki iblis, sang Duke Agung telah memberitahunya supaya tidak terlalu berharap banyak walaupun pria itu akan mengingatnya, dan Beliau memahaminya. Akan tetapi, sang duke agung telah memberinya bantuan besar yang melampaui imajinasinya. Killian telah menyediakan bukti yang, seperti yang telah pria itu katakan, bisa menjatuhkan sang Kardinal dan Permaisuri jika dipergunakan secara bijak. Sebuah pintu terbuka berkat sang Duke Agung, dan Tania telah menemukan jalan keluar.
Akan tetapi, bahkan bukti yang tampak begitu jelas juga takkan diterima jika sebagian besar anggota yang memiliki hak suara menyatakan bahwa hal itu meragukan atau dibuat-buat demi mendukung sang Kardinal. Bukti-bukti yang handal hanya membawa Beliau sampai sejauh itu. Untuk bisa memiliki kesempatan menghadapi lawan yang kuat dengan kepentingan-kepentingan yang saling berlawanan, Beliau harus mengarahkan mereka untuk melawan musuh bersama – sang Kardinal – dan menjadikan mereka sebagai sekutunya.
Membuat para bangsawan menjadi sekutu membutuhkan alasan-alasan dan kepentingan-kepentingan yang sama menguntungkannya. Buktinya sudah cukup bagi keduanya. Bukti ini meyakinkan. Tapi apa yang bisa Beliau tawarkan kepada para bangsawan untuk membuat mereka tetap tertarik?
Tanpa sekutu yang cukup, keberatannya kemungkinan besar akan ditolak, dan bukti-buktinya juga bisa dihancurkan. Pertama-tama Beliau perlu membangun sebuah kasus yang tak bisa dibantah, membuat para bangsawan berada di pihak yang sama tentang krisis ini, dan bertarung bersama para sekutu yang baru.
Duke Agung Axias telah memberitahunya: “Aku yang akan menangani soal negosiasinya. Anda harus memeriksa di dalam dokumen-dokumen itu dan memikirkan satu alasan yang besar. Aku tak tahu banyak tentang dunia pendeta ataupun demonologi.”
“.…”
Tetapi sejauh apa sang duke agung bisa berhubungan dengan para bangsawan? Tania merasa cemas. Hubungan sang duke agung dengan para bangsawan tidak lebih baik ketimbang dirinya. Jika tidak hati-hati, mereka akan melewatkan kesempatan sempurna yang langka.
Persis pada saat itulah, seseorang mengetuk pintu. Sang Santa memutar kepalanya. “Masuk.”
Seorang kesatria melangkah masuk. “Yang Mulia mencari Anda. Apakah Anda akan bisa meninggalkan dinding kastel berrsama saya?”
Sang Santa berdiri. “Tentu. Tolong beri aku waktu sebentar.”
Di luar dinding kastel…. Tania menghitung bulannya. Bisakah Beliau memanggil Mordes? Ini mungkin bisa bekerja, semoga. Sementara waktu ini Beliau tak bisa memanggil Mordes karena adanya mata awas dari para pemeriksa di dalam kastel. Beliau punya banyak hal yang perlu didiskusikan dengan sang iblis – pilihan pengobatan untuk sang Kaisar, sihir iblis mimpi yang telah mengenai Rietta, dan juga hal-hal lainnya.
Sang Santa mengenakan topi bercadar, mantel bertudung, dan membawa tongkat rahib.
Persis sebelum pergi, sekali lagi Beliau melirik ke arah tumpukan dokumen itu.
“.…”
Sang Duke Agung telah berkata bahwa Count Caligo-lah yang telah mengumpulkan bukti-buktinya. Selama bertahun-tahun sang Count telah mempersiapkan bahan solid yang belum kehilangan tujuannya. Tampaknya seakan sang Count telah mengumpulkan informasi ini selama bertahun-tahun untuk mempersiapkan balas dendam.
Meski demikian, bukti itu telah membuat Santa Tania merasa penuh harap sekaligus ngeri. Membaca dokumentasi Ferdian tentang detil-detil percobaan dan juga kemajuannya dengan satu tujuan tertentu dalam benaknya, Santa Tania jadi bisa menerka kenapa Kardinal Racionel memulai penelitiannya dan aspirasi apa yang membuatnya melakukan hal ini.
Mungkin inilah sebab kenapa suara orang itu muncul di antara ingatannya. Dunia begitu besar sehingga memiliki lebih dari satu orang gila semacam itu – lebih tepatnya, dunia ini begitu kecil sehingga Beliau sampai bertemu lagi dengan kegilaan yang sama.
“.…”
Hal ini rasanya tidak menyenangkan. Semakin Beliau mempelajari cara kerja dan tujuan dari penelitian ini, semakin Beliau teringat pada satu orang: Pendeta Tinggi Rutenfeld, kakak dari sang Kaisar yang telah membakar Putri Beatrice lebih dari sepuluh tahun yang lalu.
Tania meraih tongkatnya dan melangkah ke luar. Padahal Beliau mengira bahwa Rutenfeld akan menjadi orang terakhir yang berani mencoba untuk menjadi Dewa.
Pintu berderit terbuka, dan kemudian menutup.
****
Sejarah Kerajaan Rhodminue dilanjutkan oleh Kekaisaran Liefheim Dimfell ketika Kaisar Astenfeld menyatukan seluruh benua. Sebagai hasilnya, sebagian besar tokoh terkemuka dari kerajaan ini yang telah meninggal pun juga dicatat dalam sejarah kekaisaran. Tokoh-tokoh besar istana atau orang-orang yang telah berkontribusi bagi sejarah kekaisaran telah mengambil tempat yang lebih penting dalam sejarah kekaisaran ketimbang dalam sejarah kerajaan, bahkan meski mereka berasal dari kerajaan.
Satu pengecualian adalah Pendeta Tinggi Rutenfeld. Tokoh historis besar dari sejarah kerajaan yang jarang dipelajari dalam sejarah kekaisaran.
Rutenfeld adalah kakak kandung dari Kaisar Astenfeld. Sebagai putra pertama dari keluarga kerajaan Rhodminue, andai dirinya sesuai dengan harapan, dia pasti akan tumbuh menjadi raja berikutnya. Akan tetapi, Rutenfeld tidak memiliki apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang raja; alih-alih dia justru memiliki bakat kekuatan suci yang besar dan mata dewa. Rutenfeld menyerahkan gelar putra mahkota kepada adiknya, yang memiliki pembawaan lebih baik untuk menjadi raja, lalu dia sendiri menjadi pendeta. Setelah naik tahta, sang adik, Astenfeld, menjadi penakhluk dan penguasa terbesar karena menyatukan seluruh benua dan mendirikan kekaisaran pertama dalam sejarah.
Dua orang cendekia muda mengobrol ketika merkea meninggalkan perpustakaan.
“Pendeta Tinggi Rutenfeld adalah kakak dari Baginda Kaisar dan memiliki kontribusi amat besar pada penyatuan kekaisaran,” salah satu dari mereka berkata. “Tetapi bagaimana bisa hanya sedikit hal yang diketahui tentangnya? Aku mengerti kalau dia mati di pengasingan karena apa yang telah dia lakukan kepada sang Putri Suci, tapi dia tetap saja kurang mendapat pengakuan.”
“Makanya, kan?” cendekia lainnya berkata. “Aku sulit sekali menemukan catatan apa pun tentang dia dalam buku-buku sejarah kekaisaran. Kau tak tahu karya apa yang telah Rutenfeld lakukan kecuali kau mencari di dokumen-dokumen perang atau buku-buku sejarah kerajaan seperti yang kami lakukan.”
“Persis. Kita tahu kalau dia adalah kakak dari sang Kaisar dan mati dalam pengasingan karena telah membunuh sang Putri, tapi dia tetap saja kakak dari Kaisar. Hal itu saja semestinya sudah cukup menjadi alasan untuk memberinya lebih banyak perhatian.”
Cendekia pertama membenarkan posisi buku-buku di tangannya. “Aku bisa sepenuhnya memahami pendapat bahwa seseorang telah dengan sengaja menghapusnya dari sejarah untuk menjaga jangan sampai legitimasi sang Kaisar dipertanyakan.” Masyarakat bisa menaikkan alis jika mereka tahu bahwa seorang putra kekaisaran berusia prima pada generasi yang sama ternyata lebih tua dari sang Kaisar, bukan lebih muda.
“Beberapa orang meyakini begitu,” ujar cendekia kedua. “Tapi pikirkanlah soal ini. Sang Kaisar adalah penakhluk besar, sosok yang disebut-sebut sebagai dewa perang. Dan kakaknya adalah seorang pendeta tinggi.”
Sang Kaisar sudah terus-terusan memakai bantuan dari para pendeta selama masa penakhlukannya. Para pendeta yang bisa menyembuhkan para prajurit yang terluka dan mengidentifikasi sihir hitam sangatlah penting bagi pasukan, dan Kaisar merupakan seorang jenius perang serta kepala komandan. Seorang kakak yang dengan sukarela menyerahkan tahta untuk beralih pada agama terbukti menjadi sistem dukungan yang handal dan juga sumber kebanggaan yang memperlihatkan kemampuan sang Kaisar.
Sang kakak adalah pemimpin keagamaan yang dihormati, dan sang adik adalah seorang Kaisar yang telah membawa kedamaian dan kemakmuran bagi seluruh benua lewat penyatuan – ini akan menjadi akhir yang indah. Penyatuan ini, jika dimanfaatkan dengan baik, bisa saja membuktikan sebuah premis memadai untuk menggenggam kekuasaan fisik dan spiritual sekaligus.
“Pendapat yang bagus…. Tapi kenapa mereka tidak melakukannya?”
“Kurasa pada awalnya mereka telah berusaha melakukannya. Tapi rupanya terjadi banyak ketegangan, yang memuncak setelah pembakaran terhadap sang Putri Suci.”
Semua orang mulanya telah menyalahkan sang Kaisar karena mengeksekusi sang Putri Suci.
Cendekia kedua meneruskan. “Menurut catatan, Pendeta Tinggi Rutenfeld mengawasi persidangan, dan sang Kaisar tak tahu apa-apa soal itu, tetapi Beliau tidak langsung menjelaskan diri Beliau dan berakhir menanggung kesalahan.”
Setelah itu datanglah Cahaya Akhir, yang mendatangkan kehancuran pada Lamenta, dan Pendeta Tinggi Rutenfeld dituduh setelah para iblis menyerang seluruh benua. Ketika insiden ini terus berlangsung tak terkendali, sang Kaisar tampak seperti telah menggunakan orang lain untuk membuat alasan.
“Dari mempelajari catatan sejarah, kita mengetahui bahwa hal itu memang benar, tetapi orang-orang yang bukan bangsawan takkan mau memercayai hal ini.”
“Mungkin karena Rutenfeld adalah seorang pendeta tinggi. Baginda Kaisar tak punya banyak dukungan rakyat selama perang berlangsung.”
“Apa menurutmu ordo memiliki keunggulan dalam persaingan hegemoni terhadap Baginda Kaisar dengan membuat Beliau tampak buruk dan menjaga supaya si pendeta tidak disalahkan.”
“Itu juga bisa saja terjadi… atau Beliau mungkin tidak terlalu menganggapnya serius karena Beliau tidak menyangka akan terkena kutukan.”
“Jadi, mereka akan merasa tidak perlu membela diri untuk kesalahan kecil itu, tetapi kemudian opini publik jadi semakin buruk dan para iblis berkeliaran bebas, dan mereka menyadari bahwa ini adalah sebuah masalah serius lalu baru mati-matian memberi tanggapan. Inikah masudmu?”
“Beberapa pihak berkata bahwa ada sebuah skandal yang tak berani mereka akui, tapi siapa yang tahu.”
“Skandal? Ups, maaf.” Cendekia yang lebih muda menabrak pendeta lain ketika berbelok di sudut dengan membawa tumpukan buku. Dia terkejut ketika mendapati siapa yang telah ditabraknya. “Yang Mulia! Maaf telah mengagetkan Anda.”
“Selamat siang, Yang Mulia,” cendekia lainnya juga ikut menyapa orang itu.
Sang Kardinal menyeringai dan mengangguk pelan. Dia mengenakan jubah hitam untuk menggantikan jubah merahnya yang biasa sebagai tanda perkabungan atas kematian sang paus. Para cendekia itu mengucapkan belasungkawa dengan paras sedih.
“Saya turut berduka tentang Paus Yang Suci.”
“Anda pasti patah hati sekaligus sibuk.”