Buku Panduan Neraka - Chapter 297
Sheeveh, itu adalah nama dari sesosok dewa, dan merupakan dewa yang sangat Su Jin kenal. Dia adalah Raja Iblis yang kini sedang bersenang-senang dengan Xu Ran di dunia nyata.
Sebelumnya Su Jin pernah mendengar si Tukang Topi Gila menyebutkan nama sang Dewi di dalam suatu percakapan. Dia adalah sesosok dewa jahat yang amat terkenal di kalangan para Dewa Tua dan pernah menjadi salah satu dewa terkuat di masa-masa kejayaannya. Dia jauh lebih kuat dari dewa-dewa seperti si Tukang Topi Gila dan Pinokio.
Dewa-dewa tingkat tinggi sangatlah kuat bukan hanya karena tubuh mereka memiliki kekuatan amat besar, melainkan karena mereka memiliki cukup banyak pengikut yang mengimani mereka. Iman dari para pengikut inilah yang menjadi makanan dewa-dewa ini.
Di Tantangan Kota Fengxi, Raja Iblis telah memunculkan diri untuk menghukum orang-orang kota yang tak lagi memujanya. Namun dirinya kurang beruntung dan malah berakhir terperangkap di dalam kota itu, menjadi bagian dari Tantangan Buku Panduan.
Setelah Raja Iblis menghilang untuk waktu yang lama, jumlah para pengikutnya juga mulai menyusut. Sementara memang benar bahwa agama diurus oleh manusia biasa, wahyu-wahyu dari dewa yang mereka puja membuat para penganut ini menjadi lebih setia. Namun setelah Raja Iblis terperangkap di dalam Tantangan, organisasi-organisasi keagamaan yang dulunya memuja dirinya tak lagi bisa berlanjut, jadi pada akhirnya bubar semua.
Su Jin kaget karena mendapati para pemuja Raja Iblis ada di pulau ini. Jika bukan karena pisau tulang dan mata Raja Iblis yang terukir di situ, Su Jin tidak akan bisa menyatukan petunjuk yang ada dan membuat kesimpulan.
Orang-orang aneh itu saling berpandangan dan jelas-jelas kaget karena Su Jin bisa menyebutkan nama dewa mereka. Setelah tiba di pulau mengerikan ini, selain diri mereka sendiri, tak pernah mereka dengar ada orang yang menyebutkan nama agung ini.
“Sheeveh, Raja Iblis nan perkasa! Dewa yang sama-sama kita puja!” ujar Su Jin perlahan.
“Kau adalah sesama penganut? Kau adalah pengikut dewa kami?” tanya pria yang sama dengan sebelumnya dengan suara penuh semangat. Dia begitu kegirangan, sampai-sampai ucapannya yang tadinya kaku kini mengalir lebih lancar.
Dalam hati Su Jin menghembuskan napas lega. Dia menenangkan diri dan berkata pada mereka, “Benar. Aku adalah pemuja dewa kalian, pelayan dari dewi paling agung dan jelita, Sheeveh. Semua orang harus memuja-Nya!”
Sebelumnya orang-orang ini masih agak curiga, tapi sekarang, mereka jadi sangat yakin kalau Su Jin adalah pengikut Raja Iblis seperti mereka. Itu karena hanya amat sedikit dari mereka, bahkan di dalam agama itu, yang tahu bahwa Raja Iblis nan agung ini sebenarnya adalah dewi.
“Dewi Sheeveh tidak menelantarkan kita! Apa Beliau mengirimmu ke mari untuk menyelamatkan kami?” tanya salah satu dari mereka dengan penuh semangat.
“Pasti begitu! Bertahun-tahun sudah berlalu, kami sudah lupa siapa diri kami sendiri. Tapi sebagai pengikutnya, kami takkan pernah melupakan nama Dewi Agung Sheeveh!” lolong yang lainnya.
Su Jin tak berani merusak kebahagiaan mereka dan hanya manggut-manggut. “Dewi Sheeveh telah lolos dari situasi sulit Beliau dan Beliau merasakan bahwa masih ada sekelompok orang percaya yang masih hidup. Inilah alasan mengapa Beliau tak bisa datang sendiri kemari, sehingga Beliau mengirimku kemari untuk memeriksa apakah kalian benar-benar belum melupakan keyakinan kalian.”
Semua orang berjubah itu langsung menjatuhkan diri ke tanah dengan suara keras dan terus menyembah pada Su Jin begitu mendengar kata-kata ini. Orang yang tampaknya adalah pemimpin mereka menangis dan meratap, “Wahai Dewi yang Agung! Oh Utusan yang Agung! Kami tak pernah membuang iman kami dan kami tetap menjadi pengikut setia-Nya, bahkan meski kami ada di Pulau Kesalahan ini. Oh Utusan yang Agung, Andalah saksi kami!”
“Iya! Oh Utusan yang Agung, saya telah melupakan nama saya sendiri, tetapi saya takkan pernah berani melupakan nama besar dari Dewi Agung kami!”
“Tak pernah berani lupa dan takkan pernah lupa! Saya rela memakai nyawa saya untuk membuktikan iman saya!” seru yang lain dengan penuh perasaan seraya menyambar pisau tulang dari pria lain. Dia kelihatan seperti sudah siap untuk membunuh dirinya sendiri demi membuktikan bahwa imannya kepada Raja Iblis tak pernah berubah.
“Benar, iman kami tetap sama! Kami bisa memakai nyawa kami untuk membuktikannya!” Sisanya tampak terinspirasi oleh orang berniat membunuh dirinya sendiri dan mulai berusaha merampas pisau tulang itu untuk diri mereka sendiri. Tak lama kemudian orang itu pun mulai berebutan satu sama lain.
Su Jin tak menyadari seberapa besar kekuatan yang bisa dimiliki sebuah agama atas penganut mereka, tetapi dia juga tak mau orang-orang ini mati begitu saja, jadi dia pun berseru kepada mereka, “Hentikan omong kosong ini sekarang juga! Apa kalian kira sang Dewi mengirimku kemari hanya untuk menonton kalian semua mati? Apa kalian kira san Dewi akan begitu kejam kepada penyembah setianya?”
Mereka semua membeku ketika mendengar kata-kata Su Jin, kemudian membentuk satu barisan dan berlutut di tanah, meratap memohon pengampunan sekaligus menangis tak terkendali, seakan mereka amat sangat terharu oleh kemurahan hati sang Dewi.
“Oh Utusan yang Agung, harap katakan kepada kami, apakah sang Dewi Agung… baik-baik saja?” tanya pemimpin kelompok itu seraya menatap penuh harap dan perhatian kepada Su Jin.
Su Jin tak menyangka kalau para pemuja ini ternyata begitu setia. Hal pertama yang muncul dalam benak mereka ternyata adalah kepedulian pada dewi yang tak berperasaan itu.
“Yah… keadaan Beliau tak terlalu baik. Beliau sudah terlalu lama terperangkap dan jumlah orang yang masih memuja Beliau sudah hampir tidak ada. Jadi, ketika Beliau merasakan keberadaan kalian, Beliau sangat gembira dan… menyuruhku datang kemari.” Su Jin mulai mengarang cerita, karena toh tak mungkin memastikan apa yang dia katakan dan dia bisa mengucapkan apa pun yang dia mau.
Orang-orang berjubah itu langsung mulai meratap lagi ketika mereka mendengar bahwa kondisi sang Raja Iblis kurang baik. Su Jin langsung menimpali, “Sang Dewi berharap aku bisa membawa kalian semua pulang, tapi… datang ke tempat ini sudah menguras semua tenagaku dan aku nyaris mati ketika berusaha menemukan lokasi kalian. Dan yang lebih parah lagi, kalian nyaris merebusku hidup-hidup.”
Ada raut kikuk di wajah kelompok itu. Memang benar bahwa mereka nyaris merebus dan mengiris-iris sang Utusan barusan tadi. Mereka pun buru-buru berbalik untuk meminta maaf kepada Su Jin. Si pemimpin berkata, “Kami tidak tahu kalau Anda adalah utusan sang Dewi Agung, jadi tadi telah terjadi kesalahpahaman… kami harap Anda bersedia memaafkan kami, dan terima kasih banyak karena telah mencari kami walaupun Anda harus melewati begitu banyak bahaya.”
Su Jin melambaikan tangannya dan berkata dengan gaya penuh percaya diri, “Tak apa-apa. Sang Dewi telah memberiku instruksi, jadi aku harus melakukan yang terbaik untuk menjalankannya. Hanya saja… melihat dari situasi saat ini, akan sulit bagiku untuk mengambil langkah berikutnya, apalagi kalau harus membawa kalian semua pulang bersamaku.”
“Utusan yang Agung, jangan cemas. Di pulau ini, keselamatan Anda takkan menjadi masalah asalkan ada kami yang melindungi Anda. Tetapi mengenai sang Dewi Agung… lagi-lagi kami harus mengecewakan Beliau.” Orang-orang itu mulai menangis heboh lagi, membuat mereka jadi kelihatan seperti sekelompok anak tak berdosa yang diganggu oleh Su Jin.
“Kalian tak perlu seperti ini. Aku sudah kehilangan kekuatanku, tapi aku datang kemari bersama dengan rekan-rekanku. Asalkan kita bisa menemukan mereka, sang Dewi bisa memakai sesuatu yang telah Beliau tanamkan pada diri masing-masing dari kami untuk membawa kami pulang. Pada saat itu, kami akan punya cara untuk membawa kalian semua pulang,” Su Jin melanjutkan karangan bebasnya.
Kelompok itu langsung mulai berseru-seru penuh semangat. Setelah mereka kembali tenang, Su Jin berkata, “Tidakkah sudah waktunya untuk kalian melepaskanku?”
“Oh astaga! Maafkan kami karena begitu lamban!” Kelompok itu pun langsung melepaskan usus yang mengikat Su Jin dan membantunya duduk.
Kruyuuk…. Perut Su Jin tiba-tiba mengeluarkan suara aneh, yang membuat orang-orang berjubah itu membeku.
“Cepat ambilkan sisa makanan yang tadi sehingga Utusan yang Agung bisa makan! Pergilah memburu lebih banyak makanan dan jangan biarkan Beliau menunggu terlalu lama!” dengan cepat si pemimpin menyadari suara apa itu dan memberi instruksi kepada yang lainnya.
Tentu saja, Su Jin tak sanggup menyantap daging dari pemilik yang dimasak tadi. Dia pun melambaikan tangannya dan berkata, “Setelah melalui begitu banyak cobaan, sang Dewi telah memperoleh wawasan baru dan sudah mengubah beberapa ajaran Beliau. Beliau tak lagi mengizinkan untuk memakan manusia, jadi sebagai pelayannya, aku tak bisa melanggarnya.”
“Kami tak mengetahui soal ini dan kami telah melanggar ajaran sang Dewi Agung! Oh Utusan yang Agung, hukumlah kami atas perbuatan ini!” Seluruh anggota kelompok itu pun jatuh berlutut dan mengaku dosa di hadapan Su Jin.
Tak mungkin Su Jin akan menghukum mereka. Orang-orang ini adalah pelindung terbaik yang dia punya di tempat ini. Akan sungguh disayangkan kalau mereka sampai terluka.
“Kalian melakukannya karena tidak tahu, jadi kalian tidak dianggap bersalah. Tapi jangan lakukan lagi,” Su Jin memperingatkan kelompok itu dengan gaya tegas. Setelah melihat kalau mereka hanya mengangguk-angguk dan tak melakukan hal lainnya, dia mengernyit dan berkata, “Kenapa kalian semua cuma berdiri di sini? Kita tidak diperbolehkan memakan sesama manusia, tapi tidak berarti kita tak boleh makan yang lainnya! Tapi aku sangat kelelahan, jadi masaklah sesuatu yang tawar! Kalian mengerti maksudku?”
“Mengerti! Mengerti!” Kelompok itu mengangguk kuat-kuat dan berlari pergi untuk berburu, hanya menyisakan si pemimpin untuk menemani Su Jin.
Total ada lima orang di dalam kelompok ini dan mereka tampak sangat androginus, jadi Su Jin tak terlalu yakin apakah mereka pria atau wanita. Tapi itu bukan masalah. Dia tak mau membuat masalah yang tidak diperlukan dan hanya ingin memanfaatkan kemampuan mereka untuk bertahan hidup di tempat ini.
“Omong-omong, sang Dewi bisa merasakan keberadaan kelompok kalian, tapi Beliau tak bisa mengidentifikasi siapa kalian sebenarnya. Apa kau bisa memberitahuku lebih banyak tentang diri kalian?” Su Jin sangat penasaran tentang siapa sebenarnya orang-orang ini. Berdasarkan pada perkataan si badut tentang Pulau Kesalahan, pulau ini telah memenjarakan apa pun yang dianggap sebagai kesalahan, sumber kekacauan ataupun dianggap tidak cocok untuk Tantangan. Fakta bahwa orang-orang ini terperangkap di sini berarti mereka adalah sosok yang penting.
Namun pertanyaan Su Jin membuat orang itu terdiam. Setelah menimbang-nimbang selama beberapa saat, dia menggelengkan kepalanya dan berkata, “Saya sungguh menyesal, tapi saya benar-benar sudah tak ingat lagi. Sudah terlalu lama dan ada saat-saat ketika kami bahkan tak ingat kalau kami adalah manusia. Kalau kami tak memiliki kekuatan keimanan kami untuk terus bertahan, takutnya kami akan sudah menjadi tak lebih dari binatang liar.”
“Kau benar-benar tak ingat apa-apa sama sekali?” Su Jin terus bertanya.
Orang itu berpikir sesaat lagi, mengernyit, kemudian berhenti mengernyit. Ujarnya ragu, “Saya sungguh tak bisa mengingat sebanyak itu, tapi saya ingat kalau saya… saya pernah bertemu dengan sang Dewi Agung sebelumnya. Beliau… menahbiskan saya dan saya dipanggil… Generasi Pertama.”
“Kalau begitu, yang lainnya adalah Generasi Kedua, Ketiga, Keempat, dan Kelima?” Su Jin tak bisa menahan diri untuk membuat komentar jahil, karena istilah ini mengingatkan dia pada Naruto.
Sementara mereka mengobrol, empat orang lainnya kembali dengan makanan. Su Jin langsung membeku ketika dia melihat apa yang telah mereka bawa pulang. Orang-orang ini agak… kelewat antusias. Masing-masing dari mereka membawa seekor monster raksasa serta jagung dalam jumlah cukup banyak untuk dijadikan bukit. Su Jin nyaris tak bisa memercayai apa yang telah dilihatnya.