Fortunate To Meet You - Chapter 12
Saat Liang Zheng menghabiskan sekaleng bir itu, dia tidak pernah mengira dirinya akan mabuk. Ketika terbangun keesokan paginya, dia merasa kepalanya begitu pusing dan itu sangat menyakitkan.
Dia membenamkan kepalanya yang sakit di dalam selimut, merenggangkan tubuhnya dalam selimut.
Sangat tidak nyaman. Tahu begini dia tidak akan minum bir.
Liang Zheng mengerutkan kening dengan mata terpejam, meringkuk sebentar di tempat tidur. Saat ini kesadarannya baru perlahan-lahan pulih. Seakan teringat sesuatu, matanya tiba-tiba terbuka.
Tunggu dulu.
Bukankah kemarin dia minum bir di dapur? Sejak kapan kembali ke kamar?
Begitu memikirkan ini, Liang Zheng merinding dan segera terduduk di atas tempat tidur. Dia menarik selimut yang menutupi kepalanya dan rambut panjangnya berantakan karena baru bangun tidur. Matanya sedikit bengkak. Dia duduk di tempat tidur dan melihat sekeliling dengan tatapan kosong.
Setelah melihat lama, dia baru yakin kalau ini memang kamarnya. Jadi kemarin malam…. Zhou Xu yang menggendongnya ke atas?
Begitu pemikiran itu muncul di benaknya, Liang Zheng menatap sedih dan langsung memeluk bantal. Memang dia tidak seharusnya minum bir.
Sebelumnya Zhou Xu sudah menganggap dia merepotkan, kemarin malam malah ditambah lagi menggendongnya ke atas. Entah seberapa kesalnya Zhou Xu.
Liang Zheng membenamkan wajahnya di bantal dan meratap untuk waktu yang lama. Pada akhirnya, dia tetap harus bangun untuk menghadapi kenyataan. Dia turun dari tempat tidur, masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sambil menggosok gigi, dia bercermin sambil berpikir bagaimana nanti dia harus menghadapi Zhou Xu.
Semakin dipikir dia semakin merasa… Zhou Xu mungkin tidak akan mempedulikannya, mungkin saja sudah sangat kesal pada dirinya. Memikirkan ini, dia menghela napas.
Selesai membersihkan diri, Bibi Zhou memanggil dari luar saat dia ingin berganti pakaian, “Zhengzheng, sudah bangun?”
“Sudah!” Liang Zheng segera menjawab, “aku akan segera turun!”
Zhou Yuzhi mendengar nada bicara Liang Zheng yang panik, tersenyum, “Tidak usah buru-buru. Aku hanya memanggilmu untuk sarapan, kamu pelan-pelan saja.”
Liang Zheng buru-buru berganti pakaian, membereskan barangnya dan membawa tasnya turun ke bawah.
Sesampainya di ruang tamu, Paman dan Bibi Zhou masih belum turun. Liang Zheng dalam sekilas mata saja sudah menemukan Zhou Xu di koridor luar ruang tamu. Dia bersandar pada pilar di sisi koridor, dengan satu tangan di kantong celana dan tangan lainnya memegang ponsel yang saat itu sedang dilihatnya.
Mungkin karena merasa ada seseorang yang turun, dia tiba-tiba menoleh dan melihat ke arahnya melalui pintu kaca.
Liang Zheng yang melihat Zhou Xu menatapnya, seketika tersenyum. Dia berlari beberapa langkah dan melompat menuruni tangga.
Dia berjalan ke pintu dan menarik buka pintu kaca untuk menyambut Zhou Xu dengan manis, “Selama pagi, Zhou Xu.”
Seperti kata pepatah, habis membuat kesalahan harus bersikap baik. Bahkan jika Zhou Xu marah karena masalah tadi malam, harusnya tidak marah lagi kan kalau sudah dibujuk dengan satu dua kalimat?
Selesai menyapa, dia baru menyadari kalau Zhou Xu terus menatapnya. Tidak bicara atau pun mengalihkan tatapannya. Hanya saja dengan matanya yang gelap dan dalam itu, juga dia yang begitu diam, membuat Liang Zheng tidak tahu apa yang dia pikirkan.
Dia yang ditatap seperti itu oleh Zhou Xu, entah kenapa merasa bingung. Zhou Xu tidak pernah menatapnya seperti ini. Dia menyentuh wajahnya tanpa sadar dan berkata dengan ragu, “Ke… kenapa? Di wajahku ada sesuatu?”
Entah itu hanya ilusi atau apa, dia merasa Zhou Xu sepertinya mengerutkan kening. Tapi hanya sekejap, tidak terlihat jelas.
Zhou Xu memalingkan wajah, menatap ke arah sebuah pohon. Sangat jelas artinya dia tidak akan meladeni Liang Zheng lagi.
Liang Zheng menebalkan mukanya untuk mendekati Zhou Xu dan berdiri di sampingnya, “Itu… kemarin malam…”
Zhou Xu tidak lagi menatap pohon dan kembali melihat Liang Zheng.
Liang Zheng tersenyum senang dan mengucapkan terima kasih yang tulus pada Zhou Xu, “Kemarin malam kamu yang menggendongku kembali ke kamar ya? Maaf merepotkanmu.”
Dia sedikit malu melihat Zhou Xu melihatnya tanpa ekspresi. Dia mengulurkan jarinya untuk menjepit lengan pakaian Zhou Xu dan menggoyangkannya dengan lembut, “Jangan marah. Aku janji, lain kali tidak akan membuatmu repot lagi!”
Sambil bicara, Liang Zheng mengangkat jarinya sebagai tanda dia berjanji. Zhou Xu masih begitu, menatapnya tanpa bicara sedikit pun.
Setelah beberapa saat, dia tiba-tiba berkata, “Liang Zheng——”
“Ah?” Liang Zheng tertegun, menatap kosong ke arahnya. Zhou Xu terdiam lagi setelah memanggilnya.
Akhirnya baru bertanya, “Kamu kalau mabuk suka bertingkah aneh?”
“Ah?” Liang Zheng tercengang. Saat dia tersadar, dia bertanya panik, “kemarin malam aku melakukan apa?”
Zhou Xu mengerutkan kening. Liang Zheng melihat wajah Zhou Xu tidak senang, tanpa sadar bertanya, “….aku tidak memukulmu, kan? Atau… aku memukulmu?”
Liang Zheng tidak bisa mengingat apa yang dia lakukan semalam. Dia mabuk dan ingatannya seketika kosong. Dia sama sekali tidak ingat apa-apa.
Dia menatap gugup pada Zhou Xu, siapa sangka Zhou Xu hanya menatapnya dingin dan langsung masuk ke dalam vila.
Liang Zheng terbengong-bengong di sana. Dia berpikir keras sepanjang hari, tapi dia sama sekali tidak bisa ingat apa yang dia lakukan kemarin malam. Dia bahkan tidak bisa ingat kapan Zhou Xu membawanya kembali ke dalam kamar.
Gambaran terakhir di dalam benaknya adalah dia tertidur dengan tangan terlipat di atas konter dapur sambil berteriak sakit kepala setelah menghabiskan bir itu.
Di dalam perjalanan pulang, Liang Zheng kembali memikirkan masalah kemarin malam. Namun, sampai kepalanya sudah mau meledak pun dia tidak bisa mengingatnya. Hal ini membuatnya stres sepanjang hari.
Sampai keesokan harinya dia naik pesawat, dia masih memikirkannya. Tapi yang namanya tidak bisa ingat ya tidak bisa. Ketika pesawat mendarat di Bandara Jiangcheng, dia akhirnya menyerah.
Sudahlah. Tidak usah dipikirkan lagi.
Seturunnya dari pesawat, Liang Zheng menelepon papanya sambil berjalan ke tempat pengambilan bagasi. Papanya terdengar sangat senang di telepon, “Sudah turun pesawat? Aku dan mamamu menunggu di luar, kamu keluar saja sudah bisa lihat.”
Liang Zheng sudah lama tidak bertemu orang tuanya, hatinya sangat rindu dan kebahagiaan di suaranya tak bisa disembunyikan, “Aku ambil koper, sebentar lagi keluar.”
Liang Zheng melihat kopernya keluar, segera mengambilnya dan berjalan keluar. Sesampainya di area penjemputan, dia dengan cepat menemukan orang tuanya. Dia menghambur ke sana, “Papa! Mama!”
Liang Papa dengan hati senang mengambil alih koper putrinya, “Aduh, kuliah di luar kenapa menjadi kurus begini?””
Liang Zheng berkata, “Aku tidak kurus. Aku setiap hari makan enak. Tiap minggu juga Bibi Zhou memberiku makanan tambahan. Aku malah mengira aku gemukan.”
Membicarakan ini, Liang Mama menepuk punggung tangan Liang Zheng, “Anak ini, liburan bukannya pulang malah merepotkan Bibi Zhou.”
Liang Zheng juga tertawa, memegangi tangan papanya di satu sisi dan mamanya di sisi lainnya. Mereka berjalan ke tempat parkir, “Aku sangat patuh, Bibi Zhou sangat menyukaiku.”
Seperti apa karakter putrinya, orang tua Liang Zheng tentu tahu. Untuk hal ini, Liang Mama percaya padanya. Tapi dia masih berkata, “Bibi Zhou menyukaimu itu hal yang lain. Tapi, kamu sebisa mungkin jangan merepotkan mereka ya.”
“Tapi Bibi setiap kali ke kampus untuk menjemputku, aku tidak bisa tidak pergi kan?”
“Ini….”
Liang Zheng menenangkan mamanya, “Mama tenang saja, aku tahu batasannya kok.”
Liang Mama mengangguk, “Bagus kalau begitu.”
Sepulangnya dari bandara, waktu tepat jam 3 sore. Begitu memasuki rumah, Liang Mama bertanya, “Sudah lapar? Aku buatkan mi dulu untukmu mengganjal perut, nanti malam baru masak makanan kesukaanmu.”
Meski itu sebuah pertanyaan, mana perlu Liang Zheng menjawabnya. Liang Mama berbicara sambil masuk ke dapur. Dia mulai memasak air dan bergerak luwes.
Rumah di daerah selatan tidak memerlukan pemanas. Liang Zheng kembali ke kamarnya dan melepas mantelnya, berganti dengan piyama kartun berbahan katun.
Saat dia keluar, mamanya sedang memotong apel di dapur. Air di dalam panci masih direbus.
Liang Zheng pergi ke dapur dan memeluk mamanya dari belakang, “Mamaku, aku sangat rindu padamu.”
Liang Mama langsung tersenyum dan mendengus, “Kulihat kamu cukup senang di rumah Bibi Zhou. Masih ingat rumah ya?”
“Tidak begitu.”Liang Zheng berkata serius, “aku setiap hari merindukan mama dan papa.”
Liang Mama tersenyum dan menyerahkan apel kepada Liang Zheng. Dia berbalik untuk melihat air dalam panci. Airnya sudah mendidih.
Dia memisahkan air yang sudah matang ke sebuah mangkuk, lalu masukkan mi sambil berkata, “Tahun ini aku membuat banyak lapchiong. Nanti saat kuliah dimulai, bawakan sedikit untuk Bibi Zhou.”
*(T/N Note: Lapchiong itu semacam sosis yang terbuat dari daging B2 non halal)
“Baik.” Liang Zheng bersandar di samping lemari es sambil makan apel. Liang Mama bertanya,
“Bagaimana dengan Zhou Xu? Apa ada yang dia suka? Saat kuliah dimulai, bawakan sedikit untuknya.”
Liang Zheng berpikir, Tuan Muda seperti itu mana bisa makan makanan dari keluarga rakyat jelata. Dia menggeleng, “Tidak tahu.”
Begitu menyebutkan tentang Zhou Xu, Liang Zheng memiliki banyak hal untuk dibicarakan.
Awalnya dia tidak bisa menahan diri untuk mengejek kepribadian Zhou Xu yang dingin, tapi setelah lama membicarakannya, dia tak bisa menahan diri untuk mendesah, “Tapi dia memang sangat tampan. Entah seberapa tinggi IQ-nya itu. Yang pasti buku-buku di ruang belajarnya itu, banyak yang aku tidak mengerti.”
Liang Zheng terus membicarakan Zhou Xu tanpa henti. Liang Mama merasa agak aneh saat mendengarnya. Dia mencuci sayuran sambil menatap putrinya dengan penuh rasa penasaran, “Kamu dan Zhou Xu sering bersama, apa ada sedikit kemajuan?”
Liang Zheng yang sedang menggigit apel, hampir saja tersedak saat mendengar ini. Dia menjawab, “Apa yang mama pikirkan sih? Dia itu Tuan Muda yang dingin, mana mungkin suka pada orang sepertiku.”