Buku Panduan Neraka - Chapter 143
Su Jin mengaktifkan Bar Neraka untuk timnya, jarena mereka belum pernah pergi ke area yang baru setelah tim naik tingkat. Juga, dia sangat tertarik pada Ritual Dewa, jadi dia berharap bisa mendapatkan informasi dari orang-orang di dalam bar.
Sayangnya, dia tak bertemu dengan si pria paruh baya di dalam bar. Maka dia hanya bisa memasang pengumuman untuk menghadiahi siapa pun dengan informasi mengenai urusan ini.
Kali ini, dia tak perlu menunggu lama. Seorang pria yang seluruh tubuhnya tertutup mantel datang untuk membuat kesepakatan dengan Su Jin. Su Jin menawarkan perban pembeku darah yang dia dapat dari Kantong Undian Keberutungan dan pihak lain tampak puas dengan hal itu.
“Sebenarnya, informasi mengenai Ritual Dewa tidak bisa dianggap sebagai informasi yang terlalu berharga, karena ada banyak desas-desus tentang ritual ini,” ujar si pria bermantel dengan jujur. “Tak ada seorang pun yang tahu kapan hal itu dimulai pertama kali, tapi ritualnya membutuhkan lima benda persembahan unik, dan kabarnya benda-benda semacam itu jumlahnya ada beberapa ribu.”
“Beberapa ribu?” Su Jin terperanjat. Dia mengira hanya akan ada lima benda unik.
Si pria bermantel mengangguk dan meneruskan, “Benar. Sejauh ini, ada lebih dari 2.000 benda berbeda yang telah ditemukan, tapi setelah sebuah benda tertentu muncul, maka takkan pernah muncul lagi. Jadi ada beberapa orang yang berpikir bahwa tiap bendanya hanya muncul sekali atau hanya dalam jangka waktu yang terbatas.”
“Kenapa cara kerjanya seperti ini? Apa tujuannya?” Su Jin sangat kebingungan. Tak ada gunanya memiliki beberapa ribu benda persembahan yang berbeda, kecuali benda-benda itu punya suatu kegunaan istimewa.
“Ada juga desas-desus bahwa kombinasi benda-benda yang berbeda akan memberimu hadiah yang berbeda,” ujar si pria bermantel.
Mata Su Jin berbinar. Memang masuk akal bahwa jika kau hanya membutuhkan lima dari ribuan benda, maka satu-satunya alasan kenapa sejak awal kau punya begitu banyak benda yang bisa dipakai adalah untuk membedakan hadiah yang bisa kau dapatkan dari ritualnya.
“Sejauh ini sudah ada berapa banyak jenis hadiahnya?” tanya Su Jin.
Tapi si pria bermantel menggelengkan kepalanya. “Benar-benar sulit untuk mengaktifkan Ritual Dewa. Jumlah benda persembahannya ada banyak, tapi kesempatan mendapatkannya sangat rendah, dan tak ada seorang pun yang tahu kalau itu adalah benda persembahan kecuali kau menaksirnya. Tak ada pola pada benda-benda itu dan benda-benda itu muncul pada Tantangan mana pun pada tingkat apa pun. Juga, tak ada seorang pun yang memakainya untuk membuat pertukaran dengan pemilik lainnya. Itulah sebabnya kenapa jumlah pemilik yang berhasil mengumpulkan lima benda persembahan mungkin sangat sedikit. Dan bahkan jika seseorang berhasil memperoleh kelimanya, mereka mungkin akan mengaktifkan ritualnya secara rahasia dan mereka takkan memberitahu orang lain hadiah apa yang mereka peroleh.”
Su Jin mengangguk setuju. Ini masuk akal. Sesuatu seperti itu akan menjadi semacam kartu as, jadi tak ada seorang pun yang akan berkeliling memberitahukan semua orang apa yang mereka dapat. Kalau dia bisa mengaktifkan ritual ini, dia juga akan merahasiakan hadiahnya.
“Tapi ada juga desas-desus bahwa pemimpin kelompok yang telah berkeliaran merampoki para pemilik lain mempunyai sesuatu yang membuat para pemilik bisa pergi melintasi berbagai semesta, dan rupanya benda itu adalah hadiah dari sebuah ritual,” tambah si pria bermantel.
Su Jin cukup terkejut pada informasi tambahan itu, karena tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa pemimpin dari kelompok perampok ini mungkin adalah seseorang yang telah sukses mengaktifkan ritual ini sebelumnya. Begitu si pria bermantel selesai membagi semua informasi yagn dia punya, dia pun pergi.
Su Jin berjalan seorang diri ke konter bar dan mulai bertanya kepada sang Bos berapa banyak poin yang akan dibutuhkan untuk mencari tahu lebih banyak tentang ritual ini.
“Ritual Dewa? Aku punya beberapa ribu informasi dan masing-masingnya tak terlalu mahal, cuma 1.000 poin masing-masingnya,” ujar sang Bos seraya tersenyum lebar.
“Itu perampokan di siang bolong!” Su Jin terperangah. Singkatnya, dia harus menghabiskan puluhan juta poin hanya demi mencari tahu semua yang perlu diketahui tentang ritual ini. Kalau dia punya poin sebanyak itu untuk dihabiskan, dia lebih baik menggunakannya untuk mengeluarkan dirinya dari semesta Buku Panduan ini.
Sang Bos mengangkat bahu. “Itu pilihanmu. Dan bahkan meski kita tidak membuat kesepakatan, kita tetap teman, kan?”
Su Jin tertawa sedih dan menggelengkan kepalanya sebelum berjalan pergi. Bagaimanapun juga dia benar-benar tak bisa mengandalkan sang bos bar untuk mendapat informasi. Dia berjalan kembali ke meja timnya, karena di area ini mereka juga punya meja mereka sendiri.
Tak lama setelah Su Jin meninggalkan konter bar, seseorang yang lain juga meninggalkan konter bar yang sama. Orang itu adalah Ye Yun. Ada raut bosan di wajah gadis itu ketika dia mengedarkan pandangan ke sekitar bar. Pandangannya menyapu Su Jin tapi dia tak terlalu memikirkannya dan meninggalkan bar itu tak lama setelahnya.
****
Kembali ke dunia nyata, dua orang pria tiba di suatu area bergunung-gunung di dekat Kota H di Provinsi A. tempat ini adalah salah satu wilayah paling miskin di negara ini.
“Orang ini tiba-tiba meninggalkan Kota S, jadi tak ada hal lain yang bisa kita lakukan selain mengincar orangtuanya sebagai gantinya,” seorang pria berkulit gelap dengan pelindung telinga berukuran besar. Dia bicara dengan gaya percaya diri dan tegas.
“Lebih baik berhati-hati. Kau tak tahu apakah dia punya rekan lainnya. Kalau ini tidak berjalan dengan baik, Bos akan jadi tidak senang.” Pria lainnya berkulit putih dan wajahnya menampakkan raut menakutkan.
Kedua pria itu tampak familier dengan area ini. Mereka menuruni beberapa jalan setapak kecil untuk menuju lebih jauh ke dalam gunung hingga tiba di sebuah desa kecil di kaki salah satu dari gunung-gunung itu.
Pada saat mereka tiba di sana, matahari sudah tenggelam. Tapi itulah persisnya yang mereka inginkan. Mereka terlalu kentara di siang hari dan mereka tahu bahwa jika mereka menarik terlalu banyak perhatian, pihak berwenang akan melacak mereka dengan sangat cepat.
Mereka menemukan lokasi rumah yang mereka cari dan mengetuk pintunya. Suara ketukan mereka tak terlalu keras, tapi cukup untuk mengagetkan penghuni yang ada di dalamnya.
Tidak butuh waktu lama bagi seseorang untuk membuka pintu utama. Seorang petani yang tampak jujur berdiri di depan pintu rumahnya sendiri dan fitur wajahnya tampak mirip dengan Su Jin.
“Siapa kalian?” Kedua pria itu bukan orang Tiongkok, jadi si petani terkejut ketika mendapati dua orang asing berada di ambang pintunya di tengah desa gunung. Kemudian lagi, akhir-akhir ini semakin dan semakin banyak turis yang datang dari kota, jadi dengan cepat dia kembali tenang.
“Halo, apa Anda adalah ayah dari Tuan Su?” tanya si pria berkulit putih seraya tersenyum.
Si petani mengangguk dan bertanya dengan agak ragu, “Apa kalian… kalian teman-teman Jin?”
“Benar. Kami punya beberapa kerjasama dengan perusahaannya. sebelumnya Tuan Su memberitahu kami bahwa kalau kami datang ke Kota H, kami bisa mencarinya di sini dan dia akan mengajak kami jalan-jalan,” jawab si pria kulit putih dengan tawa ceria.
Si petani sama sekali tak mencurigai kata-kata si pria dan buru-buru mengundang mereka masuk ke dalam rumah. “Saya benar-benar minta maaf soal ini! Jin sedang tidak di rumah, tapi saya pasti akan menjamu teman-temannya dengan baik! Menginaplah di sini, dan besok pagi saya akan membawa Anda melihat-lihat pemandangan di sekitar sini.”
Kedua pria itu saling bertukar tatapan ketika mereka mendengar bahwa Su Jin sedang tidak di rumah. Si pria berkulit gelap berkata, “Apa Tuan Su meninggalkan sesuatu di rumah? Dia meminta bantuan kami agar mengambilkan benda itu untuknya.”
Si petani mengernyit kebingungan dan menggelengkan kepalanya. “Tidak, dia tak meninggalkan barang tertentu di sini. Saat ini dia sudah lama tidak pulang ke rumah. Satu-satunya hal yang dia kirim akhir-akhir ini adalah uang.”
“Suara-suara apa itu?” Seorang wanita berusia lima puluhan berjalan keluar dan terkejut ketika dia melihat ada dua orang asing di rumahnya.
“Siapa orang-orang ini?”
“Mereka adalah klien-klien perusahaan Jin. Putra kita memberitahu mereka bahwa dia akan menjamu mereka kalau mereka datang berkunjung, tapi bocah payah ini bahkan tak memberitahu kita kalau dia akan kedatangan tamu,” ujar ayah Su Jin seraya tertawa riang.
Dia lalu berkata kepada kedua pria itu, “Silakan duduk, saya dan istri saya akan ambilkan makanan dan minuman untuk kalian. Butuh waktu lama untuk tiba di sini dari kota, saya yakin kalian pasti sudah kelaparan!”
Dia kemudian menarik istrinya ke dapur. Begitu berada di dalam, senyum ayah Su Jin menghilang ketika dia berbisik kepada istrinya, “Ada sesuatu yang mencurigakan tentang kedua orang ini. Mulanya aku memang berpikir kalau mereka adalah teman-teman Jin, tapi kemudian mereka menanyakan tentang apakah Jin meninggalkan sesuatu di rumah kita, yang membuatku curiga kalau ada sesuatu yang salah.”
“Oh tidak… apa menurutmu… apa menurutmu telah terjadi sesuatu yang buruk? Apa menurutmu sesuatu telah terjadi pada Jin?” Istrinya mulai tampak agak panik.
Ayah Su Jin memelototi istrinya dan berbisik, “Jangan biarkan pikiranmu ke mana-mana! Pergilah lewat pintu belakang dan panggil saudara-saudaraku kemari. Aku tak tahu kenapa mereka kemari tapi itu tak masalah. Mari pastikan kita bisa mengendalikan situasinya lebih dulu.”
Istrinya mengangguk dan buru-buru membuka pintu belakang, hanya untuk mendapati bahwa si pria berkulit putih sudah berdiri di sana.
“Dan kalian pikir kalian akan pergi ke mana?” Si pria berkulit putih menyeringai seraya mencengkeram leher ibu Su Jin lalu menariknya keluar dari dapur.
“Lepaskan istriku!” Ayah Su Jin meraung sebelum menyambar sebuah kapak yang dipakai untuk memotong kayu bakar. Dia berlari mengejar pria lainnya dan mengayunkan kapaknya pada yang bersangkutan.
Si pria berkulit putih tidak mengelak dan ayah Su Jin menatap tak percaya ketika kapaknya mendarat pada bahu si pria lain namun gagal melukainya sedikit pun.
“Siapa… apa kau sebenarnya?” Ayah Su Jin tak mampu berkata-kata lagi.
Si pria berkulit putih menggenggam kapak itu, melemparkannya ke udara lalu menjentikkan jemarinya pada kapak tersebut, membuat seluruh badan kapak itu pecah menjadi beberapa potongan.
“Apa-apaan….” Ayah Su Jin terperangah ngeri. Orang ini manusia atau bukan? Sebenarnya siapa yang telah disinggung oleh putranya?!
“Kau tampak cukup mudah dibodohi tapi ternyata kau lumayan pintar, atau setidaknya kau sangat sensitif. Kalau kau sampai berhasil menemukan cukup orang untuk menahan kami, kami mungkin benar-benar berada dalam masalah,” ujar si pria kulit putih dengan sikap menyetujui.
Ada raut garang di wajah ayah Su Jin. “Kalian sebenarnya siapa? Putraku cuma seorang pekerja kantor biasa! Bagaimana dia telah menyinggung kalian?”
Si pria berkulit putih bertepuk tangan dan tertawa. “Lumayan! Lumayan sekali! Bahkan dalam situasi semacam ini, kau masih berusaha mencari tau siapa aku! Apa kau berharap bisa meninggalkan pesan pada putramu?”
Segera setelah pria itu berkata demikian, dia menampar wajah ayah Su Jin, membuat pria yang lebih tua itu terlontar ke pagar di sekitar rumah.
“TIDAAK!” Ibu Su Jin mulai berteriak sekeras mungkin, bukan hanya karena hatinya sakit melihat suaminya tapi juga karena dia berharap teriakannya akan menarik perhatian dari penduduk desa lainnya.
“Tak ada gunanya, kami telah membuat tempat ini kedap suara, jadi kau bisa berteriak sekeras yang kau suka dan tak ada seorang pun yang akan mendengarmu.” Si pria kulit putih tertawa dan menggelengkan kepalanya.
“Kenapa kau masih membuang-buang waktumu untuk bicara pada mereka? Bunuh saja mereka lalu cari ke dalam ingatan mereka! Aku tak mau menghabiskan lebih banyak waktu lagi di tempat kotor dan bobrok ini,” bentak si pria berkulit gelap seraya berjalan menghampiri, tidak senang karena rekannya telah membuang-buang begitu banyak waktu dengan sia-sia.
Persis pada saat itulah, seorang pria menerobos masuk lewat gerbang kediaman Keluarga Su. Dia menepuk-nepuk debu dari bahunya dan menatap empat orang yang ada di depannya.
“Halo, aku adalah kepala Departemen Urusan Supernatural di negara ini. Namaku Situ Jin!”