The Longest Day in Chang’an - Chapter 4
Departemen Jing’an memiliki sistem peringatan yang terstruktur. Saat Genderang Sembilan Kepungan (T/N: suatu cara khusus dalam memukul genderang untuk memberikan perintah tertentu) di menara jaga berbunyi, Fang di mana menara jaga itu berdiri harus menutup pintu-pintunya, demikian juga delapan Fang di sekelilingnya. Sementara itu, keenam belas jalan di antara kesembilan Fang harus memasang penghalang seperti chevaux-de-frise* dan palang lintang.
Waktu hanya berlalu sekitar setengah jam dari saat Geng Api menyerbu ke dalam rumah hingga Pasukan Lubi tiba. Pengawal Serigala takkan mungkin bisa mundur secepat itu dengan membawa Wen Ran. Begitu Genderang Sembilan Penghalang berbunyi, Sebuah jaring besar akan mengunci kesembilan Fang, tak memberikan kesempatan bagi mereka untuk melarikan diri. Bila diperlukan, Fang-fang lain juga akan memukul genderang dan menyebarkan blokadenya.
Cui Qi berpengalaman dalam hal ini. Dia memerintahkan Xiuzheng Fang untuk membunyikan genderang, dan memberangkatkan empat regu kavaleri untuk mulai mencari pada keempat arah. Setelah itu, Cui Qi berjongkok saat dia memerintahkan para bawahannya untuk mengambilkan obat luka dan kain untuk membebat luka Zhang Xiaojing.
“Kenapa kau ada di sini?” tanya Zhang Xiaojing.
Yao Runeng menampakkan diri dari belakang Cui Qi, obat luka di tangan dan rasa bersalah di wajah, “Kau terlalu berada di dalam wisma itu. Jadi aku bergegas menuju Menara Jaga untuk meminta bantuan dari Jenderal Cui. Maafkan aku karena aku tak berani menyelamatkanmu sendiri….”
Rasa bersalahnya benar-benar tulus. Tak lama sebelumnya, dia telah mempertanyakan niat sebenarnya Zhang Xiaojing dan hampir ingin membunuhnya. Akan tetapi, Zhang Xiaojing menhadapi bahaya seorang diri dan hampir mati demi misi sementara dia sendiri ragu-ragu dan hanya berdiri diam. Sekarang dia menganggap dirinya sendiri benar-benar seorang pengecut.
“Kau takkan terlalu berguna kalau kau menyerbu masuk sendirian. Meminta bantuan adalah hal yang benar untuk dilakukan. Kau telah membuat keputusan yang bijak. Tak usah meremehkan dirimu sendiri untuk itu,” ujar Zhang Xiaojing dengan nada santai saat dia mengangkat pergelangan tangannya agar lukanya bisa dibebat.
Cui Qi bertanya seraya mengernyit, “Tuan Zhang, apa yang telah terjadi?” Dia punya begitu banyak pertanyaan untuk diajukan. Wisma itu seharusnya adalah tempat di mana Pasukan Serigala bersembunyi. Kenapa sekumpulan berandalan bisa muncul? Yang lebih membingungkan lagi, kenapa kedua pihak itu terlibat pertarungan? Bagaimana Paviliun Pelatihan Batin bisa terbakar?
Zhang Xiaojing memberi tahu mereka secara ringkas apa yang telah dia lalui: Pertama menyelinap ke dalam paviliun, kemudian diancam oleh orang-orang Turki yang mengambil putri Wang Zhongsi sebagai tawanan, kemudian bagian yang paling mencengangkan muncul saat anggota-anggota Geng Api menyerbu masuk…. Cui Qi menyela, wajahnya marah dan suaranya bergetar, “Apa kau berkata kalau orang-orang Turki mendapatkan putri dari Jiedu Wang?”
Zhang Xiaojing sudah akan menjawab saat mendadak sesuatu melintas dalam benaknya. Pada kenyataannya, gadis yang dibawa oleh orang-orang Turki adalah Wen Ran. Namun, bila dia mengatakan kebenarannya kepada Cui Qi, apa yang akan terjadi? Departemen Jing’an takkan peduli sedikit pun tentang keselamatan Wen Ran saat berusaha mengejar orang-orang Turki.
Namun Wen Ran berarti banyak baginya.
Bila dia hanya bisa menyelamatkan satu orang saja di Chang’an, tak diragukan lagi orang itu adalah Wen Ran.
Jadi dia membuat keputusannya dalam sedetik.
Zhang Xiaojing mengangkat kepalanya, suaranya tenang dan mantap tanpa getaran sedikit pun, “Ya, para Pengawal Serigala membawa dia tepat di depanku.”
Cui Qi dilanda keputusasaan, kepalanya berputar.
Dia sebelumnya adalah seorang prajurit biasa di Longshan yang akhirnya diizinkan untuk memasuki Chang’an berkat pencapaian militernya serta upaya kakaknya. Sebelum dia bisa mendapatkan kekuasaan atau kemakmuran untuk dirinya sendiri, dia telah menerima pukulan berat satu demi satu. Pertama kakaknya dibunuh, lalu dia membiarkan satu sosok Turki yang penting terlolos dari tangannya, dan kini yang paling parah, dia terseret ke dalam penculikan seorang putri pejabat penting ini.
Cui Qi tahu dengan terlalu baik tentang bagaimana pengadilan istana akan mengurus berbagai hal. Mereka akan selalu menemukan kambing hitam untuk masalah pelik seperti ini. Dan di antara semua yang terlibat dalam misi ini, Li Bi memiliki seseorang yang kuat di belakangnya, Zhang Xiaojing sudah merupakan narapidana hukuman mati, maka hanya dirinyalah yang bertugas dalam misi, yang merupakan kandidat terbaik sebagai kambing hitam ini.
Sekarang yang penting baginya bukanlah bagaimana mendapatkan pencapaian, juga bukan membalas dendam kakaknya, namun untuk menyelamatkan nyawanya sendiri.
Zhang Xiaojing menyenggol Cui Qi, “Brigadir Cui, mereka menunggu perintahmu.” Cui Qi langsung mendapatkan kembali kesadarannya dan menghardik, “Apa yang kalian lakukan? Tinggalkan saja apinya. Sekarang pergi selamatkan gadis itu!”
Zhang Xiaojing menambahkan, “Beritahukan pada menara jaga untuk menyampaikan pesan ke Departemen Jing’an. Suruh mereka mengirim seseorang ke rumah Jiedu Wang untuk memeriksa apakah gadis itu memang hilang.”
“Benar! Sekarang konfirmasikan situasinya dengan keluarga Jiedu Wang telebih dulu!” Cui Qi, dengan panik, bertindak menuruti apa pun yang Zhang Xiaojing katakan.
“Dan jangan lupa untuk menanyai asal mereka,” ujar Zhang Xiaojing saat dia menaikkan tatapannya pada para berandalan itu. Dia sudah bisa menerka siapa mereka karena hanya ada sedikit geng di Daerah Wannian. Bagaimanapun juga, ada saat-saat tertentu ketika akan lebih baik bila membiarkan orang lain yang menemukannya.
Memiliki amarah yang memuncak tanpa ada tempat untuk melampiaskannya, Cui Qi, dengan kegarangan luar biasa, berjalan menghampiri beberapa orang berandalan itu, dan menampar kepala mereka dengan pedangnya, yang mana membuat seorang pemuda terjatuh ke tanah dengan dengan tangan di atas kepala. Cui Qi tak berhenti hingga si pria muda berlumuran darah. Para berandalan lainnya, mengompol karena ketakutan, semua mengaku bahkan tanpa perlu diinterogasi.
Ternyata mereka bahkan bukan anggota resmu Geng Api, namun hanya anggota sampingan yang menerima perintah dari seorang pemimpin tidak penting yang, setelah mendapati bahwa wanita yang pemimpin mereka inginkan telah melarikan diri ke wisma terpencil ini, memimpin mereka kemari untuk mengambil kembali wanita itu.
Saat ditanyai siapa wanita itu, seorang pria muda menjawab bahwa sasaran mereka adalah seorang wanita bermarga Wen, putri dari pemilik Toko Dupa Wen di Dunyi Fang.
Cui Qi dibuat murka oleh jawaban itu, mengamuk, “Aku tak mau tahu soal itu. Aku menanyakan tentang gadis yang lain. Apakah dia adalah anak perempuan dari Jiedu Wang?” Pertanyaan itu membuat para pria muda yang kebingungan itu tergagap, tak mampu memberikan jawaban yang positif. Cui Qi, karena marah, melecuti mereka kuat-kuat namun tetap gagal mendapatkan apa pun yang bernilai.
Barulah saat seorang prajurit berlari mendekat dengan terburu-buru untuk melaporkan masalah tentang pemblokiran jalan, Cui Qi pun meninggalkan para berandalan muda itu sendirian, pergi dengan terburu-buru untuk mengaturnya.
Zhang Xiaojing menyandar pada pagar di koridor dan membiarkan Yao Runeng membalut lukanya. Dia mengalami luka parah karena Pengawal Serigala telah mencabik sepotong kulit dari ketiaknya dan di pergelangan tangan serta punggungnya terdapat luka bakar parah. Yao Runeng, dengan sangat hati-hati, membersihkan lukanya dengan air bersih dari sumur, membalurkan sejumlah bubuk obat luka untuk menghentikan pendarahan kemudian mengeluarkan sejumlah kain untuk membalut lukanya. Yao memiliki jemari ramping yang menunjukkan kemampuan yang begitu ahli dalam membalut luka, yang tidak kalah sedikit pun dari keahlian seorang gadis dalam jahit-menjahit.
‘Dia telah mengalami luka yang begitu parah, tapi dia masih mampu bertahan hingga bantuan tiba. Sungguh seorang pria yang tangguh!’ batin Yao Runeng saat dia membalut luka untuk Zhang Xiaojing. ‘Kalau berada di posisinya, aku ragu apakah aku bisa bertahan dari siksaannya.’
Zhang Xiaojing tetap diam saat Yao Runeng merawat lukanya, namun mata tunggalnya terpancang pada bagian luar wisma itu, di mana kekhawatiran tersembunyi secara mendalam.
‘Pria berhati besi ini merasa cemas tentang orang lain? Cukup aneh!’ Yao Runeng berpikir pada dirinya sendiri. Lalu dia menyadari bahwa satu jari di tangan kiri Zhang Xiaojing sudah hilang, terbebat dalam kain yang berlumuran darah. Yao amat sangat terkejut, “Apakah Pasukan Serigala yang melakukan ini? Bukan! Sebelumnya.” Yao Runeng berusaha keras untuk mengingat kembali dan yakin bahwa jari Zhang Xiaojing masih ada sebelum dirinya dibuat pingsan.
Dengan kata lain, jari Zhang Xiaojing hilang saat Zhang membunuh si mata-mata.
Amarah Yao Runeng membara kembali pada pemikiran bahwa Zhang telah mengkhianati si mata-mata. Pikirnya dengan bengis, ‘Apa jari ini dipotong oleh Ge Lao?”
“Ini adalah tanda,” ujar Zhang Xiaojing tiba-tiba, suaranya parau.
“Apa?”
Zhang Xiaojing, mata tunggalnya masih terpancang ke luar, lebih seperti sedang menjelaskan kepada orang mati ketimbang pada Yao Runeng, “Xiao Yi adalah mata-mata terakhir yang kulatih selama masa jabatanku di Daerah Wannian. Dia berasal dari keluarga sederhana, tapi luar biasa cerdas dan cerdik. Aku masih bisa ingat bahwa dia diberi sejumlah uang sehari sebelum dia mengambil posisinya. Ibunya yang sudah tua menyembunyikan uang itu sehingga dia tak bisa memboroskannya, berkata bahwa dia bisa menyimpannya untuk seorang istri. Namun Xiao Yi merisikokan dipukuli oleh ibunya, diam-diam mengeluarkan separuh dari uang itu, dan membelikanku sebuah pemantik api yang bagus. Dia memberitahuku bahwa pemantik Kepala Zhang sudah terlalu tua untuk dinyalakan, dan sudah waktunya untuk menggantinya. Dia juga bilang bahwa selama Kepala Zhang masih bisa menyalakan api, dia takkan tersesat.”
“Tapi kau telah membunuh dia hari ini,” Yao Runeng menimpali dengan dingin.
“Ini pertanyaannya: bayangkan kau dan para pengelana lain berada di atas sebuah perahu kayu. Ketika terjadi gelombang besar, hanya dengan mengorbankan seorang yang tak bersalah kepada Dewa Sungai barulah yang lainnya bisa bertahan hidup, atau perahunya akan tenggelam. Apakah kau akan membunuh orang tak bersalah ini?” Zhang Xiaojing tiba-tiba bertanya.
Yao Runeng terpana dan terjebak dalam dilema, alisnya bertaut. Memang sebuah pertanyaan yang rumit. Membunuh orang yang tak bersalah itu melawan moralitas. Namun dia tak sanggup hanya berdiam diri dan melihat semua yang lainnya mati. Kepalanya sakit karena berusaha mencari pilihan lain sehingga dia tetap diam.
“Membunuh satu demi menyelamatkan seratus, bersediakah kau melakukannya?” Zhang Xiaojing bertanya lagi.
“Apa yang akan kau lakukan?” balas Yao Runeng dengan sikap kecewa. Pertanyaan itu sendiri sudah cukup menyulitkan.
“Bunuh orang yang tak bersalah.” Zhang Xiaojing memberikan jawabannya tanpa ragu tetapi kemudian dia memakai nada bicara yang sama sekali berbeda, “Inilah yang seharusnya dilakukan demi kebaikan yang lebih besar. Tetapi ini salah. Aku melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Dan aku akan melakukannya lagi bila ditempatkan pada situasi yang sama. Tapi ini tetap salah.” Dengan itu, dia mengangkat tangannya untuk menunjukkan jarinya yang raib, “Jadi aku memotong satu jariku sebagai tanda atas hutangku kepada Xiao Yi. Saat tugasku sudah selesai, aku akan mengambil tanggung jawab untuk membayar hutang itu.”
Saat kata-kata itu terucap, Zhang Xiaojing memejamkan mata tunggalnya seakan sedang berduka. Kerutan-kerutan yang baru ditambahkan di wajahnya menambah lebih banyak kepahitan dan beban berat pada dirinya.
Yao Runeng tetap membisu. Dia baru menyadari bahwa dia takkan pernah bisa melihat isi hati pria tak terkekang ini, yang memposisikan dirinya sendiri sebagai pembunuh tanpa ampun di saat ini, sementara pada saat berikutnya dia berlaku seperti seorang pria pemberani yang baik hati; dan juga ada saat-saat ketika dia merupakan seorang kesatria yang akan menyesuaikan perbuatannya pada kata-katanya. Dirinya rumit, dengan banyak karakter yang saling bertentangan bercampur baur jadi satu. Mendadak Yao Runeng menyadari bahwa dia tak pernah berusaha mencari tahu kenapa Zhang Xiaojing dijebloskan ke dalam penjara.
Zhang Xiaojing perlahan membuka mata tunggalnya, “Kalau ingatanku benar, kau telah berada di Chang’an selama tiga bulan?”
Meski bingung kenapa Zhang akan mengubah topik percakapan mereka, Yao masih mengangguk.
Zhang, memasang seulas senyum kering, meneruskan, “Kau akan belajar cara untuk membuat keputusan saat kau tinggal lebih lama. Sebagai seorang penangkap kriminal di Chang’an, kau akan harus membuat keputusan semacam itu setiap harinya. Pilihan-pilihan seperti apa yang harus dilakukan, dan yang tidak. Dan kau lebih baik menentukan keputusanmu dengan cepat sebagaimana kau harus mengikuti jalan seorang pria terhormat. Atau….”
“Atau apa?”
“Di Chang’an, kalau kau tak menguatkan dirimu sendiri sebagai monster seperti kota ini, kau akan ditelan olehnya.”
Obat luka di tangan Yao Runeng terjatuh ke tanah hingga pecah, dan cairan coklat gelap darinya menodai kain putih dalam sekejap.