Put Your Head On My Shoulder - Special 3
Fu Pei dan Gu Weiyi telah berkelahi cukup lama.
Gu Weiyi jelas bukan orang yang bisa berkelahi. Sayangnya, Fu Pei juga bukan orang yang jago berkelahi, jadi peperangan antar kedua lelaki untuk memperebutkan seorang wanita itu sama sekali tidak keren. Sebaliknya, malah sangat memalukan.
Tetapi, Fu Pei sedikit lebih baik daripada Gu Weiyi, karena dia memiliki banyak pengalaman dipukul orang. Lagipula, kebiasaannya yang sering memetik bunga-bunga liar, terkadang pasti bisa tidak sengaja memetik bunga dari taman orang lain, sehingga terkadang dia harus siap untuk dipukul orang.
Akhirnya Fu Pei dan Gu Weiyi berbaring di lapangan rumput sekolah, seperti ketika mereka mengikuti pelatihan militer saat Universitas, mereka diinstruksikan untuk berlari sepuluh putaran di lapangan ini. Pada saat itu, mereka juga terengah-engah seperti ini, tidak bisa berkata-kata.
Di lintasan lari, ada beberapa orang yang sedang berlari di bawah bintang-bintang malam. Langkah kakinya terdengar sangat berat di jalur karet, suara itu bergetar di dalam hati Fu Pei.
Tiba-tiba dia merasa sangat sedih.
Dia menoleh untuk menatap Gu Weiyi, Gu Weiyi sedang menatap langit. Merasa bahwa ada yang sedang menatap kepadanya, dia memutar kepalanya.
Fu Pei menggertakkan giginya, “Kembalikan dia kepadaku.”
Meskipun tahu bahwa dirinya tidak punya malu, tetapi dia bahkan tidak sadar bahwa tidak punya malunya bisa sampai tahap ini.
Gu Weiyi tidak menjawabnya, menatapnya sekilas lalu bangkit berdiri dan menepuk rumput dan lumpur di tubuhnya, berjalan pergi.
Menatap punggung Gu Weiyi yang berjalan menjauh, Fu Pei merasa bahwa semua suara di sekitarnya menghilang dan menjadi sunyi. Ketenangan yang tidak wajar, sama seperti malam itu, Situ Mo menangis di hadapannya tetapi dia malah merasa tenang.
Pada malam itu, dia sudah benar-benar kehilangan Situ Mo, kemudian hari ini dia benar-benar telah kehilangan seorang teman.
Tidak tahu waktu sudah berjalan berapa lama, ada suara terdengar semakin lama semakin dekat. Tangan Fu Pei menyentuh sesuatu yang dingin, dia mendongakkan kepala untuk melihat, ada sekaleng bir yang berguling sampai ke tangannya.
Gu Weiyi duduk di tempat yang berjalan 50 meter darinya, membuka cincin besi pada kaleng birnya.
Gu Weiyi mengangkat kepalanya dan minum bir itu, “Supermarket di Ximen sudah tutup, di Gerbang Timur sudah dibuka yang baru.”
Supermarket di Ximen, selama empat tahun mereka menjadi saksi atas bangkrutnya usaha ini dan bagaimana mereka menurunkan harga barangnya sampai serendah mungkin. Fu Pei berpikir bahwa seumur hidupnya dia tidak akan pernah melihat Supermarket itu tutup, sama seperti Situ Mo. Dia selalu mengatakan bahwa dia tidak menunggunya, tetapi Fu Pei selalu tahu, asalkan dia melihat ke belakang, pasti dia selalu ada di sana. Asalkan dia sudah lelah bermain-main, kembali untuk memohon kepadanya, membujuknya, dia pasti akan selalu ada.
Supermarket bisa seketika tutup, manusia juga bisa seketika pergi.
Fu Pei bangkit duduk, membuka kaleng bir dan meminumnya.
Gu Weiyi mengeluarkan sekaleng bir lagi dari kantong plastik di kakinya dan memberikannya kepada Fu Pei, “Es.” Lalu dia juga mengeluarkan sekaleng bir dan menekannya di sudut matanya.
Fu Pei menghabiskan kaleng bir itu tanpa berkata apa-apa, lalu dia membuka kaleng yang baru.
Gu Weiyi tidak mengatakan apa-apa, mendorong kantong plastik itu kepadanya. Dari dalam kantong plastik, terdengar suara kaleng dan suara cairan. Tidak tahu kenapa, semua suara menjadi sangat sensitif di telinga Fu Pei.
Fu Pei membuka sekaleng demi sekaleng. Ketika tetesan alkohol terakhir masuk ke dalam perutnya, dia meremas kaleng itu dengan tangannya dan berkata sambil tersenyum, “Musuh bebuyutan, kamu cuma membeli begini sedikit?”
Gu Weiyi tersenyum, melemparkan kaleng bir yang dia gunakan untuk mengompres sudut matanya, kemudian meneguk Cola di sampingnya.
Fu Pei memperhatikan bahwa yang Gu Weiyi minum adalah Cola, “Cola? Ah tidak seru!”
“Tubuh penuh luka, ditambah dengan aroma alkohol, nanti akan sangat sulit untuk dijelaskan.”
Sulit untuk dijelaskan ya…. Fu Pei menelan kepahitannya, “Hei! Kamu tidak bisa seperti ini, kalau berani banyak bicara, kalahkan aku dulu baru bicara lagi.”
“Kalau sudah mengalahkanmu memangnya kamu akan menerima kekalahanmu?”
“Boleh juga.”
Menepuk bahunya dan tersenyum.
“Ada dua adik kelas yang sedang jogging, kelihatannya lumayan.” Fu Pei berkata setelah menatap ke sekelilingnya.
Gu Weiyi terlalu malas untuk mempedulikannya, dia memunguti kaleng bir yang dibuang sembarangan oleh Fu Pei dan memasukkannya satu per satu ke dalam kantong plastik, “Ayo jalan, sebentar lagi gerbang sekolah akan ditutup.”
“Kamu duluan saja, aku masih ada urusan lain.” Fu Pei berjalan ke arah kedua gadis itu.
Gu Weiyi mendengarnya bertanya dari kejauhan, Teman sekolah, apakah Supermarket Dongmen sudah tutup? Suara kedua gadis itu tidak terdengar jelas, hanya terdengar Fu Pei berkata bisakah membawaku ke sana? Aku takut kalau mencarinya terlalu lama, nanti Supermarket-nya tutup, temanku minum terlalu banyak, aku harus membelikan sebotol air untuknya.
Kedua gadis itu memandang ke arah Gu Weiyi, Gu Weiyi langsung terduduk di tanah, memegang kepalanya dan membuat ekspresi mengantuk.
Mereka perlahan berjalan pergi dan Gu Weiyi pun berjalan pulang.
Gu Weiyi kembali setelah lulus dari Amerika, mereka telah berhasil menjalani hubungan jarak jauh yang sangat panjang dan melelahkan. Perjuangan yang melelahkan telah menghasilkan hasil yang positif, juga berbuah seorang anak laki-laki, namanya Gu Weimo atau Gu Mowei, ya seperti itulah.
Lalu Fu Pei yang telah memacari seorang gadis selama empat bulan, akhirnya putus lagi. Alasan spesifiknya tidak diketahui, yang pasti cukup menjengkelkan.
Saat jam pulang kerja, Gu Weiyi menunggu di Lobby Kantor sedikit lebih awal. Fu Pei dari lantai atas melihat Situ Mo dari kaca jendela, dia terbang keluar dari gedung kantor layaknya seekor burung.
“Pak Bos, mau minum kopi tidak?”
Fu Pei berbalik, Chen Xiaoxi menatapnya dengan mata panda. Tangannya mengaduk secangkir kopi instan.
“Tambahkan susu dan gula.”
“Sinting.” kata Chen Xiaoxi, “Terlalu banyak permintaan.”
Ketika Chen Xiaoxi selesai membuat kopi dan menyerahkannya kepada Fu Pei, Gu Weiyi dan Situ Mo yang di bawah masih belum pergi. Keduanya memindahkan barang dari bagasi ke kursi penumpang belakang, Gu Weiyi memindahkan kardus besar, kelihatan sangat berat. Situ Mo buru-buru membantunya, Gu Weiyi tersenyum dan mengangkat kotak itu.
“Pak Bos, hobimu ini sungguh aneh. Begitu senang melihat orang-orang yang sedang saling menunjukkan cinta kasih, sungguh abnormal.”
“Chen Xiaoxi, apakah kamu pernah sangat menyukai seseorang, saking sukanya sampai merasa dirimu tidak layak memiliki orang sebaik itu?”
Chen Xiaoxi tidak menyangka bahwa bos yang biasanya begitu ceroboh, bisa-bisanya menanyakan masalah perasaan kepadanya, tiba-tiba ada sedikit perasaan takut. Menghabiskan cukup lama tanpa tahu harus seperti apa menjawabnya, melihat Situ Mo dan Gu Weiyi yang bergerak dan memindahkan barang, dia membuka topik santai dan berkata, “Menurutmu, untuk apa mereka mengosongkan bagasi? Apakah sudah siap-siap untuk membunuh orang dan menyimpan mayat?”
Kopi yang Fu Pei minum sudah hampir tersembur keluar, “Kamu bisa diajak mengobrol atau tidak!”
“Bukan begitu, Pak Bos. Ketika aku menandatangani kontrak kerja, di dalam pekerjaanku tidak termasuk berbicara hati ke hati dengan Pak Bos.”
Fu Pei serasa ditampar, dia bertanya lagi, “Chen Xiaoxi, kalau kamu adalah Momo. Kamu akan memilih aku atau Gu Weiyi? Maksudku, kalau saja waktu itu yang aku sukai hanya Momo seorang.”
Chen Xiaoxi menguap, “Aku akan memilih Jiang Chen.”
“Siapa Jiang Chen?”
Chen Xiaoxi mengangkat bahu, “Mantan pacarku.”
Fu Pei segera memasang wajah seakan-akan berkata, ‘kita adalah orang yang sama-sama disakiti, ayolah kita saling berbagi kisah!’
Chen Xiaoxi buru-buru melambaikan tangannya, “Hanya bercanda, dia adalah kakak laki-laki yang setiap hari datang mengirimkan paket.”
Fu Pei memelototinya, “Kamu jangan lupa ya siapa yang membayar gajimu.”
“Jika harus menyelesaikan masalah perasaan bos, tentu harus ada gaji tambahan.”
Langit berangsur-angsur menggelap, Situ Mo dan Gu Weiyi sudah pergi. Fu Pei mengambil napas dalam-dalam, dia merasa dirinya sangat konyol. Dia sedih karena cinta, tetapi malah minta bawahannya untuk menghiburnya.
Chen Xiaoxi akhirnya tidak tahan lagi, menepuk pundaknya, “Pak Bos, waktu kamu kecil apakah pernah makan permen aneka rasa?”
“Pernah.” Fu Pei bingung.
“Kamu paling suka yang rasa apa?”
“Apa yang kamu ingin sampaikan?”
“Aku paling suka rasa jeruk. Ketika aku kecil, mamaku membelikan permen aneka rasa, jadi aku boleh memilih lima rasa. Tetapi, permen itu jelas-jelas memiliki enam rasa. Setelah itu, di saat berikutnya aku lupa sudah pernah makan rasa yang mana saja, aku terus merasa bingung, jadi aku selalu merasa bahwa aku telah melewatkan satu rasa permen itu dan merasa sedih untuk cukup lama. Kemudian, aku memutuskan bahwa aku suka rasa jeruk. Aku akan selalu memilih rasa jeruk. Tidak peduli bahwa aku pernah melewatkan sebuah rasa permen, lain kali aku tidak akan pernah membeli permen aneka rasa lagi, aku pasti akan membeli permen rasa jeruk.”
“Kalau aku, aku pasti akan ribut dan menangis. Aku harus mencoba semua rasa, selamanya aku akan menganggap rasa yang terlewatkan olehku itu adalah rasa permen yang paling aku sukai. Jika aku membelinya lagi, aku pasti akan membeli permen aneka rasa.”
“Hal yang sama berlaku untuk urusan percintaanmu. Kamu selalu membuka radarmu untuk mempersiapkan target berikutnya, siap untuk cinta berikutnya. Mungkinkah orang selanjutnya akan lebih baik atau cinta selanjutnya mungkin lebih tepat untukmu? Kamu takut, takut bahwa kamu akan kehilangan kemungkinan yang lain. Momo juga hanyalah salah satu dari kemungkinan itu. Di dunia ini ada begitu banyak macam rasa, bagaimana mungkin kamu bisa mencoba semuanya.”
“Apakah kamu sedang berusaha menghiburku?”
“Ah! Tentu saja bukan. Kalau kamu memang begitu senang mencoba, lakukan saja sesukamu. Hanya saja jangan tunjukkan ekspresi tergila-gila pada seseorang. Jelas-jelas kamu bukanlah tipe orang yang bisa menyukai satu orang seumur hidupmu, jelas-jelas kamu adalah orang yang akan mencoba rasa dari setiap jenis permen. Jadi, jangan bayangkan bahwa suatu hari kalau kamu mengalami kerusakan gigi, kamu akan mengurangi makan permen. Bahkan jika kamu menderita diabetes, kamu tidak akan pernah bisa mengubahnya.” Chen Xiaoxi menguap lagi, “Apakah kamu sudah mengerti? Jangan membayangkan sesuatu yang tidak bisa kamu lakukan.”
Fu Pei terdiam beberapa saat sebelum berkata, “Perumpamaan yang sungguh jelek.”
Chen Xiaoxi terkekeh, “Hei, aku juga belajar dari seorang kenalan.”
“Ayo kita pulang kerja, kamu juga tidak usah lembur lagi. Gambar desain itu digambar seperti itu olehmu bisa-bisa nanti rusak dan kita kena komplain lagi.”
Chen Xiaoxi marah, “Komplain apalagi! Jelas-jelas aku sudah menggambar dengan begitu baik.”
Fu Pei tersenyum, “Aku hanya memberitahumu, tapi kamu jangan marah.”
“Jangan bilang kalau kamu pernah punya hubungan dengan manajer itu?!”
“Em…. kurang lebih begitu.”
Chen Xiaoxi menggebrak meja dan berjalan pergi.