Buku Panduan Neraka - Chapter 302
“Aku takkan buang-buang ludah untukmu – karena kau pilih mati, akan kukabulkan keinginanmu!” Situ Jin bukan jenis orang yang lembut. Dia menggenggam belatinya dan memelesat ke arah si pemimpin sebelum memakai kakinya untuk menendang lawannya itu.
Si pemimpin juga sangat hebat dalam bertarung dan tidak langsung maju menghadapi Situ Jin. Kakinya tak meninggalkan tanah ketika dia meluncur ke samping dan menghindari jangkauan serangan Situ JIn,
“Lumayan juga.” Situ Jin tak bisa menahan diri untuk memuji orang itu. Kalau orang itu tadi berusaha membalas, maka tendangannya akan berubah menjadi banyak jenis serangan lainnya. Kalau orang itu tadi bergerak mundur dan kakinya meninggalkan tanah, Situ Jin akan sudah membuat serangan berbeda yang bisa membunuhnya.
Si pemimpin telah memilih untuk meluncur dengan cara yang tidak biasa. Kakinya tak meninggalkan tanah, namun tumitnya adalah tumpuan. Tubuh bagian atasnya tak bergerak, namun tubuh bagian bawahnya bergerak dengan bertumpu pada tumit, seakan dirinya adalah kuas kaligrafi yang bergerak di atas kertas.
Jurus ini memotong semua kesempatan Situ Jin dalam membuat serangan lain dengan mulus setelah serangan pertamanya, dan mau tak mau dia harus menyesuaikan kuda-kudanya, kemudian menyarangkan serangan lain. Si pemimpin ini jelas adalah seorang seniman beladiri. Itulah sebabnya kenapa dia bisa mengabaikan kematian kedua orang lainnya dan cukup berani untuk bertarung satu lawan satu dengan Situ Jin.
Pusat gravitasi Situ Jin telah berubah karena dia menendang dengan satu kaki, tapi dia sangat berpengalaman dan dengan cepat menggerakkan dirinya ke depan sehingga si pemimpin takkan bisa menyerang ketika keseimbangannya sedang melemah. Kemudian dia berputar dan kembali mendekati si pemimpin.
Si pemimpin tampak kaget karena Situ Jin bisa bergerak begitu cepat. Dia menempatkan kedua lengannya di depan dada untuk melindungi organ-organ pentingnya. Jika Situ Jin menyerang dengan tangan kosong, dia bisa melindungi dirinya sendiri untuk sementara waktu. Namun Situ Jin punya pisau.
Segera setelah dirinya berada cukup dekat, pisau Situ Jin tampak bagai cakar kucing ketika dia menariknya keluar dari balik lengan baju lalu menusukkannya ke dada lawannya.
Mata si pemimpin melebar dan tampak seakan hendak membalas, jadi Situ Jin pun merangkulkan lengannya ke punggung orang itu, membuat pisau tersebut menusuk lebih jauh lagi ke dalam dada orang itu
Si pemimpin menampakkan raut kesakitan di wajahnya, namun satu tangannya terjulur pada Situ Jin dan membelai lembut pipinya. Perbuatan itu membuat Situ Jin bergidik. Dia… sepertinya telah membuat kesalahan entah di mana.
“Kenapa tatapannya… begitu lembut?” Situ Jin kebingungan. Sorot di mata si pemimpin sama sekali tak tampak keji. Justru, sorot mata itu tampak penuh dengan cinta.
“Tidak, tunggu, ada yang tidak benar!” Situ Jin merasa seakan pemandangan di depannya berkedip. Instingnya memberitahu dirinya bahwa ada sesuatu yang salah, tapi dia tak tahu apa yang salah.
“Tidak, tak mungkin itu benar! Tak mungkin!” Suatu kengerian yang tak terperi membuncah dalam hati Situ Jin ketika dia tampaknya menyadari apa yang mungkin telah terjadi, tapi dia tak mau memastikan tebakannya.
Dia berbalik untuk melihat ke arah Bo Ya dan dua pemilik lainnya, tapi ketika dia melihat lebih keras lagi, mereka bertiga pun berubah menjadi berkas-berkas cahaya dan menghilang tanpa jejak.
Pada saat bersamaan, pemimpin dari kelima pemilik itu telah berubah menjadi Bo Ya. Seluruh dadanya telah berlumuran darah, dan penyebabnya adalah belati di tangan Situ Jin.
“Jin, kumohon… sadarlah!” Ekspresi Bo Ya sarat dengan duka dan matanya penuh dengan ketidakberdayaan. Kemudian… perlahan dia memejamkan mata.
Situ Jin terlalu kaget untuk melakukan sesuatu. Dia merasa seakan jiwanya telah dihisap keluar dari dirinya. Dengan rasa tak percaya dia menarik lengan yang dia pakai untuk menahan tubuh Bo Ya, namun ketika tubuh Bo Ya hampir menghantam tanah sebagai hasilnya, dengan gelagapan dia pun menangkapnya.
“Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana… tak mungkin… ini tak mungkin benar….” Air mata besar-besar bergulir turun di pipi Situ Jin dan memercik di tanah.
Sebelumnya, instingnya telah memberitahunya bahwa inilah yang sebenarnya. Tak ada pemilik lainnya dan semua itu hanyalah imajinasinya. Kalau kedua kelompok pemilik itu benar-benar datang untuk membunuh mereka, maka kenaoa si pemimpin itu membiarkan saja dirinya membunuh kedua pemilik lain itu? Mereka berasal dari dua tim yang berbeda, tapi kedua pemilik itu juga mewakili poin. Si pemimpin bisa membunuh mereka sendiri saja untuk mendapatkan kedua poin itu.
Seluruh situasi ini sebenarnya tidak masuk akal, dan penuh dengan celah, namun Situ Jin tidak cukup cepat menyadarinya. Si pemimpin yang tadi telah dia serang sebenarnya adalah Bo Ya, itulah sebabnya kenapa si pemimpin tidak memilih untuk menyelamatkan rekan-rekannya dan terus bergerak mundur dari Situ Jin ketika Situ Jin menyerang.
“AHHHHH!” Teriakan pilu Situ Jin menggema di seantero hutan. Di sampingnya tergeletak serangga yang telah menjadi tak lebih dari cangkang kering. Namun bagian dalam serangga itu masih mengeluarkan kepulan kabut hitam, yang selama ini telah mempengaruhi pikiran Situ Jin.
Sementara itu, Ye Yun dan Kano Mai tak lagi bepergian berdua saja. Mereka menemukan tiga orang pemilik lagi, dan mereka memiliki pendapat yang sama – mereka tak boleh bertarung satu sama lain, dan mereka harus saling tolong-menolong demi bisa bertahan hidup selama tiga hari ini.
Dari tiga orang itu, dua orang di antaranya adalah orang Eropa dan yang terakhir adalah orang Jepang. Hal itu mengejutkan Kano Mai. Dia tak menyangka akan bertemu dengan orang senegaranya.
“Ogawa Hideko… sungguh langka bertemu dengan sesama orang Jepang.” Kano Mai merasa sepertinya nama ini dia kenal.
“Mungkin karena lokasimu di Tiongkok. Aku selalu bertemu dengan orang Jepang di dalam Tantangan. Anggota terkuat dalam tim kami bernama Miyamoto Tooru dan kemampuannya luar biasa. Kalau kita menemukan dia, kita pasti akan selamat.” Ogawa Hideko adalah wanita Jepang berumur tiga puluhan yang bicara pada semua orang dengan senyum lebar di wajahnya. Namun senyumannya itu tampak agak palsu di mata anggota kelompok lainnya.
“Miyamoto Tooru?” Kano Mai tercengang. Dia memberitahu dirinya sendiri bahwa bisa saja itu cuma orang dengan nama sama, tapi dia memutuskan untuk memastikannya dengan Ogawa Hideko. “Hideko, Miyamoto Tooru ini… apa dia adalah seorang mahaguru dalam seni beladiri sebelum dia menjadi pemilik?”
“Oh? Kau kenal Tooru-kun?” Ogawa Hideko tampak kaget.
Kano Mai lebih syok lagi. Dia tak menyangka kalau Miyamoto Tooru telah menjadi pemilik. Keluarga Miyamoto pasti telah melakukan sesuatu demi memperoleh Buku Panduan untuknya dan dalam prosesnya menyelamatkan nyawanya.
Tapi yang mengejutkan Kano Mai adalah kemampuan Miyamoto Tooru. Tanpa ada bantuan tambahan apa pun dari Buku Panduan, Miyamoto Tooru pasti adalah yang terkuat di antara ke-36 pemilik di pulau ini. Bagaimanapun juga, Miyamoto Tooru adalah seorang mahaguru, jadi bahkan Ye Yun juga bukan tandingannya. Perbedaan tingkatan ahli (master) dan mahaguru (grandmaster) bukan cuma dalam kata ‘maha’.
Ye Yun menyadari raut gundah pada wajah Kano Mai, jadi dia pun menarik Mai ke samping dan bertanya,“Kak Mai, ada apa? Kau tampak agak gundah.”
Kano Mai merasa tak perlu menyembunyikan hal ini dari Ye Yun, jadi dia pun memberitahukan kepada gadis itu tentang semua hal yang telah terjadi ketika Su Jin pergi ke Jepang bersamanya dan permasalahan antara Su Jin dan Miyamoto Tooru.
“Jadi, dengan kata lain… Miyamoto Tooru bukan cuma tidak mati, tapi juga menjadi seorang pemilik, dan karena cara pengaturan dari Tantangan ini, dia bisa saja menjadi yang terkuat di antara ke-36 pemilik di sini?” tanya Ye Yun setelah selesai mendengarkan Kano Mai.
Kano Mai mengangguk. “Benar. Dan menilik bagaimana dia memiliki perselisihan dengan aku dan Jin, kalau kami sampai bertemu, dia pasti akan berusaha membalas dendam dan tak ada seorang pun yang akan bisa menghentikannya.”
Ye Yun juga seorang seniman beladiri. Dirinya berasal dari keluarga kaya yang punya uang untuk mencarikan guru-guru bagus baginya, ditambah lagi dia menyukai seni beladiri serta berbakat dalam aspek ini. Kalau tidak, dia takkan mencapai tingkat ahli sebelum menjadi seorang pemilik. Dia tahu seberapa mengerikannya seorang mahaguru.
“Kak Mai juga tak perlu terlalu cemas. Kita ada di Pulau Kesalahan, dan mungkin saja sulit untuk bertahan hidup bahkan bagi seorang mahaguru. Kalau dia terperangkap dalam suatu meme atau semacamnya, kita mungkin bahkan tak perlu bertemu dengannya,” Ye Yun menghibur Kano Mai. Persis pada saat itulah, Ogawa Hideko tiba-tiba memanggil mereka.
“Semuanya, hati-hati! Perangkap yang telah kami pasang sebelumnya telah dinyalakan, jadi ada sesuatu yang mendekati kita!” Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, semua orang bisa mendengarkan suara gemerisik. Sesuatu memang tengah mendekati mereka.
Di bagian lain Pulau Kesalahan, Miyamoto Tooru berlumuran daging busuk. Setelah dia berjalan memasuki rawa-rawa, dia merasa seakan dirinya telah dirasuki iblis. Tak terhitung banyaknya mayat monster dan makhluk-makhluk aneh lain bergelimpangan di sekitarnya dan baunya sungguh busuk, tapi tubuhnya menolak untuk berhenti bergerak dan terus berjalan menuju bagian rawa yang lebih dalam.
“Arghhhh… arghhhh!” Miyamoto Tooru menggertakkan giginya kuat-kuat. Dia berusaha merebut kembali kendali atas tubuhnya, tapi semua upayanya sia-sia belaka.
Rawa itu penuh dengan lumpur, jadi jika dia berjalan masuk terlalu jauh, dia mungkin takkan bisa berjalan keluar lagi. Tapi tak satu pun dari kondisi ini yang bisa dia kendalikan. Dia mengamati ketika berbagai macam makhluk berjalan melewati dirinya dengan pikiran kosong seperti sekumpulan boneka, kemudian meledak sekitar lima atau enam meter dari tempatnya berada sekarang. Darah dan daging mereka akan menciprat ke mana-mana dan mendarat di tubuhnya.
“Hentikan! Hentikan!!” raung Miyamoto Tooru. Serangga-serangga yang ada di rawa menggigitinya dan melahap bagian-bagian yang membusuk, membuatnya nyaris jadi gila.
Dia tak tahu sudah berapa lama dia berjalan. Beberapa kali, ada saatnya ketika dia akan merasakan hawa panas meningkat dari dalam tubuhnya dan mengancam akan meledak, tapi dia berhasil memakai kekuatan tekadnya untuk menahannya.
Lumpur di rawa telah mencapai pahanya, namun tetap tak bisa menghentikan dirinya bergerak maju. Beberapa bagian tampak mustahil untuk dilewati, tetapi lumpurnya akan tiba-tiba bergerak ke arah berlawanan dan membukakan jalan untuknya.
“Apa yang terjadi?” Miyamoto Tooru merasakan takut dalam hatinya. Segera dia menyadari kalau tiba-tiba kini ada lebih banyak makhluk di sekitarnya. Makhluk-makhluk ini menyerupai manusia.
Salah satu dari mereka tampak seperti zirah kosong yang di dalamnya tak ada makhluk hidup apa pun lagi. Yang satunya adalah sesosok orang aneh yang terikat dalam perban dengan banyak simbol ganjil di permukaannya. Lainnya lagi adalah tulang belulang dengan sejumlah daging busuk menggelantunginya, namun berkepala elang. Ada lebih banyak lagi makhluk-makhluk serupa.
“Semua ini adalah makhluk-makhluk seperti manusia!” Miyamoto Tooru adalah seorang pria cerdas dan dengan cepat dia menyadari kalau ada satu kesamaan di antara mereka semua – mereka semua kurang lebih berbentuk seperti manusia.
Dan persis ketika dia masih berusaha memahami situasinya, setiap makhluk di dalam rawa berhenti bergerak. Demikian juga dengan dirinya. Semua makhluk di dalam rawa ini telah memasuki rawa dari arah berbeda-beda dan kini sedang mengelilingi sesuatu.
Dia memicingkan mata dan melihat bahwa di bagian paling tengah dari rawa-rawa itu berdiri sesosok tulang-belulang yang menggenggam pedang yang berpendar semerah darah.
“Si pemenang akan menjadi budakku!”
Warna merah darah dari pedang itu tiba-tiba semakin terang, dan seluruh makhluk, termasuk Miyamoto Tooru, tak lagi dikendalikan oleh kekuatan lain. Serta merta mereka semua mulai saling bunuh. Mereka semua tahu bahwa hanya satu dari mereka yang akan diperbolehkan hidup.