Like Wind on A Dry Branch - Chapter 192
“Maafkan saya.” Rachel dan Colbryn berlutut di hadapan Killian dan meminta maaf karena gagal menjaga Rietta tetap berada di dalam kamar.
Santa Tania, Mordes, dan Morbidus berdiri di depan mereka. “Maafkan saya,” Tania berkata. “Saya tak tahu kalau Morbidus adalah iblis miliknya.”
Killian mengusap wajahnya. Ketika Rietta melompat turun dari kursinya, secara refleks Morbidus mengulurkan tangannya untuk meraih Rietta. Santa Tania panik ketika melihat sesosok iblis tingkat tinggi bersembunyi di dekat Rietta dan bergegas mengikat tungkai-tungkai Morbidus dengan rantai-rantai suci. Semua yang dilihatnya adalah sesosok iblis kuat sedang meraih ke arah si pemberi berkat yang tak berdaya.
Karena kaget, Morbidus pun mengeluarkan sihir penyembunyi pada Rietta kalau-kalau para pemeriksa atau iblis api menemukan Rietta, dan Colbryn serta Rachel tak mampu menangkap Rietta yang menghilang dari pandangan mereka.
Kekacauan telah terjadi dalam hitungan detik. Untung saja Colbryn dan Rachel berhasil lari cukup cepat untuk menghentikan sang Santa dan Morbidus serta memberitahu mereka bahwa mereka berada di pihak yang sama. Akan tetapi, mereka tak bisa tiba-tiba menarik balik sihirnya ketika para iblis masih berkeliaran, dan ledakan energi suci yang tiba-tiba telah mencegah Morbidus ikut campur. Situasinya sungguh tak disangka-sangka dan bisa dipahami, dan semuanya terjadi dalam sekejap mata.
Tuk. Rietta maju sedikit. “Uh….” Dia menatap mereka dari pintu.
Para manusia dan iblis itu menolehkan kepala mereka untuk mendapati wanita yang keluar dari pintu di antara kamar tidur Killian dan ruang kerjanya.
Rietta bergerak-gerak gelisah, dan kemudian menundukkan kepalanya. “Semuanya, maafkan aku.” Tadi dia telah mendapat penglihatan yang ganjil. Semua yang terpikirkan olehnya adalah bahwa penglihatan itu takkan berhenti kalau dia tidak segera berlari keluar. Karenanya dia tidak menyesali perbuatannya, tetapi dia tak pernah ingin orang-orang yang menjaganya merasa bersalah di hadapan Killian.
“.…” Menggerak-gerakkan jemarinya dengan gelisah, dia mendongakkan kepala dengan raut penuh terima kasih, minta maaf, dan bersalah. Dialah orang yang tiba-tiba berlari keluar, jadi Killian tidak seharusnya menyalahkan orang-orang ini. “Semua ini salahku,” ujarnya pada Killian.
Killian menghela napas dan menyuruh Colbryn serta Rachel untuk mundur.
****
“Kenapa kau melakukan itu? Kau seharusnya minta bantuan atau mencari cara lain,” Killian menanyai Rietta dengan sedih.
Nada bicaranya mengejutkan Rietta. Dia merasa bersalah pada Killian. Dia tahu kalau ini adalah sesuatu yang seperti takdir, dan dia tak bisa berbuat apa-apa tentang itu. Tetapi melihat Killian tampak begitu kaget…. Rietta minta maaf terus-terusan karena membuat pria itu cemas, kemudian menggenggam tangannya. “Tapi kita tetap beruntung. Aku akan baik-baik saja karena aku adalah pemberi berkat. Bayangkan kalau ini terjadi padamu.”
Killian menggigit bagian dalam bibirnya.
Setelah kejadian itu, kelompok tersebut sepakat untuk tidak memberitahu Rietta apa yang telah dia lupakan. Para pendeta dan iblis mengatakan pada Rietta sihir jenis apa yang telah menyerangnya, dan meyakinkannya bahwa seorang pemberi berkat sekuat dirinya akan baik-baik saja.
Riettta bahkan tak tahu kalau dia sudah kehilangan ingatan. Memberitahunya tentang mereka juga takkan bekerja. Killian tak bisa menyalahkan Rietta, dan dia tahu kalau dirinya harus bersikap seakan dia baik-baik saja.
Rietta merasa bersalah setelah melihat raut wajah pria itu. “Killian, aku minta maaf. Sungguh.” Dia tersenyum dan memeluk Killian. “Kita berdua baik-baik saja, jadi….”
Kita tidak baik-baik saja. Killian mengeratkan rahangnya. “Kau seharusnya membiarkan serangan itu mengenaiku.” Perasaannya yang sesungguhnya terlolos dari antara geliginya.
“Tidak,” Rietta memprotes. “Aku tak bisa membiarkanmu melupakan aku.”
“Aku akan jatuh cinta lagi padamu.”
Rietta tetap membisu seraya membelai punggung Killian. Alih-alih berkata, “Aku akan melakukan hal yang sama,” dia menangkupkan kedua tangannya pada pipi Killian dan menciumnya. Killian tampaknya jadi lebih syok dan berputus asa ketimbang yang Rietta kira.
“Kau tak memercayaiku?”
“Apa?” Killian memasang senyum di wajah sedihnya.
Rietta jadi lebih serius. “Mereka menyerangku dengan sihir untuk melupakan orang yang paling kucintai, tapi aku belum melupakanmu, jadi… apa kau pikir aku-”
“Yang benar saja, wanita?”
Mereka bertengkar, berciuman, dan saling berpelukan lagi.
Rietta belum pernah melihat jenis sihir ini ketika dia melemparkan diri untuk menghadangnya. Sihir ini bahkan bisa saja mencabut nyawanya. Cintanya kepada Killian cukup besar untuk membuatnya mempertaruhkan nyawanya sendiri demi pria itu, namun sihir tersebut telah menghapus bersih ingatan Rietta tentang putrinya yang telah meninggal.
Rietta mengerjapkan mata birunya dengan damai, dan mendongak menatap Killain sebagaimana dirinya yang adalah seorang wanita yang sedang jatuh cinta dengan gembira. Wajahnya tak menunjukkan setitik pun kesedihan yang biasanya selalu ada di sana. Baru Killian menyadari bahwa hal itu akan menghancurkan hatinya berkeping-keping.
****
Kunjungan Santa Tania membawa banyak perubahan kecil.
“Oh, kau dari Kuil Ashiluth. Tolong sampaikan salamku kepada Pemeriksa Schuflanger,” ujarnya pada salah satu pemeriksa.
Komentar singkat penuh percaya diri itu memiliki kekuatan untuk membuat semua pemeriksa di dalam ruangan tak mampu berkata-kata. Ini karena Schuflanger pernah dengan sembarangan menuduh Tania atas praktek sihir dan menanyainya dengan habis-habisan. Anekdot terkenal itu adalah contoh legendaris dari ujian dan kesulitan yang dihadapi oleh Tania muda. Cerita itu beredar kembali setiap kali pendapat publik tentang kuil-kuil menjadi masam dan bertahan sebagai salah satu kisah paling diingat yang telah mendatangkan ketenaran Tania.
“Oh, ya ampun….” Rachel menutupi mulutnya, pura-pura kaget. Kemudian datanglah raut simpatik di wajah sang Santa dan pelototan menuduh kepada para pemeriksa. Orang-orang mengalihkan perhatian mereka pada para pemeriksa, baik para pendeta maupun yang bukan pendeta.
Sang Santa memberi isyarat pada Rachel dan tetap membisu. Para pemeriksa, yang telah mencari kesempatan untuk membalikkan keadaan setelah ledakan amukan dari sang Duke Agung Axias, tak mampu bicara sepatah kata pun.
Pembakaran terhadap Putri Beatrice juga melibatkan seorang pemeriksa, dan tania telah meneguhkan dirinya sendiri sebagai santa hanya setelah para pemeriksa melakukan penterogasi. Sejak kedua insiden itu, para pemeriksa telah menghadapi serangan balik yang serius dari publik sebagai korban dari tuduhan bidah tidak adil yang berhubungan dengan elegori mereka. Alhasil, para pemeriksa tak lagi mampu membuat tuduhan bidah sembarangan. Persyaratan saat ini, seperti tiga dasar atas kecurigaan dan kuil-kuil menunjuk dan bertanggungjawab atas para pemeriksa dengan standar yang ketat, muncul setelahnya.
Para pemeriksa yang mengunjungi Axias telah menempatkan diri mereka sendiri dalam posisi yang rumit. Kelompok kuat yang mengendalikan sebagian besar energi suci yang kuat masih dijalankan dengan keimanan dan sumbangan dari rakyat. Dengan wabah menyebar kembali di seluruh benua, dan para pendeta serta kuil mendapat kritik publik karena mengutamakan kepentingan egois mereka, sosok-sosok keimanan alternatif seperti Tania dan Putri Beatrice telah tumbuh lebih populer daripada sebelumnya.
Pihak kuil mengirim para pemeriksa sebagiannya adalah untuk alasan-alasan egois: begitu berhasil membuktikan bahwa Rietta bukan anak dari sang Putri Suci, mereka akan memperoleh kepercayaan dari markas besar gereja dan memenangkan kembali kepercayaan rakyat. Akan tetapi, pada saat ini mereka pasti sedang gigit jari, berharap para pemeriksa setidaknya jangan sampai membuat masalah sedikit pun. Mereka sedang berurusan dengan Santa Tania dan anak dari Putri Beatrice, dan habislah mereka kalau sampai terjadi kesalahan. Seluruh benua sedang mengawasi.
Santa Tania tak berhenti sampai di situ. Secara terang-terangan Beliau membela Rietta dengan menuntut ketiga dasar yang membenarkan tuduhan bidah terhadap Rietta. “Tidak benar kalau aku merekomendasikan Rietta sebagai pewaris benda suci Kuil Havitas,” Beliau menyatakan. “Aku minta maaf pada Rietta karena telah menempatkan dia di posisi yang sulit. Juga, aku tak menyaksikan sendiri perang iblis Axias.” Beliau menepuk-nepuk bahu Rietta, kemudian memindai wanita itu dari kepala hingga kaki dengan sihir suci pencari di depan para pemeriksa. Kemudian, Beliau melontarkan sorot dingin kepada para pemeriksa. “Rietta belum pernah menyentuh sihir hitam.”
Sudah selesai! Bersorak untuk sang Santa! Orang-orang yang berdiri di samping Rietta mengedipkan kepala mereka dengan penuh antisipasi, menunggu sang Santa membantah tuduhan bahwa Rietta sudah berbohong soal menjadi anak perempuan sang Putri.
Akan tetapi, Santa Tania tidak memberitahu semua orang bahwa Rietta adalah anak perempuan sang Putri, juga tidak menyuruh semua orang menarik kembali tuduhan mereka dan minta maaf. Beliau terdiam sebelum menyangkal spekulasi itu dengan sudut pandang berbeda.
“Aku tak tahu apakah Rietta adalah anak perempuan dari Putri Beatrice, dan aku tak bisa memastikan apakah dia berbohong soal itu.” Beliau memiringkan kepalanya dan memasang raut bingung. “Tetapi jika Rietta yang tak bersalah memang adalah anak sang Putri, kenapa hal itu akan menjadi aib?” Tanpa tahu malu Beliau meneruskan kata-katanya kepada orang-orang yang kebingungan. “Bagaimanapun juga, anak perempuan sebaik, secantik, dan sepintar dia akan membuat sang Putri bangga.”
Apakah komentar itu pantas untuk saat ini? Semua orang terdiam, tercengang mendengar tanggapan tak disangka-sangka itu.
Sang Santa tak peduli. Beliau menangkup wajah Rietta dengan kedua tangannya dan memberikan tatapan hangat. “Aku berharap bisa menyebut dia sebagai putriku.”
****
Killian terkekeh ketika mendengar cerita itu dari Colbryn. Dia menjelaskan kepada si pendeta muda yang tampaknya tak mengerti candaan yang tidak tepat waktu itu. “Sang Putri belum menikah, jadi ordo akan beranggapan bahwa akan merupakan aib bagi mendiang jika ada orang yang menyatakan diri sebagai anaknya. Santa menyindir hal itu secara tidak langsung.”
Colbryn tergagap, “Oh…. Tapi, sang Putri Suci adalah seorang bangsawan, jadi takkan menjadi masalah doktrin bahkan jika Beliau sudah – ”
Sang Duke Agung melambaikan tangannya. “Para putri suci bukanlah pendeta yang menjalani penahbisan,” dia berkata. “Ini omong kosong. Para pemeriksa ingin mendiskreditkan imej suci Putri Beatrice di muka publik dengan menekankan bahwa wanita yang belum menikah punya anak. Spekulasinya saja akan sudah cukup, mau Rietta benar adalah anaknya atau bukan.”
Kalau Killian menyatakan bahwa Rietta adalah anak Putri Beatrice, mereka pasti akan menyeret Rietta ke dalam perdebatan sengit tentang ikatan biologisnya dengan sang Putri – siapa ayahnya, di mana dan bagaimana sang Putri bisa hamil – dan akan menuntut pembuktian. Bahkan jika Rietta tak lagi berada di bawah tuduhan perbuatan bidah, reputasi tak bercela dari Putri Beatrice akan rusak.
“Saya mengerti…,” Colbryn menghela napas. Mungkin itulah sebabnya kenapa sang Duke Agung tidak mengkonfirmasi dengan para pemeriksa bahwa Rietta adalah anak dari sang Putri Suci.
Pada kenyataannya, Killian belum pernah membuat pernyataan resmi macam itu; dia hanya menyangkal pernyataan soal kebohongan. Meski semua pendeta di sana mengetahui kebenarannya, mengarahkan pendapat umum itu penting. Killian telah dengan sengaja menjauhkan fokus argumen dari hal itu.
Killian menundukkan kepala dan menyeringai. Kenapa wanita sebaik, secantik, dan secerdas itu akan mempermalukan sang Putri, Tania telah mengatakannya. Sang Santa yang menginginkan Rietta sebagai putrinya sendiri mungkin saja terbukti lebih sensasional ketimbang klise jatuh-cinta-pada-musuhmu-sendiri.
Dan bagi Rietta, secara tidak langsung sang Santa telah berkata kepadanya bahwa Beliau tak pernah merasa malu jika menjadi ibunya. Sang Santa telah mengisi kekosongan yang tak bisa diisi oleh Killian. Dia merasa amat berterima kasih.
****
Para pemeriksa mendatangi Killian untuk mengajukan permintaan yang berhubungan dengan serangan iblis pada Rietta. Para pemeriksa memiliki sejumlah sihir pencari yang hanya tersedia bagi mereka, yang paling kuatnya adalah pengaktifan lingkaran sihir untuk melakukan pemeriksaan iblis secara menyeluruh. Enam pemeriksa atau lebih dibutuhkan untuk mengaktifkan sihir itu, dan mereka mengusulkan untuk menggunakannya pada Rietta demi mencari adanya sisa sihir iblis atau efek samping. Kalau Killian setuju, pelayanan ini akan diberikan secara cuma-cuma sebagai tanda permintaan maaf.
Killian berkata pada mereka kalau dia akan memikirkannya lalu menyuruh mereka pergi. Sesaat kemudian dia bicara pada Morbidus dan Rietta.
****
Rietta tak lagi perlu bersembunyi setelah kemenangan mulus yang nyata terhadap para pemeriksa, jadi dia pun menunggangi kuda menuju rumahnya bersama Killian. Mereka sudah tidak pergi ke rumah itu selama beberapa waktu, dan seperti biasanya, Killian memeriksa rumah dan mengisi jerami dan persediaan. Sementara itu, Rietta duduk di atas sapu tangan yang dibentangkan di atas tumpukan jerami yang telah Killian turunkan untuknya, dan menonton pria itu bekerja dengan siku disanggakan pada pangkuannya.
Menonton penuh kasih pada Killian dari belakang, dengan pikiran melamun Rietta mengarahkan pandangannya pada orang-orangan salju di halaman belakang. Orang-orangan salju itu belum meleleh berkat musim dingin di Axias – sesosok orang-orangan salju rupawan berdiri di samping orang-orangan salju yang lebih kecil.
Dia tersenyum. Killian sungguh hebat dalam semua hal, bahkan membuat orang-orangan salju. Pasti akan menyenangkan kalau mereka membuatnya bersama-sama, pikirnya. Tetapi kenapa Killian membuatnya sendiri? Apakah pria itu mendadak merasa bosan di tengah malam?
“Hei, Rietta – ” Killian berbalik untuk bicara pada Rietta, dan wajahnya seketika menjadi kaku. Sesuatu berkelontangan dan bergulir di lantai.
Killian menjatuhkan semua benda yang ada di tangannya dan berjalan menghampiri Rietta. “Ada apa? Kau baik-baik saja?” tanyanya lembut. Dia beralih ke sikap seorang kesatria ketika mencengkeram bahu Rietta dan buru-buru memeriksa Rietta.
“Apa?” Rietta menatapnya, kebingungan. Killian bertingkah aneh. Pria itu telah mengembangkan kecenderungan akut untuk bersikap kelewat melindungi dirinya bahkan dari perubahan-perubahan terkecil sejak insiden sihir itu. Rietta memutuskan untuk bicara soal itu padanya nanti.
Kelabakan, dengan hati-hati Killian mengusapkan ibu jarinya ke pipi Rietta. Barulah setelah merasakan sentuhan dingin pria itu Rietta menyadari adanya air mata panas yang mengaliri wajahnya.
“Tunggu, uh….” Dengan kikuk Rietta mengusap air mata itu dengan raut wajah kebingungan. Air matanya terus mengalir. “Aku tak… kenapa… aku tidak. Aku tidak apa-apa, Killian,” ujarnya tergagap, tampak lebih kaget daripada Killian. Dia bahkan tak tahu apa yang tidak dirasakannya.
Rietta berusaha untuk menenangkan Killian. “Kurasa ada masalah dengan mataku. Aku tak tahu kenapa aku menangis. Aku tidak sedang sedih, Killian.”
Killian menatap nanar ke arah Rietta sebelum menundukkan kepalanya dan perlahan menarik Rietta ke dalam pelukan. Dia sudah tahu bahwa dulu anak perempuan Rietta pernah menginginkan manusia salju. Rietta pernah membicarakannya dalam tidur dan ketika mabuk, dan terkadang akan menatap manusia salju dengan raut sentimental.
Giselle kembali dengan membawa kabar buruk. Situasinya telah jadi semakin pelik, dan pencariannya sudah menjadi sama sulitnya dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Meerka mungkin tidak akan bisa menemukan Adel, di mana mungkin akan lebih baik jika Rietta melupakan tentang putrinya. Mungkin ini adalah jaring pengaman kalau-kalau terjadi masalah. Killian mengakui pernah memikirkan hal tersebut.
Killian menggertakkan rahangnya, menyesal karena telah memiliki pemikiran seperti itu. Dia selalu ingin Rietta mengatasi kesedihan tersebut, tetapi tidak dengan cara seperti ini. Dia ingin ada untuk Rietta dan mengusir kesedihan Rietta, tetapi bukan dengan menghapus Adel dari ingatan Rietta. Ini tidak benar. Tidaklah adil jika mengambil keberadaan tak terelakkan dari anak itu, duka yang tak berujung, dan kesedihan yang datang dari cinta – semua ini adalah milik Rietta. Meskipun terasa menyedihkan, hati Rietta untuk Adel adalah miliknya, dan sudah seharusnya tetap ada bersama Rietta. Yang kini Rietta miliki adalah lubang nan hampa.
Rietta sudah melupakan Adel. Wanita itu telah kehilangan berkas cahaya paling benderang dalam hidupnya. Ini salahku, Killian berpikir. Dia harus mengembalikan semuanya pada Rietta. Ini adalah hal yang benar untuk dilakukan, jika dia sungguh mencintai Rietta. Dia tak bisa menyerah atas apa pun tak peduli apa pun yang terjadi.