Like Wind on A Dry Branch - Chapter 53
Rumah Rietta, yang kini dikenal sebagai ‘Rumah si Pemberi Berkat’, cukup terkenal di dalam dinding Kastel Axias berkat fakta unik bahwa dirinya adalah seorang pemberi berkat.
Namun Killian, yang memberikan rumah itu kepadanya, ternyata tak pernah pergi ke rumahnya.
Rumah itu cukup terkenal sehingga jika kau bertanya pada orang sekitar, dua dari tiga orang akan bisa menjawab di mana letaknya, dan tempat itu bisa disebut sebagai patokan tempat. Akan tetapi, Yang Mulia hanya tahu kalau rumah itu berada di dalam dinding kastel dan tak tahu harus ke arah mana ataupun di mana letaknya. Dia toh pergi bersama Rietta, jadi dia bisa menyerahkan bagian penunjuk arahnya kepada wanita itu.
Killian mengeluarkan kudanya.
Rumah yang diberikan kepada Rietta letaknya tak terlalu jauh dari Kediaman Axias, tapi seperti biasa mereka naik kuda. Seperti biasa Rietta memasrahkan hal itu kepada Killian, berpikir kalau hal ini hanya lebih nyaman bagi sang Duke Agung.
Tapi urusannya jadi berbeda dibanding dengan ketika melakukan perjalanan di luar dinding kastel.
“Oh…! Tuanku…!”
Jalanan di bagian dalam dinding kastel pada tengah hari penuh dengan orang, dan banyak dari mereka yang mengenali keduanya, terutama sang Duke Agung Axias.
Hal itu tak bisa dihindarkan karena tak mungkin ada kuda hitam sebesar Rhea milik Killian bisa berada di dalam dinding kastel. Penampilan Killian juga merupakan alasan untuk menatapnya.
“Astaga, lihat di sana…. Itu Tuan.”
“Mana, mana?”
Orang-orang yang berlalu lalang berpencar ke kedua sisi jalan dan tercengang menatap wanita yang duduk di depan sang Duke Agung. Mereka melirihkan suara mereka dan berbisik-bisik, namun kata-katanya tetap masuk ke dalam telinga mereka.
“Siapa wanita itu?”
“Itu dia, yang dari Sevitas….”
“Oh! Yang di Rumah Pemberi Berkat?”
“Wah wah. Astaga.”
Wajah Rietta semerah bit.
“Um.…” Rietta tak tahan lagi, dan dia harus bicara.
Dia berbisik, sehingga orang-orang di sekitar mereka tak bisa mendengarnya. “Tidakkah jadi masalah bagi kita kalau pergi seperti ini…? Ini akan menyebabkan desas-desus lebih banyak lagi…. Kalau seseorang memutuskan bahwa saya bisa digunakan, takutnya hal itu bisa menyebabkan masalah-masalah yang merepotkan Anda, Tuan….”
Killian menggumam, “Tak masalah. Desas-desus bukanlah sesuatu yang bisa ditarik kembali begitu sudah keluar. Kalau mereka mulai mencarimu tanpa memercayai kematianmu, kau akan segera ditemukan. Aku sudah melepaskan dia dengan rasa takut yang memadai, jadi lebih baik jika mengirimkan pesan bahwa mereka tak boleh main-main terhadapmu.”
Killian menunduk menatap Rietta dan meneruskan. “Mungkin lebih berbahaya jika rumor yang menyebar adalah tentang bagaimana perasaanku padamu sudah memudar.”
Rietta tampak seakan tak bisa mengerti apa yang Killian katakan. “Bagaimana bisa, Tuan?”
“Tak seperti di Sevitas, di sini kau dikenal sebagai pemberi berkat. Kau adalah aset yang berguna, dan juga ada insiden di Kuil Havitas itu.”
Dia menatap wajah hampa Rietta dan menambahkan dengan raut agak getir, “Sesuatu yang mahal kebetulan saja tampak lebih menarik.”
Dan itu sebagiannya adalah salahku. Ada para bajingan itu yang menyimpan dendam mengenai barang yang pernah mereka anggap sebagai milik mereka, bahkan setelah mereka menjualnya dengan harga tinggi.
Killian tak bermaksud memamerkan Rietta di tempat di mana wanita itu tampak bisa diambil seperti ranting. Killian sungguh menantikannya.
Biarkan mereka mencoba merangkak masuk. Aku akan menyambut mereka dengan tangan terbuka, kali ini dengan cara yang benar.
Killian menyembunyikan isi pikirannya dan berkata lirih, “Akan melegakan kalau mereka mengambilmu dengan baik. Apa menurutmu para bajingan yang pernah sekali menjualmu dan merasakan uang itu akan begitu saja membiarkanmu berkeliaran dengan bebas di wilayah mereka?”
Mereka mungkin akan menyewa bandit-bandit pengelana untuk menculikmu dan menyanderamu untuk mendapat tebusan. Mereka telah memastikan bahwa uang bukan masalah ketika berhubungan denganmu….”
Dengan muram Rietta menutup mulutnya, teringat pada apa yang telah Killian katakan.
Tanpa bersuara Killian menatap wanita dalam pelukannya. Dia menyadari bahwa Rietta berada dalam posisi yang lebih berbahaya daripada yang dikiranya setelah menemukan Cedric Caballam. Tak ada alasan bagi Sevitas untuk menggunakan cara paksa terhadap Rietta.
Kalau mereka mencoba memancing Rietta pergi dengan memberitahunya bahwa mayat yang dilihatnya bukan mayat putrinya, apakah Rietta akan meminta bantuanku? Siapa yang tahu?
Kalau sesuatu terjadi sebelum dia menyadarinya, maka ada kemungkinan lebih besar kalau Rietta akan pergi bahkan tanpa dia mengetahuinya.
Rietta akan menghilang dari Axias, dan apa yang akan dia lalui setelahnya…. Hal itu mungkin akan menjadi sebuah misteri selamanya.
…. Sial. Aku bahkan tak mau membayangkannya.
Bagus kalau bisa melihat apa yang bisa saja terjadi sebelum hal itu terjadi, berkat Rietta yang berkeliaran di area karantina. Kalau pada saat itu dia melewatkan Cedric Caballam, maka hal itu adalah sesuatu yang bisa saja benar-benar terjadi.
Kalau datang surat dari luar perbatasan wilayahnya untuk Rietta, dia akan harus menyitanya terlebih dahulu. Hal ini juga adalah masalah.
Kabar tentang apa yang telah terjadi di Kuil Havitas belum menyebar sampai kemari, tapi pada akhirnya akan menyebar cukup luas.
Ada banyak orang yang menginginkan Rietta untuk diri mereka sendiri, bahkan jika mereka bukan dari Sevitas. Tak mungkin dia bisa membiarkan hal itu terjadi pada Rietta dan tidak melindungi wanita itu dengan baik.
“Itu mereka datang. Pergilah.”
Seorang ibu, berjongkok di sisi lain jalan, mendorong anaknya maju, dan anak itu pun berjalan menghampiri mereka dengan sebuah mahkota bunga di tangannya. Anak itu berhenti di samping jalan mereka dan menawarkan mahkota bunga itu kepada mereka.
Oh….
… Aku?
Mata Rietta bertemu dengan mata anak itu dan mengisyaratkan pada dirinya sendiri, matanya melebar seperti piring kecil.
Killian menundukkan kepalanya dan berbisik di telinga Rietta. “Tolong terimalah bunga dari anak itu.”
Killian memelankan laju kudanya. Rietta memegangi pelana dan mencondongkan diri ke kanan. Tanan Killian melingkari pinggangnya. Rietta rasanya hampir pingsan.
Killian selalu membantunya naik dan turun dari kuda, tapi dia terkejut karena barusan tadi sungguh tak menyangkanya.
Napas Rietta berhenti dengan wajah merah membara dan menurunkan tubuh bagian atasnya lebih rendah lagi untuk menerima mahkota itu.
Anak laki-laki yang memberikan mahkota bunga itu menyeringai. Dialah yang mengucapkan “Terima kasih,” membungkuk, dan berlari kembali ke tempat ibunya.
Sang ibu, yang sedang menunggu anaknya dengan lengan terbuka, memeluk anak itu erat-erat. “Kerja bagus.”
Apa…. Untuk apa dia bilang terima kasih?
“Ini karena kau adalah pemberi berkat dengan kekuatan suci.” Killian memberinya jawaban seakan sudah mengetahui apa yang tak ditanyakan oleh Rietta.
“Anak itu mengenakan pakaian kaum nomaden padang pasir, yang meyakini bahwa orang-orang yang memiliki kekuatan suci adalah perwakilan para dewa. Mereka percaya kalau anak itu sekarang akan diberkati karena telah memberikan bunga kepada wakil dewa, dan dia berterima kasih kepadamu karena menerima pemberiannya dan memberkati dia sebagai gantinya.”
Killian mengambil mahkota bunga itu dari tangan Rietta dan meletakkannya di kepala wanita itu.
“Karena orang yang memiliki kekuatan suci jumlahnya langka di tempat-tempat itu, lebih langka lagi kalau di padang pasir yang gersang.”
Dan Killian pun membenahi posisi mahkota itu supaya bunga-bunganya tidak kusut dan mahkotanya akan tetap bertengger.
“Sungguh jarang mereka menjumpai bunga-bunga seindah ini ataupun orang-orang dengan berkat suci.”
Dengan canggung Rietta mendongak menatap Killian dan menyentuh bunga di kepalanya.
Killian tersenyum dan dengan kepalanya mengisyaratkan ke arah orang-orang itu. “Tersenyumlah untuknya.”
Rietta melakukan seperti yang Killian katakan, tapi dia tak bisa tersenyum dengan alami. Namun wajah canggung itu membuat Killian tertawa.
Killian melihat wajah Rietta benar-benar merah, bahkan sampai ke telinganya, dan tawanya pun meledak. Wajah Rietta jadi semakin merah saja sampai tak bisa dipercaya.
Persis pada saat itulah, tiga orang kesatria patroli menghampiri mereka dari sebelah sana dan memberi salam.
“Hormat kami, Yang Mulia.”
Killian mempertahankan senyumnya dan dengan santai melambaikan tangannya.
“Apa kami harus membubarkan orang-orang itu?”
Killian menunduk menatap Rietta dan mengajukan pertanyaan yang sama. “Apa aku harus menyuruh orang-orang itu pergi?”
Kenapa dia tanya padaku?
Killian tahu bahwa menyuruh Rietta membuat keputusan semacam ini merupakan hal yang sangat sulit bagi wanita itu, dan tampaknya dia memang sengaja mempermainkannya.
“Ti-Tidak apa-apa, Tuan.”
Killian mengangguk singkat, seakan sudah memperkirakan jawaban itu, dan memberitahu para kesatria.
“Tak usah.”
Mereka menjawab, “Baik, Tuan,” lalu undur diri.
Dan seraya tersenyum, mereka menambahkan, “Selamat bersenang-senang, Tuan,” dan memberi hormat kepadanya.
Wajah Rietta serasa terbakar. Sekarang ketika dia memikirkannya, ini adalah salah satu pekerjaannya sebagai bagian dari ‘Gedung Timur’.
‘Berpura-pura menjadi selir kesayangan sang Duke Agung Axias.’
Semua orang yang melihat mereka pasti berpikir kalau dirinya benar-benar seorang selir kesayangan, penerima dari semua rasa cinta sang Duke Agung.
Dia tidak akan lari dari tugasnya. Dia juga melakukannya dengan baik di Kuil Havitas.
Tapi dibandingkan dengan sebelumnya ketika dia berpikir dirinya sedang berpura-pura menjadi orang yang sepenuhnya berbeda dengan hubungan yang sepenuhnya berbeda, hal ini kini merupakan bagian dari kehidupan sehari-harinya.
Dirinya adalah janda dari Sevitas, seorang pemberi berkat, dan seorang warga biasa yang tinggal di dalam dinding kastel. Dan tiba-tiba dia merasa kebingungan ketika peran sebagai selir kesayangan sang Duke Agung Axias bercampur ke dalam kehidupan sehari-harinya yang sesungguhnya.
Rietta tak bisa bersandiwara dengan wajah tenang ketika wajah-wajah familier melintas di depannya, jadi dia pun menundukkan kepala dan menghindari tatapan mereka. Semua orang di jalan ini adalah tetangganya yang tinggal di dalam dinding kastel di mana dia bisa berpapasan dengan mereka kapan saja.
Inilah sebabnya kenapa ada masa tenggat. Dia tidak berpikir kalau dirinya akan berubah pikiran, tapi dia pasti belum siap.
Mereka tiba di persimpangan jalan, dan Killian bertanya, “Arah mana?”
“Oh, ke kanan, sudah dekat….”
Bergabung dengan Gedung Timu berarti bahwa kebohongan itu akan merasuk ke dalam kehidupan sehari-harinya, tiap saat dia akan harus berbohong kepada orang-orang di sekitarnya, dan kehidupannya akan berubah. Dia menyadari bahwa dari beberapa segi, pindah ke Gedung Timur mungkin merupakan pilihan yang lebih logis.
Killian mengarahkan Rhea menuju jalan yang Rietta tunjukkan.
Rietta beraroma seperti dedaunan hijau yang segar dari bunga-bunga pada mahkota di kepalanya.
***
“Kita sudah hampir sampai, Tuan.”
Ternyata letaknya lebih jauh dari yang Killian sangka. Sebenarnya, ini adalah jarak yang masuk akal kalau harus memerhatikan bahwa tak ada orang yang boleh tinggal dalam jarak tiga puluh menit berjalan kaki menuju kastel.
Ini adalah jarak yang bisa cukup sulit ditempuh oleh seorang wanita dengan berjalan kaki seorang diri. Dia mengira Ern akan memberi Rietta rumah yang lebih dekat daripada yang ini.
“Apa sudah sampai?”
“Sudah, Tuan. Rumah dengan pintu putih itu….” Rietta membiarkan kalimatnya melirih dengan canggung seakan dirinya merasa malu.
Hal pertama yang menarik perhatian Killian adalah penanda yang berbunyi ‘Rumah Pemberi Berkat’ alih-alih pintu putih itu. Sebuah pelat kecil bertuliskan nama ‘Rietta Tristi’ tergantung di samping pintu.
Tulisan tangan yang sama dengan catatan yang Rietta tulis untuknya terasa familier. Killian mengernyit. Pada dasarnya Rietta sedang mengumumkan di mana dirinya berada, memohon agar mereka menculiknya….
Killian menurunkan Rietta dari kuda dan mendesah pelan. Dia melambaikan tangannya. “Baiklah. Pergi dan ambil barang-barang yang kau butuhkan.”
Apakah hal ini tak bisa terhindarkan karena dia adalah seorang pemberi berkat? Karena, jika Killian memikirkannya, rumah Rietta adalah tempat wanita itu berbisnis.
Rietta terdiam di depan rumahnya. Killian sudah mengalihkan perhatiannya dari Rietta, membenahi sarung tangannya dan mencengkeram kekang Rhea. Dia sedang melihat-lihat sekelilingnya.
“Dan apakah Anda akan menunggu di sini, Tuan?”
“Ke mana lagi aku harus pergi?”
Mata Rietta beralih bolak-balik dari rumahnya dan Killian.
Apa tak masalah kalau aku memintanya masuk?
Rumah ini diberikan oleh sang Duke Agung. Dia belum pernah bisa menunjukkan keramahtamahan sedikit pun kepada pria itu, apalagi menunjukkan rasa terima kasihnya dengan benar. Dan udara hari ini panas.
Bahkan tidak…. Dalam kepalanya Rietta berpikir bolak-balik dan dengan canggung memberi isyarat ke arah rumahnya. “Mungkin Anda mau minum air….”
Mulut Killian berkedut, mengetahui apa yang Rietta berusaha lakukan. Apa dia sedang memintaku masuk?
“Apa kau punya kebiasaan mengundang orang asing untuk masuk ke dalam rumah di mana kau tinggal seorang diri?” Dia jelas seorang wanita yang gegabah.
“Tapi Andalah orang yang telah memberikan kediaman ini kepada saya….”
“Ini adalah rumahmu.” Killian membuat batasan. Dan menyuruh Rietta pergi tanpa berekspresi.
“Pergilah. Tak usah pedulikan aku.”
****
Rietta hanya mengemasi beberapa potong pakaian dan papan memorial putrinya.
Rietta membalik papan nama yang menandai rumahnya sebagai rumah pemberi berkat dan menulis catatan yang mengatakan bahwa dia akan beristirahat untuk sementara.
Dia juga menulis catatan singkat untuk Nella, Martin, dan Nyonya Phenyl, yang dia pikir akan merasa cemas, dan meletakkannya di tempat mereka bisa menemukannya dengan mudah. Killian sendiri yang akan menugaskan pemberi berkat lain agar secara rutin mengunjungi para klien yang butuh diberkati.
Rietta tak membutuhkan waktu lama dan dengan cepat keluar lagi.
Killian sedang menunggunya di depan rumah dengan raut wajah datar dan mengambil bungkusan linen itu dari tangan Rietta.
“Ini sudah semua? Sepertinya sudah sia-sia aku datang untuk menawarkan tenagaku.” Ini jelas adalah sesuatu yang Killian katakan untuk didengar oleh orang lain, tapi Rietta merasa amat sangat berterima kasih.
“Sa-saya bisa membawanya sendiri, Tuan.” Dia berusaha meraih bungkusan itu, berjinjit dan berkata kalau dia yang akan membawanya, namun upayanya sia-sia. Killian terlalu tinggi bagi tangannya untuk bahkan bisa menyenggol bungkusannya.
Killian menempatkan tangannya pada bahu Rietta untuk memutar wanita itu lalu meletakkan tangan yang lain pada bahu Rietta yang sebelah lagi. “Singkirkan tangan lancang itu dan berpura-puralah bersikap ramah kepadaku.”
Kini tangan Rietta dengan canggung ada di depan dadanya ketika dia menggumam, “… Sungguh, penggoda yang langka….”
Memakai Sang Duke Agung sebagai tukang angkat barang…. Rietta mulai mengingkari kenyataan, suaranya semakin dan semakin pelan.
Bukankah ini adalah hal kecil untuk dilakukan jika perannya adalah seorang penggoda yang langka? Sejak awal mereka tak melakukan apa-apa, dan apa yang kulakukan selain mengambil bungkusan kain itu, yang bahkan tidak berat sama sekali?
Bahkan meski sekarang adalah musim panas, ukuran bungkusannya tidak cukup besar untuk bisa menyatakan bahwa ini adalah barang bawaannya untuk tinggal selama satu bulan, jadi Killian bahkan tidak mendengarkan Rietta ketika dia membuka bungkusan itu.
Sebuah papan memorial kecil. Nama Adele tertulis di situ
… Apa dia datang supaya bisa mengambil ini?
Killian pura-pura tidak melihatnya. “Bagaimana dengan baju tidurmu?”
Rietta tidak berani menghentikan Killian dari melihat isi bungkusan kecilnya yang menyedihkan dan berdiri malu di tempatnya.
“Sa-saya sudah punya pakaian di dalam kamar saya di kastel.”
“Oh?” Killian tidak bertanya sebelum dia menggeledah pakaian-pakaian yang ada di dalam bungkusan sesukanya.
Wajah Rietta memerah. “Tuanku! Tidak pantas kalau melihat isi barang bawaan seorang wanita….”
Ck. Killian mendecakkan lidahnya ketika melihat pakaian-pakaian itu.
“Ini bahkan hampir tidak pantas dipakai oleh seorang pelayan.”
Killian menatap Rietta seakan sedang menegur wanita itu dengan matanya. Mata Killian mengamati sekujur tubuh Rietta dari kepala hingga kaki, seakan sedang memeriksa pakaian Rietta untuk pertama kalinya.
“Aku bahkan tak menyadari kalau pakaiannya ternyata sangat jelek karena pemakainya sangat cantik.”
“Tuan?”
“Kuakui kalau kecantikanmu memang menutupi keburukan pakaian apa pun….”
Killian memiringkan kepalanya dan mengernyit.
“Tapi ingatlah kalau kau tinggal di kastel sebagai selir kesayanganku. Apa yang akan dipikirkan oleh orang-orangku kalau mereka melihat selirku berpakaian sekumuh itu?”