Eternally Yearning For You / Lost You Forever / 長相思 - Chapter 7
- Home
- Eternally Yearning For You / Lost You Forever / 長相思
- Chapter 7 - Orang Menjauh dan Jalan Memanjang
Musim salju yang dingin telah pergi dan musim semi yang hangat pun datang. Putri kedua Ma Zi berumur setahun dan Xiaoliu keluar untuk membeli cemilan untuk perjamuan keluarga.
Dia lupa membawa uang dan sudah akan meminjamnya pada Xuan saat Jing menghampiri dan membayar untuknya.
Xiaoliu mengangsurkan cemilan di tangannya. “Kau yang bayar, kau yang makan!”
Dia berbalik dan pergi, tetapi Xuan melihat mereka dan memanggil, “Xiaoliu, Shiqi.”
Xiaoliu tak punya pilihan selain berjalan ke kedai arak. Tak ada seorang pun di sana dan Xuan sedang minum sendirian sambil memainkan papan catur. Xiaoliu duduk dan Jing mengikuti kemudian ikut duduk juga.
Xuan bertanya, “Satu pertandingan?”
Xiaoliu belakangan ini belajar bermain catur dari Xuan, jadi dia merasa gatal untuk bermain.
“Aku tidak bicara denganmu, aku menawari dia.” Xuan menunjuk pada Jing.
Xiaoliu adalah pemain catur yang payah, lamban dalam membuat gerakan dan bahkan akan menyesali lalu menarik kembali langkahnya. Xuan telah bermain beberapa kali dengannya dan bersumpah takkan pernah melakukannya lagi.
Xiaoliu merasa terhina. “Kau meremehkanku!”
“Aku memang meremehkanmu!” Xuan tak berusaha menyembunyikan kemuakannya terhadap permainan catur Xiaoliu tetapi kemudian dengan sangat sopan menawari Shiqi. “Bagaimana? Satu pertandingan? Kudengar kau hebat dalam segala macam disiplin seni dari melukis, catur, sastra, serta musik.”
Jing menundukkan kepalanya dan bertanya pada Xiaoliu, “Haruskan aku bermain dengannya?”
“Kan kamu yang main, apa urusannya denganku?”
“Aku mematuhimu, kalau kau menyuruhku bermain, aku akan bermain. Kalau kau bilang tidak, maka aku takkan bermain.”
Xiaoliu ingin marah tetapi bibirnya melengkung naik dan dia tak mengatakan apa-apa. Jing menatap Xiaoliu dengan seksama.
Xuan mengetuk-ngetuk meja beberapa kali. ‘Hei, hei… aku tahu kalau kalian berdua dekat, tapi….”
Xiaoliu mendengus marah, “Siapa yang dekat dengan dia?”
Sementara pada saat bersamaan Jing berkata, “Kami dekat, dan itu tak ada hubungannya denganmu.”
Mereka berdua menatap Xuan, dengan Xiaoliu kelihatan murka sementara Jing tampak sangat tenang.
Xuan menertawai Xiaoliu. “Tak masalah apakah kalian dekat atau tidak, dia tetapi mematuhimu. Suruh dia bermain denganku. AKu sudah dengar tentang reputasi terkenalnya dalam waktu sangat lama tapi tak pernah punya kesempatan.”
Mata Xiaoliu berputar. “Aku ingin bermain juga.”
Xuan mengesah. “Baiklah, kau yang pasang bidaknya, dia yang menyebutkanke mana harus bergerak.”
Xiaoliu mengambil sebuah bidak dan Jing akan mengatakan langkahnya dengan suara pelan, kemudian Xiaoliu akan meletakkan bidak itu. Xuan tersenyum dan mengikuti. Beberapa saat kemudian, Xuan mengerti bahwa reputasi Jing bukan tanpa bukti.
Orang-orang datang untuk membeli arak tapi Xuan tak tertarik. Dia menempatkan seorang pelayan di konter dan menyuruh agar tak seorang pun datang mengganggunya.
Bidak demi bidak, Xuan perlahan berhenti tertawa dan menatap papan catur. Orang-orang bilang bahwa sulit untuk bertemu dengan orang yang punya minat sama dan bisa bertemu dengan pemain catur sejati yang setara itu adalah sebuah kejadian yang sangat menyenangkan. Permainan catur Xuan diajari oleh Huang Di dan orang-orang yang berlatih dengannya adalah para jenderal besar dari Kerajaan Xuan Yuan. Belakangan ini saat Xuan bermain catur, biasanya dia hanya mengerahkan sepertiga upaya ke dalamnya. Hari ini dia mengerahkan seratus persen upayanya ke dalam pertandingan ini. Xuan meletakkan sebuah bidak dan merasa bahwa itu adalah langkah yang bagus.
Dengan penuh semangat dia menunggu Jing membalas dan mendengar dia mengucapkan sesuatu kepada Xiaoliu. Tetapi Xiaoliu menggelengkan kepalanya dan menunjuk tempat lain. “Kupikir seharusnya ditempatkan di sini.”
Jing tersenyum dan tak membantah. “Baiklah, kalau begitu letakkan di sana.”
Xiaoliu dengan gembira meletakkan bidak itu tetapi Xuan berseru, “Aku mengizinkanmu menarik satu langkah. Buatlah langkah yang berbeda!”
Xiaoliu membalas, “Aku sudah memutuskan, ke sana.”
Xuan memohon pada Jing, “Harap pertimbangkan lagi.”
Xiaoliu tidak sabar. “Kau menyebalkan sekali! Saat aku ingin mundur pada suatu langkah kau tak membiarkanku, dan sekarang saat aku tak mau mundur kau malah ingin aku melakukannya.”
Xuan merasakan frustrasi yang tak tertahankan, seperti ketika dia mengalami kegembiraan terbesar saat memakai baju baru hanya untuk mendapati bahwa tikus telah mengerikiti baju itu hingga berlubang. DIa memasang langkahnya dan sudah tahu dalam berapa langkah lagi dirinya akan menang. Jing mengatakan sesuatu dan Xiaoliu meletakkan sebuah bidak.
Xuan menghembuskan napas saat rasa frustrasinya terangkat, bagai melihat bahwa lubangnya berada di tempat yang tak terlihat sehingga baju itu masih tetap bagus. Xuan berpikir dan meletakkan satu bidak.
Jing mengatakan sesuatu kepada Xiaoliu tetapi dia menggelengkan kepalanya. “Idemu jelek, aku mau ke sana.”
“Baik, itu tempat yang bagus.” Jing masih tersenyum dan memuji Xiaoliu seakan keahlian catur Xiaoliu patut dicontoh dan setiap langkahnya brilian, berlawanan dengan sepenuhnya dan seluruhnya menjadi sampah.
Xiaoliu dengan riang meletakkan bidaknya dan Xuan merasa seakan telah menemukan tikus kedua memakan lubang di baunya. Dia berkata, “Aku amat sangat menyarankan supaya kau mengubah langkahmu.”
Xiaoliu memelototinya. “Tidak!”
Xuan membalas dan kemudian Jing menyebutkan langkah dan kemudian bergantian, lalu mendadak Xuan merasa bahwa lubangnya sekali lagi tidak terlihat dan dia pun kembali bersemangat.
Jing menundukkan kepalanya tetapi Xiaoliu menggelengkan kepalanya dan ebrkata, “Di sana.”
“Baiklah.”
Xiaoliu meletakkan bidak itu dan pada saat ini Xuan telah menyerah dan hanya penasaran ingin melihat bagaimana Jing terus mengubah langkah terburuk menjadi kondisi aman. Satu jam kemudian pertandingan caturnya selesai dan Jing kalah. Xuan menang tapi tak merasa senang sementara Jing kalah dan tersenyum.
Xiaoliu bertanya pada Jing, “Apa gara-gara langkahku sehingga kau kalah?”
“Tidak, langkahmu hebat, langkahku lah yang payah.”
Xiaoliu terkikik senang sementara Xuan dengan lelah menangkup kepalanya.
Xiaoliu melihat bahwa hari sudah hampir petang dan tertawa, “Yang menang traktir! Kudengar ada restoran daging panggang baru di kota. Ayo pergi mencicipinya.”
“Tentu.” Jing menjawab dengan begitu cepat sehingga Xuan bertanya-tanya apakah mungkin Jing tak kenal kata ‘tidak’ saat dia bicara dengan Xiaoliu.
Xuan menunjuk dirinya sendiri. “Aku belum bilang iya.”
Jing menatapnya. “Yang kalah akan mentraktir.”
Xuan mengendalikan tawanya dan melirik Xiaoliu. “Tentu!”
Ketiganya meninggalkan toko dan menyusuri jalanan. Xiaoliu dan Xuan bertengkar satu sama lain sementara Jing mendengarkan dengan diam. Xiaoliu gembira, jadi mata Jing memantulkan kegembiraan itu.
Tiba-tiba terdengar seruan untuk minggir dari jalan. Sebuah kereta menderu leat dengan jendela yang berdekorasi aneh – dengan sebatang anak panah emas tersulam di situ. Delapan orang pria tinggi mengikuti di belakang kereta, semua membawa busur dan anak panah, memberikan suatu keberadaan yang mengesankan. Bahkan berandalan yang paling kasar juga berdiri diam sambil menatap, semua orang di jalan terdiam untuk mengamatinya.
Begitu Jing melihat kereta itu, tawa menghilang dari matanya. Dia merundukkan matanya dan berdiri membeku di tempat. Xiaoliu bertanya, “Siapa itu? Keren sekali!” Xuan melontarkan lirikan pada Jing dan tak mengatakan apa-apa.
Xiaoliu bertanya, “Kenapa ada busur dan anak panah yang disulamkan pada tirai jendela?”
Xuan menjelaskan, “Itu adalah lambang dari Keluarga Fangfeng. Keluarga Fangfeng semuanya adalah pemanah, dan legenda menyebutkan bahwa leluhur mereka bisa memanah bintang-bintang. Tidak semua anggota keluarga memiliki hak untuk menyulamkan lambang itu, dan ukurannya juga penting. Berdasarkan dari hal itu, orang di dalam kereta pastilah seorang pemanah yang luar biasa.”
Xiaoliu bersiul. “Tak heran semua orang berhenti dan menatap ketakutan.” Xiaoliu berpikir bahwa nama Fangfeng terdengar familier dan menatap Jing. Cara Jing melihat kereta itu tiba-tiba membuat Xiaoliu teringat pada hubungannya. Dia memalingkan kepalanya dan bertanya pada Xuan dengan suara rendah, “Apa itu adalah calon menantu kedua Keluarga Tushan?”
Xuan menjawab, “Mungkin.” Ada busur dan anak panah lambang Keluarga Fangfeng yang tersulam di tirai, dan di sudut kereta terdapat lambang rubah berekor sembilan yang mewakili Keluarga Tushan. Selain dari tunangan putra kedua Keluarga Tushan, Nona Fangfeng, tak ada kemungkinan lainnya.
Kereta itu lewat dan orang-orang mulai bergerak lagi, namun mereka bertiga tetapi berdiri di sana. Xiaoliu tertawa pada Jing, “Karena tunanganmu ada di sini, kami takkan mengganggu pertemuan kalian. Dah!” Xiaoliu menarik Xuan pergi, meninggalkan Jing berdiri di sana menatap mereka menghilang di pojokan.
Jing Ye bergegas menghampiri Jing. “Saya akhirnya menemukan Anda, tolong pulanglah. Sudah sepuluh tahun berlalu dan Nona Fangfeng pasti punya banyak hal yang ingin dia katakan kepada Anda.”
mata Jing menampakkan kesedihannya tetapi dia berjalan pulang tanpa suara.
Jing Ye berkata, “Selama bertahun-tahun ini, tanpa ada kabar dari Tuan, semua orang ingin Nona Fangfeng membatalkan pertunangannya. Tetapi dia menolak dengan keras kepala dan tetap tinggal di Qing Qiu menunggu Tuan. Kepada Nyonya Besar dia berlaku seperti seorang cucu menantu dan membantu meredakan kekhawatiran beliau. Tuan bersikeras untuk tinggal di Kota Qing Shui dan tidak pulang, Nyonya Besar sanagt marah. Nona Fangfeng telah berusaha membantu Anda bicara dan bergegas kembali kemari untuk menjumpai Anda.”
Jing tetap tak mengatakan apa-apa dan Jing Ye merasa sangat cemas. Tuan Kedua dulunya adalah pria yang suka berbicara, tetapi setelah menghilang selama sembilan tahun, dia kembali sebagai seorang pria yang jarang mengatakan apa-apa. Jing Ye bertanya ke segala tempat dan mendengar bahwa Tuan Kedua tinggal di Klinik Hui Chun selama enam tahun, tetapi tiga tahun yang tersisa tetap tak diketahui. Tuan Kedua tak pernah membicarakannya dan saat Nyonya Besar menulis surat untuk mencari tahu, Tuan Kedua menyatakan bahwa dia sudah tidak ingat lagi. Dia mengaku terbangun tanpa ingatan dan selanjutnya menjadi murid di klinik. Tetapi Jing Ye dan semua yang lainnya percaya bahwa Tuan Pertama lah yang telah melakukannya. Tetapi bila Tuan Kedua menolak bicara tentang itu, maka tak seorang pun yang berani melakukan apa-apa.
Jing Ye merindukan Tuan Kedua yang dahulu. Dia adalah seorang pebisnis hebat, dan pada waktu-waktu senggangnya dia penuh perhatian dan manis. Tidak seperti sekarang, dimana dia kelihatan hampir tak memedulikan tentang segala hal. Syukurlah dia masih hidup dan hanya itulah yang penting. MEreka tiba di kediaman tetapi Jing berhenti di luar. Jing Ye bisa mengerti karena Tuan Kedua belum pernah bertemu dengan tunangannya meski sudah bertunangan. Mereka seperti orang asing.
Jing Ye berbisik, “Nona Fangfeng suka panahan. Tuan biasa mendesain senjata. Dia suka berkelana dan melihat pemandangan, Tuan adalah pelukis pemandangan yang hebat, dia suka mendengarkan lagu-lagu dari Utara, Tuan bisa memainkan lagu-lagu dari Utara lewat suling untuknya. Oh benar, dia juga adalah seorang pemain catur yang hebat dan bahkan kakak-kakak lelakinya tak mampu mengalahkan dirinya. Tuan bisa bermain….”
Jing berjalan masuk dan semua pelayan pun keluar. Seorang wanita muda bergaun merah melangkah keluar, dia tinggi dan anggun, dengan fitur rupawan dan bibir merah. Dengan elegan wanita itu membungkuk sementara Jing tetap menundukkan kepalanya dan membalas bungkukan itu dengan sopan.
Di dalam restoran, Xuan bertanya pada Xiaoliu, “Bagaimana kau sampai bisa menerima orang itu?”
Xiaoliu mendengus, “Aku tak percaya kalau kau belum menyelidikinya sendiri.”
Aku memang menyelidiki, tapi kau telah melatih Chuan Zi dan Ma Zi dengan baik dan mereka tak mengungkapkan apa-apa. Setelah membuat Chuan Zi mabuk, semua yang dia katakan adalah bahwa Jing dulu pernah terluka parah dan kau menyelamatkannya. Luka-luka macam apa, dia tak pernah menjelaskan.”
Xiaoliu tertawa. “Bukannya Chuan Zi tak mau menjelaskan, aku yang mengurusnya sendirian jadi Chuan Zi tak melihat apa-apa.”
“Aku bisa mendengar kalau suaranya serak, apa itu dari lukanya?”
“Kenapa kita harus terus membicarakan tentang dia?”
“Karena bisnis Keluarga Tushan meliputi seluruh rimba raya, dan dia mewakili masa depan klan dan hal itu akan menentukan apakah Klan Tushan adalah teman atau lawan bagiku.”
“Kalau begitu kau berakrab-akrablah dengan dia, kenapa tanya aku?”
“Dia mematuhimu.”
Xiaoliu tertawa. “Kau pikir bermain catur dan menjalankan seluruh bisnis keluarganya itu sama? Dia mematuhiku, karena aku telah menyelamatkan dia, tetapi dia hanya mematuhi apa yang bisa dia patuhi.”
Xuan mendesah dan menyerah atas idenya. Seperti yang telah Xiaoliu bilang, rasa terima kasih selama enam tahun bisa membuat Jing memperlakukan Xiaoliu dengan baik, tetapi takkan pernah membuat Jing mengubah posisi Keluarga Tushan demi Xiaoliu.
Xiaoliu menekankan, “Kau cepatlah tinggalkan kota. Xiang Liu bisa muncul kapan saja.”
Xuan mengangkat secawan arak dengan arogan, “Kau beranggapan kalau Xiang Liu itu kuat, tetapi jangan terlalu meremehkanku.”
Xiaoliu bernata, “Baik, baik, kau itu amat sangat kuat!”
Xuan tersenyum. “Pertempuran satu lawan satu aku tak bisa mengalahkannya, aku bahkan tak bisa mendekat.” Xuan menunjuk kepalanya, “Tapi aku mengandalkan ini.”
Xiaoliu nyaris meludahkan dagingnya. “Itu hanya mengandalkan koneksi dan latar belakangmu.”
“Tapi setidaknya aku punya itu, dan butuh waktu untuk mengembangkan koneksi.”
Xiaoliu tak mengatakan apa-apa dan beberapa saat kemudian bertanya, “Selama bertahun-tahun ini, rasanya berat, huh?”
Xuan melirik Xiaoliu dengan suatu kekagetan dan menjawab santai, “Tidak masalah.”
Keduanya selesai makan dan berjalan pulang. Xuan kembali ke kedai arak tetapi Xiaoliu tak kembali ke klinik. Dia berjalan menuju tepi sungai dan berdiri di sama selama beberapa saat sebelum perlahan melangkah ke dalam sungai.
Air pada musim semi masih membawa hawa dingin musim salju. Xiaoliu membiarkan sungai menghanyutkannya ke hilir hingga dia menggigil sampai ke dalam tulang. Tepat saat dirinya hampir menabrak sebuah batu, dia memanjat batu itu dan membiarkan udara dingin membekukannya lebih jauh lagi. Ujarnya pada diri sendiri, “Kau lihat? Inilah yang terjadi saat kau melakukan apa yang kau mau. Kau hampir membeku sampai mati.”
Xiaoliu melompat kembali ke sungai dan berenang melawan arus untuk kembali ke klinik. Dia berlari ke dalam, melepaskan pakaiannya, dan mengubur diri di bawah selimut. Dia masih kedinginan dan membolak-balik tubuh tapi tak bisa tidur. Dia berteriak pada dirinya sendiri, “Wen Xiaoliu! Jangan terlalu manja! Hidup tetap berlanjut tak peduli siapapun yang pergi!”
Beberapa hari ini, semua orang membicarakan tentang Nona Fangfeng dan Tuan Kedua Keluarga Tushan. Xiaoliu memutuskan untuk tidak meninggalkan rumah, tetapi bahkan di dalam rumah dia tetap tak mampu melarikan diri. Tian’er berkata, “Aku sudah melihat Nona ang Feng, dia sangat cantik dan lemah lembut, memerlukan seorang gadis pelayan untuk mengawalnya, tetapi kudengar dia adalah seorang pemanah lihai dan bisa membunuh orang dari jarak sepuluh li. Tuan Kedua itu sungguh beruntung!”
Chuan Zi menggerutu, “Kota Qing Shui kita ini benar-benar tempat yang membanggakan, kenapa anak-anak dari keluarga-keluarga kuat itu memutuskan untuk tinggal di sini?”
Tian’er tertawa, “Siapa yang peduli kenapa? Kudengar Keluarga Tushan ingin mempercepat pernikahannya. Siapapun yang punya tunangan sehebat itu, dia pasti akan ingin menikahinya secepat mungkin.”
Xiaoliu meletakkan mangkuknya. “Aku sudah kenyang. Aku ingin jalan-jalan keluar.”
Xiaoliu berjalan di sepanjang sungai dan duduk di atas sebongkah batu dengan pikiran melamun. Dipetiknya sekuntum bunga dan mencabuti kelopaknya, melemparkannya ke sungai. TIba-tiba sebuah rajawali putih memekik dan sebelum Xiaoliu bahkan bisa menarik napas, dirinya sudah ditarik ke atas punggung rajawali itu oleh Xiang Liu.
Xiaoliu melambai sambil tersenyum. “Lama tak berjumpa. Bagaimana kabarmu?”
“Kalau Xuan mati, aku akan jadi jauh lebih baik.”
Xiaoliu menutup mulutnya dan mencengkeram lengan Xiang Liu erat-erat, takut kalau pria itu akan menjadi kesal dan melemparkan dirinya. Rajawali putih itu terbang ke danau yang sama yang pernah mereka datangi. Sebelum rajawali itu bisa menurunkan ketinggiannya, mendadak Xiang Liu meraih Xiaoliu dan melompat.
Xiaoliu terpana dan hanya bisa berpegangan pada Xiang Liu dengan cengkeraman seperti makhluk bertentakel. Angin bersiul lewat dan Xiang Liu menatap dengan sorot dingin, “Haruskah aku memakaimu sebagai bantalan?” Xiaoliu menggelengkan kepalanya kuat-kuat dengan sorot mata penuh permohonan, tetapi Xiang Liu tak kelihatan tergerak. Mereka terjun dengan begitu cepatnya hingga sepertinya mereka akan menghantam permukaan dan tercerai-berai. Tepat sebelum mereka mengenai permukaan air, Xiang Liu mendadak berbalik dan mengarahkan Xiaoliu di posisi atas.
Dengan suara ceburan keras, keduanya memasuki air dan ombak besar pun memuncak. Meski Xiang Liu telah menyerap sebagian besar hantamannya, Xiaoliu masih terguncang oleh gelombang dan kepalanya berputar serta seluruh tubuhnya sakit. Karena anggota tubuhnya kesakitan, dia tak mampu berpegangan pada Xiang Liu dan tubuhnya pun tenggelam ke dasar.
Xiang Liu mengambang di permukaan air, memandangi saat Xiaoliu tenggelam ke dasar sungai. Xiaoliu berusaha menjangkau tetapi tak mampu meraih apa-apa dan perlahan matanya mulai melihat kegelapan. Tepat saat dia akan menghembuskan napasnya yang terakhir, dia merasakan Xiang Liu memeluknya dan sepasang bibir yang dingin ditekankan pada bibirnya dan mengalirkan udara kepadanya.
Xiaoliu berpegangan padanya dan mereka pun meluncur ke permukaan seperti anak panah. Xiaoliu terlentang di bahu Xiang Liu dan terbatuk-batuk hebat kemudian menarik napas dalam-dalam dengan suara keras. Hidung dan matanya semua penuh dengan air. Setelah beberapa saat, Xiaoliu akhirnya bertanya, “Kalau kau ingin membunuhku, lakukan lebih cepat.”
Tubuh Xiang Liu terjatuh ke arah belakang dan dia pun berbaring di atas permukaan air. Sekujur tubuh Xiaoliu masih sakit, jadi dia tak bisa bergerak dan hanya bisa berbaring di atas pria itu. Xiang Liu menarik lengan Xiangliu, “Apa ini sakit?”
“Dia akan sangat kesakitan.”
Xiang Liu tertawa, “Serangga gu ini lumayan tetapi tidak cukup bagus.”
“Kalau serangga itu adalah serangga gu penghubung nyawa, kau bahkan takkan ragu dan akan membunuhku, kan?”
“Ya, sayang sekali yang dibagi hanya rasa sakit.” Suara Xiang Liu menampakkan penyesalannya.
Xiaoliu memejamkan matanya dan merasakan tubuh mereka diayun-ayunkan gelombang. Air menyangga semuanya sehingga tak perlu memakai kekuatan sedikitpun dan rasanya cukup menenangkan.
Xiang Liu bertanya, “Karena dia begitu berharga bagimu, kenapa tak melepaskan serangganya?”
Xiaoliu tak menjawab dan berpikir dalam waktu lama. Karena Xiang Liu adalah iblis, dan iblis serta hewan serta monster semuanya berada di dunia yang sama, mungkin dia akan tahu sesuatu. “Bukannya aku tak mau melepaskan serangganya, tapi aku tak bisa. Kali terakhir aku terluka, kau memakai segala macam obat-obatan aneh padaku. Serangga itu punya beberapa macam perubahan. Dia sudah memintaku untuk melepaskan serangganya dan aku berbohong bahwa aku akan melakukannya saat dia pergi. Belakangan ini aku sudah mencoba segala macam cara untuk membujuk serangga itu supaya keluar dari tubuhnya tapi tak ada yang berhasil.”
Xiang Liu memikirkan tentang hal itu. “Kalau kau tak mau mati, maka jangan coba-coba memanggil serangga itu kembali. Satu-satunya pemecahan adalah mencari cara untuk memindahkan serangga itu pada orang lain.”
Xiaoliu berkata jujur, “Satu-satunya orang yang ingin kubuat menderita adalah kamu.”
Xiang Liu tertawa pelan. “Kalau begitu masukkan serangga itu ke dalam tubuhku.”
Xiaoliu mendengus, “Seperti kau akan sebaik itu saja.”
“Aku akan membunuh dia sebelum dia meninggalkan Kota Qing Shui, jadi kau tak perlu mencemaskan cara melepas serangga itu.”
Xiaoliu merasakan kakinya tak gemetar lagi, jadi dia meluncur turun dari tubuh Xiang Liu dan mulai berenang. “Bisakah membunuh dia membangkitkan kembali Kerajaan Shen Nong?”
“Tidak.”
“Apa dia pernah pergi ke medan perang dan membunuh para prajurit Shen Nong?”
“Tidak.”
“Apa kau punya dendam kesumat pribadi dengannya?”
“Tidak.”
“Kalau begitu kenapa kau masih ingin membunuh dia?”
“Posisiku. Tahu bahwa dia tepat berada di bawah pengawasanku dan tidak membunuhnya, aku jadi merasa seperti aku tak melakukan bagianku.”
“Kau punya prinsip?”
“Untuk Shen Nong, aku punya.”
“Menggelikan!”
“Memang menggelikan, dan bahkan aku pun berpikir kalau aku cukup menyedihkan. Kalau aku tak punya prinsip, maka aku akan pergi untuk bicara kepada Huang Di dan akan mengarahkan dia untuk menghancurkan Gao Xing.”
Xiaoliu berdiam diri dan menengadah menatap bulan sabit yang seperti sekeping roti kering yang sudah digigit. Lama kemudian, dia bertanya, “Seperti apa Jenderal Gong Gong? Bisa membuat seorang iblis sepertimu memberikan kesetiaan kepadanya?”
“Dia itu seorang idiot!” Xiang Liu terdiam selama sesaat dan kemudian berkata, “Dia adalah idiot yang menyedihkan. Dia memimpin sekumpulan orang idiot, melakukan hal menyedihkan.”
Xiaoliu berkata, “Yang paling menyedihkan itu kamu! Mereka semua bersedia melakukannya, mereka tak berpikir bahwa mereka idiot/ Mereka berpikir kalau mereka melakukan sesuatu yang akan dengan bangga mereka ceritakan kepada keluarga mereka di alam baka. Supaya keturunan mereka merasa bangga. Mereka bahagia terjun dalam kobaran kejayaan. Tapi kau – kau menghinanya tapi kau masih melakukannya.”
“Siapa suruh aku punya sembilan kepala? Tentu saja ini menjadi rumit dan saling bertentangan.”
Xiaoliu tak tahan untuk tertawa keras-keras dan nyaris menelan air, kemudian buru-buru mencengkeram tangan Xiang Liu. “Kau… kau… bukankah kau bilang kau benci kalau orang-orang menyebut-nyebutmu sebagai iblis berkepala sembilan? Sembilan kepala adalah titik sakit terbesarmu. Kalau ada yang menyebutkannya, kau akan membunuh mereka.”
“Kau masih hidup.”
Xiaoliu menggumam, “Untuk saat ini….”
“Yang kubenci adalah bahwa ketika mereka mendiskusikan aku, mereka merendahkanku sebagai aneh dan ganjil. Aku membiarkanmu mendiskusikannya karena….” Xiang Liu berputar ke samping dan menyelipkan tangannya di bawah kepala lalu menatap Xiaoliu, “Kau mungkin menertawakan aku, tapi jauh di dalam hati kau tak menganggap kalau iblis berkepala sembilan itu aneh.”
Xiaoliu tersenyum. “Itu karena aku dahulu bahkan lebih aneh daripadamu.”
“Jadi kau bersembunyi di pegunungan dan menolak bertemu siapapun?”
“Yap.”
Xiang Liu membelai ringan kepala Xiaoliu dan Xiaoliu pun menatap balik Xiang Liu dengan syok. “Apa ini bisa dianggap sebagai percakapan dari hati ke hati di bawah cahaya rembulan?”
Xiang Liu menjawab, “Hingga kali berikutnya kau membuatku marah, maka itu benar.”
Xiaoliu mengesah, “Masa-masa damai itu singkat, seperti halnya kebahagiaan itu hanya sesaat. Bunga-bunga mekar dan layu, rembulan membesar dan mengecil. Tetapi keindahan dalam hidup adalah hal ini.”
Xiang Liu mendengus, “Siapa yang pernah bilang kalau bahkan pemandangan yang paling indah pun akan menua seiring dengan waktu?” Xiaoliu tersenyum dan tak mengatakan apa-apa. Matahari sudah terbit ketika Xiaoliu pulang ke rumah dalam kondisi basah kuyup.
Dia mengeringkan rambutnya dan berpikir akan tidur siang karena Tian’er sudah mengurus klinik. Di tengah-tengah tidur siangnya, dia mendengar suara ketukan di pintu tetapi meneriaki mereka untuk pergi. Datang ketukan lagi dan kemudian pintu pun ditendang hingga terbuka.
Dengan marah Xiaoliu menjulurkan kepalanya dan ingin melempar sesuatu tetapi saat mendongak dia melihat Ah Nian berdiri di sana. Wajah gadis itu ternoda air mata dan dia menatap marah pada Xiaoliu.
Xiaoliu langsung terangun. “Apa maumu?”
Ah Nian mulai menangis, “Menurutmu kenapa aku ada di sini? Aku lebih pilih takkan pernah melihat wajahmu lagi.”
Benak Xiaoliu berputar dan dia pun melompat turun. “Apa yang terjadi dengan Xuan?”
Ah Nian berbalik. “Kakak terluka. Tabib tak bisa menyembuhkan pendarahannya. Kakak menyuruhku datang mencarimu.”
Xiaoliu mengambil pakaiannya dan mengenakannya sembari berlari keluar. Dia jadi paham kenapa Xiang Liu datang menemuinya kemarin. Ternyata itu bukan untuk percakapan dari hari ke hati di bawah sinar rembulan. Saat dirinya sedang begitu kesakitan, dia telah kehilangan seluruh kekuatannya dan tak mampu bergerak; hal yang sama terjadi pada Xuan. Tetapi Xuan terlindungi dengan baik, dan Xiang Liu sedang bersama Xiaoliu. Siapa yang bisa menerobos para penjaga Xuan dan melukainya?
Tiba di kedai arak, Xiaoliu tak repot-repot dengan pintu depan dan melompat melewati tembok ke bagian belakang. Para penjaga muncul tetapi Hai Tang meneriaki mereka supaya berhenti. Dia memandu Xiaoliu ke sebuah kamar di mana Xuan berbaring di dalamnya, mata pria itu terpejam dan wajahnya kelabu.
Hai Tang mengguncangnya hingga terbangun sementara Ah Nian meratap, “Kakak, apa kau sudah lebih baik?”
Xuan tersenyum lembut padanya. “Aku baik-baik saja. Kau tidak tidur sama sekali semalam, tidurlah sekarang.” Dia melirik Hai Tang yang berjalan mendekat dan langsung menggendong serta membujuk Ah Nian keluar pewat pintu.
Xuan mengenalkan Tabib Wu Cheng, seorang tabib terkenal di kota yang ahli dalam luka-luka luar. Xiaoliu melihat luka Xuan, sebuah luka di dada yang ukurannya tak terlalu besar tetapi pendarahannya tak mau berhenti. Xu Cheng menjelaskan, “Semalam seorang pembunuh telah datang. Para penjaga melindungi Tuan Muda tetapi tiba-tiba sebatang anak panah datang dari angkasa ketika Tuan Muda secara tiba-tiba mengalami rasa sakit yang luar biasa. Untung saja pelayan mendorongnya ke samping sehingga anak panah itu tak mengenai organ yang penting. Masalahnya adalah bahwa pendarahannya tak mau berhenti.”
Xiaoliu mengamati lukanya sementara Wu Cheng menambahkan, “Saya sudah menguji ratusan racun yang berbeda dan itu bukan racun.”
Xiaoliu ingin melihat anak panahnya yang mana adalah sebatang anak panah kayu biasa yang sekarang sudah dipatahkan jadi dua. Xiaoliu menyanggah, “Ini tak mungkin anak panah biasa. Anak panah ini ditembakkan dari jauh dengan memakai kekuatan yang luar biasa. Sebatang anak panah biasa pasti akan sudah pecah berkeping-keping di perjalanan.”
Xiaoliu bertanya pada Xuan, “Apa yang kau rasakan saat anak panah itu menusukmu?”
Xuan memejamkan matanya. “Pada saat itu, tubuhku sakit, dadaku sakit, serta dingin… aku merasakan hawa dingin memasuki tubuhku.”
Xiaoliu meneruskan, “Apa kau pernah pergi ke Kutub Utara?”
Xuan tersenyum, “Belum. Kalau kau?”
“Aku pernah ke sana. Tempat itu selalu berselimutkan salju, dan kemudian lapisan-lapisan salju menekannya hingga menjadi es, dan kemudian es yang ditekan menjadi gletser. Gletser lebih keras daripada bebatuan di rimba raya. Bahkan belati paling tajam bila menusuknya hanya akan menghasilkan sedikit runtuhan. Setelah puluhan ribu tahun, akan ada kristal-kristal es di dalam gletser yang secantik batu permata tetapi lebih keras daripada mineral manapun. kristal itu akan selalu melepaskan udara dingin.”
Xuan bertanya, “Apakah kristal es akan meleleh?”
“Umumnya tidak, tetapi karena dasarnya tetaplah es, maka secara teori bisa.”
Xuan perlahan-lahan mengerti. “Kau bilang kalau seseorang memakai sebuah metode khusus untuk membungkuskan selapis kristal es pada sebatang anak panah biasa, dan ketika anak panah itu menusukku, kristal esnya mencair dan hanya meninggalkan anak panah biasa.”
“Aku tak tahu cara memanipulasi kristal es supaya meleleh ketika menyentuh darah, tetapi kemungkinan besar itulah yang terjadi.”
“Kristal es dari Utara ditambah dengan keahlian memanah yang luar biasa, pasti adalah Keluarga Fangfeng!” Wu Cheng berseru gugup, “Aku akan pergi mencari mereka, mereka lah yang membuat panahnya, mereka pasti akan tahu cara untuk menghentikan pendarahannya.”
“Berhenti!” Suara Xuan sarat dengan celaan, “Bagaimana caramu membuktikan bahwa pelakunya adalah mereka? Ada banyak orang di rimba raya yang bisa menembakkan panah, dan anak panah ini bisa dibeli di mana saja.”
Wu Cheng memikirkan hal itu dan dengan sedih menundukkan kepalanya. Kalau pelakunya adalah Keluarga Fangfeng, maka pastilah yang melakukannya adalah sang pemanah terbaik, Nona Fangfeng. Gadis itu bisa ditangani, tetapi di belakangnya ada Klan Tushan, salah satu dari Empat Klan Agung dari rimba raya. Bahkan seorang Kaisar pun harus waspada.
Xuan bertanya pada Xiaoliu, “Kenapa pendarahanku tak bisa berhenti?”
Xiaoliu menyentuh darahnya dan memasukkannya ke mulut untuk dicicipi. Xuan melihatnya dan jantungnya melonjak tapi kemudian dia menenangkan diri tanpa bersuara. Xiaoliu berkata, “Sepertinya kristal es ini telah dicampur sesuatu di dalamnya dan saat meleleh mencegah pembekuan darahmu.”
Wu Cheng menatap, “Apa sebenarnya itu. Saya telah memakai segala macam obat-obatan tetapi tak bisa menghentikan pendarahannya.”
Xiaoliu mengaku kalah, “Aku tak tahu.”
Wu Cheng sudah akan mengamuk saat Xiaoliu menambahkan, “Tapi aku tahu bagaimana cara untuk menyingkirkannya.”
“Apa?” tanya Wu Chen gelisah.
‘Apapun yang gelap akan menghilang dalam cahaya, gunakan air berkekuatan matahari dari Lembah Yang Suci, air itu membersihkan apa saja.”
“Air dari Lembah Yang Suci sulit untuk diperoleh dan persediaan yang kami punya sudah habis terpakai. Lembah itu ribuan li jauhnya, bila bergegas ke sana maka pendarahannya akan memburuk dan Tuan bahkan takkan sampai di sana hidup-hidup.”
Xiaoliu menjelaskan, “Aku punya cara untuk melambatkan pendarahannya sehingga kau akan bisa bertahan sampai di sana. Tetapi rasanya akan menyakitkan.”
Xuan tersenyum, “Katakan.”
“Letakkan sebuah kristal es ke lukamu dan biarkan kristal itu membekukan darahmu dan melambatkannya. Tetapi itu adalah kristal es ribuan tahun dan kau akan kedinginan di sekujur tubuhmu.”
“Kalau itu adalah cara untuk hidup, maka kedinginan tidaklah sulit. Tetapi di mana bisa mendapatkan kristal es, pastinya akan sulit untuk mendapatkannya dari gletser?”
Wu Cheng tahu seseorang di kota ini yang pasti memilikinya. “Pergi memintanya dari Keluarga Fangfeng?” Dia kaget ketika Xiaoliu mengiyakan.
“Yap, pergilah ambil itu dari mereka. Tapi kalau tidak meminta, maka mencuri.”
“Mencuri?”
Xiaoliu berdiri dan berkata pada Xuan, “Jangan bergerak, aku akan segera kembali.”
Xuan menawarkan, “Aku akan mengirim dua orang bersamamu.”
Xiaoliu tersenyum, “Aku akan mencurinya, bukan merampas secara paksa.”
Xuan berkata lirih, “Kau sangat dekat dengan Tushan Jing, tapi itu adalah koneksi pribadi. DI depan persekutuan keluarga, hubungan pribadi tak ada artinya. Ini sebenarnya adalah masalahku sendiri dan tak ada hubungannya denganmu. Kau tak perlu….”
“Bila bukan gara-gara serangga gu di tubuhmu, anak panah itu takkan bisa mengenaimu. Situasi ini muncul karena aku, bagaimana bisa tak ada hubungannya denganku? Baiklah, sudah cukup dengan omong kosongnya, aku pergi!”
Xiaoliu memelesat ke luar dan melompati tembok dan pergi. Dia berlari ke kediaman Jing saat ini dan para pelayan memberinya tatapan najis sebelum pergi mengumumkan kedatangannya. Segera dua orang gadis pelayan keluar. “Nona saya mendengar kalau yang datang adalah Anda, silakan masuk, Nona dan Tuan saya akan segera tiba.”
Setelah berjalan sepanjang koridor, seorang wanita muda berjubah merah menghampiri dengan cepat dan berhenti di hadapan Xiaoliu lalu membungkuk hormat. Di hadapan para pelayan dia tak mampu mengungkapkannya secara terbuka, jadi dia hanya berkata, “Terima kasih.” Suaranya sarat dengan rasa terima kasih yang tulus sehingga Xiaoliu bisa merasakan emosinya.
Xiaoliu membungkuk, “Nona harap bangkitlah.” Saat gadis itu bangkit, Xiaoliu menatap Nona Fangfeng, dan bahkan dengan menggunakan mata yang paling kritis, dia tak punya pilihan selain mengakui bahwa sang nona adalah seorang gadis yang elegan, berperilaku baik, serta lemah lembut. Gadis itu membuat orang merasa ingin menjaganya.
Xiaoliu membatin, ‘Apakah benar-benar dia yang menembakkan panah pada Xuan?’ Kalau memang dia, kenapa membunuh Xuan? Apa hubungan dia dengan Xuan? Xiaoliu berpikir tetapi ekspresinya tak menampakkan apa-apa saat dia tersenyum, “Di mana Tuan Jing?”
Nona Fangfeng menjawab, “Seseorang telah pergi menjemputnya, saya sedang akan menuju ke depan untuk menangani suatu hal, jadi saya maju duluan. Saya ingin berterima kasih secara pribadi kepada Anda secepat yang saya bisa.”
Xiaoliu berkata, “Saya sangat dekat dengan Tuan Jing, tak perlu menunggu dia. Saya akan ke dalam untuk menjumpainya.”
Semua pelayan memberi Xiaoliu tatapan jijik tetapi Nona Fangfeng tak kelihatan kesal sama sekali dan tersenyum, “Tentu.”
Nona Fangfeng mengantar Xiaoliu ke dalam kediaman di mana Xiaoliu dulu pernah beristirahat untuk menyembuhkan luka-lukanya. Jing baru saja melangkah keluar dan sedang berjalan menuju ke arah mereka. Dia melihat Xiaoliu bersama dengan Fangfeng Yiyang, keduanya tersenyum dan mengobrol, dan gambaran itu membuat matanya menegang.
Yiyang melihat dirinya dan berhenti, dengan lembut menjelaskan, “Tuan Liu bilang kalau dia ingin bertemu denganmu secara langsung, jadi aku mengantarnya kemari.”
Xiaoliu tersenyum pada Jing, “Ada hal pribadi yang ingin kuminta darimu, mari kita berdiskusi di dalam.”
Jing menjawab, “Tentu.”
Dia berbalik ke dalam dan Yiyang mengikuti. Xiaoliu mengoceh tentang semua yang ada di halaman, bertingkah seperti bocah kampungan yang tak pernah melihat apa-apa sebelumnya, tetapi sebenarnya dia sedang mencari lonceng kristal es namun tak bisa menemukannya di mana-mana. Kemudian dia teringat kalau sekarang adalah musim semi dan tak ada alasan untuk mengeluarkannya tak peduli betapa sangat kayanya Jing itu.
Tepat saat Xiaoliu berupaya mencari cara untuk menanyakan lonceng itu kepada Jing tanpa membuat Nona Fangfeng waspada, tiba-tiba dia mendengar Jing berkata, “Yiyang, kenapa kau tak kembali saja. Ada sesuatu yang harus kukatakan pada Xiaoliu.” Xiaoliu berpikir kalau Yiyang adalah nama yang sangat indah. Senyum Nona Fangfeng membeku di wajahnya tetapi dia kemudian langsung menenangkan dirinya sendiri dan berkata lembut, “Kalau begitu aku akan pergi memeriksa ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk Tuan Liu.”
Nona Fangfeng menekuk lutut pada Xiaoliu dan berjalan keluar dari halaman. Jing menatap Xiaoliu yang menundukkan kepalanya. Xiaoliu tahu bahwa dia tak bisa menyembunyikan apapun dari Jing.
Jing bertanya lembut, “Apa yang kau cari?”
Xiaoliu coba-coba, “Aku menginginkan sesuatu darimu.”
Jing tidak ragu-ragu, “Tentu.”
“Apapun yang kuinginkan?”
“Kalau aku memilikinya, kau bisa mengambilnya. Kalau aku tak memilikinya, aku akan mencarikannya untukmu.”
Xiaoliu mendongak, “Aku menginginkan dua buah lonceng angin dari kristal es.”
Jing langsung memanggil Jing Ye dan memberi perintah pada gadis itu dan Jing Ye pun bergegas pergi. Jing tak menanyakan untuk apa Xiaoliu membutuhkan lonceng angin itu, hanya menatapnya dalam diam. Matanya bagaikan kumala hitam yang hangat, berbinar dalam kebahagiaan, gembira karena Xiaoliu datang untuk meminta sesuatu kepadanya.
Xuan memperingatkan Xiaoliu supaya tak memercayai Jing, tetapi Xiaoliu tak bisa percaya kalau Jing akan membunuh siapapun, jadi dia mengumpulkan keberaniannya. “Aku… aku… aku ingin….”
Jing mencondongkan tubuh ke depan untuk mendengar apa yang dikatakan Xiaoliu dan aroma tanaman obat yang dia kenakan melingkupi Xiaoliu yang ingin mundur, tapi Jing meraih tangannya. “Apa yang kau inginkan?”
——-
Xiaoliu menundukkan kepalanya dan memandangi kakinya sebelum bergumam, “Aku ingin memintamu, dalam keadaan apapun, jangan pernah melukai Xuan.”
Jing mendesah pelan seakan dia merasa kecewa tetapi juga senang. “Baiklah.”
Xiaoliu menaikkan kepalanya dengan syok. “Kau setuju?”
Jing mengangguk. “Aku sudah berjanji untuk mematuhi apapun keinginanmu.”
Xiaoliu sekarang berpikir kalau membunuh Xuan pasti adalah ide Fangfeng Yiyang seorang. Jing sepertinya tak tahu apa-apa mengenai hal yang direncanakan oleh Fangfeng Yiyang. Gadis itu melakukan hal sebesar ini dan tak pernah memberitahunya?
Xiaoliu ingin mengatakan sesuatu untuk memperingatkan Jing, tetapi Fangfeng Yiyang adalah tunangan Jing. Membicarakan di hadapan Jing tentang gadis itu di belakang punggungnya merupakan hal yang sangat rendahan untuk dilakukan.
Xiaoliu berusaha menarik kembali tangannya tetapi Jing tak mau melepaskan.
Jing Ye menghampiri dan melihat Jing menggenggam tangan Xiaoliu. Lututnya nyaris melemas dan dia hampir menjatuhkan kotak yang sedang dia bawa. Dia menenangkan diri dan menyerahkan kotak itu pada Xiaoliu. “Di sini ada dua set lonceng angin kristal es. Kristal-kristalnya telah diproses sehingga hawa dinginnya sudah sangat berkurang. Tidak yakin apakah Tuan memerlukannya untuk sesuatu, jadi saya juga memasukkan ke dalamnya dua potong kristal es yang masih mentah. Bila seseorang tak memiliki kekuatan spiritual yang cukup, jangan memegangnya, kalau tidak jari-jarimu akan membeku hingga lepas.”
Xiaoliu menarik tangannya hingga bebas dari genggaman Jing dan mengambil kotak itu. “Terima kasih.”
Jing Ye tampak kesal dan memelototi Xiaoliu seakan berkata, “Enyah, berhenti mengganggu majikanku!”
Xiaoliu tersenyum dan mencubit pipi Jing Ye. “Cantikku, jangan marah. Aku pergi sekarang.”
Jing Ye menyentuh pipinya dan menatap syok pada Xiaoliu. Jing hanya tersenyum pada Xiaoliu. Jing Ye merasa terhina. “Tuan, dia… dia menyentuhku!”
Xiaoliu menggenggam tangan Jing Ye. “Antar aku ke jalan pintas menuju pintu belakang.”
Jing Ye berbalik untuk meminta Jing supaya menyelamatkan dirinya, tetapi Jing berkata, “Perintahnya adalah perintahku. Lakukanlah.” Pinggiran mata Jing Ye sudah memerah tetapi dia tak berani menentang. Diantarnya Xiaoliu melewati jalan pintas dan keluar dari kediaman.
Saat Xiaoliu kembali ke kedai arak, Wu Cheng telah menyuruh semua orang untuk berkemas dan sudah siap untuk pergi. Xiaoliu menyerahkan kotaknya dan WU Cheng meletakkan dua potong kristal es pada luka Xuan. Daerah di sekitar luka mulai memutih dan kemudian tampaklah selapis es di atasnya, membekukan pembuluh darah nadi dan vena untuk memperlambat darah yang mengalir.
Wajah Wu Cheng berbinar. “Berhasil!”
Xiaoliu memberikan sisa kristal-kristal esnya kepada Wu Cheng dan Wu Cheng tak membuang-buang waktu sedikit pun. Dia langsung menyuruh supaya Xuan diangkat ke atas kereta awan. Ah Nian dan Hai Tang juga naik ke atas kereta awan yang lainnya.
Ah Nian memerintahkan, “Berangkat!”
Xuan memanggil, “Tunggu! Xiaoliu, kemarilah. Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu!”
Xiaoliu mendekat dan Xuan berkata, “Perpisahan ini, kemungkinan aku takkan kembali.”
Xiaoliu berkata, “Ada terlalu banyak orang yang ingin membunuhmu di sini, kau seharusnya memang tidak kembali.”
Xuan meneruskan, “Kau sudah berjanji padaku bahwa saat aku meninggalkan Kota Qing Shui, kau akan melepaskan serangganya… jadi ikutlah bersamaku. Dengan kecerdasan dan bakatmu, kau pasti akan mendapatkan keberhasilan besar di mana saja.” Xuan mungkin belum mengatakan identitas dia yang sebenarnya kepada Xiaoliu, tetapi saat Xiaoliu menyarankan untuk pergi ke Lembah Yang untuk mendapatkan air matahari dan Wu Cheng tak menunjukkan kesulitan apapun untuk mewujudkannya, maka Xiaoliu pastinya sudah menyadari kalau identitas Xuan bukan orang biasa. Dia juga tidak sekedar bersikap pongah seperti putra dari sebuah keluarga bangsawan. Undangannya bukan hanya untuk melepaskan serangganya, dia ingin memberi Xiaoliu apa yang semestinya ingin dicapai oleh seorang lelaki dalam hidupnya.
“Aku ingin tetap tinggal di Kota Qing Shui dan menjadi tabib kecil.” Xiaoliu melangkah mundur dan dengan hati-hati berkata, “Kau terluka, jadi aku belum bisa melakukan apa yang telah kujanjikan, tapi jangan khawatir, saat kau sudah sembuh, aku akan menuliskan cara untuk melepaskan serangga gu itu dan memberikannya kepadamu. Kau punya banyak orang berbakat di sekitarmu, seseorang akan bisa membantumu melepaskannya.”
Xuan mungkin sulit untuk dibujuk, tetaoi Xiaoliu telah dua kali menyelamatkan nyawanya, jadi dia memutuskan untuk melepaskan hal yang satu ini untuk sekarang. Dia mengesah, “Semua orang punya tujuan mereka sendiri. Aku takkan memaksamu. Kau jaga diri!”
Xiaoliu membungkuk, “Kita berdua jaga diri!”
Wu Cheng menutup pintu kereta awan dan para pelayan pun naik ke atas tunggangan bersayap yang menarik kereta awan dan kemudian membubung ke udara menuju Selatan.
Xiaoliu mengangkat kepalanya dan melihat ketika kereta awan naik semakin tinggi dan semakin tinggi hingga menjadi sebuah titik hitam dan menghilang ke dalam awan. Tanpa suara dia membuat harapan dalam hatinya, ‘Kakak, kuharap kau akan mendapatkan semua yang kau inginkan!”
Setelah kedai arak ditutup selama berhari-hari, barulah orang-orang di kota mendengar kabar bahwa Xuan telah pergi. Orang-orang di kota sudah terbiasa dengan kedatangan dan kepergian seseorng, jadi tak terlalu banyak merasa kehilangan. Terkadang orang akan merindukan arak Xuan atau menyesalkan karena tak bisa melihat si cantik Hai Tang. Namun bagi Xiaoliu, kepergian Xuan membuat hidupnya jauh lebih mudah. setidaknya Xiang Liu tak mengawasi dirinya, dan tak lama kemudian Kota Qing Shui yang ramai kembali ke rutinitas biasanya.
Sebulan kemudian, kedai arak itu dibuka kembali untuk berbisnis terapi tak sesibuk sebelumnya. Saat Xiaoliu lewat, dia akan membeli sejumlah arak tapi dia takkan pernah melihat Xuan dengan senyum hangat palsunya di belakang konter.
Suatu malam, Xiang Liu melompat turun dari rajawali untuk menemukan Xiaoliu duduk bersila di atas rumput, kedua tangannya berada di paha, tubuhnya membungkuk ke depan, menatap sedih ke arah sungai.
Xiang Liu bertanya, “Apa yang kau pikirkan?”
“Bagaimana cara melepaskan serangga gu itu. Pengikut Xuan pernah datang sekali untuk bertanya.” Dengan identitas asli Xuan, serangga itu mungkin takkan melukainya, tetapi kemungkinan besar suatu hari nanti serangga itu akan membuat Xiaoliu terbunuh karena ada begitu banyak orang yang ingin membunuh Xuan. Xiaoliu juga tak mau orang-orang memanfaatkan dirinya lagi untuk melawan Xuan, jadi dia benar-benar memutar otak demi mencari cara melepaskannya.
Xiang Liu berkata, “Sudah kukatakan padamu, cari orang lain dan tanam serangga itu ke sana.”
“Siapa yang akan bersedia? Mungkin salah satu dari orang-orangnya Xuan?”
Xiang Liu dengan sangat santai berkata, “Tak bisa sembarang orang.”
“Kenapa?”
“Kau yang membesarkan serangga itu, kau tak tahu?”
“Aku… aku tak tahu.” Xiaoliu mengaku.
“Dari mana kau mendapatkan serangga itu?”
“Bertahun-tahun yang lalu, aku bertemu seorang wanita tua dari Suku Jiu Li. Kau tahu bahwa iblis legendaris yang paling tidak kenal takut, ganas, serta keji sepanjang masa adalah Chi You dari Suku Jiu Li. Setelah dia dibunuh oleh Huang Di, seluruh Suku Jiu Li diberi status sebagai budak. Para pria dan wanita dilahirkan ke dalam perbudakan. Wanita tua itu adalah seorang budak yang tak diinginkan lagi oleh siapapun. Dia bau dan kotor, berbaring menunggu ajal dalam setumpuk kotoran. Aku mendapati dia sangat mengibakan, jadi aku bertanya kepadanya apa keinginan terakhirnya sebelum dia mati. Dia ingin mandi sehingga dia bisa pergi menemui kekasihnya dalam kondisi bersih dan cantik. Aku membawanya ke sungai dan membantunya mandi, lalu menyisir rambutnya ke dalam gaya rambut seorang wanita Jiu Li. Dia memberiku sebutir kenari kisut yang menghitam, berkata bahwa dia tak punya apa-apa pada dirinya selain sepasang serangga gu ini. Dia memberikannya padaku sebagai ucapan terima kasih. Dia menyuruhku pergi dan kemudian dia mati. Jenazahnya segera menarik banyak serangga dan langsung dimangsa habis. Belakangan, saat aku tak tahu bagaimana cara menanganimu, aku tiba-tiba teringat pada kenari yang telah kubawa-bawa bersamaku dalam waktu lama. Aku memakainya untuk memelihara kedua serangga gu sesuai dengan sihir Jiu Li. Aku memberinya makan dengan potongan-potongan dari daging dan darahku sendiri, kemudian satu serangga memilihku, lalu yang lainnya dimaksudkan untukmu tetapi aku malah menanamkannya pada Xuan.”
“Bagaimana kau belajar cara memelihara serangga gu?”
Mata Xiaoliu berputar, “Wanita tua itu yang memberitahuku!”
Xiang Liu tertawa dingin. “Kau penuh dengan omong kosong. Kalau dia memberitahumu cara memelihara serangga, bagaimana bisa dia tak memberitahumu apa nama dari serangga gu yang ini?”
Xiaoliu tahu kalau apa yang dia katakan memang saling bertentangan, jadi dia meneruskannya saja. “Kenapa kau peduli dengan bagaimana aku bisa tahu cara memelihara serangga gu. Pokoknya aku tahu.”
Xiang Liu berkata, “Sepasang serangga gu yang kau miliki itu sangat langka. Kalau kau ingin melepaskannya, satu-satunya jalan adalah mencari orang lain dan memancing serangga itu ke dalam orang tersebut.”
“Apa persyaratan untuk orang itu?”
Xiang Liu tak mengatakan apa-apa, dan sesaat kemudian, dia membentak kau, “Aku tak tahu!”
Xiaoliu tak memercayainya, tapi dia tak tahu kenapa Xiang Liu tak mau berterus-terang dan mengatakan kepadanya. Jadi dia coba-coba bertanya, “Apa kau sesuai untuk persyaratannya?”
Xiang Liu tak menjawab, jadi Xiaoliu bertanya lagi, “Kau adalah iblis berkepala sembilan. Memancing serangga gu kepadamu, itu takkan jadi masalah, kan?”
Xiang Liu tak mengingkarinya, jadi Xiaoliu menganggap hal itu sebagai konfirmasi dalam diam. Xiaoliu jadi amat bersemangat, “Kau bilang dengan sembilan kepalamu, bahkan bila tubuhku terluka, hal itu takkan terlalu menyakitimu, kan? Jadi apa aku bisa memancing serangga itu ke dalam tubuhmu?”
Xiang Liu berdiri di sana dengan tangan tangan di belakang punggungnya, menatap rembulan, tak mengatakan apa-apa. Beberapa saat kemudian dia berkata, “Aku bisa membantumu memancing serangga itu kepadaku, tapi kau harus berjanji kalau kelak kau akan melakukan satu hal untukku. Kalau aku meminta, kau akan melakukannya.”
Xiaoliu memikirkannya. “Selain dari membunuh Xuan.”
“Baik.”
“Aku juga tak bisa membunuh Tushan Jing.”
“Baik.”
“Kau juga tak bisa menyuruhku membunuh Huang Di ataupun Jun Di.”
Xiang Liu berkata dengan gaya tidak yakin, “Kesembilan kepalaku akan harus dibanjiri oleh air untuk membuatku berpikir kalau kau bisa membunuh Huang Di ataupun Jun Di.”
Xiaoliu tidak marah tapi malah bertanya lagi, “Jawabannya adalah….”
“Tidak akan!”
Xiaoliu berseru, “Kalau begitu, sepakat!”
Xiang Liu menaikkan telapak tangannya dan Xiaoliu menepuknya untuk membuat kesepakatan. “Aku berjanji bahwa bila Xiang Liu membantuku melepaskan serangga gu dari Xuan, aku setuju untuk melakukan satu hal yang dia minta padaku.”
Xiang Liu bertanya dingin, “Apa yang terjadi kalau kau mengingkari janji itu?”
Xiaoliu berpikir. “Langit akan menyambarku hingga hancur berkeping-keping. Dengan sifatmu, hal itu takkan cukup. Menurutmu apa yang seharusnya terjadi padaku?”
“Kalau kau mengingkari janji itu, apapun yang kau cintai akan berubah menjadi rasa sakit, apapun yang yang kau nikmati akan berubah menjadi kepahitan.”
Xiaoliu merasakan bulu-bulu halus di sepanjang tulang punggungnya berdiri. “Kau memang kejam!” Dia lalu mengangkat telapak tangannya untuk mengucap sumpah, “Kalau aku melanggar janji ini, maka apapun yang kucintai akan memberiku rasa sakit, apapun yang kunikmati akan menjadi pahit.” Dia menurunkan tangannya dan menepuk dadanya. “Jangan khawatir, aku akan melakukannya.”
Ada seulas senyum samar di bibir Xiang Liu. “Memangnya apa yang perlu kukhawatirkan? Kalau kau tak bisa melakukannya, kau lah yang akan menderita.”
Xiaoliu bertanya, “Kalau begitu sekarang katakan padaku, bagaimana cara melepaskan serangga itu?”
“Aku tak tahu! Apa kau tak tahu bagaimana cara memancing serangga itu ke tubuh seseorang?”
Xiaoliu memejamkan matanya dan bibirnya mulai komat-kamit tanpa suara seperti sedang merapal mantra. Beberapa saat kemudian, “Ada caranya, tapi kau dan Xuan harus sama-sama berada dalam lingkup jarak tertentu sebelum aku bisa memulai mantranya. Sekarang ini sudah terlalu jauh.”
Memakai metode ini, mereka harus mengunjungi ibukota Kerajaan Gao Xing, Gunung Lima Dewa. Tetapi dengan identitas Xiang Liu, dia bukan seseorang yang bisa melenggang seenaknya ke dalam Gunung Lima Dewa.
Xiaoliu ketakutan dan memohon, “Kau sudah janji padaku.”
Xiang Liu memanggil Bola Bulu dan melompat naik. “Naik sini!” Xiaoliu kegirangan dan memanjat ke atas punggung sang rajawali. Bola Bulu membawa mereka ke Selatan dan setelah terbang semalaman ditambah beberapa jam, mereka pun sudah dekat dengan Gunung Lima Dewa di Kerajaan Gao Xing.
Xiang Liu tahu kalau keamanan di Gunung Lima Dewa itu ketat. Bahkan dengan kekuatannya, tetap mustahil untuk tetap tak terdeteksi. Dia menyerah dalam mengendarai Bola Bulu dan terjun ke lautan bersama dengan Xiaoliu.
Lautan bagai rumah bagi Xiang Liu dan dia berenang seperti ikan hiu yang meluncur maju membelah gelombang. Xiaoliu berusaha mengikuti namun tak sanggup. Xiang Liu berenang balik. “Dengan kecepatanmu itu kita takkan bisa sampai ke sana bahkan dalam tiga hari tiga malam.”
Xiaoliu menggerutu, “Bahkan bila aku adalah perenang terbaik, aku tetap adalah penghuni daratan. Kau adalah iblis berkepala sembilan yang terlahir di lautan, bagaimana aku bisa dibandingkan denganmu?”
Xiang Liu berkata, “Di sini adalah tempat Jun Di tinggal, jadi kita hanya bisa mencapainya lewat lautan supaya tetap tak terdeteksi.”
“Aku tahu.”
Xiang Liu berkata pasrah, “Naik ke punggungku, aku akan membawamu.”
Xiaoliu menggigit bibirnya supaya tak tertawa. Itu berarti dia sedang memperlakukan Xiang Liu seperti tunggangan pribadinya. Xiang Liu kelihatan telah membaca pikirannya dan memelotot, “Kembali ke Kota Qing Shui.” Pria itu lalu berbalik dan berenang ke Utara.
Xiaoliu langsung memegangi pinggangnya erat-erat. “Aku janji akan berhenti berpikir sembarangan.”
Tubuh keduanya kaku, dan kemudian Xiang Liu perlahan berbalik dan Xiaoliu buru-buru melepaskannya. Xiang Liu melirik dirinya, “Mau pergi tidak?”
“Pergi. Pergi!” Xiaoliu memanjat ke punggung Xiang Liu dan memegangi bahunya.
Xiang Liu berkata, “Kecepatannya akan sangat tinggi. Pegangan yang erat!”
Xiaoliu menautkan kedua tangannya erat-erat, namun Xiang Liu kelihatan cemas kalau Xiaoliu takkan mampu bertahan, jadi masing-masing tangannya mencengkeram pergelangan tangan Xiaoliu dan kemudian meluncurlah dia seperti panah yang ditembakkan.
Xiang Liu bagaikan putra lautan, menunggangi ombak dengan lebih luwes ketimbang lumba-lumba, lebih kuat daripada hiu, lebih elegan dibanding duyung. Xiaoliu tak pernah merasa tubuhnya seringan ini sebelumnya, rasanya bagai menunggang menembus awan dan sama mendebarkannya. Xiaoliu tak bisa membuka matanya, jadi dia hanya bisa memakai telinganya untuk mendengarkan suara deru yang membahana. Berkali-kali dirinya nyaris disapu oleh gelombang namun untung saja Xiang Liu memegangi pergelangan tangannya erat-erat sehingga dia selalu masih bisa bertahan.
Pada akhirnya Xiaoliu bahkan tak repot-repot untuk berpikir dan memakai tangan serta kakinya untuk berpegangan erat pada Xiang Liu supaya dirinya tak disapu oleh kecepatannya. Beberapa saat kemudian, Xiang Liu menurunkan kecepatan dan Xiaoliu pun membuka matanya. Dia melihat bahwa bereka berada di antara kumpulan rapat ikan-ikan dengan warna-warni cerah, berenang-renang seperti pita-pita aneka warna yang melambai ditiup angin. Xiaoliu mengulurkan tangan dan mereka tidak takut serta malah berenang di antara jemarinya.
Suara Xiang Liu masuk ke telinga Xiaoliu, “Kita ada di Gunung Lima Dewa. Di sini seharusnya berada dekat dengan tempat Zhuan Xu berada. Kau bisa coba memanggil serangga itu ke tubuhku.”
Xiaoliu merasakan ikan-ikan itu menarik-narik tubuh bagian bawahnya sehingga dia bisa bergerak dengan mudah. Dikeluarkannya sebutir kenari yang sudah menghitam dan menggigit jari tengahnya sendiri. Dia membaurkan darah ke atas kenari itu lalu menyerahkannya pada Xiang Liu dan mengisyaratkan supaya pria itu melakukan hal yang sama. Xiang Liu menusuk jari tengahnya dan mengoleskan darah ke sisi kenari yang sebelah lagi kemudian menyerahkannya kembali pada Xiaoliu.
Xiaoliu mengisyaratkan pada Xiang Liu supaya mengangkat tangannya yang berdarah dan menudingkannya ke atah Gunung Lima Dewa. Xiaoliu berkata, “kau santailah, dan kalau memungkinkan, rasakan kebahagiaan tulus untuk menyambut serangga itu ke tubuhmu.”
Xiaoliu menangkup kenari itu erat-erat ke dadanya dan mulai merapal, memanggil serangga yang ada dalam tubuhnya sendiri. Beberapa saat kemudian, Xiaoliu merasakan jantungnya sendiri mulai berdebar kencang, dan dengan menakjubkan dia merasakan juga debaran jantung yang lainnya. Kedua jantung itu bagaikan sahabat yang sudah tak bertemu dalam waktu lama, berdetak kencang dalam kebahagiaan bersama-sama. Xiaoliu mengulurkan tangannya dan menekankannya ke dada Xiang Liu, dan ternyata itu memang adalah suara dari jantung Xiang Liu.
Xiaoliu tak bisa memercayainya. “Serangga itu sudah tertanam ke dalam tubuhmu? Secepat itu?”
Xiang Liu memutar matanya pada Xiaoliu. “Orang sepertimu berani mengendalikan serangga gu? Seorang ahli gu yang benar-benar kuat bisa memanggil puluhan ribu serangga dari jarak jauh untuk membunuh seseorang. Apa kau pikir semua serangga itu sepertimu, orang lamban yang suka berkeliaran seenaknya di pegunungan dan tebing?”
“Eh.” Xiaoliu merasakan sesuatu yang aneh di telapak tangannya. Dia membukanya untuk mendapati kenari itu berkilau dan perlahan-lahan meleleh menjadi bercak-bercak warna. Bagai kunang-kunang kecil yang menari di sekitar Xiaoliu dan Xiang Liu. Separuh dari masing-masingnya masuk ke dalam telapak tangan Xiaoliu dan Xiang Liu lalu menghilang.
Xiaoliu tak bisa memercayai hal itu dan menggoyangkan tangannya beberapa kali, tetapi serangga itu benar-benar menghilang begitu saja.
Ekspresi Xiaoliu menggelap dan dia berkata pada Xiang Liu, “Aku punya perasaan buruk tentang ini. Serangga ini aneh bangeeeet. ternyata tak sesederhana yang kukira sebelumnya.”
Tapi kemudian Xiaoliu tak merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya, jadi dia bertanya pada Xiang Liu, “Bagaimana perasaanmu?”
Xiang Liu sangat tenang dan melihat ke atas, “Aku merasa kalau kita harus kabur sekarang juga.” Pemanggilan serangga itu tak bisa dilakukan di bawah selubung, jadi hal itu telah membuat para penjaga di Gunung Lima Dewa menjadi siaga. Xiang Liu meraih Xiaoliu dan menyelam ke dalam lautan lalu mulai berenang pergi dari Gunung Lima Dewa.
Seluruh ikan di lautan datang untuk membantu dan menciptakan labirin untuk menahan serta mengalihkan para prajurit Gao Xing dan membuat mereka tersesat. Xiang Liu menggenggam tangan Xiaoliu dan berenang di dasar lautan yang sunyi dan mendirikan bulu kuduk. Setiap kali Xiaoliu kehabisan oksigen, Xiang Liu akan memberikan sehembus napas kepadanya.
Dasar lautan lebih berwarna keimbang daratan, dengan ikan-ikan beraneka bentuk dan warna serta banyak makhluk aneh. Xiaoliu menatap semuanya dengan takjub dan Xiang Liu tak memburu-buru dirinya. Para Dewa suka memakai mutiara dan ubur-ubur untuk membuat lentera, jadi Xiaoliu telah melihat banyak benda itu di istana, tetapi ini adalah kali pertama dia melihat ibur-ubur yang masih hidup. Tubuhnya jernih dan gerakannya mengalir, seperti lentera alami. Akan jadi penghinaan bagi sang ubur-ubur bila tak membuatnya jadi lentera.
Seekor keong laut besar dengan cangkang bercorak gemerlap, Xiaoliu mengetuknya dan bertanya-tanya bagaimana rasa dagingnya dan Xiang Liu berkata, “Tidak enak.”
Benar-benar ada rumput yang tumbuh di lautan, tinggi dan begitu hijau hingga terlihat hitam, berayun-ayun dalam gelombang tanpa akhir. Xiang Liu membawa Xiaoliu berjalan melintasi dataran rumput lautan dan dia melihat sepasang kuda laut berbaring di dataran itu.
Juga ada segala macam bunga yang tumbuh di lautan dan bunga-bunga itu bagaikan pelangi yang begitu cerah. Xiaoliu berusaha untuk menyentuh salah satunya hanya untuk mendapati bunga tersebut mengeluarkan gigi dan berusaha balas menggigit dirinya. Jadi bunga-bunga juga adalah predator, dan Xiaoliu memelototi Xiang Liu karena tidak memperingatkan dirinya. Xiang Liu menyeringai lalu meraih tangan Xialiu dan kemudian memeganginya untuk menyentuh ‘bunga’ itu lagi. Kali ini bunga tersebut gemetar ketakutan dai Xiaoliu tertawa sebelum menendang ‘bunga-bunga’ itu beberapa kali untuk kebaikan.
Xiaoliu tahu kalau mereka sedang dikejar oleh para prajurit Gao Xing tetapi tak merasa berada dalam bahaya. Karena Xiang Liu begitu tenang sehingga rasanya tak seperti kalau mereka dalam pelarian, rasanya lebih seperti kalau Xiang Liu sedang mengajaknya berjalan-jalan menyusuri lautan. Mereka berenang di bawah air dalam waktu sangat lama tetapi Xiaoliu benar-beanr gembira dan waktu tak terasa terlalu lama. Barulah setelah mereka benar-benar terbebas dari kejaran para prajurit Gao Xing, Xiang Liu membawa Xiaoliu naik ke permukaan.
Bola Bulu si rajawali putih berkepala emas terbang menghampiri dan Xiang Liu membawa Xiaoliu melompat ke atas punggungnya. Mereka menunggangi sang rajawali kembali ke Kota Qing Shui dan Xiaoliu merasa apar dan lelah. Dia berpegangan erat pada leher Bola Bulu dan berkata pada Xiang Liu, “Aku akan tidur siang sebentar.”
Xiaoliu serta merta tertidur.
Xiang Liu duduk di atas punggung rajawali dan menatap lautan awan yang luas, wajahnya setenang permukaan air yang jernih tanpa sedikit pun kegembiraan maupun kesedihan. Lama kemudian, dia menunduk pada Xiaoliu yang sedang tertidur dengan bahagia dan tangannya perlahan menekan ke arah jantungnya sendiri. Seulas senyum muncul di sudut bibirnya sebelum menghilang dengan cepat.