Put Your Head On My Shoulder - Special 2
Ketika Gu Mowei masih bayi, dia bukanlah anak yang sangat mudah untuk diurus. Dia sering menangis beberapa kali dalam satu malam, terkadang malah bisa menangis sampai subuh.
Saat Gu Weiyi sedang berada di rumah, setiap anaknya menangis pasti dia yang akan bangun untuk menggendongnya. Demi tidak mengganggu tidur Momo, dia akan membawa anaknya ke ruang tamu dan menenangkannya di sana.
Tetapi, Gu Weiyi hanya bisa membantu mengurus anaknya selama dua minggu dan harus kembali lagi ke Amerika untuk menyelesaikan semester terakhirnya.
Setelah Gu Weiyi pergi, Situ Mama masih membantu Momo menjaga anaknya. Sampai kemudian, kakak ipar Momo juga melahirkan sehingga Ibunya juga harus pergi membantunya. Gu Mama tidak punya banyak waktu, juga tidak paham bagaimana mengurus anak kecil, jadi menjaga anak sudah sepenuhnya menjadi tanggung jawab Momo.
Menjaga anak sangatlah melelahkan. Dia seringkali bersandar di kepala tempat tidur pada saat tengah malam untuk menyusui anaknya, menyusui sampai dia sendiri pun tertidur. Begitu pegangan tangannya mengendur, dia akan langsung terbangun. Terkadang karena dia terlalu lelah, ketika mendengar suara tangisan anaknya dia akan dengan linglung berjalan ke dalam kamar. Tidak tahu harus mengganti popok atau menyusui anaknya.
Momo merasa bahwa cobaan ini setiap harinya selalu di atas batas kemampuan manusia. Setiap hari dia mengingatkan dirinya bahwa makhluk yang sedang menangis di hadapannya ini adalah anaknya sendiri, tidak boleh sampai khilaf dan membuangnya.
Tragedi pertama adalah ketika anak itu berusia tujuh bulan, di tengah malam dia tiba-tiba demam tinggi. Momo sangat ketakutan hingga otaknya kosong, dia menggendong anaknya dan berlari keluar rumah. Anak itu karena sedang demam tinggi, badannya gemetar di dalam pelukannya. Momo yang ketakutan juga badannya ikut gemetar, dia ingin mengemudikan mobil tetapi tubuhnya tidak bisa bergerak. Akhirnya dia berencana untuk mencari taksi, tahukah seberapa sulitnya mencari taksi pada jam 2 pagi? Momo menggertakkan giginya dan memberhentikan sebuah mobil pribadi, untungnya pemilik mobil itu berbaik hati dan mengatakan bahwa mereka akan mengantarkannya ke Rumah Sakit. Ketika dia sampai lagi di rumah, waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Momo berusaha memberi obat kepada anaknya dengan penuh semangat, tetapi ketika obat cair itu menyentuh bibir anak itu, anak itu menjerit dan memuntahkannya. Momo tahu walaupun anaknya tidak bisa mengerti kata-katanya, tetapi dia terus memohon, “Baobao, anak baik dan nurut untuk minum obat ya, Mama benar-benar sangat lelah…”
Akhirnya Momo memaksa menuangkan obat itu ke dalam mulut anak kecil itu, anak itu menjulurkan lidahnya dan memuntahkan obatnya, kemudian menangis.
Momo melemparkan sendok kecil di tangannya dan ikut menangis. Satu anak kecil dan satu orang dewasa sama-sama menangis dengan hebatnya di kamar itu.
Setelah selesai menangis, obatnya tetap harus diminum. Momo kali ini sedikit lebih tega, dia membuka paksa mulut anaknya, menekan lidah anaknya dan menuang obat itu di dalam mulut anaknya. Anak itu memang meminum obatnya, tetapi tangisannya sangat memilukan. Suara tangisannya seperti sebuah pisau yang mengiris hati ibunya.
Momo memutuskan untuk menenangkan diri sejenak, berjalan keluar kamar dan menutup pintu kamarnya. Dia berpikir, aku ingin tenang selama dua menit, dua menit saja sudah cukup, dua menit tidak mendengar suara tangisan saja sudah cukup.
Setelah dua menit, dia ingin kembali ke kamar dan menyadari bahwa pintu itu terkunci. Dia merasa jantungnya hampir berhenti, dia berusaha pergi mencari kunci kamarnya, tidak ada, tidak ada, dimana pun dia tidak bisa menemukannya.
Kemudian Momo merosot ke lantai, bersandar di depan pintu kamar dan mendengar suara tangisan anaknya dari dalam, dia juga ikut menangis, “Jangan menangis, jangan menangis….. Mama yang salah…. Mama adalah seorang ibu yang buruk….”
Dia menangis dan menelepon Gu Weiyi, “Gu Weiyi….. Kunci pintu kamar ada dimana? Aku sudah mencari dimana-mana tetapi tidak bisa menemukannya. Aku… Aku tidak sengaja mengunci bayi kita di dalam kamar…. Dia sedang demam, dia pasti sangat ketakutan…. Kamu jangan marah padaku…”
Gu Weiyi meraih telepon dan bangkit dari tempat tidur, memaksakan dirinya untuk tenang, “Situ Mo, kamu jangan menangis, jangan menangis, jangan takut, kuncinya ada di laci kamarku yang dulu.”
“Dia terkunci di dalam kamarmu.” Dia berkata sambil menangis, suaranya bindengnya terdengar sangat jelas di telepon, “Aku harus bagaimana…. Apakah aku harus merusak kuncinya menggunakan palu?”
Gu Weiyi menarik napas dalam-dalam, berusaha menyembunyikan perasaan khawatirnya. Dia berkata, “Jangan, nanti kamu akan membuat adik bayi ketakutan. Kamu tenang dulu, ikuti instruksiku. Sekarang kamu pergi ke dapur, buka jendela di dapur. Jendela itu terhubung dengan jendela kamarku, aku dulu pernah memanjatnya…”
Momo membuka jendela, baru saja dia ingin memanjat tetapi sudah mendengarkan suara Gu Weiyi di seberang sana. Jadi dia kembali mendengarkan ponselnya.
“Situ Mo, nyalakan dulu lampu dapur, hati-hatilah sedikit saat memanjat. Jangan memanjat kalau kamu merasa takut, besok panggillah tukang kunci untuk membuka pintunya. Adik bayi kalau sudah lelah menangis pasti akan tertidur. Mengerti?”
“Aku tahu, sebentar lagi aku akan meneleponmu.” Momo memutus sambungan telepon, menarik napas dalam-dalam dan memanjat ke atas.
Untunglah, Momo berhasil memanjat naik, berhasil membuka jendela, juga berhasil menemukan anaknya telah tertidur dengan tenang sambil menghisap ibu jari. Saking tenangnya sampai membuat orang ingin meninjunya. Momo mencari kunci kamarnya, memasukkannya ke dalam kantong celana, bersumpah akan membuat 10 buah kunci cadangan dan menaruhnya di seluruh sudut ruangan.
Dia belum sempat menelepon Gu Weiyi lagi, dia sudah meneleponnya terlebih dahulu, “Situ Mo, bagaimana?”
Momo berusaha mengumpulkan energinya dan berkata, “Sudah tidak apa-apa, adik bayi sudah tidur.”
Keheningan yang cukup lama, Gu Weiyi menghela napas pelan dan berkata, “Maafkan aku.”
Maaf, aku tidak bisa bersamamu; Maaf, kamu begitu ketakutan, aku bahkan tidak bisa memberikan sebuah pelukan untukmu; Maaf, aku seharusnya tidak membiarkanmu menanggung ini semuanya sendirian.
“Hmm.” Momo menjawabnya dengan suara rendah.