Eternally Yearning For You / Lost You Forever / 長相思 - Chapter 6
- Home
- Eternally Yearning For You / Lost You Forever / 長相思
- Chapter 6 - Seakan Yang Dikenal Telah Datang
Tubuh Xiaoliu sangat unik sehingga luka-luka sembuh lebih cepat daripada kebanyakan orang. Jing juga meninggalkan banyak obat-obatan bagus, dari tulang-tulang dan elixir dari Gunung Kumala, kristal penyembuh, apapun yang berharga di rimba raya ada di sini. Luka-luka Xiaoliu pun sembuh dengan cepat.
Xiaoliu tak pernah ragu ataupun malu-malu dalam menggunakan apapun, menghabiskan seguci penuh saripati tulang untuk mencelup tangannya. Tetapi satu-satunya yang tak pernah dia pakai adalah obat bius. Setiap hari dia melolong keras-keras karena kesakitan dan melompat-lompat. Xiang Liu mulanya hanya menatap dengan sorot dingin, namun belakangan dia begitu kesal oleh keributan itu sehingga mencibir, “Aku mengasihani orang yang menyiksamu. Mereka memberimu siksaan serangga pemakan daging, kau memberi mereka siksaan jeritan yang membekukan darah.”
Xiaoliu merengut padanya. “Aku benar-benar menyesal telah memberi serangga gu kepada Xuan sekarang.”
Xiang Liu tertawa. “Bahkan bila kau memelihara seekor serangga, seharusnya kau memelihara yang lebih ganas lagi. Serangga yang kau pelihara ini membutuhkanmu untuk menyakiti dirimu sendiri terlebih dahulu. Untung saja kau menanamkan yang itu pada Xuan di mana mungkin punya kegunaan. Kalau kau menanamkannya padaku, ingatlah bahwa aku punya sembilan kepala. Bahkan bila kau mati kesakitan, hal itu kemungkinan besar takkan terlalu melukaiku.”
Xiaoliu merasa kalau bicara dengan Xiang Liu hanya akan membuat dirinya lebih marah, jadi dia mendengus dan pergi bersembunyi di awan. Hari-hari berlalu dan rasa sakitnya semakin berkurang, dan tangan Xiaoliu perlahan-lahan sembuh.
Pada fajar ketika Xiaoliu masih tidur nyenyak, tiba-tiba dia merasakan ada sesuatu yang berdesir di tubuhnya. Mulanya dia tak mengerti, tetapi perlahan-lahan dia menyadarinya – serangga gu itu sedang mengirimkan pesan kepadanya. Xiaoiu segera bangkit dan bergegas keluar pondok. “Xiang Liu, Xuan….”
“Aku tahu.”
Ada lebih dari sepuluh pria bertopeng yang berdiri di puncak gunung. Masing-masing orang beserta tunggangan bersayap mereka semuanya mendengus dengan niat membunuh dan bersiaga untuk pertempuran. Jelas mereka tahu kalau Xuan berada dekat, dan melihat cara mereka menyebar, Xuan pastilah membawa banyak orang.
Xiang Liu berkata pada Xiaoliu, “Xuan keluar dengan amarah membunuh Aku siap untuk membunuh dia, jadi malam ini adalah perang sampai mati. Kau carilah tempat untuk bersembunyi dengan aman.” Karena dia mengenakan topeng, wajah Xiang Liu tertutupi dan hanya matanya yang tampak, dan mata itu begitu dingin tnpa secercah pun kehangatan. Xiaoliu terlalu ketakutan untuk bicara sembarangan, melihat sekeliling beberapa kali, lalu memelesat ke bawah celah sebuah batu besar.
Sesaat kemudian, Xiaoliu melihat Xuan memimpin sekelompok pria menyapu ke bawah. Lebih dari tiga lusin pria dengan beragam tunggangan bersayap, dengan sayap-sayap mereka mengembang menyelimuti seluruh langit. Liaoliu mendongak dengan kaget – sebenarnya siapa Xuan itu, bisa memiliki kekuatan sebesar itu di belakangnya?
Pertempuran berlangsung di udara. Bila dibandingkan dengan Xiang Liu, Xuan berada dalam posisi unggul dengan jumlah orang-orangnya. Tetapi orang-orang Xiang Liu telah hidup dalam tekanan kematian dan telah amat saling memahami lewat pertumpahan darah. Mereka cukup garang sehingga kedua pihak menjadi seimbang.
Mendadak ada sebuah ledakan dan bola api keemasan menghantam seorang pria dan dia pun musnah bersama dengan tunggangan bersayapnya. Lalu ada satu lagi yang dibelah menjadi dua dengan sebilah pedang es raksasa. Dua orang petarung menyapu lewat dan Xiaoliu tak bisa melihat siapa dirinya dengan jelas. Sesuatu terjatuh dari angkasa dan pecah berhamburan di atas bebatuan. Xiaoliu memungutnya dan ternyata itu adalah sebuah topeng berlumuran darah.
Xiaoliu tak bisa bersembunyi lagi dan bergegas keluar, memanjat ke atas puncak pohon tertinggi.
Langit membara dalam pertempuran, dengan api dan asap, namun kehadiran Xiang Liu mustahil untuk dilewatkan. Rambut putih, jubah putih, serta topeng putihnya, diatas seekor rajawali putih, dirinya bagai keping salju yang berputar-putar di angkasa. Setiap gerakan begitu cantik namun masing-masingnya merupakan serangan mematikan.
Empat orang mengelilinginya, salah satunya adalah Xuan, dan masing-masing orang adalah lawan yang tangguh. Xiang Liu bertempur hanya dengan menyerang dan tak pernah bertahan, untuk menang atau mati. Senjatanya adalah sebilah pedang melengkung seperti bulan sabit, sejernih kristal seakan terbuat dari es, dan dia menggunakannya dengan sedemikian rupa sehingga terlihat seperti bulir-bulir air yang menari di udara.
Xiang Liu tak peduli tentang melindungi punggungnya, dia menyerbu maju dan membelah di antara serangan-serangan pedang es. Sebuah kepala melayang namun punggung Xiang Liu tertusuk dan darah pun terlihat. Pedang-pedang es menghujaninya namun Xiang Liu tak bersembunyi dan dengan mahir menghindar. Pedangnya menghujam dan seorang pria lain beserta tunggangan bersayapnya pun punah. Tetapi Xiang Liu terluka lagi dan ada darah di sudut bibirnya.
Daun-daun mematikan berpusar ke arahnya membentuk labirin roh kayu, tetapi Xiang Liu bahkan tak mau repot-repot memecahkannya dan alih-alih menusuk tepat di pusat lalu menarik keluar pria itu. Maka yang tersisa hanya dirinya melawan Xuan, satu lawan satu.
Xiang Liu memburu ke arah Xuan tetapi dirinya sudha terluka dan kekuatan spiritualnya telah berkurang banyak, sementara Xuan bahkan tak terluka dan penuh dengan kekuatan. Xuan menggenggam sebuah cambuk panjang roh kayu di tangan kiri dan sebilah pedang pendek emas di tangan kanannya. Dia benar-benar mampu mengendalikan dengan mahir dua kekuatan yang berbeda pada saat bersamaan dan menyerang, dengan cambuk seperti ular dan pedang bagaikan singa.
Xiaoliu berseru, “Xiang Liu, tangan kiri.” Xiaoliu memukulkan tangan kirinya ke pohon dan rasa sakitnya begitu luar biasa menyiksa. Serangan Xuan pun luput.
“Tangan kanan.”
Xiaoliu menghantamkan tangan kanannya ke pohon dan Xuan nyaris menjatuhkan senjatanya.
Xiang Liu mampu tertawa bahkan di tengah pertempuran sementara Xuan memelotot marah dan melayangkan cambuknya ke arah Xiaoliu. Xiaoliu menundukkan kepalanya dan meluncur turun dari pohon menuju ke dalam hutan lebat di mana tunggangan-tunggangan bersayap tak bisa memasukinya, jadi Xuan tak mampu mencapai dirinya.
Xiang Liu memerintahkan, “Kaki kiri, tangan kanan.”
Xiaoliu memaki tetapi mengambil sebuah ranting berduri dan dengan ganas memukulkannya pada kaki kanannya dan pada saat bersamaan dia menghantamkan tangan kanannya ke batu. Xiang Liu menghimpun kekuatannya dan melemparkan pedangnya saat dia melayang ke arah Xuan, jelas-jelas berniat memberikan serangan mematikan. Xuan berhasil berguling turun dari tunggangan bersayapnya sehingga serangan Xiang Liu malah mengenai binatang itu.
Xuan terjatuh dari dari tempat yang amat tinggi dan menghantam sebuah pohon raksasa keras-keras. Dia terluka parah dan berlumuran darah tetapi langsung melompat bangkit kembali dan mulai berlari sambil memanggil orang-orangnya.
Pada rimba yang dalam, pepohonan begitu lebat sehingga tunggangan bersayap tak mampu memasukinya, jadi Xiang Liu melompat turun dari rajawalinya dan mulai mengejar Xuan dengan kedua kakinya.
Xiaoliu melompat dari pohon ke pohon seperti seekor monyet dan mengikuti mereka. Mendadak matanya mendapati sesuatu yang panjang dan putih. Sesuatu itu terlihat seperti ekor binatang. Sebelum Xiaoliu bisa memproses semuanya, tubuhnya membeku. Dia melompat menghampiri dan memungut benda yang menggantung di sebuah pohon – sebuah ekor rubah putih yang berbulu lebat. Sekujur tubuh Xiaoliu membeku. Kemudian bibirnya melengkung membentuk seulas senyum, dan dalam senyum itu terdapat air mata di matanya yang sudah nyaris jatuh dengan penuh kepedihan.
TIba-tiba wajahnya berubah dan dia pun memburu ke arah Xiang Liu dan Xuan seperti orang gila.
Xuan sedang terbang tetapi Xiang Liu mendadak memelesat bagaikan hantu dari balik belukar, tangannya sudah berubah menjadi cakar-cakar setajam silet bagaikan lima buah belati, dan dengan cepat cakar-cakar itu diarahkan pada Xuan. Xuan menangkisnya dengan cambuk, namun cambuk itu hancur tetapi tangan bercakarnya masih tetap utuh. Mata Xiang Liu berkilau merah bagai iblis dan tubuh Xuan pun ditekan seakan ada sebuah gunung yang menindihnya. Dia tak mampu bergerak ataupun menghindar, tetapi dia menolak menutup matanya. Kalau dirinya akan mati, maka dia ingin melihat dengan jelas bagaimana cara dia mati.
Sebuah sosok terbang menghambur bagai bintang jatuh ke dalam pelukan Xuan dan menangkis hantaman Xiang Liu yang menggelegar.
“Ah —-“ Xiaoliu memekik kesakitan.
Xian merasakan rasa sakit yang persis, rasa sakit itu menusuknya tepat di jantung. Namun dia hanya merasakan sakitnya dan tidak benar-benar terluka. Xuan menatap syok pada Xiaoliu, tak memahami kenapa Xiaoliu menyelamatkannya dengan mengorbankan diri sendiri.
Xiaoliu mendorongnya kuat-kuat. “Lari!”
Xiang Liu takkan membiarkan Xuan melarikan diri dan berusaha menyerang lagi. Xiaoliu berbalik dan merisikokan nyawanya lagi, memegangi tangan bercakar Xiang Liu erat-erat demi mencegah dia kembali menyerang Xuan.
Orang-orang Xuan tiba dan membantu dia kabur, tetapi Xuan berbalik dan menatap Xiaoliu dengan sorot terpana.
Xiang Liu begitu dekat dengan kemenangan, tetapi Xiaoliu mengacaukannya. Dia marah dan menendang Xiaoliu keras-keras. Xiaoliu meringkuk di tangan tetapi masih memakai seluruh kekuatannya untuk menggelayuti kaki Xiang Liu sehingga dia tak bisa mengejar Xuan.
Xuan dibantu naik ke atas tunggangan bersayap yang membubung ke balik awan dan menghilang. Dia menyandar pada pelayannya dan mengatupkan bibirnya erat-erat saat merasakan rasa sakit yang sama. Rasa sakit itu ada di perutnya, lengannya, setiap bagian dari tubuhnya sakit. Seakan sekujur tubuhnya dicabik hingga menjadi serpihan. Tetapi dia tahu kalau dirinya takkan dicabik menjadi serpihan, karena rasa sakit ini bukan miliknya, rasa sakit ini milik Xiaoliu.
Xuan menatap lautan awan dan tak mampu menemukan jawabannya. Kenapa? Kenapa Xiaoliu pertama-tama membantu Xiang Liu membunuhnya, tetapi pada saat terakhir, malah merisikokan nyawanya sendiri untuk menyelamatkan dirinya? Dia telah memakai siksaan kejam terhadap Xiaoliu, jadi Xiaoliu pastilah membencinya dan menginginkan dia mati. Kalau begitu kenapa menyelamatkannya?
Amarah Xiang Liu bagaikan samudera yang bergolak, mengancam akan menelan segala yang ada dalam jalurnya. Xiaoliu sudah tahu kalau Xiang Liu akan membunuhnya tetapi tak merasa takut.
Darah merah di sekitarnya membuat Xiaoliu melihat bunga-bunga phoenix merah api. Di bawah pohon phoenix, ada Ibu yang membuat ayunan untuknya. Dia berdiri di atas ayunan dan menyambut kelopak-kelopak bunga phoenix yang berguguran. Dia melayang tinggi dan tawanya menyelimuti bumi. Kakak berdiri di bawah pohon phoenix, mendongak menatap dirinya sambil tersenyum. Saat dia turun, Kakak mendorongnya naik lagi. Dia terayun naik, turun, naik, turun….
Cakar Xiang Liu yang setajam silet mengarah ke leher Xiaoliu tetapi mata Xiaoliu terbuka lebar dan dia tersenyum manis pada pria itu, senyumnya bagai sekuntum bunga yang merekah di musim semi. Leher kurus Xiaoliu berada di tangan Xiang Liu, Xiang Liu hanya perlu meremas dan semua masalah akan lenyap. Xiaoliu tersenyum dan mengesah lembut, seakan merasa puas. Kepalanya tertunduk dan matanya tertutup.
Xiang Liu menyentakkan kembali tangannya, mengangkat Xiaoliu dan membawanya pergi.
Saat Xiaoliu membuka matanya, dia berada di tengah gua, sekujur tubuhnya terendam dalam sebuah kolam kecil. Terdapat segala macam obat-obatan berharga yang dilemparkan ke dalam kolam. Bagi siapapun yang lain, mencampurkan semua jenis tanaman dan obat-obatan ini akan lebih mencelakakan ketimbang memberi hasil baik. Namun untuk tubuh aneh Xiaoliu, segala macam barang yang tidak jelas sebenarnya membantu.
Sepertinya ada obat pereda sakit juga di sana marena Xiaoliu merasa tubuhnya lemas dan tanpa rasa sakit. Tidak jauh dari kolam itu, Xiang Liu duduk di atas dipan kumala, alisnya berkerut seakan seluruh energinya terarah ke sana, seolah dia sudah akan roboh kapan saja. Xiaoliu tak berani bergerak ataupun bicara, jadi dalam diam dia memejamkan matanya.
“Kenapa kau menyelamatkan dia?” Suara Xiang Liu sedingin es, mengandung amarahnya yang teredam.
Benak Xiaoliu berpusar selama sesaat namun dia bahkan tak ragu-ragu saat berkata jelas, “Karena aku tahu siapa dia.”
Alis Xiang Liu sedikit terangkat.
Xiaoliu meneruskan, “Beberapa hari yang lalu aku sedang memikirkan kenapa kau begitu senggang belakangan ini dan malah menghabiskan setiap hari bersamaku. Kemudian aku menyadari kalau kau tidak sedang mengurusku, kau sedang menunggui Xuan. Jing ingin aku bersembunyi di pegunungan karena dia sudah tahu bahwa kalian telah bertarung dengan pasukan Xuan Yuan selama ratusan tahun dan mereka masih tak bisa melacakmu. Kalau kau mau, tak mungkin XUan bisa menemukanku. Tetapi kau sudah menerka identitas aslinya, dan kau sudah tahu kalau dia takkan membiarkanku hidup, jadi kau memanfaatkanku untuk memasang perangkap dengan niat membunuhnya.”
“Jadi aku memakaimu sebagai umpan. Kau punya masalah dengan itu?”
“Biasanya tidak. Karena dia ingin membunuhku, jadi yang paling baik adalah menyingkirkannya. Tapi sekarang aku tahu siapa dia sebenarnya. Dia adalah Zhuan Xu, salah satu pangeran dari Kerajaan Xuan Yuan. Bukan sembarang pangeran, dia adalah pangeran cucu tertua dari Huang Di! Kalau aku membantumu membunuh dia, maka Huang Di pasti akan melakukan pembalasan pada dunia dan aku takkan mungkin mendapatkan kedamaian. Takkan ada tempat di rimba raya yang bisa kujadikan tempat untuk bersembunyi!”
Xiang Liu membuka matanya dan menatap. ‘Padahal kupikir kau punya nyali.”
Xiaoliu menanggapi, “Maaf kalau mengecewakanmu. Kau berani menjadikan Huang Di sebagai musuh, tapi aku tidak. Amarah seorang Kaisar, darah mengalir ribuan li! Aku tak sanggup menanggungnya!”
“Bagaimana kau bisa tahu identitas Xuan?”
“Saat kau sedang mengejar dia, salah seorang pelayannya dengan amat panik kelepasan dan mengatakan sesuatu tentang cepatlah selamatkan Pangeran Zhuan Xu. Itu hanya gumaman, tetapi kau bersedia menanggung banyak luka untuk berusaha membunuhnya dan tak ada banyak orang di rimba raya yang akan membuatmu segigih itu. Aku memikirkan tentang hal itu dan menyambungkan semuanya.”
Xiang Liu berdiri dan melangkah ke kolam, tangannya mencengkeram leher Xiaoliu lalu menghantamkannya pada batu di pinggir. “Kau sudah tahu kalau aku akan merisikokan luka parah demi membunuh dia!”
Xiaoliu tak punya tenaga untuk melawan, jadi dia mundur, “Aku sudah mengacaukan rencana besarmu, jadi kalau kau mau membunuhku, maka bunuhlah aku!” Dengan pasrah dia menjulurkan lehernya dan memejamkan matanya.
Xiang Liu tertawa dingin. “Membunuhmu? Itu terlalu mudah untukmu!” Dia menundukkan kepalanya dan menggigit keras-keras pada leher Xiaoliu lalu meminum darahnya seakan hendak melampiaskan amarahnya. Xiaoliu memiringkan lehernya ke belakang dan bersandar pada sisi kolam. Syukurkan dia punya kegunaan bagi Xiang Liu. Karena Xiang Liu adalah iblis berkepala sembilan dengan wujud yang sangat aneh, hampir mustahil baginya untuk menemukan obat untuk menyembuhkan luka-luka pria itu. Itulah sebabnya, Xiaoliu yang punya wujud yang sama anehnya menjadi obat terbaiknya.
***
Xuan terbaring di atas dipan dan tiba-tiba tersentak bangkit dan menyentuh lehernya. Dia masih hidup!
Pada mulanya ada rasa sakit yang tajam seperti gigi menggigit menembus kulit. Namun perlahan-lahan, rasa sakit itu berubah menjadi sesuatu yang aneh. Dalam rasa sakit itu ada sensasi mati rasa, perasaan bahagia yang menggetarkan, seolah seseorang sedang mengisap, dan menjilat, dan mengecup ringan.
Xuan merasakan mulutnya menjadi kering dan tiba-tiba merasa sangat marah. Dengan luka-luka separah itu, apakah orang itu gila atau apa-apaan yang sebenarnya sedang dia lakukan?
***
Xiang Liu mengangkat kepalanya dan menatap Xiaoliu, darah menodai bibirnya, matanya menggelap, napasnya sesdikit terengah. Xiaoliu mulanya duduk terentang seperti pria tetapi mendadak dia beringsut dan tanpa sadar ingin menutupi dadanya, namun langsung menghentikan dirinya sendiri dan kembali duduk dengan anggota tubuh terentang.
Tangan Xiang Liu bergerak turun dari lehernya, menyusuri garis rahangnya, turun menuju tulang selangkanya. Xiaoliu menangkap tangan itu dan tersenyum, “Aku ini laki-laki. Bahkan bila kau menyukai laki-laki, kau seharusnya mencari orang yang lebih enak dilihat.”
“Kau laki-laki?” Bibir Xiang Liu yang sedikit ternoda darah melengkung ke atas, “Kalau kau adalah laki-laki, bagaimana kau bisa memancing Jiu Jiu itu keluar.”
Xiaoliu mengerjap penuh teka-teki. “Aku tak percaya kalau kau tak bisa mengubah wujud serta suaramu juga.”
“Aku memercayai insting alami hewan liar.”
“Bila insting alami hewan liar begitu akurat, Bola Bulu-mu takkan mungkin diracuni olehku. Takkan ada hal-hal seperti jebakan, dan para pemburu takkan perlu berburu.”
“Mantra perubahan wujud macam apa yang kau pakai? Kau punya kekuatan yang sanagt lemah tetapi wujud itu sama sekali tak bercela seakan itu adalah wujud aslimu!”
Xiaoliu berkata marah, “Inilah wujud asliku!”
Xiang Liu menatap Xiaoliu, matanya segelap tinta, dan jantung Xiaoliu mulai berdebar kencang. Ditepiskannya tangan Xiang Liu kuat-kuat dan kemudian menelentangkan dirinya sendiri seperti babi mati memasuki air mendidih. “Sentuh aku kalau begitu, sentuh aku. Setelah kau selesai, berhentilah menuduhku sebagai wanita!”
Xiang Liu memelototinya. “Aku tak tertarik pada wujud palsumu.” Dia melepaskan Xiaoliu, berbalik, dan berjalan keluar dari kolam untuk berbaring di atas dipan dan meneruskan menyembuhkan diri.
Jantung Xiaoliu yang gugup habis-habisan akhirnya kembali tenang. Dia sudah terluka parah, ditambah lagi Xiang Liu meminum darahnya, jadi kepalanya terasa ringan dan dia pun berbaring di kolam untuk mulai menyembuhkan dirinya sendiri juga.
Sehari kemudian, Jing muncul tak jauh dari situ. Xiang Liu masih terluka dan dia adalah orang yang sangat waspada, jadi dia takkan menemui orang yang bisa menjadi ancaman. Saat dia merasakan jing mendekati gua, dia pun pergi tanpa suara dan Xiaoliu yang terluka sedang sendirian di gua ketika Jing masuk. Dia melihat Xiaoliu mengambang dalam kolam, wajah pucat pasi, tubuh penuh luka, mata terpejam dan tidur nyenyak.
Jing merabai nadinya dan langsung mengangkatnya, menggendongnya keluar gua dalam langkah-langkah cepat sambil memanggil tunggangan bersayapnya.
***
Sepuluh hari kemudian, Xiaoliu terbangun dalam sebuah ruang yang dihias dengan elegan. Saat itu adalah musim panas yang gerah tetapi di dalam sejuk, dan dari balik jendela ada sebuah halaman yang sarat dengan bunga-bunga mekar dari segala jenis. Sebuah lonceng angin yang terbuat dari kristal dari Kutub Utara dan memiliki beragam warna yang diukir dalam bentuk berbagai bunga tergantung di ambang jendela. Ketika angin berhembus, hawa dingin dari lonceng angin kristal itu terlepas ke udara dan menghasilkan udara sejuk.
(T/N: AC gaya kuno? XD)
Xiaoliu mengenakan pakaian dan berjalan keluar menuju koridor. Jing berdiri di halaman dan menatap langsung pada dirinya. Matahari hangat yang cerah, bunga-bunga penuh warna, dan seorang pria terhormat. Bagaikan lukisan, luar biasa indahnya. Xiaoliu menghampiri Jing dan pria itu mengulurkan tangan untuk menyentuh wajahnya seperti hendak memastikan bahwa dia nyata. Xiaoliu sedikit memiringkan kepalanya untuk merasakan kehangatan telapak tangan Jing.
Jing tiba-tiba memeluk Xiaoliu, lembut namun dengan erat menariknya ke dalam dekapan. Xiaoliu memejamkan matanya, membiarkan kepalanya menyandar ringan pada bahu Jing. Pada saat ini, mereka hanyalah Shiqi dan Xiaoliu.
Praang, piring-piring terjatuh ke tanah. Xiaoliu mengangkat kepalanya dan melihat Jing Ye berdiri terbengong-bengong di koridor, matanya sarat dengan kekagetan dan kecemasan. Sisi jahat Xiaoliu bangkit, jadi dia mempertahankan posisinya dan memejamkan matanya, berpura-pura tidak melihat dan mendengar apa-apa, menunggu ingin melihat bagaimana reaksi Jing.
Jing membuat Xiaoliu kecewa. Dia tenang dan terus memeluk Xiaoliu tanpa bersuara. Ada perasaan bahwa bahkan meski dunia kiamat, dia akan terus memeluk.
Jing Ye akhirnya bergerak dan mendekat. “Apakah luka-luka Tuan Liu memburuk? Biarkan saya membantunya berdiri.”
Xiaoliu terbahak lantang, ternyata Jing Ye juga orang yang lucu! Dia meronta keluar dari dekapan Jing dan tersenyum pada Jing Ye. Gadis pelayan itu membungkuk padanya, “Terima kasih Tuan Muda telah menyelamatkan nyawa Tuan saya. Harap terimalah sembah terima kasih dari saya.”
Xiaoliu menghindarinya. “Tuanmu juga telah menyelamatkan nyawaku, jadi sudah impas.” Xiaoliu berterima kasih pada Jing. “Lao Mu menungguku, jadi aku akan pergi.”
Xiaoliu berbalik dan pergi. Jing mengulurkan tangannya namun perlahan menariknya kembali, hanya memandangi sosok Xiaoliu menghilang di koridor.
Xiaoliu kelihatan sudah sembuh, tapi dia masih tak bisa memakai energi apapun dan akan menjadi lelah hanya dari sedikit bekerja berat. Tetapi dia sudah lama tidak mendapatkan uang dan ada keluarga yang harus diberi makan. Jadi dia tak bisa istirahat dan bergegas kembali ke Klinik Hui Chun untuk menjumpai pasien.
Xian Tien’er mengikuti di samping XIaoliu dan secara mengejutkan keduanya ternyata bisa sinkron. Xiaoliu memerintahkan, Tian’er melakukan, dan dari mengambil obat hingga membalut luka, Tian’er melakukan pekerjaan itu dengan sangat bagus. Dia tak takut dengan darah maupun luka-luka yang menjijikkan, dan dia begitu bersungguh-sungguh sehingga semua pasien memujinya.
Xiaoliu memuji, “Kau tak bisa memasak, kau tak bisa menjahit, kau tak bisa bebersih, tetapi kau sungguh hebat dalam melihat apa yang orang butuhkan.”
Tian’er tersenyum samar, “Kakak Liu, apa kau memuji atau menghinaku?”
Xiaoliu menambahkan, “Memeriksa pasien adalah sebuah bentuk pengamatan, kupikir kau bisa belajar pengobatan.
Tian’er mengangkat kepalanya dan menatap Xiaoliu.
Xiaoliu menambahkan, “Chuan Zi dan Ma Zi mengikutiku selama dua puluh tahun tetapi mereka tak cocok dalam pekerjaan ini. Kupikir kau bisa melakukannya, jadi kalau kau bersedia maka belajarlah dariku. Aku akan mengajarimu cara merawat kemandulan, dan dengan keahlian itu, tak peduli kemanapun kau pergi, kau takkan mati kelaparan.”
“Kakak Liu bersedia mengajariku?”
“Kenapa tidak? alau kau bekerja, maka aku bisa pensiun.”
Xian Tian’er berlutut lalu membungkuk tiga kali dan berkata tersekat, “Terima kasih, Kakak Liu.”
Masa lalu selalu mengikuti Tian’er dan bahkan meski Chuan Zi memperlakukan dirinya dengan baik, dengan pengalaman hidupnya, dia takkan pernah bisa bersandar pada pria sepenuhnya. Dia masuk makin jauhke dalam kehidupan bersama Chuan Zi, tetapi dirinya berada di pihak yang lemah, jadi dialah yang selalu menjadi orang yang memecahkan masalah apapun. Chuntao bisa bertengkar dengan Ma Zi dan pulang ke rumah orangtuanya. Namun Tian’er tidak bisa, dan juga menyadari bahwa dia tak bisa memperlakukan suaminya seperti seorang pelanggan seumur hidupnya karena hal itu tidak nyata. Dirinya tak punya keahlian dan tak punya orang yang bisa diajak bicara, tetapi dia menyembunyikan keidakberdayaannya di balik senyuman. Siapa yang tahu bahwa seseorang akan memahami dirinya dan memberinya alasan untuk merasa bangga di rumah ini, membuatnya mampu melindungi keluarga ini.
Xiaoliu dengan lembut berkata, “Bersikap baiklah pada Lao Mu. Saat kalian sudah mati dan dia masih hidup, pastikan anak-anak kalian baik kepadanya.” Xian Tian’er menatap Xiaoliu dengan sorot bertanya-tanya namun dia hanya tersenyum. Xian Tian’er tampaknya sedikit mengerti dan dia pun mengangguk takzim. “Kau tak perlu khawatir, aku akan menjaga Lao Mu dan Chuan Zi baik-baik.”
Xuan berjalan memasuki klinik dan duduk di seberang Xiaoliu, “Memberi petuah terakhir?”
Xiaoliu pergi untuk mengambil air dan memanfaatkan hal itu untuk mengendalikan emosi di matanya. Ujarnya pada Xian Tian’er, “Pergilah ke ladang untuk membantu Chuan Zi.” Tian’er menatap Xuan dan berjalan keluar.
Xiaoliu meminum air pelan-pelan sebelum mengangkat kepalanya dan menatap Xuan. “Kenapa Anda menganugerahi kami dengan kehadiran Anda?”
Xuan terdiam. “Kenapa kau menyelamatkanku?”
Xiaoliu tertawa. “Kalau kau mati, maka serangga gu dalam tubuhmu juga mati. Butuh banyak upaya bagiku untuk memelihara serangga itu, aku tak mau dia mati.” Xuan menatapnya dan Xiaoliu menuangkannya air. “Aku telah menculik Ah Nian tapi aku tak melukai dia dan hanya sedikit menggodanya. Orang-orangmu menyiksaku dan aku juga tak membiarkanmu lepas dengan mudah. Xiang Liu memanfaatkanku sebagai perangkap tapi aku menyelamatkanmu. Mari kita anggap saja itu impas, bagaimana?”
Xuan bertanya, “Kapan kau akan mengambil serangga itu dariku?”
Xiaoliu berpikir lalu berkata, “Saat kau meninggalkan Kota Qing Shui.”
Tangan Xuan menekan meja. “Kenapa bukan sekarang?”
“Kau punya ambisi besar dan seharusnya segera meninggalkan kota. Saat kau pergi, aku akan melepaskan serangganya. Serangga ini tak punya efek merugikan selain saat salah satu dari kita terluka, yang lainnya juga merasa sakit. Jadi kalau kau tak mencelakaiku, maka kau takkan kesakitan. Hal ini menjagaku tetap selamat.”
“Baiklah.” Xuan bangkit dan pergi, dan saat dia tiba di pintu, mendadak dia berbalik, “Saat kau punya waktu, kau bisa datang untuk minum bersamaku di kedai.”
Xiaoliu tersenyum. “Tentu.”
Xuan mengangkat alisnya dan menyeringai, “Dan saat kau terluka, kau mungkin ingin menahan dorongan nafsumu.”
“….” Xiaoliu kebingungan sama sekali. Kapan dia pernah punya dorongan nafsu?
Xuan menyentuh lehernya dan pergi sambil tertawa. Xiaoliu menatapnya dengan bingung dan setelah beberapa saat kemudian dia pun mulai tersenyum. Apa aku benar-benar bisa minum bersamamu? Ada sebuah suara yang menyuruhnya untuk tidak melakukannya, tetpai suara yang lain berkata bahwa dia akan segera meninggalkan kota, jadi kalau bukan saat ini, maka dia takkan pernah dapat kesempatan lagi.
***
Musim salju tiba dan pada saat itu luka-luka Xiaoliu sudah sembuh sepenuhnya. Karena dia mudah merasa lelah, beberapa bulan terakhir ini Xiaoliu tetap tinggal di dalam dan memanfaatkan waktunya untuk mengajari Xuan Tian’er.
Tian’er mempelajari pengobatan dengan tekun dan dalam kehidupan sehari-harinya yang sibuk, hubungan antara dirinya dan Chuan Zi perlahan-lahan berubah. Saat dia pertama kali menikahi Chuan Zi, dia sangat sensitif pada segala hal yang berhubungan dengan masa lalunya dan dengan sengaja menghindarinya. Sekarang dia akan menggiling obat-obatan dan terkadang melantunkan lagu yang biasa dia nyanyikan. Dahulu Tian’er takkan pernah merecoki Chuan Zi, tetapi sekarang kalau pria itu bermalas-malasan, dia akan meneriakinya. Seiring berjalannya waktu, Tian’er semakin lama semakin mirip seperti nyonya rumah.
Xiaoliu tersenyum melihat Tian’er bekerja begitu keras untuk menggenggam kebahagiaan hingga yang terkecil, bagai sebuah kuncup yang berjuang untuk tumbuh di tanah tandus. Keinginan untuk berpegang pada kehidupan adalah sesuatu yang bahkan bisa dirasakan oleh seorang pengamat.
Petangnya, salju mulai turun. Ini adalah salju pertama tahun ini dan Lao Mu menghangatkan arak dan meminta Xiaoliu serta Chuan Zi untuk minum bersamanya. Xiaoliu teringat pada undangan minum yang lain dan menatap salju dengan sorot menerawang. Tian’er membawakan sebuah lentera dan Chuan Zi sudah akan meniupnya hingga padam ketika Xiaoliu mengambilnya dan meninggalkan rumah.
Lao Mu memanggil, “Kau tak mau minum-minum,” tetapi Xiaoliu hanya melambaikan tangannya. Di bawah salju yang berguguran, Xiaoliu melangkah menyusuri jalan hingga dirinya berada di luar kedai arak. Dia tiba-tiba meragu dan berdiri di luar sambil memegangi lentera. Xiaoliu berbalik untuk pergi saat dia mendengar, “Karena kau sudah datang, kenapa tidak masuk ke dalam?” Xuan berdiri di ambang pintu dan menatap Xiaoliu.
Xiaoliu perlahan berbalik dan tersenyum. “Aku tak melihat adanya cahaya sedikit pun jadi kukira tak ada orang di rumah.”
Xuan tersenyum dan tak membantah alasan Xiaoliu. Xiaoliu mengikuti di belakang Xuan dan berjalan melewati toko menuju halaman belakang. Entah sejak kapan Xuan telah menanam pohon bunga prem, tetapi kini bunga-bunga itu menyelimuti seluruh halaman dengan keharumannya.
Xuan melihat Xiaoliu memandangi bunga prem dan berkata, “Ah Nian menginginkannya, jadi aku menanamnya untuk dia.”
Xiaoliu berkata, “Kau tentu sangat baik kepada saudarimu.” Kata-kata yang sama yang dulu pernah terucap sebagai kelakar, hari ini terasa pahit. Keduanya duduk di atas alas hangat dan Xuan mengeluarkan beberapa makanan dan memanaskan sebuah tungku untuk menghangatkan arak. Pintu dan jendela terbuka seshingga salju dan bunga prem yang berguguran di luar menciptakan sebuah pemandangan yang indah.
Keduanya tak bicara dan hanya minum. Satu masih waspada dan tak ingin bicara omong kosong, yang lain menahan rasa sakit di hati dan tak punya kata-kata untuk diucapkan.
Tempat ini adalah kedai arak, jadi satu-satunya hal yang berlimpah di sini adalah arak. Arak ditenggak seperti air dan Xiaoliu mulai mabuk. Dia tertawa, “Bagaimana Ah Nian bisa tidak keberatan dengan aku minum-minum di sini?”
Xuan tertawa. “Dia itu tidak kuat minum. Satu cawan dan bablaslah dia. Sepertinya dia sedang bermimpi indah saat ini.
Xiaoliu menambahkan, “Aku tahu kalau kalian adalah Dewa, dan juga dari keluarga yang kuat. Kenapa datang ke Kota Qing Shui dan menjalani kehidupan yang berat?”
Xuan menjawab, “Kukira kau tahu alasannya.”
“Membunuh Xiang Liu?” Xiaoliu menggelengkan kepalanya, “Tidak, kalian tak perlu melakukan pembunuhan apapun dengan tangan kalian sendiri kalau ingin seseorang dibunuh.”
Xuan tersenyum dan tak mengatakan apa-apa. Xiaoliu mendesaknya, “Katakan padaku!”
“Alasan sebenarnya, bahkan bila aku mengatakannya pada siapapun, tak ada yang akan memercayaiku.”
“Aku akan memercayaimu.”
“Kalau begitu… baik! Akan kukatakan padamu! Aku belajar membuat arak dari guruku. Pada suatu saat yang langka, Guru mabuk. Dia menceritakan padaku kisah tentang masa mudanya. Waktu itu dia belum menjadi kepala keluarga. Dia berkelana di rimba raya sebagai orang biasa. Di sebuah kota kecil, dia menjadi seorang pandai besi yang menjalani kehidupan fana. Suatu hari seorang pria muda datang untuk memintanya menempa sebuah senjata. Mereka minum-minum saat Guru menempa dan arak paling lezat yang dijanjikan juga adalah yang terkuat. Jadi mereka mabuk bersama-sama, dan Guru pun mendapatkan satu-satunya sahabat sejati dalam hidupnya. Aku teringat kisah ini dan sejak kecil, aku ingin mencoba menjalani hidup sebagai orang biasa. Mungkin… aku bisa bertemu seseorang yang bisa menjadi sahabat sejatiku.”
Xuan selesai bercerita dan menatap Xiaoliu. “Apa kau memercayaiku?”
“Percaya!”
“Kenapa? Tidakkah kau berpikir kalau alasan ini absurd?”
“Aku tahu kalau kau mengatakan yang sebenarnya.”
Xuan mengesah. “Tapi aku bukan guruku. Aku menjual arak, tapi aku tidak benar-benar menjalani hidup sebagai orang biasa.”
Xiaoliu tertawa dan menghiburnya. “Semua orang punya pengalaman hidupnya masing-masing. Kau sudah mengalami banyak hal.”
Xuan mencemooh, “Yeah, setidaknya Guruku tak punya serangga gu yang ditanamkan pada dirinya.”
Xiaoliu menopang kepalanya dan tertawa, “Kalau begitu kau harus berterima kasih kepadaku.”
Xuan bertanya, “Kenapa kau menyelamatkanku?”
Xiaoliu memegangi kendi arak. “Aku belum mabuk, tak usah coba-coba berusaha mendapatkan informasi dariku.”
Xuan tertawa, “Kalau begitu aku akan menunggu sampai kau mabuk baru kemudian bertanya.”
Xiaoliu menangkis, “Mustahil.”
Xuan bertanya, “Kenapa?”
Xiaoliu meminum tiga cawan arak secara berturut-turut. “Karena aku akan tidur.” dan kemudian berbaring di atas alas dan serta merta tertidur.
Xuan mengguncangnya. “Kau itu punya ketahanan yang tinggi!” Dia lalu menutup pintu dan jendela, meminum beberapa cawan lagi, dan berbaring pada alas lalu juga tertidur. Di tengah malam, dia terbangun dan melihat Xiaoliu sudah pergi. Xuan tersenyum.
***
Beberapa hari kemudian, arak bunga prem yang telah Xuan buat tahun lalu sudah siap untuk diminum. Dia menjual arak di pagi hari, dan malamnya dia begitu bersemangat hingga membawa dua kendi arak untuk menemui Xiaoliu.
Xiaoliu terhenyak saat melihat dirinya namun mengundangnya masuk. Tak ada cawan yang bagus di rumah ini, jadi Xiaoliu mengambil dua buah mangkuk, beberapa potong cemilan leher bebek dan ceker ayam yang biasa dia makan, dan menghidangkannya. Keduanya minum dalam diam seperti biasa. Setelah mereka selesai, keduanya merasa sedikit mabuk.
Xuan bertanya, “Kenapa kau ada di Kota Qing Shui ini?”
“Berkelana di dunia, aku berkelana hingga kemari. Aku menyukainya jadi memutuskan untuk tinggal.”
“Kau dan Xiang Liu si Sembilan Nyawa itu… sangat dekat?”
Xiaoliu membalas, “Pertanyaan ini tidak cocok untuk dijawab sambil minum-minum.”
“Kalau begitu minumlah beberapa mangkuk lagi kemudian baru jawab.”
Xuan menuangkan semangkuk besar arak untuk Xiaoliu dan Xiaoliu meminumnya. “Aku takut padanya, tapi aku tidak membencinya. Aku tidak menjadi musuhnya, tpai juga bukan temannya.”
Xuan menjawab, “Dia terlalu pintar, kalau tidak aku benar-benar ingin duduk dan minum-minum dengan tenang bersamanya sekali waktu.”
Xiaoliu bertanya, “Kau dan Ah Nian… apakah benar hanya ada perasaan antarsaudara di antara kalian?”
Xuan tertawa. “Sekarang pertanyaan ini baru cocok untuk dijawab sambil minum-minum.”
Xiaoliu menuangkan semangkuk besar arak untuknya dan Xuan pun menandaskannya. Dia tak mengatakan apa-apa jadi Xiaoliu menuangkannya semangkuk lagi. Dia menelannya dan mengeluarkan sebuah kantong dari balik pakaiannya. Dia membukanya dan menarik keluar sebuah benda berbulu yang tampak seperti bola salju. Dia mengguncangnya dan benda itu pun terurai menjadi sebuah ekor rubah putih. “Ini adalah harta berharga adik sepupu perempuanku. Saat kami berpisah, dia memberikannya padaku tapi bilang bahwa ini aku hanya bisa memainkannya untuk sementara saja. Namun waktu sementara itu telah menjadi tiga ratus tahun.”
Xuan membelai ringan ekor rubah putih tersebut. “Adik sepupuku itu adalah putri dari Bibi dan Guruku. Aku telah berjanji pada Bibiku bahwa aku akan menjaga adik sepupuku, tetapi aku telah melanggar janjiku. Saat adikku masih kecil, dia menghilang. Mereka semua bilang kalau dia sudah mati, tapi aku masih punya secercah harapan. Aku berharap kalau dia masih hidup dan akan kembali untuk meminta lagi ekor rubah ini. Ah Nian juga adalah putri dari Guruku. Aku baik kepadanya karena rasanya seperti bersikap baik kepada adik sepupuku yang hilang.”
Xiaoliu tampak benar-benar terpengaruh dan harus berpegangan pada Xuan. Diangkatnya sebuah mangkuk dan memakainya untuk menyeka setetes air mata. Xuan menggulung kembali ekor rubah itu hingga membentuk bola dan memasukkannya ke dalam kantong, lalu menyelipkan kantong itu dengan aman di sisi tubuhnya. Dia menuangkan lebih banyak arak lagi dan minum dengan Xiaoliu.
Setelah dua kendi arak habis, keduanya jatuh tertidur karena mabuk. DI tengah malam, Xiaoliu terbangun untuk mendapati bahwa Xuan telah pergi. Xiaoliu tak bisa kembali tertidur, jadi dia berbaring terjaga hingga matahari terbit.
Selama sisa musim dingin, Xuan dan Xiaoliu seringkali akan minum-minum bersama. Pada mulanya, keduanya hanya berbasa-basi, tetapi setelah beberapa saat, Xuan benar-benar memandang Xiaoliu sebagai seorang teman dan bahkan akan bertanya padanya cara memakai racun. Xiaoliu sangat jujur dan terbuka pada Xuan, mengatakan pada pria itu semua tentang racun dan bagaimana cara menyembuhkannya serta mencampurnya. Dia bahkan membagi beberapa cara sederhana untuk menghindari racun. Terkadang Xiaoliu akan dengan tulus memperingatkannya,”Xiang Liu ingin membunuhmu. Bahkan bila dia tak bisa mengirim prajurit ke Kota Qing Shui, pasukan perlawanan Shen Nong berpusat di dekat sini selama ratusan tahun terakhir. Kau benar-benar harus segera pergi.”
Xuan berpikir kalau mereka adalah teman sejati, tetapi saat dia ingin lebih dekat lagi, Xiaoliu akan berpura-pura tak tahu.
Keduanya terlihat seperti hanya teman di luarnya saja. Saat mereka mabuk, mereka bisa tertawa. Saat mereka sadar, mereka adalah orang asing.