Eternally Yearning For You / Lost You Forever / 長相思 - Chapter 5
- Home
- Eternally Yearning For You / Lost You Forever / 長相思
- Chapter 5 - Ingin Berpasrah Pada Gunung dan Sungai
Lao Mu pergi untuk membeli bahan makanan, Chuan Zi pergi untuk mengantar obat-obatan, dan Xian Tian’er sedang di kamar belajar menjahit baju untuk Chuan Zi. Tanpa ada pasien seorang pun, Xiaoliu telentang di atas dipan, tidur. Saat dia bangun masih tak ada pasien juga, jadi dia mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri. Tak bisa membiarkan diri lumutan seperti ini, lebih baik menemukan sesuatu untuk dikerjakan.
Liao Liu memutuskan untuk pergi ke kedai arak Xuan untuk minum-minum. Ditautkannya tangan ke belakang dan menggumam kecil, melompat-lompat sepanjang jalan hingga Xuan melihatnya dan dengan hangat memanggil, “Kak Liu, kau mau minum apa?”
Xiaoliu menemukan sebuah tempat di pojok dan duduk lalu menjawab hangat, “Apapun yang dipilih oleh Saudara Xuan.”
Xuan membawakannya seguci arak dan sepiring kacang mede. Xiaoliu menatap sekeliling, mengupas mede, dan meminum araknya. Kemudian dia melihat di sudut seberang ada seorang pria yang mengenakan pakaian rapi berhias mewah dan topi jerami yang menutupi wajahnya. meski wajahnya tersembunyi dan dia tak mengenakan perhiasan mewah apapun, namun pembawaannya yang elegan membuat orang merasa hormat kepadanya. Xiaoliu menguras otaknya, berpikir kapan orang bergaya seangkuh itu datang ke Kota Qing Shui saat seorang gadis pelayan cantik bergegas masuk dan membungkuk kepada orang itu sebelum berdiri di belakangnya. Dia adalah Jing Ye yang berpakaian seperti laki-laki.
Xiaoliu mengerti dan langsung merundukkan kepalanya untuk berfokus pada mengupas mede. Di atas meja yang di sana juga ada sepiring mede, mulanya tak tersentuh tetapi kini pria itu juga mengupasnya. Namun dia tak memakannya dan alih-alih meletakkannya kembali ke piring dengan rapi.
Shiqi mengatakan sesuatu dalam suara rendah dan Jing Ye membungkuk lalu mundur. Dia menghampiri dan duduk di sisi Xiaoliu kemudian meletakkan sepiring mede yang sudah terkupas di hadapannya.
Hai Tang keluar untuk menyalami para tamu, duduk di belakang konter dan menghitung uang, ssesekali melirik ke arah Shiqi dan Xiaoliu. Karena Hai Tang, bisnis di kedai ini menjadi lebih sibuk karena semakin banyak pria yang datang untuk membeli arak. Mereka yang punya uang duduk di dalam, mereka yang tak punya uang memegangi mangkuk mereka dan duduk di luar, semuanya mengerling pada Hai Tang.
Setelah beberapa mangkuk arak masuk ke perut, lidah pun mulai menjadi lemas. Hal menarik apapun yang terjadi di Kota Qing Shui bisa didengar dalam percakapan di sini. Xiaoliu terkesan pada Xuan, membuka toko ini adalah ide hebat!
“Tak ada yang menarik. Ada sesuatu yang bahkan lebih besar yang terjadi di kota!”
“Apa? Katakan!”
“Biar kuuji kalian lebih dahulu. Selain Xuan Yuan, Gao Xing, dan Shen Nong, dalam rimba raya ini, apa lagi klan yang kuat dan terkenal?”
“Siapa yang tidak mengetahuinya? Di bawah ketiga Keluarga Kerajaan, di puncak urutan adalah Empat Klan Agung – Keluarga Chi Shui, Keluarga Xi Ling, Keluarga Tushan, dan Keluarga Gui Fang. Selain Keempat Klan Agung itu, di Dataran Tengah ada Enam Keluarga Besar. Dan di bawah Enam Keluarga Besar ada beragam klan lebih kecil dengan kekuasaan menengah seperti Keluarga Jin Tian di Selatan, Keluarga Fangfeng di Utara…. Tapi tak satu pun dari mereka yang bisa dibandingkan dengan Empat Klan Agung.”
“Keluarga Tushan berpusat di Kota Qing QIu. Dari awal waktu hingga sekarang, setiap generasi melakukan perdagangan. Bisnis mereka menyelimuti setiap bagian dari rimba raya. Mereka memiiki begitu banyak uang sehingga bahkan tak dianggap sebagai uang. Kudengar bahkan keluarga Kerajaan Xuan Yuan dan Shen Nong telah meminjam uang dari klan itu. Sungguh suatu kekayaan yang bisa menyaingi sebuah negara. Yang akan kukatakan melibatkan Keluarga Tushan itu.”
“Jadi tentang apa itu? Cepat katakan pada kami!”
“Aku punya informan yang bisa dipercaya yang mengatakan bahwa Tuan Muda Kedua Klan Tushan sekarang ada di Kota Qing Shui!”
“Apa? Tak mungkin.”
“Bicara tentang Tuan Muda Kedua Klan Tushan, dia pasti adalah sosok yang mengesankan. Generasi yang ini hanya memiliki dua orang putra, sepasang saudara kembar laki-laki yang terlahir dari ibu dan ayah yang sama. Tetapi kudengar Tuan Kedua itu sangat hebat dan sejak kecil dia telah melampaui Tuan Pertama. Dia membuat semua keputusan dalam keluarga.”
“Di seluruh rimba raya, tak peduli apakah itu adalah wilayah Xuan Yuan ataupun Gao Xing, bisnis mereka menjangkau ke sana. Bisa kau bayangkan betapa kayanya mereka? Kudengar Tuan Muda Kedua ini sangat tampan, berbakat dalam segala bidang seni dari musik hingga lukisan hingga catur, seorang pembicara cerdas dan cendekiawan serbabisa. Julukannya adalah Tuan Muda Qing Qiu. Begitu banyak keluarga ternama ingin menikahkan putri mereka kepadanya. Nyonya Besar Keluarga Tushan menyeleksi dengan seksama dan akhirnya memilih putri dari Keluarga Fangfeng. Kudengar gadis itu telah mengikuti ayah dan saudara-saudaranya ke mana-mana saat tumbuh dewasa, dia hebat dan sangat berpengalaman, secantik bunga dan mampu menembakkan panah dengan amat sangat baik.”
“Putra tertua Tushan menyedihkan bila dibandingkan, dia menikahi seorang gadis pelayan dan bahkan tak bisa berkompetisi dalam mendapatkan warisan.”
“Sembilan tahun yang lalu saat kedua keluarga sudah akan menggelar upacara pernikahan, dan bahkan undangan telah disebarkan, tepat sebelum pernikahan, putra kedua Tushan tiba-tiba jatuh sakit dan membatalkan pernikahannya. Selama bertahun-tahun ini, Tuan Kedua telah bersembunyi menyembuhkan diri sementara Tuan Pertama lah yang menangani semua urusan klan.”
“Nona Fangfeng itu pastinya adalah seorang gadis yang setia. Saat keluarganya ingin membatalkan pertunangan, dia mengenakan gaun pernikahannya dan berlari ke Qing Qiu dan berkata pada Nyonya Besar Tushan, “Terlahir untuk masuk ke Keluarga Tushan, dikuburkan di makam Keluarga Tushan.” Nyonya Besar sangat tersentuh hingga meneteskan air mata, dan selama bertahun-tahun sejak saat itu Nona Fangfeng telah tinggal di kediaman Tushan membantu Nyonya Besar dengan urusan rumah tangga.”
“Sekarang karena Keluarga Tushan telah mendengar bahwa Tuan Kedua sudah pulih, kedua keluarga pun melanjutkan persiapan pernikahan dan ingin pernikahan itu dilangsungkan secepat mungkin.”
“Mendengar Tuan Kedua Tushan berada di Kota Qing Shui ini, sepertinya dia sudah siap untuk mengambil alih dalam menjalankan urusan bisnis keluarga.”
Kerumunan pun mulai mendiskusikan tentang pertarungan memperebutkan warisan yang akan muncul di antara Tuan Pertama dan Tuan Kedua, berusaha menerka-nerka siapa yang akan muncul sebagai pemenangnya.
Xiaoliu menata kacang mede di atas piring, pertama membentuk bunga, dan kemudian membentuk bulan sabit.
Orang di sisinya sekaku tongkat, tangannya menggenggam mede erat-erat hingga berubah bentuk menjadi bubuk.
Xiaoliu meminum araknya dan menggoda, “Hei, siapa namamu? Saat kelak aku bertemu denganmu, aku tak bisa berpura-pura tidak mengenalmu tapi aku juga tak bisa lagi memanggilmu Shiqi! Bahkan bila kau tak keberatan, istrimu pasti akan menembakkan panah padaku.”
Beberapa saat kemudian, dengan tampang pedih Shiqi berkata, “Tushan Jing.”
“Tushan… bagaimana menuliskannya?”
Jing memercikkan sedikit arak dan menuliskan namanya untuk Xiaoliu yang tertawa dan bertanya, “Dan siapa nama calon istrimu?”
Tangan Jing membeku di atas meja. Xiaoliu tersenyum, “Enam tahun, aku membiarkanmu tinggal selama enam tahun. Beri aku enam tahun tanpa membayar sewa dan kemudian kita takkan saling berhutang apapun!”
Xiaoliu bangkit untuk pergi tetapi Jing menangkap lengannya. Xiaoliu menyentakkannya beberapa kali tetapi Jing tak pernah mau melepaskannya. Xiaoliu menyadari untuk pertama kalinya bahwa Jing yang biasanya lembut sebenarnya cukup kuat dan sudah cukup untuk menundukkannya.
Xuan menghampiri sambil tertawa, “Kak Liu sudah mau pergi?”
Xiaoliu tersenyum, “Ya, kau punya bisnis besarmu, aku punya klinik pengobatan kecilku. Kalau aku tidak pergi, haruskah aku tinggal selamanya? Aku tak bisa membantumu dengan pekerjaanmu.”
Jing melepaskan cengkeramannya dan XIaoliu mengguncang lepas tangannya, menyerahkan uang pada Xuan, dan berjalan keluar kedai sambil bersenandung.
Kemunculan Tuan Kedua Keluarga Tushan membuat Kota Qing Shui menjadi lebih hidup saat orang-orang berebut untuk mendapatkan kesempatan dan kemajuan. Semua orang mendiskusikan dirinya. Bahkan Tukang Daging Gao mengeluh pada Lao Mu bahwa semua toko di jalan adalah milik Keluarga Tushan. Chuan Zi dan Tian’er tak memikirkan apa-apa soal itu karena orang-orang itu bagaikan bintang-bintang, begitu jauh di atas jangkauan mereka. Lao Mu punya pertanyaan tetapi satu kali lihat pada wajah tenang Xiaoliu dan hal itu membuatnya lega. Tak mungkin, pasti tak mungkin Shiqi!
Xiaoliu tak mau lagi pergi ke tepi sungai. Dia mengunci pintu menuju halaman dan berbaring di atas dipan untuk menghitung bintang-bintang. “Tiga ribu tiga ratus dua puluh tujuh….”
Kepingan salju putih melayang turun dari angkasa dan Xiaoliu kaget dengan senang, namun tanpa suara dia menghilangkan senyumnya dan memejamkan matanya.
Xiang Liu menunduk menatapnya dari tempat tinggi di udara. “Berhenti pura-pura tidur.”
Xiaoliu menekankan tangannya ke telinga. “Aku tidur, aku tak bisa mendengar apa-apa.”
Xiang Liu melambaikan tangannya dan sehembus angin kencang pun meniup semuanya dari atas dipan. Dia kemudian duduk dan menatap Xiaoliu.
Xiaoliu merasakan dua bilah pisau menggores maju mundur di wajahnya. Dia bertahan, dan bertahan, hingga akhirnya dia tak mampu bertahan lagi… dia membuka matanya. “Tuanku tidak sibuk di pegunungan, apa yang Anda lakukan di halaman kecil saya ini?”
“Pria di sampingmu, dia dari Klan Tushan?”
“Siapa? Ma Zi? Chuan Zi?” Xiaoliu membuka matanya dan bertanya tulus.
“Aku ingin bersikap lebih baik kepadamu tapi kau selalu punya cara untuk membutku ingin menggigit dan memuntir lehermu.” Xiang Liu meletakkan kedua tangannya pada kepala Xiaoliu dan perlahan menundukkan kepalanya. Di bawah cahaya rembulan, kedua giginya memanjang membentuk taring setajam hewan buas manapun.
Xiaoliu berkata, “Kau sungguh semakin dan semakin ceroboh dengan imejmu. Terakhir kali ada mata iblis, kali ini taring hewan buas. Aku tahu kalau kau adalah monster iblis, tapi mengetahui itu berbeda dengan melihat dengan mata kepalaku sendiri . Kau seharusnya tahu bahwa kami orang-orang ini, tak peduli dewa ataupun manusia, kami menyukai gambaran luar dan kami tak peduli dengan apa yang ada di dalam. Bahkan dnegan apa yang kami makan, kami peduli dengan bagaimana penampilan dan baunya. Istri-istri yang kami nikahi harus cantik. Tak seperti kalian para iblis, memilih yang paling montok dan gemuk….”
Taring Xiang Liu menyusut dan dia menepuk-nepuk pipi Xiaoliu. “Belakangan ini apa kau kesepian?”
Xiaoliu mendesah. “Orang yang terlalu pintar cenderung mati muda. Tetapi kau bukan orang, kau adalah iblis… jadi kau akan mati lebih cepat lagi!”
Xiang Liu mencengkeram leher Xiaoliu dan menekan, “Pria itu, yang selalu kau sembunyikan setiap kali aku muncul, apakah dia putra kedua Klan Tushan?”
Xiaoliu berpikir dan tahu kalau Xiang Liu takkan memercayainya kalau dia bilang tidak. “Ya.”
“Bagus.” Xiang Liu melepaskan dirinya.
Xiaoliu melihat pria itu tersenyum dan seluruh bulu kuduknya pun berdiri. “Aku tidak dekat dengannya, kalau kau menginginkan sesuatu, kau pergilah temui dia sendiri.”
“Aku bahkan lebih tidak mengenal dia. Aku lebih mengenalmu.”
Xiaoliu tertawa, “Lelucon seorang iblis sangat tidak lucu!”
Xiang Liu berkata, “Belakangan ini cuacanya sangat panas dan ada penyakit yang menyebar di pegunungan, maka obat-obatan sangat dibutuhkan. Suruh Tushan Jing memberikan obat-obatan untuk kami.”
Xiaoliu duduk tegak. “Kenapa? Kau pikir kau siapa?”
Xiang Liu tersenyum pada Xiaoliu, “Aku adalah seseorang yang bisa memakanmu.”
“Aku lebih memilih kau memakanku daripada pergi mencari dia.”
Xiang Liu mengira-ngira dengan lantang, “Apa kau ingin tahu seperti apa putra tertua Klan Tushan? Sembilan tahun yang lalu, dia menghilang tepat sebelum pernikahannya. Kalau aku menghubungi putra tertua dan meminta obat kepadanya lalu dia memintaku membunuh seseorang, seberapa besar kemungkinan Tuan Muda Qing Qiu untuk tetap hidup?”
Xiaoliu meludah lewat gigi yang digertakkan, “Tak heran kalau namamu nomor satu dalam daftar orang yang paling dicari. Aku benar-benar ingin memakai kepalamu untuk ditukarkan dengan uang hadiah itu.”
Xiang Liu tertawa keras-keras dan tiba-tiba bergerak tepat di depan wajah Xiaoliu dan berkata lamat-lamat, “Aku punya sembilan kepala, ingatlah untuk menajamkan pisaumu baik-baik.”
Xiaoliu memelototinya, mereka berdua berada sangat dekat hingga napas mereka bercampur.
Sesaat kemudian Xiaoliu berkata, “Kalau aku membantumu, hal baik apa yang akan dia dapatkan.”
Xiang Liu perlahan bergerak menjauh dari Xiaoliu. “Saat urusan di pegunungan tidak terlalu menyibukkan, terkadang aku menjadi pembunuh sewaan, dan cukup terkenal dalam hal itu. Kalau putra tertua Tushan memintaku membunuhnya, aku takkan mengecewakan dia. Kalau dia ingin aku membunuh putra tertua Tushan, aku akan menerima pekerjaan itu.”
“Dia baru saja pulang, dia mungkin tak bisa menggunakan uang dan orang-orang keluarganya.”
“Kau meremehkan dia! Hanya satu palet obat-obatan, baginya itu bukan apa-apa. Klan Tushan mengerjakan segala macam bisnis. Dulu, dia pernah menjual barang-barang yang jauh lebih berbahaya kepada pasukan Shen Nong.
Xiaoliu ebrtanya, “Kali ini, kenapa kau tak membelinya secara langsung dari Klan Tushan?”
Xiang Liu menjawab dingin, “Tak ada uang!”
Xiaoliu ingin tertawa namun tak berani kalau-kalau dia membuat Xiang Liu marah. Ditengadahkannya kepala untuk menatap bintang-bintang. “Kau adalah iblis, membantu Shen Nong yang sama sekali tak ada hubungannya, apakah sepadan?”
Xiang Liu tertawa. “Kau bisa membuang-buang waktumu untuk mengurus sekumpulan pecundang itu. Kenapa aku ak bisa membuang-buang waktuku untuk melakukan hal-hal tak berguna?”
Xiaoliu tersenyum. “Kau benar. Dalam kehidupan yang panjang ini, orang harus menemukan sesuatu untuk dikerjakan. Baiklah, ayo pergi menemui dia.”
Xiaoliu bangkit dan berjalan keluar pintu, tetapi Xiang Liu meraih punggungnya. “Dia ada di tepi sungai.” Xiaoliu pun berjalan ke tepi sungai dengan Xiang Liu mengikuti di belakangnya.
Jing mendengar sebuah suara dan berbalik dengan raut gembira, namun segera dia melihat sebuah sosok putih di belakang Xiaoliu, pongah serta liar, sama sekali tak tersentuh oleh dunia. Xiaoliu berjalan ke tepi sungai dan menatap ke kejauhan.
Xiaoliu menghampiri Jing dan merasa agak canggung. Dia terbatuk dan bertanya, “Apa belakangan ini kau baik-baik saja?”
“Ya.”
“Apa Jing Ye sehat?”
“Ya.”
“Lan….”
Sorot dingin Xiang Liu meliriknya dan Xiaoliu buru-buru berkata, “Ada sesuatu yang ingin kuminta darimu.”
Jing menjawab, “Ya.”
“Aku perlu sejumlah obat-obatan.” Xiang Liu melemparkan sebuah tabung, Xiaoliu menangkapnya dan menyerahkannya kepada Jing. “Di dalam adalah rinciannya.”
“Ya.”
“Saat obat-obatannya sampai di Kota Qing Shui, hubungi aku dan Xiang Liu akan pergi mengambilnya.”
“Ya.”
Bisnis ini selesai hanya dengan seperti itu? Begitu mudah? Xiaoliu menambahkan, “Aku tak punya uang untuk membayarmu, kau tahu itu kan?”
Jing menundukkan matanya. “Kamu.Ttak usah membayar.”
Xiaoliu tak tahu harus berkata apa lagi, jadi dia menatap pada Xiang Liu. Pria itu mengangguk, jadi Xiaoliu berkata pada Jing, “Kalau begitu… terima kasih. Aku, aku sudah selesai.”
Jing mulai berjalan pergi dan saat dia melewati Xiaoliu, suara lirihnya terbawa oleh angin. “Sejak saat ini, jangan ucapkan terima kasih.”
Xiaoliu berdiri diam selama sesaat lalu berkata pada Xiang Liu, “Aku akan pulang untuk tidur. Kau pergilah sendiri!”
Xiang Liu menangkap kerah bajunya dan menariknya kembali, “Sebelum aku mendapatkan obatnya, kau bersamaku.”
Bola Bulu mendarat dan Xiaoliu melompat ke punggung rajawali itu kemudian tertawa seakan tidak peduli. “Baiklah. Belakangan ini aku sudah membuat racun baru dan aku jadi bisa mengujinya.”
Bola Bulu membawa mereka ke pegunungan yang sangat sangat dalam. Xiaoliu memejamkan matanya dan mengingatkan Xiang Liu, “Kau pikirkan lagi hal ini. Aku takut pada rasa sakit, tidak setia, bersedia membelot dengan mudah. Kalau kelak pasukan Xuan Yuan menangkapku, aku akan memberitahukan segalanya kepada mereka begitu aku melihat adanya tanda-tanda penyiksaan.”
Xiang Liu tak mengatakan apa-apa.
Xiaoliu mencengkeram leher Bola Bulu dan tertidur. Saat dia tertidur nyenyak, dia bisa merasakan Bola Bulu menurunkan ketinggian. Xiang Liu menurunkannya dari sang rajawali. “Buka matamu.”
“Nggak!” Xiaoliu memegangi tangan Xiang Liu dengan mata masih terpejam rapat, “Aku takkan memberimu alasan untuk membunuhku nantinya!”
Tangan Xiang Liu membeku dan Xiaoliu tertawa licik. Xiang Liu bergerak begitu cepat sehingga Xiaoliu hanya bisa berpegangan pada tangan pria itu saat dirinya tersaruk-saruk diseret ke dalam markas pasukan. Xiang Liu berkata, “Kita ada di markas. Semuanya terdiri dari rumah, jadi kalau kau tak mengintip ke mana-mana kau takkan bisa menemukan lokasi tempat ini.” Xiang Liu berjalan memasuki sebuah gubuk kayu dan Xiaoliu mengikuti. Tempat itu kosong hanya dengan sebuah dipan sempit, beberapa permadani kulit hewan tergeletak di atas tanah, dan sebuah peti kayu di ujung dipan untuk meletakkan pakaian. Sebuah meja berada di atas permadani itu dengan satu set cangkir teh serta alat tulis.
Sebagai salah seorang pimpinan pasukan pemberontak namun kondisi hidupnya begitu payah. Xiaoliu diam-diam mengesah karena benar-benar tak mengerti apa yang ingin didapatkan oleh iblis berkepala sembilan ini dari semua ini. Di luar sudah gelap dan Xiang Liu tentu saja tidur di atas dipan sementara Xiaoliu membungkus dirinya dalam selimut dan meringkuk di atas permadani untuk tidur.
—
Paginya, Xiang Liu pergi sehingga Xiaoliu memanjat ke atas dipan dan melanjutkan tidurnya. Terdengar suara-suara rapalan dan seruan yang teratur dari luar, mulanya kedengaran menarik tetapi beberapa saat kemudian Xiaoliu berharap dirinya tuli. Hari demi hari, tahun demi tahun, pelatihan pasukan yang berulang ini sungguh membosankan namun dibutuhkan untuk menjaga agar bilah pedang tetap tajam dan moral tetap tinggi. Tetapi apakah tekad mereka sepadan? Para prajurit ingin melindungi tanah air mereka, melindungi rakyat mereka, namun kini mereka bersembunyi di pegunungan tanpa punya tanah air maupun rakyat untuk dilindungi.
Mendadak Xiaoliu merasa agak terkesan dengan Xiang Liu. Para iblis pada dasarnya liar dan tak tak tertakhlukkan, tak mau mengikuti aturan dan otoritas, serta tentunya tak punya keinginan akan status. Namun Xiang Liu terkendali dalam sifat pemberontaknya untuk menjalani kehidupan sehari-hari yang fana, melakukan hal yang mungkin merupakan sesuatu yang amat dia benci. Saat Xiang Liu selesai melatih para prajurit, dia pun kembali ke pondok.
Xiaoliu duduk di depan meja mengurus dirinya sendiri. Di dalam wadah teh terdapat sesuatu yang aneh tetapi Xiaoliu hanya mengumam tentang kehidupn dan melemparkannya ke dalam poci teh untuk menyeduh sesuatu yang kelihatan seperti teh. Xiang Liu duduk di atas permadani dan bersandar pada dipan, seakan menunggu untuk menertawai Xiaoliu. Yang mengejutkannya, Xiaoliu menyesap sekali, sedikit mengerutkan wajahnya, sebelum meneruskan dan menghabiskan seluruh isi cangkir teh itu.
Xiang Liu berkata, “Sekarang aku percaya kalau kau telah dipaksa untuk memakan banyak benda aneh dan menjijikkan.’
Xiaoliu tersenyum, “Aku tak eprnah ebrbohong. Aku hanya suka mengatakan banyak omong kosong.’
Xiang Liu menambahkan, “Setelah aku menghabiskan tehnya, aku memasukkan ke dalam wadahnya bola-bola beraroma yang dipakai untuk mengusir serangga. Kudengar bola-bola itu dibuat dari kotoran suatu hewan aneh.” Wajah Xiaoliu berubah warna tetapi dia memaksa dirinya untuk tetap tenang. Xiang Liu terkekeh pelan, sebuah suara kegembiraan yang tulus. Xiaoliu melihat bagaimana mata dingin nan tampannya seakan meleleh bagai air musim semi dan Xiaoliu ingin membekukan momen ini.
Seorang prajurit melapor dairi luar, “Jenderal Xiang Liu, dua orang prajurit lagi telah meninggal.” Tawa Xiang Liu berhenti dan dia langsung berdiri dan berjalan keluar. Xiaoliu dengan ragu melangkah ke pintu. Ada dua jenazah lagi di atas pembakaran. Xiang Liu berjalan ke tempat di mana ada ratusan prajurit sedang berbaris. Dia menuangkan tiga cangkir arak dan kemudian menyaakan api. Dalam jilatan lidah api, wajah-wajah para pria itu menampakkan keakraban mereka dengan kematian, namun dalam lagu duka yang mereka nyanyikan, menyampaikan penderitaan mereka yang mendalam. Nyanyain mereka tidak serempak, meleset di dalam dan di luar, seakan bertanya-tanya mengenai penyebabnya dan apa artinya semua ini dalam jangka panjang.
Memang benar bahwa Huang Di merebut paksa tanah miik Shen Nong. Tetapi Kerajaan Shen Nong sudah tidak ada lagi dan orang-orang yang tinggal di sana hanya ingin menjalani kehidupan yang damai. Mereka tak peduli mengenai siapa yang menjadi Kaisar, dan bahkan sudah mulai berbicara dengan nada hangat tentang kecerdasan dan kemurahan hati Huang Di. Orang-orang tak peduli tentang sisa-sisa prajurit Shen Nong yang menolak untuk menyerah. Ribuan tahun kemudian, tekad mereka takkan diingat.
Hanya dengan menyerah, membungkuk rendah, barulah mereka bisa mendapatkan istri yang manis, anak yang lucu, bahkan mungkin kemakmuran yang diberikan oleh sang Kaisar. Namun mereka tetap bersikeras untuk menggenggam keyakinan mereka, berpegangan pada sesuatu yang tak lagi dipedulikan oleh sebagian besar orang, merisikokan nyawa mereka demi hal itu.
Roda sejarah sudah berputar namun mereka tetap dengan keras kepalanya berakar di tempat, dengan tangan terentang berusaha untuk memutar balik roda itu. Namun mereka adalah orang-orang yang telah dilupakan sang waktu, mereka akan melawan arus, dan mereka ditakdirkan untuk musnah. Xiaoliu tahu mereka itu bodoh, dan merasa iba kepada mereka, namun dia juga mau tak mau merasa hormat kepada mereka.
Pada saat inilah, Xiaoliu tiba-tiba menyadari kenapa pertanyaan mengejeknya yang terakhir kepada Xiang Liu tentang kenapa dia bekerja untuk Gong Gong dan melakukan hal-hal tak berguna, menyarankan supaya Xiang Liu mengkhianati Gong Gong dan memasukkan pertaruhannya di pihak Huang Di, pertanyaan itu akan membuat Xiang Liu melontarkan amarah yang penuh kegelapan. Di dunia ini, ada tekad yang mungkin bisa dihancurkan, mungkin bisa dimusnahkan, tetapi takkan pernah mungkin bisa dilecehkan!
Xiang Liu perlahan berjalan kembali dengan lagu kedukaan menggelayut di belakangnya. Xiaoliu menyandar pada pintu dan menatap pria itu berjalan masuk dalam cahaya mentari terbenam semerah darah, rambut putih dan jubah putihnya tetap murni dan tak tersentuh. Xiang Liu berhenti di hadapan Xiaoliu, sorot mata dinginnya mengandung sejumlah penghinaan, tetapi tidak jelas apakah penghinaan itu ditujukan untuk dunia atau untuk dirinya sendiri.
Xiaoliu tiba-tiba membungkuk. “Saya ingin minta maaf untuk yang telah saya katakan sebelumnya.”
Xiang Liu tak berekspresi saat dia memasuki rumah. “Kalau obatnya datang lebih cepat, mereka bisa hidup sedikit lebih lama. Mereka adalah pejuang, bila mereka akan mati, seharusnya itu terjadi di depan pasukan Huang Di.”
Xiaoliu duduk diam di sudut dan dengan tulus mulai berdoa supaya Jing akan bergegas membawakan obat-obatannya.
Dua hari kemudian, Xiang Liu membawa Xiaoliu kembali ke kota Qing Shui. Jing duduk di tepi sungai dan memandangi ketika Xiang Liu dan Xiaoliu datang bersama-sama di atas punggung rajawali putih. Xiaoliu melompat turun dari punggung si rajawali dan dengan gelisah bertanya, “Obat-obatannya ada di sini? Di mana?”
Jing menatap Xiang Liu. “Obat-obatan yang Jenderal inginkan semuanya sudah siap. Letaknya di ruang bawah tanah rumah keempat di Jalan Dong Liu. Jenderal bisa mengutus seseorang untuk mengambilnya.”
Xiang Liu mengangguk dan si rajawali pun membubung ke angkasa. Xiaoliu tak mau menghadapi Jing, jadi dia mendongakkan kepalanya untuk menatap Xiang Liu. Matanya terus tertuju pada pria itu hingga Xiang Liu menghilang di balik awan.
Setelah Xiang Liu pergi, Xiaoliu masih tak tahu apa yang harus dia katakan kepada Jing, jadi dia terus menatap angkasa dengan sorot kesepian. Setelah lehernya terasa kaku, XIaoliu akhirnya menurunkan tatapannya dan berbalik sambil tersenyum kepada Jing. Pria itu masih mengenakan pakaian rami tua dari waktu sebelumnya. Xiaoliu terbatuk dua kali. “Apakah sulit untuk mendapatkan obatnya?” Jing menggelengkan kepalanya. Xiaoliu bertanya, “Kapan kau akan pergi dari Kota Qing Shui?”
“Tidak pergi.” Tatapan Jing kepada Xiaoliu sarat dengan kelembutan. Xiaoliu tertawa dengan kepala ditelengkan. “Jadi tunanganmu akan datang kemari?” Jing menundukkan kepalanya dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Xiaoliu berkata, “Aku akan pulang.” dan buru-buru berjalan melewati Jing menembus kebun tanaman obat tanpa memedulikan seberapa banyak tanaman yang hancur terinjak oleh kakinya. Xiaoliu menarik napas dalam-dalam dan mendorong pintu hingga terbuka lalu mengumumkan, “Aku, Wen Xiaoliu, sudah pulang!”
Di tengah malam, saat Xiaoliu tidur nyenyak, mendadak dia terperanjat bangun. Xiang Liu sedang berdiri di samping dipannya, masih dengan rambut dan pakaian putih, namun rambutnya agak berantakan dan pakaian putihnya agak kotor.
“Kau terluka lagi?” Xiaoliu mendesah, duduk tegak, dan menurunkan kerah bajunya. Xiang Liu tak repot-repot bersikap manis, hanya menarik Xiaoliu mendekat dan menggigit untuk meminum darahnya. Xiaoliu tertawa. “Kau beruntung punya kotak obat ajaib seperti aku. Tapi kau….” Xiaoliu tiba-tiba menyadari, “Apa kau dapat obatnya? Apa seseorang menyerangmu diam-diam?”
Xiang Liu mengangkat kepalanya. “Tidak, seseorang dari Klan Tushan membocorkan lokasi tempat obat-obatannya disembunyikan.”
“Tak mungkin itu Tushan Jing.”
“Aku tahu itu bukan dia.”
“Kalau begitu siapa?”
“Bagaimana aku tahu? Kau seharusnya bertanya kepadanya!”
“Apa kau tahu siapa yang mencuri obat-obatannya?”
“Tidak.”
“Bagaimana bisa kau tak tahu apa-apa?”
“Mereka adalah kelompok yang sama yang telah melukaiku pada kali terakhir. Mereka datang sangat cepat, pergi sangat cepat, aku khawatir kalau ada pengkhianat di pegunungan tapi masih belum menemukan bukti apapun.”
Xiaoliu menepuk kepalanya sendiri dan ingin mengeluh pada Langit. “Kenapa orang-orang macam itu!”
Xiang Liu jauh terlalu cerdas dan langsung bertanya, “Kau tahu siapa dia?”
Xiaoliu tersenyum hambar. “Kau biarkan aku berpikir dulu.”
Tangan Xiang Liu mengarah ke tenggorokannya. “Ini menyangkut nyawa ribuan prajurit, ini bukan salah satu permainan untuk menyingkirkan kesepianmu!”
Xiaoliu berpikir dan membuat keputusan. “Dia Xuan yang menjalankan kedai arak.”
Xiang Liu melepaskan dirinya dan sudah akan pergi saat Xiao Liu memeganginya kuat-kuat. “Kau tak bisa mencurinya, dia punya banyak bawahan. Ditambah lagi dia pasti punya hubungan dekat dnegan Klan Tushan. Kalau urusan ini membesar, Klan Tushan akan bergabung dengannya.” Xiang Liu menepiskan tangannya dan Xiaoliu menambahkan, “Aku punya cara untuk menghindari pertupahan darah dan mendapatkan kembali obatnya.”
Xiang Liu berhenti dan berbalik. Xiaoliu melompat turun dari dipan dan menarik sehelai pakaian. “Xuan punya seorang adik sepupu yang bernama Ah Nian. Xuan sangan cerdas dan juga sangat melindungi adik perempuan ini. Sulit untuk mengalahkan Xuan, tetapi mudah untuk menangkap Ah Nian. pakai Ah Nian untuk ditukarkan dengan obat-obatannya. Saat kita sudah mendapatkan obat-obatannya kembali, Xuan pun mendapatkan adiknya kembali. Tak seorang pun yang akan perlu berkelahi.”
Xiang Liu memikirkan hal itu. “Baiklah.”
Keduanya berjalan keluar dan Xiaoliu berkata, “Kau pergilah mengalihkan perhatian Xuan dan aku akan pergi menangkap Ah Nian.”
“Aku tak punya banyak orang dan hanya bisa memberimu empat.”
“Tak mungkin kan kau memberiku semua bawahan yang kau punya? Kau terluka, jadi simpanlah dua orang. Xuan tidak mudah untuk ditangani.”
Xiang Liu mengabaikannya dan bersalto naik ke atas Bola Bulu. Empat orang pria bertopeng di atas tunggangan bersayap muncul dan Xiang Liu memerintahkan kepada mereka, “Sampai aku kembali, dengarkan perintah dia.”
“Siap!”
Keempat orang itu berbaris dan satu demi satu melayang turun untuk mengangkat Xiaoliu sebelum kesemuanya melayang ke angkasa. Xiang Liu pergi di atas Bola Buli dan Xiaoliu memanggil, “Iblis Berkepala Sembilan, jangan mati!” Tidak jelas apakah Xiang Liu mendengarnya, tapi sekejap kemudian dia sudah menghilang dari pandangan.
Xiaoliu menatap keempat pria bertopeng namun semuanya menampakkan mata yang penuh tekad yang sedang memandanginya. “Apa kalian mengenal tempat ini?”
“Sanagt kenal.”
Xiaoliu memberi isyarat dan membuat rencana. “Mengerti?”
“Mengerti!”
“Bagus, kalau begitu sampai jumpa sebentar lagi.”
Xiaoliu pergi ke pintu belakang kedai arak dan mengetuk keras-keras, “Saudara Xuan, Saudara Xuan…,” sepenuhnya mengetahui bahwa Xuan tak ada di sana tetapi ingin membangunkan orang-orang di dalam.
Hai Tang berjalan keluar. “Di tengah malam, apa maumu?”
Xiaoliu mendengus kasar, “Minggir kau, aku mencari Saudara Xuan, bukan kamu.”
Hai Tang murka tetapi sebagai seorang pelayan dia tak bisa mengatakan apa-apa. Tapi Ah Nian bisa dan gadis itu pun berjalan keluar. “Makhluk rendah! Kalau kau tak enyah maka aku akan memberimu pelajaran!”
“Kau ingin memberiku pelajaran? Bagaimana kalau aku yang memberimu pelajaran! Kalau bukan demi Saudara Xuan, aku pasti sudah menamparmu puluhan kali. Kau perempuan bodoh, pelacur jelek, terlahir dengan sepasang mata seperti ikan mati.”
Ah Nian tak pernah dihina sedemikian rupa sepanjang hidupnya dan tubuhnya pun gemetar oleh amarah. “Hai Tang, bunuh dia. Bunuh dia dan kalau Kak Xuan marah, biar aku menanggung semua kesalahannya.”
“Baik!” Hai Tang serta merta melompat untuk beraksi, jadi Xiaoliu pun berbalik dan lari. “Aku memberi muka pada Saudara Xuan. Kalau berani kau keluarlah. Ah Nian, kalau kau punya nyali maka jangan suruh gadis pelayanmu untuk melakukan pekerjaan kotormu.”
“Kurang ajar!” Ah Nian berlari mengejar Xiaoliu, “biar kulakukan sendiri!” Xiaoliu melontarkan hinaan dan Ah Nian mengejar dirinya. XIaoliu mengeluarkan semua isi yang ada daftar makian kotor yang pernah dia dengar di pasar dan Ah Nian jadi begitu marah hingga sepertinya akan jadi gila. Dia bahkan tak menyadari bahwa Hai Tang yang ada di belakangnya sudah jatuh pingsan dan seorang pria bertopeng telah membawanya pergi.
Xiaoliu memancing Ah Nian ke sebuah tempat terpencil namun pada saat Ah Nian menyadari ada sesuatu yang salah dan memanggil Hai Tang, tak seorang pun yang menanggapi. Setidaknya dia punya nyali dan tidak ketakutan, hanya melambaikan tangannya dan belati-belati dari air pun menebas ke arah Xiaoliu. Seorang pria bertopeng menangkisnya untuk Xiaoliu. Tiga lawan satu, sungguh sebuah kemenangan yang mudah! Ah Nian berhasil diikat dengan rapi dan dimankan lalu diletakkan di atas tunggangan bersayap. Ah Nian mengutuki mereka di sepanjang jalan untuk bertemu kembali dengan Xiang Liu.
Saat tiba di pegunungan, Hai Tang terbaring di tanah sementara keempat pria bertopeng berpencar untuk berjaga. Xiaoliu mengangkat Ah Nian yang mulai memaki, “Lepaskan aku, lepaskan aku kalau tidak aku akan memotong tanganmu!” Xiaoliu menjatuhkan Ah Nian dan dengan bunyi keras dia pun mendarat di tanah. “Ah Nian menjerit, “Beraninya kau menjatuhkanku!”
Xiaoliu membalas, “Kau yang menyuruhku melepaskan.”
Ah Nian memekik, “Siapa suruh kau membawaku?”
“Karena kau diikat, kalau aku tak membawamu, haruskah aku melemparkanmu?”
Ah Nian begitu murka hingga tak bisa bicara.
Xiaoliu berlutut sambil tertawa-tawa, “Seorang nona kelas atas sepertimu, mungkin belum pernah diikat sebelumnya. Bagaimana rasanya?”
Ah Nian sungguh tak merasa takut dan menatap Xiaoliu seakan dia seperti mayat hidup. “Kau hanya menggali kuburanmu sendiri.”
Xiaoliu semakin dan semakin terkesan pada orangtua Ah Nian. “Non, lihatlah sekitarmu, kamu lah yang diikat.”
Ah Nian tertawa dingin. “Kakak sepupuku akan segera menemukanku. Dia akan sangat sangat marah. Kau akan mati dengan amat sangat menyakitkan!”
Xiaoliu meletakkan tangannya di bawah dagu dan menatap makhluk langka yang bernama Ah Nian. “Kau punya keyakinan sebesar itu pada sepupumu?”
“Tentu saja. A… ayah tak pernah memuji siapapun selain dia.”
“Orangtuamu sangat mencintaimu?”
“Tentu saja orangtuaku mencintaiku!”
“Semua orang di sekelilingmu memperlakukanmu dengan baik?”
“Tentu saja, mana mungkin ada orang yang tidak memperlakukanku dengan baik?”
Xiaoliu akhirnya mengerti apa yang telah membuat Ah Nian menjadi makhluk langka. Di dunia Ah Nian, semua hal berputar di sekelilingnya. Dia meminta dan hal itu akan diberikan. Di dunia Ah Nian, tidak ada kesusahan, tidak ada kegelapan. Mengingat cara Xuan memperlakukan Ah Nian, Xiaoliu tiba-tiba merasa cemburu pada Ah Nian. Gadis itu mungkin sangat dimanjakan, tetapi bila kau bertanya pada gadis manapun, semua gadis ingin dimanjakan sampai pada titik di mana dirinya tanpa sadar menjadi egosentris dan kasar. Seberapa banyak cinta yang dibutuhkan untuk itu, seberapa banyak orang yang diperlukan, hingga menciptakan sebuah dunia bagi Ah Nian yang hanya dipenuhi oleh pelangi dan bunga-bunga dan kebahagiaan sehingga dia berakhir dengan sifat ini.
Kalau seseorang bisa membuat semuanya berjalan sesuai dengan keinginannya, siapa yang akan memilih untuk menanggung penderitaan? Siapa yang ingin merasakan derita dunia ini? Siapa yang mau melihat kegelapan sejati dalam jiwa seseorang? Xiaoliu duduk di tanah dan dengan lembut bertanya, “Ah Nian, seperti apa orangtuamu?”
Ah Nian memelototi Xiaoliu dan tak mau menjawah, namun dia tak bisa mengendalikan kebanggaannya. “Ayahku adalah pria paling tampan dan paling kuat di dunia.”
Xiaoliu menggodanya, “Lalu sepupumu?”
“Sepupuku juga sama.”
“Keduanya begitu? Siapa yang lebih baik?”
“Dasar tolol! Ayahku adalah masa lalu, sepupuku adalah masa depan!”
“Apa yang biasa ayahmu lakukan bersamamu?” Xiaoliu tak punya ayah, jadi dia penasaran apa yang para ayah lakukan dengan putri mereka. Sebelum Ah Nian bisa menjawab, Xiang Liu sudah kembali. Xiang Liu mengenakan topeng putih dan terjun dari angkasa dengan rambut putihnya dan jubah putihnya yang tak bercela, bagai kepingan salju halus dari dunia lain. Para pria itumenghampiri untuk melapor dan kemudian pergi dengan membawa Hai Tang setelah mendapatkan perintah.
Ah Nian dengan penasaran memandangi Xiang Liu dan begitu terpukau hingga lupa marah. Xiaoliu terkekek, “Apa kau ingin tahu wajah di balik topeng itu? Bisa diperbandingkan dengan sepupumu, lho!”
Ah Nian merona. “Humph, siapa yang peduli!” Gadis itu langsung memejamkan matanya untuk mengindikasikan bahwa dia tak mau melihat ataupun bicara para orang-orang rendahan yang menyedihkan semacam itu.
Xiang Liu duduk di samping sebuah pohon dengan mata tertutup untuk memulihkan kembali tenaganya. Xiaoliu menghampiri. “Kau baik-baik saja?”
“Ya.”
“Apa kau mau menyembuhkan diri?”
“Kau tahu seperti apa saat aku sedang menyembuhkan diri, harus menunggu sampai semua ini selesai.”
“Saat Xuan memberikan obat-obatannya kepada orangmu, aku akan membawa Ah Nian kembali dan kau pergilah mencari tempat untuk menyembuhkan diri.”
Xiang Liu membuka matanya. “Apa kau tahu identitas asli Xuan?”
Xiaoliu menggelengkan kepalanya. “Aura duniawinya terlalu kuat, tidak seperti salah satu keturunan bangsawan ataupun keluarga yang berkuasa. Tapi dia sangat berhubungan, yang berarti dia punya banyak uang yang mana sulit dilakukan bila dia bukan dari keluarga yang berkuasa.”
Xiang Liu tersenyum. “Aku punya tebakan bagus.”
“Siapa dia?”
“Pertama-tama aku butuh sedikit lebih banyak bukti.”
“Oh —-“
“Kalau orang yang sedang kupikirkan ini memang adalah dia, maka kau ada dalam masalah besar.”
“Kenapa?”
“Orang itu sangat protektif dengan apa yang dekat dengannya. Dia membenci semua orang yang mencelakai keluarganya. Kau telah menculik adiknya, yang adalah tabu terbesarnya. Tak diragukan lagi, dia pasti akan membunuhmu. Kali ini adalah kesalahanku, hingga aku menghancurkan dia, kau bisa tinggal di sisiku.”
“Jangan!”
“Kau tak memercayaiku?”
“Aku percaya! Bahkan sang iblis besar berpikir bahwa aku dalam bahaya, jadi ini pastilah berbahaya. Tapia pa kau kira aku adalah jenis orang yang bersembunyi di belakang punggung orang lain sampai masalahnya berlalu?”
Xiang Liu tersenyum lebar. “Baik! Tapi —“ Dia mencekik pelan leher Xiaoliu, “Jangan sampai mati!”
Proyeksi Bola Bulu melayang turun dan berkicau pada Xiang Liu yang menepuk kepalanya beberapa kali. “Obatnya telah diterima dan orang-orang sudah menjauh dengan aman.”
Xiaoliu berdiri dan merenggangkan diri. “Aku akan membawa dia kembali. Dengan perpisahan ini, sungainya panjang dan pegunungannya lebar. Kalau ada lain kali, dan kalau tidak ada lain kali, jangan merindukanku.”
Xiang Liu tersenyum. “Yang kurindukan adalah darahmu, bukan dirimu.”
Xiaoliu terbahak dan pergi untuk menarik Ah Nian bangkit lalu menyeretnya di tengah-tengah makiannya. Saat Xiaoliu berjalan, dia memikirkan tentang bagaimana harus berurusan dengan Xuan. Dia memikirkan semua dan setiap detil tentang Xuan dan menyadari bahwa dia tak bisa menemukan siapa pria itu sebenarnya.
Pria itu mengenakan topeng yang lengkap dan menyeluruh. Orang-orang yang mengenakan topeng, kau bisa menyatakan bahwa itu adalah topeng. Tetapi topeng Xuan tampak menjadi bagian dari dirinya, sepenuhnya alamiah dan tanpa upaya. Lao Mu, Chuan Zi, Ma Zi, Tukang Daging Gao, mereka semua menyukai Xuan karena dia mudah diajak bicara. Tian’er dan Chuntao menyukai Xian karena dia tampan dan menarik. Xiaoliu memikirkan tentang hal itu dan menyadari bahwa dirinya juga menyukai Xuan karena cerdas dan menangani segalanya dengan baik. Tetapi kenyataannya, sifat asli Xuan, apa yang dia sukai, bagaimana cara dia melakukan berbagai hal… Xiaoliu tak bisa menerkanya. Semua yang dia ketahui adalah bahwa kelemahan Xuan adalah melindungi semua yang dekat dengannya. Tak peduli apapun yang telah sepupunya lakukan, Xuan meminta orang lain untuk melepaskannya dan bahkan bersedia meminta maaf supaya saudari sepupunya itu tak perlu meminta maaf.
Xiaoliu mendadak bertanya-tanya kepada dirinya sendiri – bagaimana bisa ada orang seperti dia di dunia ini. Apa yang telah Xuan alami sehingga sifatnya jadi begitu aneh. Xiaoliu berkata pada Ah Nian, “Aku mulai agak takut pada sepupumu.”
Ah Nian membalas dengan jumawa, “Sudah terlambat bila baru menyadarinya sekarang.”
Xiaoliu menatap Ah Nian sembari tersenyum dan gadis itu pun merasakan hawa dingin merayapinya. “Apa… apa maumu?”
Xiaoliu meletakkan Ah Nian di atas tanah dan memasukkan tiga butir pil serta sekantong bubuk ke dalam mulut gadis itu lalu memaksa mulutnya menutup hingga Ah Nian menelan. “Kau… kau… apa yang kau makankan padaku?”
“Racun. Kau membawa sebuah jimat penghalau racun tetapi aku tak percaya kalau kau punya jimat semacam itu di dalam perutmu.”
Xiaoliu mencabut tusuk rambut Ah Nian dan mengoleskan sejumlah serbuk di atasnya lalu menusuk pergelangan Ah Nian dua kali. Air mata Ah Nian mengalir karena seumur hidupnya dia tak pernah diperlakukan seburuk saat ini. Xiaoliu menambahkan, “Dan aku tak percaya kalau darahmu bisa menangkal racun.’
Xiaoliu berpikir lagi dan menambahkan bubuk lain pada tusuk rambut sebeum menyentuh punggung Ah Nian dengan tnagannya. “Untuk memastikan, mari tambahkan racun lainnya. Kekuatan spritualmu adalah pada jurus es berjenis air, kan? Aku harus menemukan titik totokan yang tepat.”Tangan Xiaoliu menyentuh dari kiri ke kanan di seluruh punggung Ah Nian hingga mencapai pinggangnya. Ah Nian masih seorang gadis muda dan tak pernah disentuh laki-laki sebelumnya. Ini adalah kali pertama dia merasa ketakutan di sepanjang hidupnya dan dia pun menangis, “Aku akan membunuhmu! Aku akan membunuhmu!”
Xiaoliu tak tergoyahkan dan menemukan titik itu di punggungnya lalu menusuknya. Rasanya tidak sakit, tetapi Ah Nian seperti ingin mati saja. Andaikan bisa, dia akan memenggal tangan Xiaoliu dan mengiris lepas kulit punggungnya sendiri. Xiaoliu meletakkan tusuk rambut itu kembali ke rambut Ah Nian dan membetukan bajunya. “Ayolah, sepupumu ingin aku mati, maka aku akan membawamu jatuh bersamaku.” Ah Nian terisak dan tak mau bergerak. Xiaoliu menempatkan kepalanya di hadapan gadis itu, “Apa kau mau aku mencari titik totokan di dadamu?” Ah Nian mulai meratap keras-keras tetapi mulai bergerak di belakang Xiaoliu.
Xiaoliu mendengarkan tangisan kencang gadis itu dan bertanya-tanya apakah dirinya sungguh terlalu jahat kali ini, membuat seorang gadis muda menangis seperti itu. Sebelum dia mendapatkan kesimpulan, sekelompok orang yang dipimpin oleh Xuan telah tiba.
“Kakak —-“ Ah Nian berlari ke dalam pelukan Xuan dan mulai meratap. Xiaoliu dikepung oleh pria-pria bertopeng tetapi Xuan tak memedulikan dirinya dan hanya menepuk-nepuk lembut punggung Ah Nian dan menenangkannya. Ah Nian menangis begitu keras sehingga tak mampu bicara dan wajahnya tampak begitu merah. Beberapa saat kemudian, isakan gadis itu mereda dan dia pun mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan Xuan. Saat Ah Nian mengatakan pada pria itu tentang dirinya diracuni dan tempat di mana Xiaoliu telah menusuknya, Ah Nian mulai menangis lagi dan menolak untuk menjawab pertanyaan Xuan. Bahkan bila dia tak menjawab, air matanya telah cukup berbicara.
Mata setajam silet Xuan melirik Xiaoliu yang sedang menggosok bulu-bulu halus yang berdiri di lengannya dan berusaha mempertahankan seulas senyum tenang. Xuan membawa Ah Nian menjauh sementara Xiaoliu dipukul hingga tidak sadar dan juga dibawa pergi.
Saat Xiaoliu terbangun, dia berada dalam sebuah ruang terkunci tanpa adanya cahaya selain dari dua lampu minyak di dinding. Dua orang pria bertopeng masuk untuk menjelaskan bahwa mereka berada di bawah perintah untuk membuatnya tetap hidup, tetapi sisanya tidak masalah. Mereka pun memutuskan untuk melakukannya pada tangan Xiaoliu supaya dia tak bisa meracuni orang lain. Mereka mengeluarkan sebuah alat siksa yang adalah sebuah kotak batu persegi seperti peti kecil tetapi dengan bukaan di bagian atas.
Para pria itu membalurkan minyak pada tangan Xiaoliu dan memasukkan tangannya ke dalam kotak. Di dalam kotak terdapat tanah dan begitu bau dari minyak tersebut menerpa serangga-serangga kecil di dalamnya, mereka pun akan merayapi jemarinya. Para pria itu meyumpalkan kain ke mulut Xiaoliu dan mengikatnya.
“Di dalam kotak adalah serangga-serangga pemakan daging. Minyak ini biasanya dibalurkan pada jenazah untuk penguburan. Hal ini akan memberi sinyap pada mereka bahwa tanganmu adalah daging mati untuk dimakan. Perlahan mereka akan menggali ke dalam jemarimu dan kau akan merasakan kulitmu dimakan. Jemari terhubung dengan jantung dan rasanya begitu menyakitkan sehingga orang akan berusaha menggigit lepas tangan mereka untuk mengakhiri rasa sakitnya. Jadi itulah kenapa kami harus memberangus mulutmu. Lima hari kemudian saat kotaknya dibuka, kau akan melihat dua set tulang-tulang jari sebersih porselen putih. Kami akan memadamkan semua cahaya supaya dalam kegelapan kau bisa merasakan rasa sakitnya lebih besar lagi. Kali terakhir kami melakukan ini, orang itu menjadi gila. Kami harap kau takkan jadi gila.”
Sebelum cahaya menghilang sepenuhnya, Xiaoliu membuka matanya lebar-lebar. Dia tahu bahwa pria pria itu memang benar, satu-satunya cara supaya tidak menjadi gila adalah tetap terjaga. Xiaoliu merasakan sakit di ujung-ujung jarinya, seakan seekor serangga menggali ke dalam tubuhnya dan menggerogoti jantungnya.
Xiaoliu mulai bicara pada dirinya sendiri, apapun yang dia ingat akan dia katakan keras-keras. Dalam kegelapan yang menyakitkan, bayangan-bayangan itu dengan ganjilnya terlihat jelas.
Bunga phoenix semerah api merekah di atas kepala dan sebuah ayunan tergantung pada dahan pohon phoenix. Dia suka berayun di ayunan itu tetapi kakak sepupunya lebih suka mempraktekkan latihan kekuatannya. Dia suka menggoda sang kakak sepupu. “Kakak, kakak, lihatlah betapa tingginya aku berayun….” Sang kakak sepupu tak pernah memperhatikan dirinya, tetapi bila dia tanpa sengaja terjatuh, maka sang kakak akan selalu menangkap dirinya tepat waktu.
Di hutan lebat yang menghijau dia suka bermain petak-umpet. Melihat Kakak datang untuk mencari dirinya, dia akan melompat ke atas punggungnya saat sang kakak tidak melihat dan tertawa. Dia akan menolak untuk turun sehingga Kakak akan menggendong dirinya pulang. Saat Ibu melihat mereka, Ibu akan mengesah dan menggelengkan kepalanya. Tetapi Nenek akan menyatakan bahwa Ibu sama persis seperti dirinya saat Ibu masih kanak-kanak.
Dia akan bermain perang-perangan dengan Kakak dan dan yang kalah akan digaruk hidungnya. Saat dia menang dia akan menggaruk dengan amat amat keras, tetapi saat dirinya kalah, dia akan memohon lirih, “Kakak, Kakak, jangan terlalu keras!” Kakak lalu akan mengangkat tangannya dan menurunkannya dengan cepat, tetapi saat tangan Kakak menyentuh hidungnya, akan terasa selembut bisikan.
Paman berjubah merah memberi dia sepotong ekor rubah putih untuk dimainkan. Dia sangat menyukainya dan Kakak juga demikian, tetapi dia hanya akan mengizinkan Kakak memainkannya sebentar saja. Tetapi setiap kali sebuah pertukaran dibutuhkan, Kakak harus mencurikan beberapa cemilan untuknya. Suatu kali dia makan terlalu banyak dan sakit perut dan Ibu menegurnya dengan marah. Tetapi dia merasa disalahi dan berkata pada Kakak, “Kau belajarlah cara membuat cemilan itu, supaya aku bisa memakan sebanyak yang kuinginkan dan Ibu serta Nenek takkan bisa bilang apa-apa!” Kakak setuju dan benar-benar belajar cara membuat cemilan itu tetapi menolak membuatkan sedikit pun untuk dirinya. Kakak hanya berkata, “Saat kau sudah tumbuh dewasa dan takkan dapat sakit perut saat kau memakannya, maka aku akan membuatkannya untukmu.”
Kesehatan Nenek menurun dan Ibu selalu berada di sisi Nenek dan tak bisa mengurus dirinya dan Kakak. Orang-orang berkata bahwa Paman dan Bibi sudah mati, dan bahwa Nenek akan segera mati juga. Dia begitu takut dan di malam hari dia diam-diam memanjat ke atas ranjang bersama Kakak dan perlahan bertanya, “Apa itu kematian?”
Kakak menjawab, “Kematian adalah takkan pernah bisa melihat orang itu lagi.”
“Dan tak bisa bicara pada orang itu lagi?”
“Tidak.”
“Seperti kau tak bisa melihat ibumu dan ayahmu lagi?”
“Ya.”
“Apakah Nenek akan mati?”
Kakak memeluk dirinya erat-erat dan air mata Kakak berjatuhan di wajahnya. Dia balas memeluk Kakak erat-erat. “Aku takkan pernah mati, dan aku akan selalu bicara kepadamu.”
Semua orang berkata bahwa Kakak sangat kuat di dalam hatinya, bahkan Kakek mengira bahwa Kakak tak pernah menangis. Tetapi dia tahu bahwa Kakak menangis, tapi dia tak pernah memberitahu Ibu. Dia sering menyelinap ke ranjang Kakak di malam hari untuk menemaninya. Bahkan bila esok dirinya dimarahi karena dia sekarang sudah terlalu besar dan harus belajar untuk tidur sendirian. Dia tak boleh merepotan Kakak dan mengganggu waktu istirahatnya. Dia tak mengatakan apa-apa dan menerima hardikan itu, tetapi setiap malam dia akan menyelinap keluar untuk pergi mencari Kakak.
Pada siang hari Kakak akan belajar keras, tetapi hanya dia yang tahu bahwa di malam hari Kakak akan terbangun dan meringkuk membentuk bola dan gemetaran. Dia tahu bahwa Kakak melihat bayangan ibunya yang melakukan bunuh diri. Dia akan memeluk Kakak seperti membuai boneka, menepuknya perlahan dan menggumamkan lagu yang sama dengan yang akan dinyanyikan Ibu dan Bibi. Air mata akan berjatuhan dari mata Kakak dan suatu ketika dia mencicipinya dan mendapati bahwa air mata itu asin dan pahit.
Suatu kali Kakak mendapatkan mimpi buruk dan berusaha menahan air matanya. Dia memegangi Kakak dan berteriak, “Kakak, menangislah! Kamu perlu menangis!”
Kakak bertanya kepadanya, “Mereka semua ingin supaya aku tidak menangis, kenapa kau ingin aku menangis? Apa kau tak tahu kalau aku seharusnya tidak menangis?”
Dia memijit hidungnya. “Aku tak peduli dengan apa yang mereka katakan. yang aku tahu adalah hatimu sakit dan air mata bisa membantu supaya rasa sakitnya mengalir keluar dari tubuhmu. Begitu rasa sakitnya mengalir keluar, hati pun pelan-pelan bisa sembuh.”
Malam sebelum dia pergi ke Gunung Kumala, Kakak meminta untuk tidur bersamanya. Dia sedang terkantuk-kantuk saat merasakan Kakak memeluknya dan air mata berjatuhan di wajahnya. Dia mengira Kakak mendapatkan mimpi buruk dan sudah akan menepuk-nepuknya. “Jangan khawatir, aku ada di sini bersamamu.”
Alih-alih, Kakak terus mengulang, “Maafkan aku, maafkan aku, aku terlalu tidak berguna. Aku akan segera tumbuh dewasa. Aku akan melindungimu dan Bibi. Aku akan membawamu pulang….”
Dalam kegelapan waktu berlalu, tetapi Xiaoliu hanya bicara pada dirinya sendiri. Namun terkadang rasa sakitnya begitu besar hingga dia lupa apa yang telah dia katakan. Tetapi setiap kali dia memakai kekuatan kemauannya yang luar biasa untuk terus bicara pada dirinya sendiri. Entah sudah berapa lama waktu berlalu ketika pintu terbuka dan cahaya menyorot masuk. Berada dalam kegelapan begitu lama, cahaya itu terasa menyakitkan sehingga Xiaoliu memejamkan matanya.
“Ekspresinya… berbeda dengan siapapun yang pernah kulihat sebelumnya.”
“Dia sangat unik.”
Kedua sipir itu membuka kotaknya dan melepaskan ikatannya. Begitu mereka mulai merawat tangannya, Xiaoliu mengerang kesakitan, dan dalam kesadarannya, sepertinya dia mendengar suara Shiqi. Hal itu memutuskan senar tegang di benaknya dan dia pun langsung jatuh pingsan.
Saat Xiaoliu membuka matanya, suasananya masih gelap tetapi dia mengenakan pakaian bersih dan berbaring di atas dipan empuk. Seseoran gduduk di sampingnya tetapi dia tak memercayai matanya. “Shiqi? Jing?”
“Ini aku.”
“Jendela.”
Shiqi langsung bangkit dan membuka jendela. Angin pegunungan berhembus masuk dan Xiaoliu menghirup napas dalam-dalam. Jing menyalakan lampu dan membantu Xiaoliu untuk bangkit. Xiaoliu menatap pada tangannya yang dibebat seperti dua buah bola, menunjukkan bahwa lukanya parah tetapi dengan adanya obat yang diterapkan di sana membuatnya tak terlalu kesakitan. Jing membawakan semangkuk sup dan Xiaoliu kelaparan tetapi memaksa dirinya untuk minum pelan-pelan. Setelah makan, Jiang mengeluarkan sebutir pil dan menyuruh Xiaoliu mengisapnya. Xiaoliu mengisap pil itu dan melihat ke sekeliling. Tempat ini adalah sebuah pondok kayu sederhana dengan beberapa permadani di atas tanah dan tampak familier.
“Kita ada di markas Pasukan Shen Nong?”
“Aku pergi mencari Jenderal Xiang Liu untuk membantu menyelamatkanmu. Xiang Liu membawa orang-orangnya untuk menyerang Xuan sementara aku pergi ke penjara bawah tanah untuk menyelamatkanmu.” Dari menghubungi Xiang Liu hingga merencanakan penyelamatan, Jing menjelaskannya dengan beberapa patah kata saja.
Xiaoliu berkata, “Sebenarnya, kau tak perlu datang menyelamatkanku.”
Jing berkata, “Aku akan kembali ke Kota Qing Shui, jadi berikan padaku penawar untuk Ah Nian.”
Xiaoliu berkata, “Dia bahkan tidak diracuni! Ah Nian, dengan latar belakangnya, tentu saja dia akan menemukan tabib terbaik dan bisa menyembuhkan racun apapun, jadi aku memutuskan untuk sekedar memberinya racun palsu. Semua orang di sekitarnya sangat melindunginya. Mereka akan mencari tahu tentang racunnya dan bila mereka tak bisa menemukannya, mereka akan menjagaku tetap hidup.”
“Kau —-“ Jing menatap tangan Xiaoliu dan di matanya terdapat rasa sakit yang tak terkatakan.
Xiaoliu berkata, “Itu… menipu mereka hanya akan menyelamatkan nyawaku untuk sementara. Jadi bahkan bila aku tak meracuni Ah Nian… aku telah meracuni Xuan.”
Jing menatap syok pada Xiaoliu.
“Racunnya ditempatkan pada tubuh Ah Nian. Aku tahu kalau Xuan akan memeluk dia, menenangkan dia, dan racun pun akan memasuki tubuhnya. Begitu racun itu memasuki aliran darah, akan sangat sulit untuk disingkirkan. Dengan sifat Ah Nian, dia pasti sedang menangis selama beberapa hari terakhir ini dan membutuhkan Xuan untuk sering menenangkan dirinya. DIa takkan pernah curiga kalau racun itu ditujukan padanya.”
“Racun apa yang kau berikan padanya?”
Xiaoliu menjelaskan dengan hati-hati. “Sebenarnya, itu bukan benar-benar racun. Paling baik bila mendeskripsikannya sebagai guna-guna. Sihir guna-guna dipraktekkan oleh Suku Jiu Li dan merupakan pembelajaran rahasia mereka. Beberapa ratus tahun yang lalu, Suku Jiu Li memiliki seorang raja guna-guna yang disebut sebagai Raja Racun dari Rimba Raya. Sihir guna-guna dianggap sesat bila dibandingkan dengan obat-obatan dan racun biasa. Orang-orang pernah mendengarnya tetapi sebenarnya sangat sedikit yang memahaminya.”
Xiaoliu menjelaskan, “Sebenarnya, aku telah memelihara seekor serangga gu di dalam tubuhku, dan serangga itu sekarang ada dalam tubuh Xuan. Sejak saat ini, saat tubuhku terluka, tubuhnya juga akan mengalami rasa sakit yang sama.”
(T/N: gu adalah metode pembuatan racun dari bisa hewan dengan cara memasukkan berbagai macam serangga dan hewan berbisa ke dalam satu wadah. Hewan-hewan itu akan saling bertarung dan memangsa, dan pada akhirnya hanya akan muncul satu pemenang. Racun dari semua hewan yang dimasukkan ke dalam wadah itu akan menyatu dan terkonsentrasi pada satu hewan yang bertahan hidup tersebut, menjadikannya makhluk yang paling berbisa)
“Serangga gu itu, pasti tidak mudah untuk dipelihara.”
“Tentu saja! Sangat sulit memeliharanya!” Kalau mudah untuk dipelihara, maka sihir ini pasti akan ada di seluruh rimba raya. Bahkan dengan tubuh spesial Xiaoliu, masih membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memeliharanya.
“Kenapa memelihara serangga gu?”
Xiaoliu mengesah. “Semua itu adalah untuk mengendalikan Xiang Liu si iblis besar itu! Dia adalah monster berkepala sembilan dan tak satu racun pun yang bisa menjatuhkannya. Jadi aku memikirkan rencana besar ini. Tapi sebelum aku punya kesempatan untuk menanamkan serangga itu pada dirinya, aku berakhir memakainya pada Xuan.” Yang namanya monster itu sangat menuruti insting dan Xiaoliu cemas kalau Xiang Liu akan mengetahui tentang serangga gu-nya. Xiang Liu sangat ramah saat dia butuh meminum darah Xiaoliu, jadi ada suatu hari nanti serangga gu itu pasti akan bisa ditanamkan pada tubuh Xiang Liu.
Jing bertanya, “Apa serangga gu itu berbahaya bagi tubuh?”
“Tidak!”
“Kau yakin?”
Ya, aku janji dengan nyawaku!”
Jing tidak terlalu yakin, tapi dirinya tidak cukup tahu tentang serangga gu jadi dia perlu berkonsultasi pada seorang tabib nantinya. Xiaoliu bertanya, “Sudah berapa hari sejak aku ditangkap?”
“Empat.”
Xiaoliu menunduk pada tangannya, berpikir kalau mungkin sudah waktunya untuk menerapkan obat. “Waktunya hampir tiba.”
“Xiaoliu, biar aku yang menangani Xuan….”
Xiaoliu mendongak menatap Jing. “Xiang Liu sudah tahu kalau Xuan akan mengurusku dengan kejam. Dia telah menawarkan supaya aku tinggal di sisinya tetapi aku menolaknya. Kalau aku adalah jenis orang yang bersembunyi di belakang seseorang yang lebih kuat, maka aku takkan membiarkanmu tinggal bertahun-tahun yang lalu. Aku terbiasa mandiri – aku melakukan apa yang kuinginkan dan menangani masalahku sendiri.”
Mata Jing sarat dengan kepedulian. “Kau tak harus sendirian.”
Xiaoliu memalingkan kepalanya dengan dingin. “Aku menyelamatkanmu sekali, kau menyelamatkanku sekali. Aku menyuapimu sekali, kau menyuapiku sekali. Kita sudah tidak saling berhutang lagi. Keadaanku tak membutuhkan bantuanmu!”
Jing duduk diam di sana selama beberapa saat dan kemudian berjalan pergi dengan membisu.
Xiaoliu ingin tidur namun tak bisa, jadi dia berjuang untuk turun dari ranjang dan melangkah keluar pintu. Di sini bukan di markas apsukan melainkan sebuah pondok pemburu di pegunungan. Tempat ini adalah satu-satunya kediaman di seluruh tebing, yang masuk akal karena bila Xiang Liu membantu Jing menyelamatkan seseorang, dia akan memakai kekuatannya sendiri dan tidak memanfaatkan Pasukan Shen Nong.
Angin melolong dan awan berada di bawah kakinya. Xiaoliu menatap selama beberapa saat dan rasanya seakan awan-awan itu akan naik dan menelan dirinya. Dia tak tahan untuk memanggil, “Xiang Liu, apa kau ada di sana?”
Seekor burung menyahut dari belakang dan Xiaoliu berbalik untuk melihat Xiang Liu duduk di atas pohon di sisi pondok. Di bawah cahaya rembulan keperakan, dengan rambut putih dan jubah putih, dirinya bagai orang yang dibuat dari salju, begitu murni begitu sempurna, membuat orang ingin mendekat namun takut untuk melakukannya.
Xiaoliu memandanginya dan tiba-tiba bertanya. “Sudah berapa lama kau ada di sini?”
Xiang Liu menjawab enteng, “Cukup lama untuk mendengar bahwa kau ingin menanamkan serangga gu kepadaku.”
Wajah Xiaoliu berubah warna – saat bicara dengan Jing, dia tak pernah berusaha bermain dengan kata-kata, jadi barusan tadi dia hanya ceroboh dan lupa bahwa dirinya berada di wilayah Xiang Liu. Xiaoliu tertawa, “Tapi aku tak melakukannya, aku menanamkannya pada Xuan.”
Xiang Liu turun dan menatap Xiaoliu bagai predator yang sedang memandangi mangsanya. “Kalau kau terluka, dia juga terluka? Kapan serangga gu itu mulai bekerja?”
Xiaoliu langsung melangkah mundur, takut kalau Xiang Liu akan menyerang. “Waktunya belum tiba, tapi dengan serangga gu sudah ditanamkan, dia takkan lolos dengan mudah.”
Xiang Liu memandangi awan-awan. “Pertama kau melecehkan sepupunya, kemudian menanam serangga gu kepadanya. Dia takkan membiarkanmu hidup. Kuharap seranggamu mustahil untuk disingkirkan, sehingga dia akan waspada kepadamu.”
“Serangga gu itu disiapkan untukmu, akulah satu-satunya di dunia ini yang bisa melepaskannya.”
Xiang Liu memejamkan matanya. “Kembalilah tidur dan cepat sembuhkan tanganmu.”
Xiaoliu terlalu ketakutan untuk balas bicara dan kembali untuk tidur bahkan meski dirinya tak bisa tertidur.