Fortunate To Meet You - Chapter 11
Liang Zheng tidak memperhatikan, dia hampir saja jatuh. Kalau dipikir-pikir lagi, sungguh memalukan.
Dia kembali ke kamar dan berada di situ cukup lama. Sampai Bibi Zhou memanggilnya keluar untuk makan, barulah dia menjawab dan kembali memakai jaket musim dinginnya, keluar dari kamar.
Ketika turun, dia melihat Zhou Xu sedang duduk di sofa ruang tamu. Tangannya masih memainkan ponsel dengan kepala ter tunduk, tidak tahu apa yang dia pikirkan.
Mungkin karena merasa ada yang turun, dia sedikit menaikkan kelopak matanya. Tatapannya datar, melihat ke arah Liang Zheng.
Kedua mata saling bertemu.
Teringat akan adegan yang memalukan tadi, Liang Zheng jadi merasa malu. Dia menarik bibirnya dan memberikan senyuman canggung.
Zhou Xu hanya melihatnya sekilas, tidak mempedulikannya dan kembali menunduk. Kembali melihat apa yang tadi dia lihat.
Paman dan Bibi masih di atas. Setelah Liang Zheng turun, dia berjalan perlahan ke arah sofa dan duduk di sofa samping Zhou Xu.
Dia merasa tadi sudah tidak sopan karena melarikan diri begitu saja. Meski Zhou Xu mungkin enggan untuk meladeninya, tapi dia masih tersenyum dan berkata tulus, “Zhou Xu, terima kasih untuk tadi.”
Kalau tidak ditolong Zhou Xu, mungkin dia sekarang sudah di perjalanan ke rumah sakit.
Zhou Xu mendongak dan balas menatapnya. Tidak ada emosi di sana, hanya melihatnya sebelum kembali menunduk dan menjawab asal-asalnya, “Sama-sama.”
Meski bicaranya asal-asalan, Zhou Xu sangat jarang mau meladeninya. Liang Zheng yang senang, tidak bisa menahan diri untuk berbicara lagi, “Nanti kamu ikut pergi main ski?”
“Tidak.”
Liang Zheng sudah bisa menduga kalau dia tidak akan pergi. Orang yang begitu dingin, mana mungkin akan pergi main dengan mereka. “Zhengzheng, ayo kita pergi makan.”
Tidak mengobrol beberapa patah kata, Zhou Yuzhi turun dengan jaket musim dinginnya. Dia mengenakan topi dan sarung tangan. Setelah makan, mereka akan pergi main ski.
“Eh, aku datang!” Liang Zheng menjawab dan bangkit berdiri dari sofa.
Baru saja bersiap untuk ke sana, dia melihat Zhou Xu masih duduk di sofa tanpa keinginan untuk bergerak. Mantel saja tidak pakai.
“Kamu tidak makan?” tanya Liang Zheng.
Zhou Xu hanya menjawab ‘hmm’, masih sibuk sendiri.
Masih ingin mengatakan hal lain, Bibi Zhou sudah memanggilnya, “Kita berangkat, Zhengzheng. A Xu tidak ikut makan dengan kita.”
Liang Zheng sedikit terkejut. Menjawab ‘oh’ dan mengambil sarung tangan di atas sofa, berjalan ke arah Bibi Zhou.
Zhou Yuzhi menarik Liang Zheng keluar dari vila, sambil berjalan tidak lupa berkata pada Zhou Xu, “A Xu, kita pergi dulu. Mungkin pulangnya malam. Urusan makan, kamu urus sendiri saja.”
Di dalam hotel ada restoran, Liang Zheng dan Bibi Zhou makan siang di restoran dan langsung menuju ke arena ski. Arena ski sangat besar, pengunjungnya juga banyak.
Liang Zheng yang masih amatiran tidak bisa apa-apa, baru mulai saja sudah jatuh dua kali. Untungnya perlindungannya sangat baik. Dilindungi dengan bantalan lutut dan helm, ditambah lagi dengan adanya pelatih dan Bibi Zhou yang mengajari di sisinya, dia tidak terlalu banyak jatuh lagi.
Awalnya, dia masih agak sedikit takut. Setelah lama bermain, dia jadi ketagihan.
Liang Zheng belum pernah melihat salju tebal sejak kecil, apalagi bermain ski. Setelah bermain, dia benar-benar sangat senang.
Sampai malam jam 10, dia masih enggan untuk berhenti walau arena ski sudah mau tutup.
Sepulangnya dari arena ski, Liang Zheng masih sangat senang. Dia berbagi kegembiraannya dengan Bibi Zhou. Lampu-lampu di sepanjang jalan menyinari wajahnya, senyumnya sangat lebar.
Zhou Yuzhi melihat gadis itu senang, suasana hatinya juga sangat baik, “Kalau kamu suka, kita main agak lama di sini.”
Meski Liang Zheng suka, tapi hati ini saja sudah cukup. Mana mungkin dia merepotkan Bibi Zhou lagi.
Dia tersenyum dan berkata, “Tidak usah. Hal yang menyenangkan itu harus jarang dilakukan. Datang kemari untuk main lagi lain kali, baru akan terasa menarik.”
Ucapan ini cukup masuk akal, Zhou Yuzhi tersenyum, “Tunggu kamu pulang dari liburan, kita kemari lagi.”
Liang Zheng tersenyum dan mengangguk patuh, “Baiklah.”
Zhou Yuzhi membawa Liang Zheng kembali ke hotel. Awalnya dia ingin membawa gadis itu pergi makan malam, lalu pergi ke pemandian air panas. Tapi tidak menduga kalau hari ini akan pulang begitu malam dari arena ski.
Baru saja dia ingin bertanya Liang Zheng lelah atau tidak dan ingin ke pemandian air panas atau tidak, ponselnya sudah berbunyi. Telepon dari suaminya.
Zhou Yuzhi menerima telepon dan menunggu orang di seberang sana selesai bicara, “Apa aku harus ke sana sekarang?”
Liang Zheng mendengarkan di sampingnya, merasa bahwa Bibi Zhou memiliki sesuatu untuk dilakukan.
Beberapa menit kemudian, Zhou Yuzhi menutup telepon dan berkata pada Liang Zheng, “Papa A Xu baru saja bertemu dengan rekan bisnis di sini. Rekan kerjanya membawa istrinya untuk berlibur. Mereka sedang makan sekarang, kamu ikut denganku saja. Sekalian kita makan malam.”
Mendengar ini, Liang Zheng sibuk melambaikan tangannya, “Tidak usah, Bibi. Bibi cepatlah ke sana. Aku sore tadi makan biskuit, sekarang masih belum terlalu lapar.”
Itu adalah rekan bisnis Paman Zhou, Liang Zheng tentu saja tidak enak hati untuk ikut makan ke sana. Liang Zheng tersenyum dan menunjukkan sederetan gigi putih, “Bibi, cepatlah pergi. Tidak usah khawatir padaku.”
Zhou Yuzhi cemas, “Benar tidak lapar?”
Liang Zheng mengangguk dengan serius, “Benar-benar tidak lapar. Selain itu aku juga agak lelah, ingin pulang istirahat.”
Liang Zheng tidak berbohong. Bermain seharian di arena ski, dia memang agak lelah. Zhou Yuzhi juga tidak memaksa. Lagi pula itu makan malam orang dewasa, Zhengzheng yang masih remaja mungkin saja merasa tidak nyaman.
Dia menarik tangan Liang Zheng dan berkata lembut, “Baiklah. Kamu pulang untuk istirahat. Nanti malam, aku bawakan makanan untukmu.”
Liang Zheng tersenyum manis, “Terima kasih, Bibi.”
Di gunung terasa sangat indah, kecuali agak sedikit terlalu dingin. Liang Zheng sangat senang hari ini, begitu riang gembira sepanjang pulang ke hotel. Dia menggesek kartu kamar dan menyalakan lampu halaman.
Salju di tanah sudah jauh lebih tebal dari siang tadi. Dia menginjak ke atasnya dan meninggalkan jejak kaki yang dangkal. Dia berlari kembali ke lorong luar ruang tamu dengan riang gembira.
Lampu di dalam menyala, melalui kaca jendela, dia bisa melihat Zhou Xu sedang bersandar di kursi dengan laptop di pangkuannya. Sepertinya sedang serius melihat sesuatu.
Dia membuka pintu kaca dengan lembut. Mungkin suara itu mengganggu Zhou Xu dan membuat pemuda itu mendongak, melihat ke arahnya.
Liang Zheng terkekeh dan melambai padanya, “Aku pulang.”
Zhou Xu menatapnya, menjawab ‘hmm’ dan kembali menunduk melihat laptop. Liang Zheng berganti dengan sandal dan masuk ke dalam. Entah Zhou Xu sedang apa, tapi dia juga tidak berani mengganggunya.
Dia perlahan naik ke atas, menelepon mamanya di dalam kamar dan berbaring di tempat tidur untuk bermain ponsel. Sampai perutnya berbunyi, barulah dia terduduk.
Sore tadi dia memang makan beberapa potong biskuit, tapi mungkin sudah habis dicerna. Bermain seharian juga menghabiskan energi.
Dia turun dengan membawa ponsel. Sesampainya di ruang tamu, Zhou Xu masih di posisi yang sama dan masih menatap layar laptop. Liang Zheng turun dengan langkah pelan, dengan pelan pula ke dapur.
Vila ini adalah sebuah rumah keluarga, ada dapur dan lemari es hingga bisa bisa memasak. Liang Zheng membuka lemari es dan melirik ke dalam. Ada bir, minuman ringan, semuanya ada.
Dia kembali menuju ke konter dapur, di atasnya ada beberapa cup mi instan dengan rasa yang berbeda-beda. Dia berjalan ke sana, memilih satu cup yang rasanya asam pedas.
Saat bersiap memasak air, dia teringat Zhou Xu yang di ruang tamu. Entah dia sudah makan atau belum.
Liang Zheng berbalik ke pintu dan menatap Zhou Xu sambil memegang kusen pintu dapur, “Zhou Xu, kamu sudah makan? Aku mau masak mi, kamu mau tidak?”
Liang Zheng bertanya sambil menatap lurus ke arah Zhou Xu. Dia awalnya hanya basa-basi saja, tidak mengharapkan jawaban dari Zhou Xu.
Siapa sangka Zhou Xu mendongak dan menjawab setelah beberapa saat, “Jangan yang pedas. Terima kasih.”
Liang Zheng tidak menyangka Zhou Xu mau makan mi instan, dagunya sudah hampir jatuh. Tapi dia tidak menunjukkannya dan hanya tersenyum, “Baiklah, tunggu sebentar ya.””
Dia berbalik ke dapur untuk memasak air. Zhou Xu duduk di sana, melihat punggung Liang Zheng yang sedang sibuk melalui pintu geser kaca di seberangnya.
Melihat punggungnya saja sudah dapat merasakan betapa senangnya gadis itu. Sepertinya tidak pernah memiliki rasa khawatir.
Zhou Xu menatapnya sebentar sebelum akhirnya kembali mengubah data di laptopnya. Di dalam hatinya tanpa sadar berpikir: Sudah pergi main seharian, tidak mengeluh capek.
Masak mi instan hanya butuh beberapa menit, Liang Zheng memanggil dari dapur, “Zhou Xu, mi sudah siap.””
Dia duduk di depan konter dapur dan mengangkat tutupnya, mengaduknya dengan garpu. Dia juga mengambil milik Zhou Xu dan membantu membuka tutupnya.
Zhou Xu masuk ke dapur, Liang Zheng sedang membantunya mengaduk mi dan berkata, “Pas sekali. Kamu juga belum makan malam?”
Zhou Xu berjalan ke depan lemari es, mengeluarkan sekaleng bir dari dalam dan menjawab ‘hmm’.
Sore tadi dia menerima telepon dari profesor, katanya ada masalah dengan data penelitian sebelumnya. Dia begitu sibuk sejak sore tadi dan belum punya waktu untuk makan.
Dia berjalan mendekat, menarik bangku tinggi dan duduk di sebelah Liang Zheng. Jarinya dengan cepat menarik cincin bir dan Liang Zheng tercengang dengan gerakannya yang keren itu.
Liang Zheng menyaksikan Zhou Xu mengangkat kepalanya untuk minum seteguk dan menelannya.
Garis wajah Zhou Xu sungguh sempurna. Tidak peduli dari depan atau belakang, begitu tampan hingga dapat membuat hati setiap orang bergetar.
Meski Zhou Xu memang dingin, tapi tidak mempengaruhi perasaan Liang Zheng kalau pemuda itu sungguh tampan.
Dia menatapnya untuk waktu yang lama hingga lupa mengalihkan tatapannya. Sampai pada akhirnya Zhou Xu yang memalingkan kepala ke arahnya, “Lihat apa?”
Liang Zheng seakan tertangkap basah melakukan kesalahan, rasanya salah tingkah. Untung saja wajahnya masih tergolong tenang. Dia mengerjapkan matanya dan menunjuk pada bir di tangan Zhou Xu, “Itu enak?”
Zhou Xu mengangkat alisnya, “Belum pernah minum?”
Liang Zheng menggeleng, “Belum.”
Dia berkata sambil melompat turun dari kursi tinggi, pergi ke lemari es untuk mengambil sekaleng bir dari sana. Awalnya dia hanya ingin mencoba sedikit. Tak disangka, ternyata rasanya cukup enak setelah tegukan pertama.
Tanpa sadar, dia terus meminumnya seteguk demi seteguk sampai habis. Hanya saja, Liang Zheng tidak tahu toleransi alkoholnya sendiri karena tidak pernah minum bir. Setelah menghabiskan sekaleng bir, dia mabuk. Dia langsung tertidur di atas konter dapur.
Zhou Xu duduk di sebelahnya, pelipisnya langsung terasa sakit saat melihat Liang Zheng mabuk. Satu kaleng bir saja mabuk? Sungguh hebat.
“Liang Zheng.” Dia terdiam lama sebelum memanggilnya.
Namun Liang Zheng sudah mabuk hingga tidak tahu apa-apa lagi, mana mungkin masih bisa menjawab.
Zhou Xu memanggilnya dua tiga kali dan Liang Zheng masih tetap di posisi itu tanpa bergerak sedikit pun. Zhou Xu mengangkat tangan untuk menggosok pelipisnya.
Setelah beberapa saat, dia turun dari kursi dan menggendong Liang Zheng, berjalan keluar dari dapur.
Dia membawa gadis itu ke lantai atas, membuka pintu kamar Liang Zheng dengan kaki kanannya.
Sesampainya di samping tempat tidur, dia membungkuk dan meletakkan tubuh gadis itu di atas sana.
Liang Zheng memejamkan matanya, menggumamkan sesuatu dengan tidak jelas.
Zhou Xu menarik selimut untuk menutupinya.
Awalnya sudah ingin pergi, tiba-tiba mendengar sesuatu yang terdengar jelas, “…kenapa begitu galak sih? aku bukan sengaja menumpahkan kopi ke tubuhmu….”
Zhou Xu tertegun, dia berdiri di samping tempat tidur dan menatap Liang Zheng cukup lama.
Beberapa saat kemudian, dia duduk di samping tempat tidur dan bertanya sambil mengerutkan kening, “Kapan aku galak?”
Liang Zheng menggerutu sedih, “Galak… masih memegang pergelangan tanganku, sakit sekali.”
Zhou Xu membeku, menurunkan kelopak tangannya untuk melihat pergelangan tangan Liang Zheng. Setelah beberapa saat, keningnya berkerut lagi. Kepala Liang Zheng terasa pusing, sangat tidak nyaman.
Dia mengerutkan kening dan membuka matanya dengan perasaan sakit. Dalam kondisi setengah sadar, sepertinya dia melihat Zhou Xu. “Zhou Xu…”
Zhou Xu menarik tatapannya dari pergelangan tangan Liang Zheng dan ganti melihat orangnya. Liang Zheng benar-benar telah mabuk.
Cahaya redup di kepala tempat tidur menyinari wajah Zhou Xu, membuat wajahnya terlihat sangat menawan. Mata gelap Zhou Xu seperti medan magnet yang besar dan menarik dia ke dalamnya.
Tanpa sadar, dia mengangkat tangannya untuk memeluk leher Zhou Xu. Zhou Xu dipaksa untuk membungkuk. Jarak antara kedua orang itu semakin mendekat, begitu dekatnya hingga bisa merasakan napas satu sama lainnya.
Mata Zhou Xu yang dalam begitu saja menatap lurus ke arah Liang Zheng. Liang Zheng juga membalasnya dan bergumam, “…kamu ganteng.”
Setelah kata-kata itu terlontar, bibirnya dengan lembut menempel pada bibir Zhou Xu.