The Grand Princess - Chapter 44.2
“Satu-satunya orang yang pernah benar-benar kucintai dan hilang dariku adalah Li Rong.”
—————–
Setelah Li Ming memberikan perintahnya, Fu Lai masuk ke Kebun Istana untuk mengantarkan hasilnya.
Semua nona muda menantikan hasilnya, dan melihat Fu Lai melangkah menyusuri jalan setapak dari kejauhan menuju pusat danau, semua orang jadi agak gelisah.
Akhirnya Fu Lai tiba di paviliun tepi air. Pertama-tama dia memberi salam kepada Permaisuri dan Selir Rou, kemudian menjelaskan tujuan kedatangannya: “Tiga terbaik di antara para nona telah dipilih di balairung istana tadi, dan dengan perintah Baginda Kaisar, pelayan tua ini datang untuk mengundang ketiga nona agar pergi ke balairung utama istana untuk menerima hadiah mereka.”
Sang Permaisuri mengangguk, mengangkat tangannya dan berkata: “Kau boleh mengumumkan pemenangnya.”
Fu Lai membungkuk, berbalik untuk menghadap ke arah kerumunan lalu berkata: “Putri Ping Le, Nona Qin Zhenzhen, dan Nona Shangguan Ya, silakan ikuti hamba tua ini menuju balairung utama untuk menerima hadiahnya.”
Begitu mendengar kata-kata ini, wajah Selir Rou langsung berubah drastis, dan Xiao Wei pun mendongakkan kepalanya lalu menatap dengan raut tak percaya. Ada raut terkejut pada wajah baik Shangguan Ya maupun Qin Zhenzhen. Sang Permaisuri mengernyit, tampak cukup gelisah ketika bertanya: “Kali ini siapa pemenang pertamanya?”
“Menjawab kepada Niangniang,” Fu Lai tertawa, “pemenangnya adalah Yang Mulia Putri Ping Le.”
Sang Permaisuri menatap Li Rong. Li Rong langsung menampakkan raut terkejut dan bertanya gembira: “Aku?”
“Ya,” Fu Lai mengucapkan banyak kata-kata pujian, “Kemampuan Yang Mulia dalam seni pembuatan dupa sungguh luar biasa, terus-menerus memperoleh pujian dari semua orang. Yang Mulia harus segera bangkit dan pergi ke balairung utama untuk menerima hadiah Anda.”
“Bagus sekali,” Li Rong berdiri dengan ekspresi gembira, “Sudah lama sekali aku tak pernah menerima hadiah. Ini benar-benar menyenangkan.”
Setelah berkata demikian, Li Rong berbalik untuk memberi salam kepada Permaisuri dan berkata, “Ibunda Permaisuri, saya akan pergi ke tempat Ayahanda Kaisar untuk menerima hadiah saya.”
Sang Permaisuri menatap Li Rong, sesaat tak mampu menemukan kata-kata untuk diucapkan. Beliau harus menahan diri untuk sejenak sebelum akhirnya berhasil mengendalikan dirinya sendiri dan berkata: “Pergilah.”
Li Rong memberi hormat dan mengundurkan diri, memimpin Shangguan Ya dan Qin Zhenzhen pergi ketika mereka mengikuti Fu Lai menuju ke balairung utama istana.
Li Rong berjalan di depan sementara Shangguan Ya dan Qin Zhenzhen berjalan bersisian. Diam-diam Shangguan Ya menjawil Qin Zhenzhen dan berbisik: “Kau pasti punya teknik-teknik pembuatan dupa yang cukup bagus, kan?”
Qin Zhenzhen mengernyit. Dia melirihkan suaranya dan balas berbisik: “Bagaimana mungkin? Bukankah pendupaan saya kosong?”
“Dan itu juga memenangkan hadiah?”
Shangguan Ya merasa tak percaya dan mulai memikirkan tentang motif terselubung di balik semuanya. Li Rong yang mendengarkan saat berjalan di depan mereka mengerutkan bibirnya dengan seulas senyum kecil. Dia memutar kepalanya ke belakang dan mengingatkan Shangguan Ya: “Apa kau bisa yakin kalau namamulah yang tertulis pada pendupaanmu?”
Shangguan Ya langsung bereaksi dan berkata keheranan: “Jadi Xiao….”
Li Rong menaikkan tangannya dan perlahan meletakkan satu jari pada bibirnya. Shangguan Ya langsung paham dan seketika mengekspresikan pemahamannya.
Mendengar mereka bertiga bicara, Fu Lai berjalan lebih jauh ke depan supaya mereka bisa mengobrol dengan lebih bebas. Li Rong mundur beberapa langkah dan berjalan di antara keduanya, kemudian berpaling pada Qin Zhenzhen yang ada di sampingnya dan bertanya: “Apa kau tahu kalau dia telah menukar pendupaanmu?”
Qin Zhenzhen meragu sejenak sebelum menjawab: “Aku tahu.”
“Tapi kau tak bilang apa-apa?”
Qin Zhenzhen mendongak dan melirik pada Shangguan Ya, yang sedang tersenyum di sampingnya seraya menyilangkan lengan. Dia lalu menggelengkan kepalanya dan berkata: “Saya tak menaruh apa-apa di dalam pendupaan itu. Kalau dia ingin mencelakai saya, saya bisa membuktikan bahwa pendupaannya bukan milik saya. Kalau dia tidak berusaha mencelakai saya, dia pasti punya kesulitannya sendiri, jadi saya pun bisa maju dan membantunya. Mau bagaimanapun, tetap tak ada bedanya.”
Li Rong merasa agak tak berdaya ketika dia mendengar hal ini.
Shangguan Ya mendesah dan berkata: “Kalau begitu kau bisa berterima kasih karena hari ini akulah orang yang kau temui.”
Qin Zhenzhen tertawa: “Kalau bukan berkat Nona Shangguan, saya mungkin takkan bersedia membantu seperti ini.”
“Oh?” Li Rong agak penasaran, “Kenapa kau membantu dia?”
“Karena ayah saya pernah berkata….” Qin Zhenzhen menatap rembulan benderang yang terpantul pada permukaan danau dengan sorot nostalgia di matanya, “Kalau kau ingin tahu apakah seseorang bisa dipercaya, kau hanya perlu menatap ke dalam matanya.”
“Lantas, apa yang kau lihat saat kau menatapku?” Li Rong bertanya karena penasaran.
Qin Zhenzhen menolehkan kepalanya. Tanpa bersuara ditatapnya Li Rong dalam waktu lama, kemudian berkata lembut: “Yang Mulia adalah orang yang sangat baik.”
“Kalau begitu kau pasti salah,” Shangguan Ya mengalungkan lengannya pada bahu Li Rong dan berkata seraya tersenyum, “Yang Mulia di sini ini tak lain dari seorang penguasa lalim yang memangsa orang hidup-hidup dan bahkan tidak meludahkan tulang-belulangnya.”
Li Rong dibuat terperangah oleh gaya Shangguan Ya mengalungkan lengan pada bahunya. Dia memberi Shangguan Ya tatapan acuh tak acuh, namun di pihak lain, Shangguan Ya tidak takut dan membalas tatapan Li Rong seraya tersenyum. Setelah dia dan Li Rong saling berpandangan selama beberapa saat, Li Rong tak bisa menahan tawanya dan memberi dorongan kecil pada Shangguan Ya sebelum berbisik: “Ternyata kau lumayan punya nyali juga.”
Shangguan Ya, yang didorong, ikut tertawa dan hanya berkata: “Pokoknya, Yang Mulia telah melihat sisi terburuk saya, jadi kenapa tidak bersikap agak serampangan sekalian? Kalau Yang Mulia tertarik, kapan-kapan Anda harus mencari waktu untuk bergabung dengan saya di perkumpulan puisi dan minum teh bersama?”
“Minum teh?” Li Rong mendengus, “Bukankah kau ingin aku membawa lebih banyak uang untuk berjudi besar atau kecil?”
Tiba-tiba Shangguan Ya dibuat agak malu dengan kata-kata ini. Tanpa sadar dia menyentuh hidungnya dan berbisik: “Sekarang ini kita ada di istana, bisakah Anda sedikit lebih hati-hati?”
Mereka bertiga pun terus bercanda seraya berjalan menuju ke balairung utama istana. Li Rong menaikkan pandangannya dan melihat Li Ming duduk di atas tahta tinggi, kemudian tatapannya beralih ke Li Chuan, Su Rongqing, dan akhirnya Pei Wenxuan.
Pei Wenxuan melihat Li Rong menatapnya dan menaikkan alisnya seraya mengangkat cawan araknya, seakan hendak mengakui jasa atas kerja kerasnya.
Li Rong tak bisa menahan senyumannya ketika dia melihat penampilan Pei Wenxuan saat ini. Sorot matanya menyapu pria itu tanpa jejak, kemudian kembali untuk menatap Li Ming, tersenyum seraya memberi hormat kepada Li Ming: “Salam kepada Ayahanda Kaisar.”
“Kalian boleh berdiri.” Li Ming duduk di panggung tertinggi. Beliau mengangkat tangannya dan membiarkan Li Rong berdiri, kemudian menempatkan tangan pada lututnya dan berkata, “Zhen ingat kalau sebelumnya kau tak terlalu mahir dalam membuat dupa, tapi kali ini, kau benar-benar membiarkan bakatmu bersinar.”
“Semua ini adalah berkat Fuma,” Li Rong tersenyum dan menoleh untuk menatap Pei Wenxuan, “Resep yang saya pakai untuk mempersiapkan campuran dupa hari ini sebenarnya adalah resep yang diajarkan Fuma kepada saya.”
“Zhen harus bilang….” Li Ming menoleh dan menatap Li Chuan yang duduk di sampingnya: “Bagaimana bisa zhen tidak tahu tentang kemampuan payah jiejie-mu yang seperti kucing kaki tiga?”
Setelah berkata demikian, Li Ming menatap Qin Zhenzhen dan Shangguan Ya yang berdiri di belakang Li Rong lalu berkata dengan tenang, “Zhen sudah pernah mendengar tentang bakat Ya’er, tetapi nona muda yang ini, Nona Kedua Qin, tampak agak kurang familier. Nona Qin,” Li Ming mengamati Qin Zhenzhen dan melambaikan tangan, “Majulah dan biar zhen lihat nona muda seperti apa yang telah membuat dupa semenakjubkan itu.”
Qin Zhenzhen mengernyit. Dia melirik Shangguan Ya sebelum melangkah maju.
Li Ming mengamatinya tanpa bersuara, dan jantung semua orang mulai berdebar kencang.
Sebuah pemikiran melintas dalam benak Li Rong. Kalau Li Ming berusaha mencari cara untuk menganugerahkan dekrit pernikahan pada saat ini, bagaimana dia harus merespon?
Tanpa sadar dia mengalihkan tatapannya dan melihat ke arah Pei Wenxuan, namun Su Rongqing juga duduk di arah yang kini sedang ditatapnya. Su Rongqing juga sedang memandangi dirinya, jadi begitu dia mendongak, mata mereka bertemu, dan Li Rong terperangah.
Su Rongqing tampaknya melihat apa yang tengah dia cemaskan. Sebelum Li Rong bisa bereaksi, didengarnya Su Rongqing tiba-tiba berkata: “Baginda, ketika nona ini telah berdiri cukup lama di sini. Takutnya mereka pasti sudah lelah. Baginda seharusnya segera memberi mereka hadiah, sehingga mereka bisa kembali.”
Kata-kata ini tidak termasuk dalam norma sosial. Takkan mengejutkan kalau Su Ronghua yang mengucapkannya, tetapi rasanya agak aneh ketika keluar dari mulut Su Rongqing yang merupakan seseorang yang selalu berhati-hati dengan kata-katanya.
Semua orang menatap ke arahnya. Senyum masih terulas pada wajah Su Rongqing ketika dia menatap Li Ming dengan penuh hormat.
Li Ming berpikir sejenak, kemudian Beliau tersenyum dan berkata, “Pejabat Su memang benar. Chuan’er, kau bisa memberikan hadiah kepada ketiga nona ini menggantikan zhen.”
Li Chuan melaksanakan perintah. Dia berdiri dan mengarahkan pelayan agar membawakan hadiah ke tempat Li Rong. Dia berhenti di hadapan Li Rong dan memberikan sepasang hiasan rambut phoenix emas dengan manik-manik gantung, kemudian mengedip penuh makna pada Li Rong dan berbisik: “Jie, terima kasih.”
Dia tampak amat gembira. Li Rong menatapnya sambil lalu, tak menyangka kalau hal ini akan membuat Li Chuan segembira ini.
Li Chuan menyerahkan hiasan itu kepadanya dan pergi seraya tersenyum. Li Rong berdiri di tempatnya dan mengikuti arah tatapan Li Chuan. Dia lalu melihat Li Chuan telah berjalan menghampiri Qin Zhenzhen.
Qin Zhenzhen tampak penuh hormat dan sopan. Li Chuan menatapnya dengan rasa takjub di matanya: “Gu tak pernah menyangka kalau Nona Kedua Qin bukan hanya hebat dengan tangannya dan kakinya tetapi juga mahir dalam membuat dupa.”
“Yang Mulia terlalu memuji saya.” Qin Zhenzhen menundukkan kepalanya dan menatap lantai, sedikit pun tidak melampaui etika yang sepantasnya.
Li Chuan memberikan hadiahnya kepada Qin Zhenzhen. Qin Zhenzhen menyampaikan terima kasih dengan sikap penuh hormat dan santun, dan kemudian Li Chuan berjalan ke arah Shangguan Ya.
Dia dan Shangguan Ya juga merupakan sepupu, tetapi mereka tidak terlalu akrab satu sama lain. Li Chuan bersikap cukup sopan kepadanya, dan setelah memberikan hadiah kepada Shangguan Ya, dia pun kembali ke tempat duduknya.
Setelah ketiga nona itu menerima hadiah mereka, Li Ming tampak agak lelah ketika berkata: “Saat ini hari sudah mulai gelap. Zhen sedikit lelah. Kalian anak-anak muda, bersenang-senanglah sendiri.”
Setelah berkata demikian, Fu Lai membantu Li Ming berdiri, dan Li Ming pun pergi dengan diiringi orang-orang yang berdiri untuk membungkuk dan menyuarakan salam untuk mengantarnya pergi dengan penuh hormat.
Setelah Li Ming pergi, ketiga nona muda itu berjalan keluar dari balairung utama istana bersama-sama. Shangguan Ya menatap pada mereka berdua dan tersenyum: “Apa sekarang kalian akan pulang?”
“Saya harus pulang terlebih dahulu,” Qin Zhenzhen berkata seraya mendongak pada Shangguan Ya: “Bagaimana dengan Anda?”
“Ayahku mungkin akan tetap tinggal sedikit lebih lama,” Shangguan Ya menunjuk ke arah balairung utama, “Aku akan kembali ke Kebun Istana untuk bicara sebentar lagi dengan beberapa temanku. Kalau boleh, aku akan meninggalkan kalian berdua lebih dulu.”
“Pergilah.” Li Rong mengangguk dan berkata: “Aku akan menunggu Fuma, kemudian kami akan pulang bersama-sama.”
“Kalian berdua punya hubungan yang cukup baik.” Shangguan Ya menaikkan alisnya.
Li Rong tak sabar ingin menendangnya lagi. Dia mendapati bahwa Shangguan Ya tampaknya mengandalkan fakta bahwa mereka berdua memiliki rahasia yang sama, sehingga jadi agak arogan. Untuk alasan itu, Li Rong harus mendesaknya: “Cepat pergilah. Lain waktu aku akan mencarimu di kedai teh.”
“Bukan masalah,” Shangguan Ya menjawab, kemudian dia berbalik dan pergi.
Setelah Shangguan Ya pergi, Qin Zhenzhen menoleh untuk menatap Li Rong dan berkata penuh hormat: “Yang Mulia, kalau tidak ada hal lain, putri rakyat jelata ini akan pamit terlebih dahulu.”
“Tunggu!” Li Rong mengentikannya. Qin Zhenzhen berbalik dan menatap kembali pada Li Rong, yang masih berdiri di atas tangga balairung istana.
Pakaian Qin Zhenzhen sederhana namun elegan, suatu hawa ketidakpedulian tampak pada fitur wajahnya, ketika angin sepoi berhembus dan mengangkat roknya, sedikit menggoyangkannya.
Mungkin karena latihan beladirinya, Qin Zhenzhen selalu memancarkan kesan jiwa kesatria yang tak bisa digambarkan, berdiri tinggi dan tegak bagaikan pohon pinus dan bambu namun juga laksana bilah tajam dari pedang.
Bahkan meski dia hanya sedang berdiri di istana, bisa terlihat kalau dirinya tampak agak tidak pada tempatnya, serupa namun tak sama dari Qin Zhenzhen yang pernah Li Rong lihat dahulu.
Tiba-tiba hati Li Rong bergetar, dan untuk sesaat, bayangan Li Chuan sedang berbicara dan tertawa bersama Qin Zhenzhen melintas dalam benaknya. Bayangan itu saling tumpang tindih dengan adegan-adegan dari pemakaman Qin Zhenzhen, menyebabkan tenggorokannya mengejang ketika suatu rasa takut yang tak terlihat terus membuncah dan menenggelamkannya.
Ditatapnya gadis yang sedang berdiri di bawah rembulan, menunggunya untuk bicara. Sesaat kemudian, akhirnya Li Rong berkata: “Hari ini Shangguan Ya telah menukarkan pendupaanmu karena dia ingin kau menikah dan menjadi Putri Mahkota untuk menggantikan dirinya. Mulanya, dia yang seharusnya menjadi Putri Mahkota.”
Qin Zhenzhen menampakkan raut terpana, dan Li Rong lanjut berkata: “Aku membantumu karena seseorang telah memercayakan hal ini kepadaku. Aku dan Pei Wenxuan tak punya perasaan antara satu sama lain, dan kami telah sepakat bahwa kelak, ketika kami bebas dari semua kekangan ini, kami akan bercerai dengan baik-baik.”
Perlahan mata Qin Zhenzhen melebar ketika dia mendengar kata-kata ini. Li Rong tertawa: “Di dalam istana, sungguh sulit untuk membedakan yang benar dan yang salah. Kau harus lebih berhati-hati saat lain kali kau memasuki istana.”
Setelah berkata demikian, Li Rong tak menunggu Qin Zhenzhen menanggapi. Dia berbalik dan berjalan kembali memasuki balairung untuk mencari Pei Wenxuan.