The Grand Princess - Chapter 50
Dia perlu mandi air dingin lebih sering.
———————-
Pei Wenxuan menahan diri hingga tengah malam ketika akhirnya dia tertidur tanpa sadar. Dia tak bisa tidur lama-lama sebelumnya karena dia harus bangun untuk mahkamah pagi.
Ketika Pei Wenxuan bangun, Li Rong masih tidur nyenyak. Sesuatu terasa menggelitik hatinya, dan Pei Wenxuan tak bisa menahan diri untuk mencubit pipi Li Rong. Alis Li Rong mengernyit, lalu mengibaskan tangan pada Pei Wenxuan, menggumam, “Kau kenapa sih?”
Mendengar protes Li Rong, hati Pei Wenxuan pun kembali tenang, dan dia lalu berdiri untuk pergi.
Li Rong terbangun karena Pei Wenxuan mencubit pipinya, tapi dirinya juga terlalu mengantuk untuk melakukan sesuatu soal itu. Dia cuma tersadar setengah ketika akhirnya dia tertidur kembali.
Barulah setelah Li Rong terbangun kembali dia menyadari apa persisnya yang telah Pei Wenxuan lakukan. Membasuh wajahnya, dia menyunggingkan senyum sarkastis. Jing Mei melihat ekspresi dingin Li Rong dan, karena penasaran, bertanya, “Apa yang membuat Yang Mulia cemas?”
Jika Li Rong mengekspresikan emosi macam ini, pasti ada orang malang yang bakal kena sial. Li Rong mengambil sapu tangan, berkata dingin, “Tak ada apa-apa. Begitu fuma kembali, tukar air tehnya dengan air garam.”
Tercengang, Jing Mei melontarkan tatapan ke arah Jing Lan. Sesaat kemudian mereka berdua gemetaran karena menahan tawa. Li Rong menatap kesal pada mereka. “Apa yang kalian tertawakan? Nyali kalian sudah tumbuh sebesar itu ya?”
“Akhir-akhir ini Yang Mulia sudah jadi lebih dewasa,” Jing Lan langsung menjawab. “Melihat sedikit temperamen lama Anda, tanpa sadar saya jadi menikmati kenangan ini.”
Li Rong merasa agak lega mendengarnya. Bagaimanapun juga, hal ini hanya membuktikan bahwa semakin lama dia hidup, semakin mudalah mentalitasnya. Mengipasi dirinya sendiri, dia memasuki ruang utama dan tak mendesak topik itu lebih jauh lagi, memberi instruksi, “Suruh tabib memeriksa Nona Muda Qin. Juga, kirim pesan kepada Kementerian Peradilan bahwa aku ingin mengunjungi Klan Qin. Kita lihat apa yang akan mereka katakan.”
Jing Mei mengiyakan dan turun untuk menginstruksikan perintah Li Rong kepada para pelayan. Li Rong berjalan ke luar menuju halaman dan berbaring di kursi malas, sejenak melepaskan diri dari kekacauan di sekitarnya.
Sebelumnya, dia terus-terusan sibuk. Pertama-tama dengan pertunangannya, kemudian Klan Yang, pernikahannya, lalu pemilihan selir untuk Li Chuan. Persis ketika semua masalah ini sudah beres, datanglah kantor pengawas, walaupun yang itu masih menunggu persetujuan Li Ming. Sudah cukup lama, dia tak punya kesempatan untuk istirahat. Sekarang, berbaring di bawah langit biru, Li Rong hampir tak tahu apa yang harus dilakukan dengan dirinya sendiri.
Dia jarang punya waktu luang, jadi begitu selesai bermalas-malasan, Li Rong memerintahkan para pelayan membawakan sejumlah buku, buah-buahan, dan kuaci. Di sana dia pun melewatkan sisa harinya, menyisil kuaci sambil membaca.
Pemandangan itu menyambut Pei Wenxuan ketika dia kembali, Li Rong sedang membaca di atas kursi malas dengan gembira. Pei Wenxuan berjalan ke sisi Li Rong, memakai plakat seremonialnya untuk menepuk pelan gadis itu. “Apa yang lucu?”
“Buku ini menarik,” Li Rong tersenyum dan meletakkan bukunya, kemudian berdiri. “Ceritanya tentang seorang tuan putri, seorang perdana menteri wanita, dan wanita penghibur yang ketiganya pantang menyerah mengejar seorang cendekia miskin. Si perdana menteri kawin lari dengan cendekia itu, jadi si tuan putri membunuhnya. Kurasa aku tertawa begitu keras sampai-sampai menangis. Bagaimana menurutmu tentang cendekia miskin ini, dia pasti cuma sedang bermimpi. Dia mungkin bahkan tak pernah bertemu dengan tuan putri sebelumnya.”
“Orang terhormat macam apa yang akan menulis cerita kacau macam itu?” Pei Wenxuan menyerahkan sebuah selebaran pada Li Rong. “Baginda Kaisar sudah setuju, sekarang terserah Anda kalau ingin mendirikan kantor pengawas. Meski demikian, Anda akan perlu mencari alasannya.”
“Baginda Kaisar berkata,” Pei Wenxuan menyelipkan kedua tangannya ke dalam lengan baju, dan perlahan berkata, “Kalau Anda berhasil membantu Beliau maju, Beliau bukan hanya akan menyerahkan kendali penuh atas kantor pengawas kepada Anda, Beliau juga akan menganugerahkan sepuluh kecamatan sebagai wilayah perdikan Anda.”
“Benarkah?”
Li Rong duduk kembali, matanya berbinar. Hal itu membuat Pei Wenxuan geli, yang kemudian menggoda, “Jadi cuma butuh sepuluh kecamatan kecil untuk membuat Yang Mulia puas?”
“Orang yang tidak mengurus rumah tangga tak tahu betapa mahalnya harga kayu bakar.” Li Rong mengamati Pei Wenxuan. “Sepanjang hari kerjamu minta uang padaku, apa kau sedikit pun tahu kesulitanku?”
Pei Wenxuan bersandar pada sebatang pohon, matanya menyipit membentuk senyuman. “Saya harus merepotkan Tuan Putri untuk menjaga saya supaya saya bisa terus menyantap nasi empuk untuk seumur hidup saya.”
“Syuh, syuh,” Li Rong berdiri, berjalan menuju ruang makan.
Mengikuti di samping Li Rong, Pei Wenxuan berkata lembut, “Saya tidak akan menyarankan untuk coba-coba hingga kasus Qin mencapai tahap putusan. Begitu putusannya berada dalam proses pembalikan, tindakan apa pun yang Anda lakukan akan lebih mencolok, dan Anda bisa memakai hal itu sebagai dasar untuk mendirikan kantor pengawas.”
“Mengerti, aku mengirim orang ke Kementerian Peradilan untuk mencari kabar dan lihat bagaimana situasinya.” Setelah berkata demikian, Li Rong menyadari, “Apa kau sudah beritahu Su Rongqing kalau aku ingin bertemu dengannya?”
Mendengar pertanyaan ini, senyum Pei Wenxuan sedikit memudar. Lirih, dia berkata, “Saya sudah memberitahu dia seusai mahkamah.”
“Dan janjiannya?”
Pei Wenxuan memiringkan kepalanya, seulas senyum sinis menghias wajahnya. “Dia tak menjawab.”
“Tak menjawab?!” Li Rong terhenti di tengah langkahnya, tercengang. “Dia tiba-tiba tak menanggapiku?”
“Anda kan bukan dewi,” melihat kekagetan Li Rong, Pei Wenxuan memutar matanya. “Kenapa dia harus menanggapi Anda?”
Li Rong melongo, dia bahkan tak mempertimbangkan kalau Su Rongqing akan menolak memberi tanggapan. Entah itu karena kebiasaan dari kehidupannya yang lalu, atau bahwa Su Rongqing pada kehidupan yang ini selalu menampakkan kebaikan kepadanya – bisa tiba-tiba menolak Li Rong, membuat Li Rong tak bisa membayangkan sebabnya. Li Rong menatap Pei Wenxuan, penuh keheranan. “Kenapa dia tak menanggapi? Apa dia memberi alasan?”
“Kalau dia tak menanggapi, maka dia tak menanggapi, apa yang Anda cemaskan?” Melihat suasana hati Li Rong yang buruk, dan tidak kunjung membaik, Pei Wenxuan menambahkan, “Dia bilang dia tahu apa yang Anda ingin dia lakukan. Dia bilang biarkan saja, kasus Qin terlalu ruwet.”
Akhirnya menerima penjelasan, Li Rong menekuri makna kata-kata Su Rongqing.
Sebelumnya, Su Rongqing telah membantu dengan kasus Yang karena Klan Yang sudah seperti orang asing bagi kaum bangsawan Huajing. Tahun demi tahun, mereka bercokol di Baratlaut dan jarang menghubungi Huajing. Bahkan bisa dibilang kalau mereka begitu mandiri sampai-sampai membuat Kaisar merasa terancam, sebuah sentimen yang diperbesar dengan hubungan penuh permusuhan mereka dengan para bangsawan Huajing. Jelas tak ada alasan bagi Su Rongqing untuk menolak.
Tetapi dalam situasi saat ini, ada terlalu banyak klan yang saling berkaitan yang terlibat dalam kasus ini, sehingga bahkan ada kemungkinan kalau Klan Su bisa terseret ke dalamnya. Bahkan jika dia tak bisa membantu, Su Rongqing jelas tak bisa mencari masalah dengan buka mulut.
Li Rong mengetukkan kipasnya, memikirkan isi pikiran Su Rongqing. Sejenak, dia merasa agak konyol.
Dia memiringkan kepalanya ke depan sambil tertawa. Pei Wenxuan berputar untuk menatapnya. “Apa yang Anda tertawakan?”
“Sekali lagi aku telah memastikan,” Li Rong menatap Pei Wenxuan. “Bahwa kau masih mengenalku lebih baik dari diriku sendiri.”
Pei Wenxuan tak mengerti, dan menoleh ke arah Li Rong, bertanya-tanya. Li Rong menghela napas. “Sebelumnya, kau bilang bahwa hanya ada dia di dalam hatiku. Aku meragukanmu, tapi sekarang aku percaya. Kau pernah bilang bahwa jika aku tidak masih memiliki perasaan kepadanya, maka bagaimana mungkin aku tak pernah berpikir kalau akan mustahil baginya untuk membantuku kali ini?”
Pei Wenxuan tak menjawab, dan Li Rong menggelengkan perlahan kepalanya. “Ini karena aku sedang linglung. Sudahlah, ayo buat rencana baru.”
“Anda….” Pei Wenxuan meragu, sebelum perlahan berkata, “Jangan terlalu merasa buruk atas diri Anda sendiri. Saat ini kalian berdua tidak dekat, jadi Anda hanya bisa mengharapkan orang bekerja demi keuntungan mereka sendiri.”
“Apaan ini, kau sedang menghiburku?” Alis Li Rong terangkat tinggi. “Urusan sepele ini, apa menurutmu aku tak bisa memecahkannya? Sudahlah, apa siang ini kau sibuk?”
“Aku berencana bicara pada Shangguan Ya,” Li Rong mengipasi dirinya sendiri. “Kalau kau tidak sibuk, bagaimana kalau kau menemaniku?”
Mendengarnya, Pei Wenxuan mengerti apa yang Li Rong isyaratkan. Kemungkinan besar Shangguan Ya ada di rumah-rumah judi. Li Rong jelas tak bisa pergi sendirian ke sana dan hanya bisa memintanya untuk mendampingi.
Mengangguk, Pei Wenxuan menyetujui, “Baiklah.”
Pertama-tama mereka berdua pergi menuju kediaman Shangguan untuk mencari Shangguan Ya. Mendengar kalau Shangguan Ya ada di rumah teh, kali ini mereka tak berputar-putar lagi dan langsung pergi ke rumah judi.
Seperti kali terakhir, Pei Wenxuan meminjam plakat masuk dari seorang teman. Memasuki jalan yang familier, Li Rong tak bisa menahan diri untuk berkata, “Lain kali, kita langsung buat plakat masuk sendiri saja.”
“Tentu.”
Mereka tak boleh menyusahkan orang lain dengan terus-terusan meminjam plakat masuk.
Ketika mereka mencari, Pei Wenxuan menjaga Li Rong dari kerumunan orang. Akhirnya, mereka menemukan Shangguan Ya sedang main mahjong.
Shangguan Ya mengenakan pakaian laki-laki dan bermain dengan antusias. Persis ketika Li Rong sampai di tempat Shangguan Ya, gadis itu berseru, “Peng*!”
(T/N: Kadang disebut Pung atau Pong, ketika seorang pemain memiliki sepasang ubin di tangannya, dan pemain lain membuang ubin yang cocok, di mana pemain pertama kemudian mengambilnya.)
Li Rong menepuk bahu Shangguan Ya, namun Shangguan Ya menepisnya. “Tuan ini sedang main….”
Sebelum dia bisa selesai bicara, Shangguan Ya membeku syok ketika melihat Li Rong sedang menatap dirinya.
“Ada beberapa urusan yang ingin kubicarakan denganmu.”
Dengan enggan Shangguan Ya memasang seringai terpaksa. “Apa Anda bersedia menunggu sebentar? Sebentar lagi saya akan menang.”
Li Rong setuju, tersenyum tenang dan berbalik. “Aku akan menunggumu di ruang pribadi.”
Seperti kebiasaan yang berlaku, rumah-rumah judi menawarkan ruang-ruang pribadi untuk tamu-tamu kalangan atas, namun hanya setelah mempertaruhkan uang dalam jumlah besar.
Li Rong langsung pergi ke ruang pribadi di lantai dua. Setelah bermain dengan cangkir dadu selama beberapa saat, akhirnya dia mendengar Shangguan Ya berdiri di luar ruangan. Suara Shangguan Ya terdengar penuh hormat ketika bertanya, “Boleh saya masuk?”
Li Rong meletakkan cangkir dadunya, lalu berdiri. “Kau boleh masuk.”
Mendorong pintu hingga terbuka, Shangguan Ya pun masuk. Setelah menutup pintu di belakangnya, dia tersenyum sembari berjalan menuju meja. “Saya masih tak terbiasa melihat Anda di tempat macam ini.”
Begitu Shangguan Ya duduk, Pei Wenxuan berdiri untuk menuangkan teh untuknya. Shangguan Ya mengamati Pei Wenxuan, mengangkat tehnya, dan menggpda Li Rong, “Fuma Anda sungguh tampan, saya suka.”
Tersenyum tanpa bicara, Pei Wenxuan bergerak untuk berdiri di belakang Li Rong dan terus menatap Shangguan Ya.
Li Rong berbalik untuk menatap Pei Wenxuan, kemudian kembali menatap Shangguan Ya yang lancang di depannya. Tertawa enteng, dia berkata, “Kau berani sekali.”
“Saya cuma mengucapkan ini karena saya tahu putri takkan keberatan,” Shangguan Ya menyesap tehnya, kemudian meletakannya. Bersandar pada sandaran tangan kursinya, dia menyeringai. “Jadi, untuk apa Yang Mulia mencari saya, apa ini soal kasus Qin?”
“Bagaimana bisa seluruh dunia tahu kalau aku ingin menyelidiki kasus ini?”
Hal ini menyulut ketertarikan Li Rong. Dia tak menyangka Shangguan Ya sudah tahu soal ini.
Shangguan menyangga dagu, menatap Li Rong. “Sebelumnya, Yang Mulia terlibat dalam kasus Yang dan ikut campur dalam pemilihan selir. Jika Anda tidak ikut campur dengan kasus Qin, maka saya justru akan merasa hal itu menyimpang.”
“Oh?” Li Rong melengkungkan sebelah alisnya. “Lantas menurutmu aku mau mau ikut campur dengan apa?”
“Yang Mulia, tidakkah Anda berpikir bahwa,” mata Shangguan Ya sarat dengan tuduhan, “klan-klan bangsawan itu membuat diri mereka sendiri cemas dengan terlalu banyak urusan?”
Li Rong tak bicara, hanya mengamati Shangguan Ya. Shangguan Ya menegakkan diri, membawa dirinya dengan sedikit lebih banyak martabat yang biasanya dikhususkan untuk istana. “Demi klan-klan itu, Baginda Kaisar menekan Yang Mulia Putri Ping Le agar menikahi Pei daren. Kini, klan-klan itu menuntut supaya Yang Mulia Putra Mahkota menikah. Bagaimana bisa Yang Mulia menanggung derita karena takdir Anda diatur oleh orang lain? Akankah Putra Mahkota menoleransinya? Bagaimana dengan Baginda Kaisar?”
“Jadi inilah sebabnya kenapa kau menukar pendupaan di istana waktu itu?”
“Yang Mulia mengerti,” Shangguan Ya memuji. “A-Ya menjalankan apa yang Yang Mulia beritahukan pada kali terakhir. Hanya saja A-Ya tak punya pengaruh di dalam Klan Shangguan, dan dia tak bisa menjadi kepala klan.”
Beberapa kata Shangguan Ya yang memancing pemikiran ini membuat Li Rong mengamati dirinya. Li Rong sudah mulai mengerti seberapa besar persisnya kendali yang dimiliki Shangguan Ya atas Klan Shangguan.
Walaupun saat ini masih tak punya kekuatan, di kehidupan lampau mereka, Shangguan Ya telah memimpin Klan Shangguan, walaupun menikah dan masuk ke dalam Istana Belakang.
Hubungan antara Shangguan Ya dan Keluarga Shangguan sangat kontras dengan hubungan antara Shangguan Yue dengan Klan Shangguan. Hidup Shangguan Yue adalah milik Klan Shangguan, dan nyawa Klan Shangguan adalah milik Shangguan Ya.
Li Rong menyentak kipasnya hingga terbuka, dan dengan sengaja bertanya, “Kalau begitu, apa rencanamu dengan Klan Shangguan?”
“Saya dan Yang Mulia sepikiran,” Shangguan Ya tersenyum, dan dengan sepenuh hati berkata, “Klan Shangguan harus mundur setahap demi setahap dari mahkamah kekaisaran. Demi hal ini, saya ingin memperkuat hubungan yang lebih baik dengan Yang Mulia.”
“Hubungan macam apa?”
“Apa yang Mulia sudah mempertimbangkan untuk mendukung naiknya pemimpin Shangguan yang baru?” Suara Shangguan Ya bebas dari perubahan apa pun dalam intonasi. “Dengan demikian, Klan Shangguan akan sepenuhnya setia kepada Yang Mulia dan bisa membantu dalam mendukung naiknya Putra Mahkota. Setelahnya, perlahan-lahan mereka akan mundur dari mahkamah kekaisaran dan pergi ke Yuzhou, dengan hanya menyisakan beberapa anggota untuk menjaga muka.”
“Kenapa tidak mundur sekarang?” Sudut bibir Li Rong bergetar untuk menahan senyumannya.
Shangguan Ya menimang cangkir tehnya dengan kedua tangan. “Anda sudah tahu jawabannya. Baginda Kaisar telah bertahan dari sikap Klan Shangguan selama sepuluh tahun, dan kebencian memenuhi hatinya. Jika Klan Shangguan mundur tiba-tiba, takutnya hal itu hanya akan menjadi hukuman mati bagi mereka. Satu-satunya solusi adalah mendapatkan itikad baik dari Anda dan Putra Mahkota serta memperoleh keyakinan dari Anda berdua. Barulah begitu Putra Mahkota naik tahta, Klan Shangguan bisa pergi.”
Kata-kata ini membuat Li Rong tertawa. “Kau ingin menjadi pemimpin Klan Shangguan?”
“Saat ini, mungkin memang mustahil,” Shangguan Ya mengangkat sebelah alisnya. “Tapi bagaimana di masa mendatang?”
“Dan kenapa aku harus membantumu?”
“Yang Mulia,” Shangguan Ya mencondongkan diri ke depan. “Saya dan Anda sama-sama adalah wanita dan harus menuruti standar masyarakat. Jika saya ingin menjadi kepala Klan Shangguan yang berikutnya, saya harus menempatkan harapan saya di tangan Yang Mulia. Klan Shangguan di masa depan ini, bukanlah lebih baik dari saat ini?”
“Dengan demikian,” Shangguan Ya memberi tatapan penuh makna, “Yang Mulia akan memiliki otoritas atas Klan Shangguan.”
Shangguan Ya menyiratkan hubungan antara kakak beradik Li dan Klan Shangguan. Mereka hanya bisa digambarkan sebagai boneka-boneka Klan Shangguan, dan tak pernah sebaliknya.
Suatu hari kelak, Li Chuan atau Li Rong akan menjadi Li Ming berikutnya.
Shangguan Ya bisa memprediksi hal ini dengan mudah, namun di hadapan keangkuhan ayahnya, dia tak berdaya.
Jika Shangguan Ya menampakkan kelemahan dengan menempatkan takdir Klan Shangguan di tangan Li Rong, dia bisa mengamankan masa depan mereka di bawah Li Rong.
Jika Klan Shangguan jatuh ke tangan Li Chuan atau penguasa lainnya, mereka seluruh kekuasaan mereka pasti akan dikuras habis hingga tetes terakhir demi kekuasaan sang Kaisar sendiri.
Di tangan Li Rong, Klan Shangguan dan Li Rong akan berbagi suka dan duka. Di hadapan hal ini, Li Rong takkan pernah berani membuntungi Klan Shangguan dan hanya bisa mengawasi mereka. Satu-satunya pertanyaan adalah apakah sang Kaisar memercayai Li Rong. Terhadap Klan Shangguan yang dipimpin oleh Li Rong ini, sang Kaisar akan menurunkan kewaspadaannya. Tetapi jika sang Kaisar meragukan Li Rong, maka pertama-tama dia akan turun tangan kepada Li Rong sebelum menyentuh Klan Shangguan.
Li Ming dan Klan Shangguan telah berselisih hingga kondisinya sudah tak bisa dibalikkan lagi. Li Rong dan Shangguan Ya berharap untuk bekerjasama dalam mendukung Li Chuan, supaya hubungan antara Li Chuan dan Klan Shangguan jangan sampai jatuh hingga ke taraf itu. Begitu semua sudah dibereskan, Shangguan Ya bisa mencari tempat yang lebih tenang, tempat yang tidak dipenuhi oleh ranjau.
Dari sudut pandang Shangguan Yue dan Shangguan Xu, mereka telah terlahir di puncak kekuasaan Klan Shangguan dan tak pernah bisa membayangkan kalau di masa hidup mereka, Li Ming, bahkan meski Beliau adalah seorang Kaisar, akan berani menentang Shangguan. Hati dan jiwa, mereka tetap kokoh dalam keyakinan bahwa Klan Shangguan akan keluar sebagai pemenang dalam konflik apa pun dengan Li Ming.
Sebagai akibatnya, sang Permaisuri membela posisi Li Chuan sebagai putra mahkota hanya dengan dukungan tanpa batas dari Klan Shangguan, sehingga Li Chuan dan Klan Shangguan terikat erat. Dalam hatinya, Shangguan Yue percaya bahwa ini adalah metode optimal untuk melindungi anaknya. Bukan hanya mengamankan naiknya Li Chuan sebagai Kaisar, hal ini menjamin kelanjutan kejayaan dari Klan Shangguan.
Namun mereka yang terlahir di dalam keluarga istana menganggap penting martabat dan kendali atas nasib mereka sendiri, jauh lebih besar dari yang bisa Shangguan Yue bayangkan.
Inilah yang dipahami dengan jelas oleh Shangguan Ya.
Shangguan Ya sendiri memiliki cara pikir yang serupa dengan Li Rong dan bisa melihat dengan jelas isi pikiran Li Rong dan Li Chuan, serta juga jalan berbahaya yang telah ditempuh oleh Klan Shangguan.
Tak kaget oleh penampakan kecerdasan ini, Li Rong mengamati orang ini, yang dahulu pernah menjadi menjadi teman di kehidupan yang lain. Tak lama setelahnya, dia tersenyum dan berkata, “Baiklah, beritahu aku kalau kau butuh bantuan.”
“Sebagian besar waktu Yang Mulia tak perlu mencemaskan soal ikut campur.” Tak peduli, Shangguan Ya sudah lama tahu bagaimana Li Rong akan menanggapi. Dia bersandar pada kursinya, sambil lalu memain-mainkan dadu. Shangguan Ya lalu berkata, “Pada saat ketika Yang Mulia diperlukan, maka jelas adalah untuk masalah-masalah yang lebih serius.”
“Aku akan butuh bantuanmu untuk banyak urusan,” Li Rong tak berbasa-basi. “Apa kau sudah mempertimbangkannya masak-masak?”
“Jangan khawatir, saya mematuhi perintah Yang Mulia.” Shangguan Ya mendongak. “Apa yang Yang Mulia perlukan dari saya saat ini?”
“Apa kau tahu siapa yang paling banyak terlibat dalam urusan terbaru ini?”
“Belakangan ini, ada tiga orang paman yang mengunjungi keluarga saya – Xingyang Wen, Qinghe Cui, dan Longxi Wang. Jika Anda menyelidiki mereka, Anda bisa menemukan siapa yang ada di dalam departemen kriminal dan lembaga sensor. Dari sana, Anda bisa membuat tebakan bagus tentang siapa yang terlibat dalam kasus Qin.”
Shangguan Ya jelas-jelas datang dengan persiapan. Melihat dia menjawab seperti ini, Li Rong pun rileks.
“Apa kau punya informasi lain?”
“Urusan ini baru saja dimulai, saya akan terus mengamati semuanya, dan jika ada kabar, saya akan memberitahu Anda.”
“Bagus sekali,” Li Rong menundukkan kepalanya, lalu berkata, “Kau bisa beritahu aku kalau kau butuh hal lainnya.”
“Dua puluh orang,” ujar Shangguan Ya, tanpa tedeng aling-aling. “Saya harus bersiap untuk pergi ke kediaman Shangguan.”
“Baiklah,” Li Rong langsung menyetujui. Kedua belah pihak merasa puas dengan kesepakatan mereka, Shangguan Ya pun bangkit untuk pergi.
“Kalau Anda tak ada urusan lain, saya akan pergi untuk main sedikit lagi. Waktunya semakin pendek, dan saya harus kembali ke kediaman begitu saya sudah selesai. Saya tak mampu membayar ruang pribadi.”
Mendengar kata ‘membayar’, hati Li Rong bergetar. Untung saja, bagi Li Rong, uang yang dihabiskan untuk berjudi cuma seperti selembar bulu dari sembilan lembu. Menghela napas, dia melambai menyuruh Shangguan Ya pergi. “Kau boleh pergi.”
Setelah Shangguan Ya memberi salam dan pergi, Li Rong berpaling untuk bertanya pada Pei Wenxuan. Merasa frustrasi, dia bertanya, “Bagaimana bisa masing-masing dari kalian datang padaku untuk minta uang? Kenapa tak ada dewa rejeki yang datang untuk meringankan bebanku ini?”
Ketika Pei Wenxuan mengikuti Li Rong keluar dari pintu, dia mendapati kata-kata ini lucu. “Kalau Anda bekerja lebih keras, Baginda Kaisar akan menganugerahkan sepuluh kecamatan itu, dan perak pun akan mengalir masuk terus-terusan.”
Mendengar hal ini, Li Rong berbalik dan menatap Pei Wenxuan dari atas ke bawah. Diamati seperti ini, mau tak mau Pei Wenxuan pun bertanya, “Untuk apa Anda mengamati saya?”
“Tiba-tiba aku teringat….” Li Rong mencekal tangan Pei Wenxuan, mengulas senyum. “Wenxuan, bukankah kau mewarisi bisnis keluarga?”
Digenggam seperti ini oleh Li Rong, tubuh Pei Wenxuan membeku, dan otaknya berubah jadi pasta lengket, semuanya menggumpal jadi satu. Dia kehilangan kata-kata.
Setelah teringat bisnis-bisnis Pei Wenxuan, dengan gembira Li Rong berkata, “Bukankah sebagian besar dari bisnis Keluarga Pei-mu dikelola oleh ayahmu? Kau kan sudah dewasa, seharusnya tidak pantas jika pamanmu masih membantumu mengurusnya. Kalau kita ada kesempatan, ayo bicara denan keluargamu. Bagaimana menurutmu?”
Pei Wenxuan tak menanggapi, dunianya sudah menyusut menjadi satu titik tempat Li Rong menyentuh dirinya.
Li Rong tidak memperlakukan dirinya sebagai orang asing. Bagi Li Rong, menggenggam tangannya tidak lebih dari mengobrol dengannya sebagai teman baik. Pei Wenxuan bisa melihat kalau Li Rong sudah dibuat marah oleh topik uang. Memikirkan tentang uang Pei Wenxuan, suara Li Rong mengandung sedikit kelembutan. “Dulu, ayahmu sangat hebat sehingga dia seorang diri membuka jalan bagi Keluarga Pei dari bangsawan kelas dua menjadi kelas satu. Dia pasti telah meninggalkan banyak harta. Kau harus belajar darinya, tak boleh selalu meminjam uang dariku. Milikilah kehormatan sebagai laki-laki, apa kau bisa melakukan ini?”
Mendengar Li Rong bicara tentang pria lain, Pei Wenxuan akhirnya mulai berpikir serius. Mengamati Li Rong, dia mengalihkan kepalanya ke depan dan berkata, “Aku tak punya kehormatan.”
Kata-kata ini membuat Li Rong kesal. Menafsirkan ini sebagai penolakan, Li Rong mengulurkan tangan dan mencubit Pei Wenxuan kuat-kuat, “Bisa-bisanya kau jadi begitu tak berguna, huh?!”
“Aiyo, bibi buyutku,” Pei Wenxuan mengaduh. “Bisakah Anda sedikit lebih realistis? Paman kedua saya adala Menteri Pertimbangan, yang hanya sedikit lebih rendah dari jabatan Shangguan Xu. Jika sekarang kita pergi minta uang, hal itu seperti berusaha mengambil makanan dari mulut harimau. Tidak masalah kalau menginginkan uang, tetapi tak bisakah Anda mencari cara menghasilkan uang yang lebih mudah?”
Li Rong sudah tahu hal ini, dan hanya bisa menghela napas, menyesalkan. “Tapi memang mencari uang itu sungguh sulit.”
Pei Wenxuan mendengar kata-kata Li Rong dan berbalik untuk menatap yang bersangkutan, hanya demi mendapati kalau Li Rong benar-benar kesulitan. Dia pun tak bisa menahan tawanya.
Li Rong menatap tajam ke arahnya, menggerutu, “Apa yang kau tertawakan?”
Dipegangi oleh Li Rong, Pei Wenxuan tak keberatan pada sanggahan ini juga tidak merasakan kegugupan sedikit pun. Bergandengan tangan, dia dan Li Rong berjalan menuju kereta. Dia tertawa lirih. “Saya takkan pernah bisa membayangkan kalau suatu hari kelak Yang Mulia akan mencemaskan soal uang.”
“Kau menertawakanku?” Li Rong menaikkan sebelah alisnya.
Pei Wenxuan buru-buru menjelaskan. “Tidak pernah. Hanya saja saya jarang melihat Yang Mulia berada dalam kondisi ini. Sungguh imut.”
“Ck,” Li Rong memasang tampang jijik. “Pei Wenxuan, kau ini bisa menjilat dengan segala macam cara ya.”
Pei Wenxuan tersenyum dengan matanya. Melihat kereta yang ada di depan, perlahan dia berkata, “Yang Mulia tak usah cemas, sebuah bisnis yang saya mulai baru saja balik modal. Dalam waktu satu tahun, semestinya akan menguntungkan. Wilayah perdikan Yang Mulia di Qingzhou memiliki tanah yang subur. Begitu Anda menerima tanah-tanah itu, saya akan mengirim Gu Chenzi. Dia seharusnya bisa mengajari rakyat jelata di Qingzhou cara bercocok tanam.”
Gu Chenzi adalah Pertapa Beras’ terkenal di kehidupan lampau mereka yang seumur hidup telah mempelajari agrikultur. Terutama, dia fokus pada kulltivasi padi. Menurut kehidupan mereka yang lampau, seharusnya masih ada waktu beberapa tahun lagi hingga dia menerbitkan ‘Teknik-teknik Agrikultur’-nya dan memperoleh ketenaran di seantero Xia yang Agung. Namun kini, Pei Wenxuan telah mengambil inisiatif untuk mengundangnya ke Qingzhou.
“Bagian awal selalu merupakan yang terberat,” Pei Wenxuan menghibur Li Rong. “Tahun depan semuanya akan jadi lebih baik.”
“Baiklah, aku mengerti,” Li Rong menghela napas. “Aku cuma bicara asal-asalan. Bukannya aku tak pernah melihatmu menghasilkan banyak uang sebelumnya.”
Mereka mencapai kereta dengan kata-kata ini. Pei Wenxuan menopang Li Rong untuk masuk, mengangkat tirai lalu dia sendiri pun masuk.
Mendengar pujian dari Li Rong, samar-samar Pei Wenxuan merasa gembira. Setelah duduk, dia melihat Li Rong berbaring melintang di bangku kereta. Dia tak bisa menahan tawanya. “Jika Yang Mulia tahu begitu banyak, maka tak usah cemas. Saya akan membantu Yang Mulia mengatur semua perkebunannya tahun ini, dan kemudian suatu hari di masa mendatang,” Pei Wenxuan membalikkan cangkir teh, suaranya melembut. “Weichen akan memberikan kelebihannya sebagai mahar Anda.”
Li Rong mendengus. “Pei Wenxuan, kau sungguh murah hati. Kau bahkan mempersiapkan maharku.”
“Setelah bersama sedemikian lamanya,” senyum Pei Wenxuan mencapai matanya, menatap Li Rong yang duduk sendiri seraya tertawa. “Saya harus memberi mahar pada Anda, kalau-kalau Anda tak pernah menikah dan bergantung kepada saya seumur hidup Anda.”
“Tak tahu malu,” Li Rong menyodoknya dengan kipas. “Siapa yang mau bergantung padamu?”
Pei Wenxuan tertawa tanpa bicara dan menundukkan kepalanya untuk menuang teh.
Di sampingnya, Li Rong memain-mainkan kipas. Dari sudut matanya, ditatapnya jemari panjang nan halus Li Rong dengan anggun membalikkan kipas emas kecil itu. Bagaikan bentuk tarian yang sangat aneh, gerakan itu memiliki kesan indah yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Matanya terhenti pada ujung-ujung jemari panjang Li Rong. Entah kenapa, dia ingat kalau pada kehidupan mereka yang lalu ketika mereka baru saja menikah, saat siklus menstruasi Li Rong datang, tangan itu telah menjadi berguna.
Mata Pei Wenxuan menjadi muram, dan dengan suara lirih, dia berkata, “Yang Mulia, saya ingin mendiskusikan sesuatu dengan Anda.”
“Hm?”
“Saya rasa kita harus tidur di ranjang yang terpisah.”
“Oh?” Li Rong berbalik untuk menatapnya, kebingungan. “Kenapa, apa terlalu merepotkan?”
Sebelumnya mereka bahkan tidak tidur di ranjang yang berbeda, jadi kenapa sekarang harus begitu?
Li Rong tak bisa mengerti. Sejenak kemudian, senyumnya merekah. “Pei Wenxuan, mungkinkah kau punya rencana untukku?”
“Yang Mulia memiliki pandangan yang begitu tinggi terhadap dirinya sendiri.” Pei Wenxuan menjawab cepat. “Setelah melihat pihak lain selama puluhan tahun, rencana macam apa yang bisa saya miliki?”
Berkata demikian, jantung Pei Wenxuan berdebar tak terkendali. Li Rong memiringkan kepalanya, perlahan berkata, “Kau benar, hubungan kita terlalu tetap. Kalau sekarang kau bisa membuat rencana, kalian laki-laki tidak takut pada daging atau sayur, bahkan lebih buruk dari binatang buas.”
Pei Wenxuan tak mampu berkata-kata. Entah kenapa, teguran Li Rong menghujam nuraninya.
Li Rong benar, bukankah mereka berdua sekarang memiliki hubungan pertemanan murni? Bagaimana bisa sebuah tangan membangkitkan dorongan semacam ini?
Dirinya sungguh terlalu rendahan.
Menganggukkan kepalanya kuat-kuat, Pei Wenxuan menyetujui. “Kata-kata Yang Mulia benar!”
“Lantas kenapa kau ingin tidur di ranjang terpisah?”
Li Rong mengamatinya, berkedip. Gelagapan, Pei Wenxuan mati-matian mencari alasan. Akhirnya, dia berkata, “Setiap hari saya harus bangun pagi-pagi sekali untuk pergi ke mahkamah pagi, takutnya saya akan membuat Anda terbangun.”
“Oh, cuma ini.” Li Rong tersenyum, melambai cuek. “Tak usah cemas, aku takkan terbangun, kau kan selalu berhati-hati. Tidur terpisah itu terlalu merepotkan, bagaimana kalau ada yang menemukannya? Jika kabar ini sampai menyebar, Baginda Kaisar akan meragukan keabsahan dari kantor pengawasku. Beliau mungkin memercayaiku saat ini, tapi sebagian besarnya adalah berkatmu. Bagaimanapun juga, aku sudah menikah denganmu, menikahi ayam ikut ayam, menikahi anjing ikut anjing.”
Mendengar hal ini, Pei Wenxuan tak berani bicara lebih jauh lagi. Mengangguk, dia mengeluarkan sebuah buku catatan dari laci, berkata lemah, “Asalkan tidak mengganggu Anda, maka tak masalah.”
Dia perlu mandi air dingin lebih sering.
————–
Teater kecil 1:
Pengarang ingin bilang sesuatu:
Pei Wenxuan: “Aku sudah menyiapkan mahamu.”
Li Rong: “Murah hati sekali?! Makasih! Kau sungguh teman yang baik!”
Pei Wenxuan: “Jangan berterima kasih padaku, kau toh akan membawanya kembali.”
Li Rong: ???
Teater kecil 2:
Li Rong: “Kau dan aku sangat mirip. Kalau kau benar-benar bisa membuat rencana sekarang, kalian para lelaki sungguh tak takut pada daging dan sayur, lebih parah dari binatang buas!”
Pei Wenxuan: “Yang Mulia benar! Saya ini hanya binatang buas! Tiba-tiba saya mendapat pemikiran semacam ini terhadap Anda, saya vulgar! Saya tak tahu malu! Saya bukan teman baik Anda!”
Teater Kecil 3:
Vlog Pei Wenxuan: “Halo gaes, aku Pei Wenxuan. Hari ini adalah hari kedua meminta tidur terpisah, dan aku sudah gagal lagi. Sang Putri selalu bisa mencari alasan agar kami tidur seranjang. Semua alasannya masuk akal, dan aku tak bisa menolak dia. Biar kulihat apa aku bisa memikirkan jalan keluar. Lagipula, kalau aku benar-benar tidur seperti ini, kurasa aku akan jatuh cinta. Aku nggak mau jatuh cinta huhuhuhu, aku benar-benar cuma ingin jadi kakak yang baik huhuhuhu…..”