Living Leisurely in Tang Dynasty - Chapter 139
Para pengawal Li Yuanying mengendarai kereta yang unik untuk pulang ke Chang’an. Tak ada penumpang di dalamnya, hanya berisi melon.
Ketika bocah itu menyebutkan kalau dia ingin melatih para ahli melon, semua orang mengira kalau dia cuma seorang pembohong yang ingin menipu orang agar menyumbang untuk proyek renovasinya.
Sekarang mereka mendengar kalau Pangeran Teng benar-benar menumbuhkan melon dan mengirimnya pulang ke Kaisar dengan penuh kehebohan. Zhangsun dan para menteri lainnya semua penasaran dan mencari alasan asal-asalan untuk bertemu dengan sang Kaisar; semuanya berharap bisa melihat melon unik yang dengan gagah berani dinyatakan oleh sang pangeran kecil sebagai satu-satunya di Tang!
Orang-orang di sisi Yuanying semuanya dilatih oleh Dai Ting dan mereka tak gemetar di hadapan para bangsawan terkemuka. Seorang perwakilan maju dan memilih sebutir melon lalu mempersembahkannya kepada Kaisar. Sebenarnya, sekarang bukan waktu yang terbaik untuk memakannya. Kita seharusnya mendinginkannya di dalam air es selama setengah hari dulu. Pada saat itulah, melonnya akan jadi sedingin es dan segar. Dijamin siapa pun yang memakannya akan mendapatkan pengalaman luar biasa dan semua hawa panas musim panas akan lenyap!
Sang perwakilan bicara dalam waktu lama dan semua menteri pun mulai jadi tidak sabar. Akan tetapi sang Kaisar tak mengatakan apa-apa, jadi mereka hanya bisa berdiri diam dan menggerutu diam-diam: Kenapa orang-orang di sekitar Li Yuanying semuanya sama saja? Dulu mereka tak kelihatan istimewa tapi sekarang masing-masing dari mereka mampu menarik cukup banyak perhatian!
Setelah si perwakilan menyelesaikan perkenalannya, dengan cepat dia pun membelah semangkanya menjadi dua. Lalu dia memotong-motongnya lagi menjadi irisan-irisan tipis.
Begitu semangkanya dipotong, semua orang langsung tertarik oleh dagingnya yang merah cerah. Irisan-irisan semangkanya begitu merah sampai-sampai mata mereka berbinar, dan bahkan air buah yang menetes-netes juga tampak sangat manis!
Sekarang memikirkan tentang bagaimana Li Yuanying telah berjanji pada orang-orang Kecamatan Hu bahwa dia akan mengajarkan keahlian menumbuhkan semangka ini kepada mereka, kelompok itu pun merasa agak kesal: Kalau saja mereka tahu bahwa ini adalah melon yang begitu bagus, mereka seharusnya juga ikut menyumbang untuk ditukar dengan pengetahuan dalam menanam!
Si penjaga kemudian melanjutkan dengan perkenalannya. Titik-titik hitamnya adalah biji. Tak masalah kalau kau tak disengaja menelannya tapi lebih baik kalau kau bisa meludahkannya karena bijinya harus diamankan.
Mendengar hal ini, mata semua orang berbinar. Karena bijinya mudah untuk didapatkan, maka tak banyak yang perlu disesalkan. Para penumbuh tak mungkin sekedar menanam mereka tapi tak menjualnya kan? Dan mereka toh tak mungkin bisa menggali semua bijinya sebelum menjualnya? Jelas tidak mungkin! Jadi semangka ini sama saja dengan bunga matahari yang awalnya dijual oleh Li Yuanying. Langka di tahun pertama, namun terbuka bagi semua orang pada tahun-tahun berikutnya!
Lalu mengenai bagaimana cara menanamnya, lakukan saja pelan-pelan dan pelajari setelah kau memiliki bijinya. Pasti selalu ada jalan. Biarkan orang-orang Hu yang menyumbangkan uang mendapat uang untuk satu tahun pertama!
Li Er tak punya pemikiran sebanyak yang lainnya. Beliau merasa puas dengan pemahaman baik Li Yuanying soal memanen barang-barang bagus dan mengirimkannya untuk Beliau. Dengan murah hati Beliau menghadiahi masing-masing orang dengan seiris semangka dan menyimpan sisanya. Nanti Beliau harus menjajal es semangkanya.
Jadi kedua kakak beradik ini pun berbagi seiris tipis semangka dengan orang-orang di sekitar mereka dan dengan murah hati mengizinkan mereka membawa pulang biji-bijinya.
Di sore hari, Sizi dan anak-anak kecil lainnya sudah mencicipinya bersama dengan beberapa orang selir. Sisa semangka semuanya masuk ke perut sang Kaisar. Manis dan berair, tepat sesuai dengan selera Baginda Kaisar!
Keesokan harinya, Li Er menulis kepada adiknya untuk meminta lebih banyak semangka. Cuma sesedikit itu tak cukup bagi Beliau!
Tentu saja Wei Zheng juga mendapat jatah semangkanya dari Kaisar. Dia berpikir kalau semangkanya cukup bagus jadi dia membungkus biji-bijinya seperti para menteri lain dan berencana untuk menanamnya.
Ketika dia pulang ke rumah, dia melihat istrinya, Pei-shi sedang mengurus kebun. Pekarangan mereka penuh dengan buah serta sayur dan pada dasarnya mereka bisa memenuhi kebutuhan sendiri sepanjang tahun.
Pei-shi berbalik dan tersenyum kepadanya. Yuanying dan Wei Shu sudah menyuruh orang mengantarkan semangka di siang hari dan bahkan menuliskan sebuah buklet untuk mengajari Pei-shi cara merawatnya. Ketika antarannya tiba, para pria segera membantu wanita itu menanamnya ke tempat pembibitan dengan tanah masih terpasang. Hari ini Pei-shi tak ada hal yang perlu dikerjakan jadi dia keluar untuk memeriksa semangka besar nan bulat ini; takut kalau-kalau akan dicuri!
Mulanya Wei Zheng menyesal karena tak bisa membawa seiris semangka untuk dicicipi oleh Pei-shi. Ketika dia melihat kalau mereka ternyata punya jatah sendiri, dia merasa gembira dan menceritakan kepada Pei-shi semua tentang sesi berbagi semangkanya di istana di siang hari. Dengan bantuan dari semangka seperti itu, Li Yuanying akhirnya bisa mendapat pembenaran karena meminta orang-orang membayar untuk konstruksi Istana. Kelak tak ada seorang pun yang akan bisa mencari-cari kesalahannya!
Pei-shi juga sudah dengar tentang renovasi di Istana Taihe dan bahwa ada banyak orang yang berebut untuk menyumbang. “Bukankah orang-orang itu semua membayar secara sukarela? Kenapa orang-orang masih mencerca Yuanying? Apa kau membantu Yuanying membantah mereka?”
“Mana bisa aku bilang sesuatu?”
Kedua kakak beradik keluarga istana itu tak bisa menyuruh Perbendaharaan Istana untuk mendanai proyek mereka dan karenanya mengalihkan pandangan mereka pada para warga kaya. Paling-paling Wei Zheng cuma bisa menutup sebelah mata terhadap seluruh insiden ini. Kalau dia sampai membela mereka, takutnya separuh dari hidupnya akan dipenuhi oleh kritikan marah!
Pei-shi mengungkit hal sekedar sambil lalu, jadi dia tak menanyakan lebih jauh lagi. Mereka pun memasuki rumah dan dengan penuh senyum Pei-shi mengeluarkan semangka dari tempat penyimpanan air.
“Aku sudah merendam semangka ini dalam air selama setengah hari dan sekarang sudah jadi sedingin es. Karena anak-anak kecil belum pulang, mari kita bagi berdua saja. Yuanying menyebutkan bahwa memakan setengah utuh semangka adalah yang terbaik.”
Wei Zheng berpikir tentang betapa pelitnya Kaisar karena cuma memberi sepotong kecil semangka pada masing-masing orang dan menyetujui dengan gembira: “Bagus sekali. Mari kita bagi semangka utuh ini.”
Dengan gembira pasangan itu pun berbagi separuh semangka mereka dan Wei Zheng bahkan menulis puisi tentang semangka. Menghabiskan setengah butir semangka utuh sungguh memuaskan dan mengenyangkan, jadi mereka berjalan mengelilingi halaman mereka untuk mencernanya. Akhrinya dengan munafik Wei Zheng menekuri bahwa semuanya harus dilakukan secukupnya saja.
Merupakan hal biasa jika kaum cendekia menulis puisi sebagia bentuk ekspresi diri. Karena ini adalah sebuah ekspresi, kau membutuhkan penonton. Pada keesokan harinya, Wei Zheng membagi puisi barunya dengan para koleganya, berkata bahwa ini adalah wawasannya sendiri yang diperoleh dari makan semangka.
Ketika Zhangsun Wuji dan yang lain mendengarnya, wajah mereka pun menggelap.
Kau punya seorang cucu menantu luar biasa yang memberimu beberapa butir semangka. Memangnya kau perlu pamer seperti itu? Dasar Wei Tua, apa kau sudah jadi begitu sakit sampai jadi linglung? Apa kau masih ingat kalau kau itu seorang menteri yang lurus?
Ekspresi Baginda Kaisar juga tidak tampak baik. Orang ini ternyata memberi hadiah ganda, satu untuk istana dan satu untuk keluarga Wei Zheng! Kalau kau sudah semakin tua, apa kau akan lebih berpihak kepada keluarga istrimu?!
Li Yuanying bersin-bersin dan menatap angkasa. Langit mendung seakan hampir turun hujan. Dia pun meminta agar barang-barangnya dibawa kembali ke kediaman resmi di tepi danau.
Li Yuanying membawa Wei Shu pulang menyusuri danau. Di tengah jalan, hujan deras mulai turun dan para pelayan pun menghampiri dengan membawa payung. Yuanying merasa kalau hujannya turun dengan begitu bebas dan dia tak mau dilindungi darinya.
“Ini hujan yang bagus! Bukankah sebelumnya kita mencemaskan soal kekeringan? Sekarang tak ada yang perlu dicemaskan!”
Seumur hidup bocah itu sudah dikekang dan tak pernah berdiri di bawah guyuran hujan. Sekarang karena dirinya sudah basah kuyup, dengan gembira dia berseru: “Bagaimana kalau kita lari pulang saja sambil hujan-hujanan!”
Wei Shu tidak akan menghalangi kesenangan Li Yuanying dan mereka pun berlari pulang dengan gembira sambil bergandengan tangan.
Mereka berdua masih memiliki sisi kekanakan dan tak ada seorang pun yang bisa menghentikan mereka. Lagipula mereka toh sudah basah kuyup oleh hujan jadi mereka dengan santainya melompat ke dalam kubangan air, memercikkan air pada diri keduanya.
Mereka berlari pulang ke kediaman resmi dengan puas. Akan tetapi, begitu mereka pulang mereka langsung dibawa pergi oleh Di Renjie dan Wu Mei secara terpisah. Mandi air panas dan pendidikan mendalam untuk merefleksikan kelakuan mereka.
Di Renjie berpikir kalau Li Yuanying bisa diandalkan di tempat kerja dan biasanya tidak hilang kendali seperti ini. Yuanying ingin bekerja di tepi danau jadi semua orang mengikutinya. Tapi hari ini dia benar-benar membuat kekacauan. Aku sudah pernah melihat orang berlari untuk berteduh dari hujan tapi aku tak pernah melihat orang berlari untuk jadi basah. Bagaimana kalau kau kena flu?
Di Renjie pun mulai mengomel setulus hati pada Li Yuanying.
Li Yuanying bukan hanya tidak takut pada ocehan Di Renjie, dia malah berbalik dan menunjukkan punggungnya. “Apa kau bisa gosok punggungku? Tanganku tak sampai!”
Di Renjie memelototinya. Buntut-buntutnya, dia tak punya pilihan selain menggosok punggung Li Yuanying sambil terus mengatakan hal-hal semacam, “Aku merasa prihatin padamu, aku merasa prihatin pada ibumu, aku merasa prihatin pada kerabat dan teman-temanmu yang peduli padamu.”
Di sisi lain, Wu Mei membantu Wei Shu mengeringkan rambut panjang gadis itu sementara Chengyang mengocehinya.
“Anak-anak perempuan itu terlahir dengan tubuh dingin dan tak boleh basah-basahan. Bagaimana bisa kau malah main seenaknya dengan Paman?”
Dengan patuh Wei Shu mengakui kesalahannya.
Chengyang merasa agak tak berdaya. Wei Shu sudah diajari hal-hal buruk oleh Li Yuanying. Paman Kecil akan selalu mengakui kesalahannya dengan tulus tapi akan melakukan apa pun yang dia mau setelahnya!
Jin Shengman bertanya, “Bagaimana rasanya basah-basahan kehujanan?”
Wei Shu berpikir sejenak. “Sangat santai.” Pada saat itu, dia tak merasakan kecemasan apa pun. Dia tak memikirkan soal bersikap tak masuk akal ataupun jatuh sakit karena kedinginan. Sebenarnya, rasanya selalu begini kalau berada di sekitar Li Yuanying. Dia tak perlu memikirkan apa pun dan bersenang-senang saja dengan Li Yuanying.
Setelah diomeli oleh Chengyang, Wei Shu merasa kalau dirinya memang bersalah, tetapi kalau Li Yuanying mengundangnya lagi, dia tetap akan melakukan hal yang sama.
Jin Shengman tersenyum, berjalan ke sisi lain untuk membantu menyisir rambut panjang Wei Shu. Sekarang gantian dia yang membujuk Chengyang: “Anak kecil mana yang tidak berbuat seenaknya, Chengyang, jangan terlalu ketat pada mereka.”
Dia sudah hampir kembali ke Silla. Sepupunya, sang penguasa, kesehatannya tidak terlalu baik dan tak punya pewaris untuk mengurusnya. Keluarganya terus menyuruhnya agar cepat-cepat kembali dan samar-samar menyebutkan dalam surat mereka bahwa karena sepupunya tak punya keturunan, kemungkinan besar dia akan mewarisi tahta. Dalam posisi itu, orang tak boleh punya teman sejati, ataupun suami sejati, atau bahkan anak-anak yang tulus, kalau tidak mereka semua akan terlibat dalam pusaran perebutan kekuasaan.
Setelah tiba di Tang, Jin Shengman seringkali mendengar bahwa sang Kaisar disebut-sebut sebagai orang kesepian. Ketika memikirkannya dengan seksama, hal itu sangatlah benar dan inilah sebabnya kenapa dia suka melihat orang-orang seperti Li Yuanying dan Wei Shu bersenang-senang tiap hari. Kenangan semacam itu mungkin akan menjadi hari-hari paling cemerlang dan membahagiakan dalam hidupnya.
Chengyang menatap Wei Shu yang tampak bersalah dan kemudian pada Wu Mei yang tak mengucapkan sepatah kata pun lalu pada Jin Shengman yang membela Wei Shu. Pada akhirnya, dia cuma bisa menghela napas.
Bahkan meski kedua anak ini lebih muda dari dirinya, dalam hal senioritas, mereka adalah paman dan bibinya!
Untung saja, keduanya sangat sehat. Setelah mandi air panas, mengeringkan rambut mereka, dan meminum sup penolak angin, mereka pun kembali jadi ceria dan bersemangat. Chengyang mengamati mereka selama dua hari dan tidak menemukan bahkan bersin sekali pun. Akhirnya dia merasa lega tapi masih menginstruksikan pada para pelayan untuk memastikan jangan sampai membiarkan Li Yuanying membuat masalah lagi.
Kebetulan Li Yuanying menemukan Chengyang yang memberi instruksi pada para pelayannya dan karenanya dia pun menarik Chengyang ke samping dan menatapnya.
Chengyang memelototinya: “Ada apa? Aku tak boleh memberi perintah pada orang-orang di sekitar Paman?”
“Ya, tentu saja boleh! Kau itu memang sedikit kelihatan seperti nyonya rumah ini. Apakah sang Kaisar sedang mempersiapkan pernikahanmu?” Ketika berhubungan dengan pernikahan Chengyang, Yuanying ingat kalau dia dan Li Zhi pernah menguji Du He beberapa tahun yang lalu dan mendapati orang itu tak terlalu cocok. Tahun lalu dia membuat Du He menjadi bagian dari kelompok Istana yang melakukan misi ke Kekaisaran Tibet dan dia bertanya-tanya apakah Du He sudah mendapat kemajuan dalam pendewasaan. Memikirkan hal ini, dia menggenggam tangan Chengyang: “Kau sudah bertemu Du He di Akademi Kekaisaran. Bagaimana menurutmu? Haruskah kita mengganti mempelai prianya dengan orang lain?”
“Paman tahu dengan sangat jelas kalau Ayahanda Kaisar sudah membuat persiapan, mana bisa kita seenaknya mengganti mempelai prianya sekarang?” Karena saat ini cuma ada mereka berdua, Chengyang tak malu-malu menyampaikan pemikirannya bahwa dia sudah beberapa kali bertemu Du He di Akademi dan walaupun pria itu agak flamboyan, sebenarnya Du He tak terlalu buruk. Duke Lai meninggal cukup cepat dan kalau dia tidak menjalankan pernikahan ini, dia akan merasa bersalah kepada sang Duke. Dia tak mau jadi orang jahat.
“Karena kau tak masalah untuk menikahinya, aku akan mempersiapkan maharnya.” (Yuanying)
Chengyang menjawab dengan agak tersipu: “Urusan ini akan ditangani oleh para pejabat Mahkamah dan jumlahnya sudah ditetapkan.” Bahkan jika Baginda Kaisar ingin memberi lebih kepadanya, Wei Zheng dan yang lainnya akan melompat maju dan menyatakan keberatan soal bagaimana hal itu akan melewati standar atau apa yang harus Anda lakukan ketika putri lain menikah? Jangan pasang contoh yang buruk!
“Kalau begitu aku akan tunggu hingga kau sudah menikah sebelum memberimu lebih banyak. Kemudian ini akan dianggap sebagai properti pribadi!”
Sementara Li Yuanying sedang membicarakan soal topik ini dengan Chengyang, Kota Chang’an sedang dalam masalah besar gara-gara pernikahan lain.
***
Pada hari ini, Gaoyang menghadang jalan Fang Jun di tempat umum dan mengayunkan cambuknya.
“Bahkan jika semua laki-laki di dunia ini mati, aku takkan menikah denganmu!”
———-
Catatan Pengarang:
Wei Zheng: Cucu menantuku memberiku begitu banyak semangka, izinkan aku menulis puisi untuk mengenang hal ini.
Fang Xuanling: Dasar tak tahu malu!
Zhangsun Wuji: Dasar tak tahu malu!
Baginda Kaisar Li Er: Dasar tak tahu malu!