Buku Panduan Neraka - Chapter 304
Keempat anggota Tim Pisau Tulang melanjutkan perjalanan mereka dengan raut wajah depresi. Bahkan meski semua orang tahu kalau maut tak bisa terelakkan di dalam Tantangan seperti ini, mereka masih butuh waktu untuk memprosesnya ketika seseorang benar-benar mati.
“Semoga Situ dan Bo Ya baik-baik saja,” ujar Kano Mai lirih.
Su Jin menghela napas dan menepuk-nepuk bahu Chu Yi. Wu Chen telah mati di depan matanya dan hal itu memberi pukulan besar pada pemuda tersebut. Terlebih lagi, Wu Chen telah mengorbankan diri supaya Chu Yi mendapat kesempatan untuk hidup. Hal itu membuat Chu Yi merasa lebih buruk lagi.
“Utusan Agung,” ujar salah seorang pemuja ketika dia menghampiri Su Jin dengan kernyitan dalam, seakan ada hal penting yang perlu dia katakan.
“Silakan saja aktakan apa pun yang ada dalam benakmu,” ujar Su Jin.
Si pemuja mengangguk dan berkata, “Saya tidak terlalu yakin, tapi saya bisa merasakan kalau saat ini ada seseorang yang mengikuti kita. Mereka muncul di dekat kelompok kita pada waktu hampir bersamaan dengan utusan lain ini.”
Chu Yi langsung bergidik hebat dan berkata, “Itu si badut. Itu si badut! Aku tahu kalau dia telah menemukanku! Tak heran waktu itu dia tak membunuhku – dia ingin memakaiku sebagai umpan.”
Su Jin menatap si pemuja, namun si pemuja menggelengkan kepalanya. Dia berkata, “Saya tak tahu siapa itu, tapi jelas bukan si badut. Kalau benar si badut, kita akan sudah mati sejak lama. Dia itu bukan jenis yang suka main kucing-kucingan.”
“Lantas siapa?” tanya Su Jin.
Si pemuja menggelengkan kepalanya dan berkata, “Saya tak tahu, ini cuma perasaan saya. Ada suatu kekuatan besar berada tepat di dekat kita dan begitu dia menampakkan diri, kita mungkin tak mampu mengatasinya.”
Su Jin terkejut. “Kalau kita mungkin tak mampu mengatasinya begitu dia menampakkan diri, maka… kenapa dia tetap bersembunyi? Menunggu kesempatan?”
“Mungkin saja. Ada beberapa tokoh kuat di pulau ini yang mampu melepaskan kekuatan tertinggi mereka hanya jika Anda berada tepat di tempat tertentu pada waktu tertentu. Sosok itu mungkin menunggu kesempatan seperti itu,” ujar si pemuja seraya mengangguk ketika dia menyetujui analisa Su Jin.
Sekarang Su Jin mulai jadi cemas. Karena pihak lain berani mengikuti di belakang timnya beserta kelima pemuja, maka mereka jelas bukan sosok lemah. Jika mereka menyerang, maka bahkan jika kelompoknya bisa mengalahkan mereka, kelompoknya mungkin akan kehilangan beberapa nyawa dalam prosesnya.
“Jin, kita harus bagaimana?” tanya Kano Mai.
Su Jin terdiam untuk berpikir, kemudian berkata, “Cara terbaik adalah dengan berpencar. Bahkan jika pihak lain menyerang, mereka hanya bisa menyasar satu kelompok. Kelompok yang disasar oleh mereka jelas akan bernasib malang, tapi setidaknya kita bisa memastikan lebih banyak orang selamat. Jika kita terus bergerak bersama-sama, kita semua mungkin akan keluar hidup-hidup, atau kita semua mungkin akan mati sama-sama.”
“Kalau begitu ayo kita bergerak bersama! Kurasa tak ada seorang pun yang akan setuju untuk mengorbankan siapa pun, jadi pilihan pertama tak ada artinya.” Ye Yun lebih berpikiran jernih dalam hal ini.
Su Jin saling bertukar pandang dengan yang lainnya. Persis seperti yang telah Ye Yun katakan, setelah melalui begitu banyak hal bersama-sama, tak mungkin mereka akan membiarkan satu pun dari mereka menjadi umpan atau mengorbankan diri.
“Kalau beitu, kita tinggal terus berdekatan dan mendoakan yang terbaik,” ujar Su Jin dengan senyum pasrah mereka cuma ingin sampai ke pantai sesegera mungkin dan bertemu dengan Situ Jin dan Bo Ya.
Seiring dengan berjalannya waktu, musuh yang telah diidentifikasi oleh si pemuja tak kunjung muncul. Mereka tetap aman hingga malam tiba. Mereka bertemu beberapa monster di perjalanan, namun para pemuja bisa melindungi mereka dan tak terjadi apa-apa.
Begitu malam tiba, mereka pun memutuskan untuk berhenti berjalan untuk hari ini. Perjalanan mereka di siang hari cukup mulus karena bagian pulau yang ini masih serupa dengan yang diingat oleh para pemuja, tapi tak ada seorang pun yang tahu apakah jalan di depan akan tiba-tiba menjadi asing bagi mereka. Jika jalan di depan tak lagi sama, maka melakukan perjalanan di malam hari akan menjadi lebih berbahaya.
“Bulan di sini kelihatan sangat seram. Tak bisa kupercaya kalau warnanya semerah darah,” ujar Chu Yi gelisah seraya mendongak menatap langit.
“Bulan?!” Su Jin merasa kalau ada sesuatu yang salah dan segera bertanya kepada para pemuja, “Apa bulan darah memang muncul di langit malam pulau ini?”
“Tidak, Pulau Kesalahan ini terlepas dari semua semesta lain dan dikelilingi oleh kehampaan. Tak ada luar angkasa, jadi bulan juga tak ada,” jawab si pemimpin dengan amat percaya diri.
Pupil mata Su Jin mengejang ketika dia tertawa sedih. “Kalau begitu, maka berarti kita telah memasuki wilayah kekuasaan orang lain.”
Segera setelah dia berkata demikian, bulan di langit pun sedikit berubah dan pancaran cahaya memancar keluar dari bulan. Kelima pemuja bereaksi dengan cukup cepat dengan mengeluarkan raungan marah. Sebentuk kabut hitam yang menyerupai Raungan Raja Iblis menyembur dari mulut mereka dan memencarkan pancaran cahaya itu.
“Semuanya, berhati-hatilah,” Su Jin mengingatkan timnya. Dia sedikit memicingkan mata seraya mendongak menatap angkasa, namun bulan darahnya sudah lenyap. Alih-alih, sesosok pria dengan lengan semerah darah turun dari langit dengan pedang semerah darah tergenggam di tangannya.
“Itu Pedang Sakura Darah!” Mata si pemimpin membelalak dengan syok. Dia langsung berseru pada Su Jin, “Utusan Agung, lari! Kami akan menahannya di sini!”
“Tak ada seorang pun yang akan ke mana-mana! Su Jin, sudah saatnya kita… membereskan permusuhan kita.” Pada saat ini orang itu telah mendarat di tanah, dan Su Jin serta Kano Mai menampakkan raut nelangsa di wajah mereka ketika melihat siapa orang itu. Seperti kata pepatah, siapa menabur, pasti akan menuai, dan hal-hal ini merupakan siklus tanpa akhir. Saat ini, perkataan itu sepertinya memang benar bagi mereka berdua.
“Miyamoto Tooru!” Su Jin menarik napas dalam-dalam dan mundur selangkah. “Urusan kita tak ada hubungannya dengan yang lain, jadi biarkan mereka pergi!”
“Tak ada hubungannya dengan mereka? Menurut pendapatku, asalkan mereka ada hubungannya denganmu, Su Jin, maka mereka juga ada hubungannya denganku. Aku akan bunuh kalian semua!” Mata Miyamoto Tooru merah sepenuhnya. Lebih tepat kalau dikatakan bahwa dirinya adalah roh jahat yang telah diberi kekuatan oleh Pedang Sakura Darah untuk membalas dendam. Dirinya bukan lagi Miyamoto Tooru yang sebenarnya.
“Kau juga pemilik, jadi kenapa kau bisa memakai barang?” tanya Chu Yi ketika dia melihat pedang yang dihunus Miyamoto Tooru.
“Menurutmu?” Miyamoto Tooru menyeringai. Ada kilau semerah darah di dalam mulutnya juga, dan hal itu membuatnya tampak benar-benar menyeramkan.
“Itu bukan barang. Itu adalah sesuatu yang dia dapatkan dari pulau ini.” Sebelumnya Su Jin sudah melihat Chi Mei Wangliang, jadi dia bisa menerka dari mana datangnya pedang ini. Dan karena para pemuja juga mengenali pedang ini, maka pedang ini pasti merupakan sesuatu dari pulau.
“Benar.” Miyamoto Tooru mengangguk samar, kemudian berpaling untuk menatap Su Jin. Ujarnya dengan suara dingin, “Su Jin! Waktu itu aku dikalahkan olehmu, tapi aku bertaruh kau takkan pernah membayangkan kalau aku bukan hanya tidak mati, tapi juga menjadi pemilik Buku Panduan sepertimu!”
“Aku memang agak kaget.” Su Jin mengangguk jujur.
Miyamoto Tooru meneruskan, “Setelah aku jadi pemilik, aku pun tahu kalau… kau pasti juga seorang pemilik. Dengan begitu, kekuatan dan ketangguhan mengerikan yang kau miliki itu akan jadi masuk akal.”
Su Jin kembali mengangguk. Asalkan kau bukan idiot sepenuhnya, merupakan hal normal jika menerka bahwa Su Jin jelas adalah pemilik. Hal itu cukup jelas.
“Tapi yang benar-benar mengagetkanku adalah fakta bahwa Nona Kano Mai, ratu dari Keluarga Kano, ternyata juga seorang pemilik Buku Panduan. Tampaknya memang benar bahwa aku terlalu memandang tinggi diriku sendiri dulu ketika ingin menikahimu,” ujar Miyamoto Tooru dengan kekehan ganjil ketika dia menatap Kano Mai dengan mata semerah darahnya.
Kano Mai menjawab dengan suara yang sama dinginnya, “Aku bukan lagi bagian dari Keluarga Kano, jadi jangan panggil aku ratu dari Keluarga Kano dan semacamnya.”
Miyamoto Tooru mengangkat bahu dengan acuh tak acuh. Baginya, baik Su Jin maupun Kano Mai harus mati hari ini. Sekarang mereka boleh bicara sok sesukanya.
“Aku tahu kalau sekarang aku ada di medan yang sama dengan kalian berdua, dan aku yakin kalau asalkan titik awal kita sama, aku tidak lebih lemah dari yang lain dan suatu hari kelak aku akan bisa membalas dendam. Su Jin, tahukah kau? Setiap hari aku berdoa, berdoa semoga kau tak mati dalam suatu Tantangan. Kalau tidak, semua kerja kerasku akan sia-sia!” Miyamoto Tooru memelotot keji pada Su Jin, seakan hendak menguliti Su Jin hidup-hidup.
“Jadi itulah sebabnya kenapa akhir-akhir ini aku merasa tidak nyaman. Ternyata karena kau begitu merindukanku.” Su Jin tahu kalau Miyamoto Tooru tidak akan membiarkan satu pun rekannya lolos, jadi dia pun berhenti berusaha memohon kepadanya. Bahkan jika hari ini mereka harus mati, timnya akan mati dengan gemilang.
“Tutup mulutmu! Begitu aku sudah menghabisimu, aku akan mencabut semua gigimu, mengubahnya menjadi spesimen dan menyimpannya di dalam kamarku. Gigi-gigi itu akan menjadi kenang-kenangan terbaik untuk seumur hidupku.” Miyamoto Tooru mendengus merendahkan, kemudian tiba-tiba menghunuskan pedang semerah darah di tangannya, melontarkan pancaran cahaya merah terang ke arah Chu Yi.
Su Jin tak menyangka kalau Miyamoto Tooru akan jadi begitu keji dan melancarkan serangan tiba-tiba pada Chu Yi tanpa peringatan. Untung saja, salah seorang pemuja Raja Iblis berdiri persis di samping Chu Yi. Si pemuja membuka mulutnya untuk mengeluarkan raungan dan kabut hitam yang keluar dari mulutnya menghancurkan pancaran sinar itu.
“Tampaknya kau juga telah mendapatkan sesuatu dari pulau!” cibir Miyamoto Tooru. Dia kembali mengayunkan pedangnya, melontarkan pancaran demi pancaran cahaya. Para pemuja pun dengan cepat mulai bekerja, mengeluarkan raungan terus-menerus untuk menghadang pancaran cahaya itu. Sayangnya, raungan mereka agak terlalu lambat dan makin lama makin sulit untuk menyamai kecepatan Miyamoto Tooru.
“Utusan Agung, lari!! Kami berlima takkan mampu bertahan melawan inang dari Pedang Sakura Darah, jadi kalau Anda tetap di sini, Anda akan mati!” si pemimpin berseru kepada Su Jin.
Su Jin tak punya waktu untuk ragu-ragu. Serunya kepada yang lain, “Berpencar! Setidaknya beberapa dari kita akan bisa hidup!”
Sekarang sudah tak ada waktu untuk memikirkan rencana yang lebih baik. Kini mereka adalah manusia biasa, jadi kalau mereka menghadapi Pedang Sakura Darah sebagai satu kelompok, senjata itu bisa membunuh mereka dalam sekali gebrak. Mereka harus lari ke arah yang berbeda-beda untuk memastikan setidaknya ada beberapa dari mereka yang selamat.
Su Jin merasa amat sangat frustrasi. Tadi dirinya sudah terlalu naif. Sejak saat para pemuja merasakan keberadaan Miyamoto Tooru, semestinya mereka sudah berpencar. Bahkan jika semua orang tak setuju, dia seharusnya bersikeras mereka melakukannya. Dia adalah ketua tim, jadi meski yang lain bisa membiarkan emosi memengaruhi keputusan mereka, dia tidak.
Para anggota timnya meragu sejenak, tapi pada akhirnya memutuskan untuk menurutinya dan berlari ke arah berbeda.
Namun ketika Miyamoto Tooru melihat mereka berlari ke arah berbeda-beda, dia sama sekali tidak tampak cemas. Sebaliknya, ada kilat girang yang ganjil berkelebat di matanya.