Living Leisurely in Tang Dynasty - Chapter 125
Semenjak mengumumkan kalau dirinya mengalami cedera di kaki, Li Jing sudah tidak pernah menunggang kuda ataupun mengenakan zirah perang.
Saran itu membuatnya bersemangat dan dia pun langsung menyuruh seseorang mengambilkan zirahnya.
Li Yuanying menambahkan: “Pakai zirah yang Anda kenakan saat Anda masih muda!”
“Kenapa?”
“Karena kita ingin menunjukkan pembawaan sesosok pahlawan, tentu saja harus menunjukkan diri Anda dalam penampilan terbaik.”
Melihat Li Jing setuju mengambil zirah yang dia kenakan di masa muda, Yuanying pun bertanya dengan antusias tentang perang paling membanggakan mana yang pernah Li Jing jalani, senjata dan kuda macam apa yang mereka pakai dan apakah ada burung yang membantu mengirimkan pesan.
Hal-hal ini biasanya diurus oleh Hong Fu. Mendengar kalau mereka menginginkan zirah, Hong Fu pun terkejut. Setelah ditanyakan dengan seksama, wanita itu pun mengetahui rencana Li Yuanying. Walaupun dia berpikir kalau potret semacam itu mungkin tak diizinkan di dalam Paviliun Lingyan, sungguh langka melihat Li Jing begitu bersemangat. Hong Fu sendiri yang mengantarkan zirah itu dengan harapan bisa melihat Li Jing dalam pakaian perangnya.
Ketika Li Jing melihat Hong Fu datang sendiri, dia pun tersenyum gembira dan menyuruh seseorang membantunya mengenakan zirah itu. Dia juga meminta Hong Fu mengambilkan jubahnya. Dia sudah tak muda lagi dan pernah sakit cukup parah dalam beberapa tahun terakhir ini, sementara menunggang kuda seakan terjadi di kehidupan yang lampau. Dia tak takut kalau orang lain menertawai dirinya jadi dia menyuruh orang membantunya menaiki kuda lalu mendudukinya sambil berkata penuh kenangan pada Li Yuanying: “Kuda saya waktu itu bukan yang ini. Warnanya merah, penuh semangat, dan surai serta ekornya berayun tinggi ketika dia berlari. Saya juga punya seekor elang pemburu, Anda pernah melihatnya?”
“Ya! Elang-elang itu galak sekali!”
Li Jing tertawa: “Iya, kan? Elang saya bahkan pernah mematuk mata seorang Tujue. Oran-orang Tujue sendiri juga memelihara elang tapi tak sebagus punya saya!”
Li Jing kegirangan dan memanggil para prajurit yang berjaga: “Pergi ambilkan lembingku!”
Para prajurit mengikuti perintah dan dengan cepat mengambilkan sebatang lembing bercat emas. Li Jing mengulurkan tangannya untuk menerima lembing itu, merasa kalau senjata tersebut agak berat namun masih mengangkatnya lalu berkata pada Li Yuanying: “Dahulu, saya bisa dengan mudah menyapu bersih sekelompok musuh dengan ini. Biarkan saya keluar dan saya bisa bertarung satu lawan seratus orang!”
Yuanying merasa takjub dan memuji: “Saat Anda menjadi Jenderal, Anda bisa bertarung satu lawan sepuluh ribu! Bukan, seharusnya satu lawan seratus ribu!”
“Tidak seberlebihan itu. Tetap harus punya prajurit-prajurit yang bagus. Saya tak bisa menjadi jenderal sendirian.”
Satu orang tua dan satu orang muda mengobrol penuh semangat tentang medan perang. Yuanying menanyakan lebih banyak lagi dengan mata berbinar sementara Li Jing mengenang masa lampau dengan wajah cerah.
Hong Fu berdiri di samping dan mendengarkan percakapan mereka dengan penuh minat, tiba-tiba matanya jadi basah.
Sudah berapa lama waktu berlalu? Semenjak Perang Tuyuhun pada tahun kesepuluh Zhenguan, suaminya sudah tak lagi menunggang kuda ataupun sebersemangat ini. Setiap hari Li Jing entah menulis buku di balik pintu tertutup atau bermain dengan burung dan binatang-binatang yang dipelihara di rumah ini, tak pernah menunjukkan ekspresi seperti itu. Mereka sudah bersama dalam waktu lama dan Hong Fu tahu kalau Li Jing paling gembira ketika berada di medan perang. Pria itu terlahir untuk berperang!
Li Yuanying dan Li Jing mengobrol gembira namun si bocah tak menggambar apa-apa.
“Aku sudah punya gambaran di benakku. Aku akan melukisnya saat aku pulang. Begitu lukisannya selesai, seseorang akan mengirimkannya pada Anda untuk dilihat. Kalau menurut Anda bagus, kirimkanlah ke istana.”
Li Jing menyetujui usulan itu.
Setelah mengantar Li Yuanying pergi, Li Jing menyadari mata merah Hong Fu. Li Jing menggenggam tangan Hong Fu dan bertanya cemas: “Ada apa?”
“Sudah lama sekali sejak aku melihatmu duduk di atas punggung kuda.”
“Kalau kau suka, aku akan menaiki kudaku dan menunjukkannya padamu tiap hari.”
Hong Fu melemparkan dirinya sendiri ke dalam pelukan Li Jing dan pasangan itu pun berpelukan erat, seakan mereka telah kembali ke hari-hari ketika mereka masih muda dan penuh semangat.
Mereka bisa menua dalam kedamaian dan melihat anak-anak dan cucu-cucu mereka tumbuh besar. Mereka harus menyerahkan beberapa hal namun kehidupan seperti ini sudah amat bagus.
Karena dia sudah berpamitan kepada ibunya, Yuanying tak kembali ke istana. Alih-alih, dia pergi menuju Akademi dengan kuas, tinta, kertas, serta batu tinta yang telah dipersiapkan oleh Baginda Kaisar. Dia mengunjungi guru-gurunya dan meminta tempat karena dirinya diperintahkan untuk menggambar potret para pahlawan. Guru-guru itu terkejut. Mereka sudah mendengar tentang rencana Kaisar tapi Baginda Kaisar kan mengirim Yan Liben untuk melukis dan Chu Suiliang untuk menulisnya. Mereka tak dengar apa-apa soal keterlibatan Li Yuanying.
Jadi bocah itu pun menjelaskan kalau Yan Liben dibuat trauma oleh macan tutul dan juga mendeskripsikan seperti apa tampilan dari si macan tutul serta bagaimana rasanya ketika dielus. Sekarang, semua orang pun tahu kalau Li Yuanying pergi ke rumah Li Jing untuk bermain dengan macan tutul kecil!
Walaupun mereka semua merasa bahwa agak konyol jika Kaisar menunjuk Li Yuanying menggambar lukisan para pahlawan, mereka masih penasaran tentang kemampuannya jadi mereka pun memberinya satu ruangan yang tenang untuk melukis di waktu senggang.
Yuanying membawa persediaannya ke ruang yang tenang itu dan menatanya. Dia tak membuat kemajuan apa pun selama beberapa hari kecuali menyempatkan waktu saat kelas pagi untuk duduk dan melihat-lihat kuda. Seperti apa bentuk matanya dan bulunya ketika angin berhembus. Ke arah mana surainya akan melambai? Lihat bagaimana tapal kudanya naik turun ketika mereka berlari.
Setelah lewat beberapa waktu, bocah itu pun mendapatkan gambaran jelas tentang kuda di dalam benaknya. Tubuh si kuda semerah api, matanya hitam cemerlang dan hewan itu tampak sangat bertenaga! Kemudian segera muncullah sesosok orang, dan wajah orang itu perlahan-lahan menjadi muda dan tampan. Dirinya tampak berada dalam masa prima dan kesatria bagaikan seorang pahlawan yang jarang ada.
Akhirnya, seekor elang nan ganas memekik turun dari langit dan mendarat di bahu sang pahlawan tanpa tanding.
Seluruh gambaran pun menjadi lengkap.
Li Yuanying menghabiskan beberapa hari untuk berpikir secara mendalam tanpa makan atau tidur dan akhirnya dia pun mulai melukis. Dia menghabiskan waktu seharian penuh dan mengurung dirinya sendiri di dalam kamar sepi. Persis ketika Wei Shu dan yang lainnya cemas kalau dia akan kelaparan dan membuat tubuhnya sendiri sakit, dia keluar. Melihat mereka berada di luar pintu, dengan penuh semangat Li Yuanying menarik mereka ke dalam untuk melihat mahakaryanya: “Lihat, aku sudah selesai melukisnya!”
Wei Shu mengikuti Li Yuanying dan melihat sebuah gulungan panjang. Orang yang ada dalam lukisan dilukis memakai metode yang biasa dipergunakan oleh Yan Liben; kemampuannya mungkin tak sebanding namun potretnya tampak hidup.
Benar, hanya dengan melihatnya, Li Jing di dalam lukisan tampak seperti sedang berjalan di depanmu. Mungkin wajah dan perawakannya tidak persis seperti dirinya tapi dalam sekali lihat saja kau bisa menerka kalau itu adalah Li Jing. Li Jing adalah seorang jenderal yang luar biasa – Setelah melihat sejenak lukisan itu kau mungkin bahkan akan merasakan hasrat untuk bertarung bersamanya di medan perang!
Wei Shu memuji: “Lukisan yang hebat.”
Wu Mei meneruskan: “Ya, lukisannya sangat bagus.” Dia sudah pernah melihat Li Jing dari kejauhan. Waktu itu Li Jing sudah mengalami cedera kaki. Setiap kali Li Jing memasuki istana, pria itu harus bersandar pada tongkat. Sosoknya tak lagi tampak seperti dirinya di masa muda, penuh keberanian dan kepahlawanan. Setelah melihat lukisan Li Yuanying, dia pun mengerti kenapa istri Li Jing mati-matian ingin menikahinya. Siapa yang tidak akan merasakan kekaguman terhadap sosok yang begitu heroik?
Ribut-ribut itu menarik perhatian beberapa orang guru seperti Guru Ma. Mendengar kalau lukisannya sudah siap, mereka semua pun merasa penasaran tentang bagaimana tampilan karyanya secara utuh. Guru Shen yang sudah pernah bertemu Li Jing saat yang bersangkutan lebih muda memujinya: “Sungguh mirip! Kelihatan persis seperti Duke Wei yang kembali ke masa jayanya.”
Semua orang berpikir kalau lukisan buatan Li Yuanying tampak begitu hidup.
Dia gembira menerima pujian atas kemampuannya. Dia pun meminta agar lukisan itu dikirim ke tempat Li Jing untuk dinilai.
Ketika dia sedang berkonsentrasi atas pekerjaannya, Li Yuanying tak merasa lapar. Sekarang ketika dia sudah selesai, perutnya pun membuat suara-suara lapar yang aneh. Bahkan meski sekarang jam makan sudah lewat jauh, akan selalu ada banyak makanan menunggu untuk disantap. Setelah menyelesaikan kerja serius, nafsu makan Yuanying pun jadi luar biasa besar.
Setelah dia selesai makan, Tang Xuan menyuarakan: “Bagaimana bisa Anda tidak makan dan minum, membuat kami semua cemas.”
“Saat aku sedang mengerjakan lukisanku, aku perlu melakukannya dalam sekali duduk. Kalau aku berhenti, aku mungkin akan kehilangan inspirasi.” Dia telah menghabiskan waktu berhari-hari demi membuat lukisan itu tapi tak merasa lelah sama sekali dan malah belajar dari pengalaman serta merasa kalau kemampuan seninya telah meningkat.
Dengan gembira dia memberitahu Wei Shu: “Kurasa sekarang aku sudah bisa memahami cara membuat lukisan manusia, hanya saja sungguh melelahkan untuk melakukannya. Aku tak mau melakukan ini unutk orang lain, tapi nanti saat kita menikah, boleh biarkan aku melukismu dalam gaun pengantin?”
Wei Shu merasa kalau semua perhatian kini diarahkan pada dirinya, telinganya merona merah tapi dengan gembira dia mengiyakan: “Baiklah.”
Yuanying mengantar Wei Shu kembali ke asramanya dan kemudian tertidur nyenyak untuk memulihkan staminanya yang dipakai untuk melukis Li Jing.
Bocah itu tidur dengan gembira dan perut kenyang tapi Keluarga Li tetap terjaga sepanjang malam. Pasangan itu menggantung lukisannya dan terkagum-kagum memandanginya. Kudanya tampak persiis seperti kuda lama Li Jing; penuh energi dan gagah berani, lembinnya terangkat tinggi-tinggi seakan bisa mengoyak angin; bahkan elangnya tampak seperti hidup.
Apakah Li Jing puas dengan lukisan itu? Mana mungkin tidak. Tak pernah dia membayangkan kalau bocah itu bisa melukis penggambaran dirinya di masa muda dengan sedemikian akurat. Harus diketahui bahwa bocah itu bahkan belum lahir ketika dirinya maju ke medan perang dan melayani negara.
“Apa kita bisa minta orang lain menggambar potret yang baru dan mengirim yang itu ke Paviliun? Kita simpan yang ini untuk generasi mendatang kita sehingga mereka tahu seberapa pemberani dan kesatrianya leluhur mereka.” (Hong Fu)
Li Jing menatap lukisan itu dalam waktu lama sebelum menjawab: “Tentu saja tidak, kita harus mengirim ini ke Paviliun. Kalau keturunan kita ingin melihatnya, biarlah mereka pergi ke Paviliun.”
Mendengar ini, mata Hong Fu pun berbinar: “Ya, biar mereka pergi ke sana.”
Keesokan paginya mereka mengirim kembali lukisan itu ke istana dan Li Jing sendiri juga turut pergi untuk mengekspresikan kepuasannya soal karya Li Yuanying.
Sang Kaisar sudah mendengar semua tentang tingkah polah adiknya dalam bermain dengan macan tutul dan mencukur yak. Mulanya Beliau berpikir kalau bocah itu cuma memakai lukisan sebagai alasan untuk berkunjung dan bermain di rumah Li Jing. Beliau cukup kaget ketika mendengar bahwa Li Jing datang kemari untuk memuji Yuanying atas pekerjaan yang diselesaikannya dengan baik.
Setelah memastikannya lagi dan lagi bahwa Li Jing senang dengan karyanya, sang Kaisar pun pergi ke Paviliun untuk melihatnya sendiri. Kebetulan Zhangsun Wuji dan Wei Zheng juga sedang berkunjung dan karenanya setelah mengantar Li Jing pergi, sang Kaisar pun mengundang mereka untuk melihat potretnya bersama-sama.
Dengan cepat, semua orang melihat mahakarya Li Yuanying.
Bila dinilai dari segi keahlian, bocah itu memang tidak sehebat Yan Liben, namun secara keseluruhan semua lukisannya keliatan harmonis dan dilukis dalam gaya yang sama. Masalah terbesarnya adalah bahwa Li Yuanying melukis Li Jing dengan begitu heroik dan hidup. Ketika kedua karya disatukan, potret Li Jing jadi terlalu mencolok dan membuat yang lainnya tampak hambar jika dibandingkan.
Kenapa jadi kelihatan seperti… seorang jenderal dan sekelompok pria biasa.
Fang Xuanling: ….
Zhangsun Wuji: ….
Baginda Kaisar: ….
Ketiga orang itu pun dibuat tak mampu berkata-kata.
—————-
Catatan Pengarang:
Baginda Kaisar Li Er: Lihatlah ‘kerja bagus’ apa yang sudah kau lakukan!!!
Pangeran Kecil: Apaan sih, aku kan mengikuti gayanya Yan Liben.