Like Wind on A Dry Branch - Chapter 46
Orang-orang menunggu Killian di depan Gedung Timur dan mempersiapkan kunjungannya.
Killian menatap kain putih yang diangsurkan Ern kepadanya dan mengangkat sebelah alisnya. “Apa ini?”
“Ini adalah linen Lamenta yang sudah diberkati, Tuan. Mereka bilang kain ini efektif untuk menangkal wabah jika Anda memasangnya di depan hidung dan mulut Anda. Jadi harap Anda mengenakannya.”
Killian menatap kain putih itu. Merupakan pengetahuan umum tidak resmi untuk menutupi mulut dan hidungmu demi menghindari terjangkit wabah. Perlindungan sihir atau pemberkatan mampu menggantikan perlindungan fisik, jadi ini adalah sesuatu yang tidak terlalu dibutuhkan Killian, apalagi karena dirinya dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki kekuatan suci.
“Aku tak ingat kalau Rietta, juga para pendeta, memakai sesuatu seperti ini.”
Rietta buru-buru mengambil kain yang diangsurkan kepadanya dan membungkuskannya ke sekitar leher seperti scarf. Santa Tania menatap benda itu lalu menerimanya seakan ini adalah sesuatu yang familier baginya.
Ern menjawab, “Lebih baik sedia payung sebelum hujan, Tuan. Menambah perlindungan berlapis selalu berguna.”
Killian tak tampak senang dengan hal itu. Sedia payung sebelum hujan. Tentu. Tapi kalau ini merupakan cara untuk menurunkan risiko penularan, maka orang-orang yang bekerja di penampungan seharusnya mengenakan benda ini sejak awal. “Bagaimana bisa benda ini tak disediakan di tempat-tempat penampungan?”
Ern langsung menjawab seakan dia sudah siap untuk pertanyaan ini. “Permintaan atas linen Lamenta meningkat tajam karena pekerjaan di klinik, dan ada sedikit hambatan dalam penyediaannya. Gedung Timur diberi lebih dulu karena tempat itu adalah area yang tertutup, dan mulai hari ini semua penampungan akan dipasok. Kemungkinan besar benda ini telah ada di dalam kotak-kotak persediaan yang sudah tiba di tempat-tempat penampungan, Tuan.”
“… Begitukah?”
Ern menyeringai, “Ya, Tuan. Mereka yang tak memiliki kekuatan Suci akan menerimanya terlebih dahulu.”
Ern mungkin mengatakan hal itu dengan memikirkan Killian, tapi sang Duke Agung bahkan lebih aman daripada mereka yang memiliki kekuatan suci karena benda suci melindungi dirinya. Killian tak membutuhkannya. Namun Killian tak mengatakan apa-apa soal benda suci itu dan tanpa bersuara menerima kain itu setelah kedua wanita tadi.
Pintu menuju Gerbang Timur pun terbuka.
****
“Rietta!”
Dua orang wanita yang masih sehat dan tak tertular berlari keluar untuk menyambut orang-orang yang memasuki Gedung Timur. Mereka tampak agak kuyu karena kesedihan telah kehilangan Anna, tapi mereka masih tersenyum hangat. Wajah mereka menunjukkan betapa mereka merasa tidak enak karena membuat Rietta memasuki tempat seberbahaya itu, betapa mereka bersyukur karena dirinya selamat, dan betapa mereka gembira bisa melihat teman mereka lagi.
“Lotte. Beth.” Rietta juga berjalan maju dan meniru senyum mereka.
Namun ekspresi mereka berubah begitu mereka mengenali pria yang berjalan masuk di belakang Rietta dengan mulut dan hidung ditutup. Mata para wanita itu membelalak. Sosok itu adalah seseorang yang bisa mereka kenali hanya dari bayangannya saja.
“Tuanku…?”
Sang Duke Agung Axias mengikuti Rietta dan para pendeta. Separuh wajahnya tertutup kain dengan hanya rambut hitam dan mata merahnya yang terlihat, tapi tak ada seorang pun yang bisa salah mengenalinya. Begitu mereka melihat matanya, kecurigaan mereka pun berubah menjadi kepastian.
“Astaga, Tuan!” Kedua wanita itu bergegas mundur. “Kenapa Anda ada di sini?!”
Kedua wanita itu memucat begitu melihat bahwa Killian sendiri yang masuk. Meski wabahnya sudah mulai mereda dan dirinya sudah diberkati, memasuki tempat yang ditutup untuk mencegah penyebaran infeksi jelas adalah hal terlarang. Di sini adalah tempat berbahaya di mana sebagian besar penghuninya terjangkit wabah. Terlebih lagi, Killian bukan tabib maupun seseorang yang memiliki kekuatan suci.
“Anda tidak boleh masuk! Cepat keluarlah, Tuan! Cepat!”
“Apa yang mereka pikirkan, sampai tidak menghentikan Anda! Rietta, cepat antar Yang Mulia keluar!”
Beth dan Lotte tidak berani mendekati Killian tapi mengekspresikan sikap bersikeras mereka agar pria itu pergi. Killian adalah orang yang harus mengurus dan memimpin Axias dalam situasi genting ini. Kalau kepalanya berada dalam bahaya, maka tubuhnya juga terdampak.
Namun Santa Tania telah meyakinkan Killian bahwa dirinya takkan terjangkit wabah hanya karena dia menghirup udara di area yang tertutup karena benda suci melindunginya. Bagi Killian, dia harus masuk karena dia memiliki kepercayaan. Tak ada alasan untuk merasa cemas, tapi dia tak menjelaskan lebih jauh dan hanya menjawab, “Tak apa-apa.” Dia berkata kalau dia akan pergi menjenguk para pasien.
Killian bukan orang yang terlalu banyak bicara, namun melihat pria itu tak mengatakan apa-apa soal benda suci membuat Rietta tenang. Tidak ada perlunya menceritakan kisah sedih kepada orang-orang. Para pendeta yang menerima perintah Killian semuanya tahu tentang benda suci tapi tetap tutup mulut, namun Rietta tak tahu alasan kenapa tak ada seorang pun yang menanyakan hal itu kepadanya.
Kepada para wanita yang gelisah, “Jangan cemas. Pendeta yang menemani kami adalah Santa Tania,” Rietta berbisik lirih.
Para wanita itu terperanjat dan menatap sang pendeta. Bahkan meski mereka bukan pemberi berkat ataupun pendeta, semua orang di Kekaisaran tahu siapa Santa Tania itu, pendeta wanita paling kuat di Kekaisaran. Dengan ketenaran Santa Tania, ada rasa percaya bahwa semuanya akan aman jika mereka bersama dengannya. Bagaimanapun juga, Santa Tania adalah pendeta yang begitu berpengaruh sehingga bahkan hanya namanya saja sudah cukup untuk menenangkan orang. Selama dua puluh tahun Beliau melakukan pelayanan penuh dedikasi dengan berkeliling Kekaisaran dan menyelamatkan orang-orang, Beliau dicintai oleh semua orang yang miskin dan kesusahan. Beliau adalah salah satu dari enam orang suci yang mengakhiri perang melawan iblis yang berlangsung selama tujuh tahun dan bahkan memiliki pencapaian yang tak pernah diraih orang lain sebelumnya dengan menghancurkan sesosok iblis tingkat tinggi junior seorang diri. Beliau adalah legenda hidup.
Melihat dua pasang mata selebar piring di hadapannya, Santa Tania menyentuh kepala kedua wanita itu dengan jarinya yang membentuk satu titik energi suci berwarna putih di ujung jari itu untuk memberkati mereka. Kekuatan dari energi sucinya membuat udara bergetar begitu menyentuh kepala mereka. Wajah Santa Tania berubah menjadi begitu suci dan karismatik dari sebelumnya yang tampak seakan dia tak tahu apa yang telah didatangkan oleh namanya.
Lotte dan Beth terpengaruh dan seakan berada dalam kondisi trans, keduanya melangkah ke samping untuk membiarkan mereka masuk.
****
Mereka bertiga memutuskan bahwa Lotte dan Beth akan mengawal mereka ke kamar tempat para pasien berada, dan mereka akan memeriksanya satu persatu. Ini adalah jenis wabah yang bisa merusak organ-organ penting, tapi untung saja, tidak banyak orang yang mengalami kasus fatal. Beberapa pasien terkadang mengalami demam dan muntah-muntah, tapi sebagian besarnya sudah membaik. Semua ini berkat Vetere dan Colbryn yang mati-matian memberikan sihir penyembuh sejak dimulainya penyebaran wabah.
Namun pemeriksaan yang dilakukan oleh ketiganya tak berlangsung semulus itu. Ketika mereka dihentikan oleh Beth dan Lotte, yang bahkan tidak terjangkit, mereka seharusnya juga sudah memperkirakan bahwa pasien-pasien yang sakit juga akan memucat begitu melihat Killian dan menutup pintu dari mereka. Tentu saja, hal ini pun terjadi. Para pasien begitu bersikeras sehingga tak bisa diajak bicara sama sekali. Begitu sulit untuk masuk sampai-sampai mereka harus menyembunyikan Killian dan mendorong paksa pintunya agar terbuka. Para pasien semuanya bereaksi serupa dengan Lotte dan Beth, yang berusaha mencegah mereka, namun kejadiannya lebih parah lagi. Mereka tak bisa menemukan kelesuan yang seharusnya dimiliki oleh pasien di mana pun.
“Tampaknya tak ada yang perlu dicemaskan.” Dengan masam Santa Tania memberi komentar positif. Pada mulanya ini adalah pemikiran yang baik, tapi dengan sangat cepat mereka mulai kelelahan ketika terus memaksa masuk dengan para wanita itu mengamuk dan mendorong pintu melawan mereka dengan kekuatan sangat besar.
Santa Tania meralat komentarnya, “Nona-nona sekuat mereka mampu menjatuhkan babi hutan, apalagi cuma menghadapi wabah.”
Masing-masing dari setiap pasien yang kuat dan sehat itu jadi panik begitu mereka melihat Killian. Killian bersikap seakan tak terjadi apa-apa dan dengan tenang lanjut memastikan kondisi tiap pasien dengan matanya sendiri. Pelaku utama atas ketidaknyamanan para pasien itu tak bisa maju dan membantu mendorong pintu agar terbuka, dan karenanya menjadi tugas Santa Tania dan Rietta untuk mendorong paksa pintunya.
Santa Tania memutuskan kalau mereka harus menyingkirkan Killian. “Seperti yang bisa Anda lihat, semua pasien itu sama sehatnya dengan kuda, jadi Anda tak perlu cemas lagi. Harap serahkan pasien-pasien itu kepada saya dan Rietta.”
Killian pasti belum mengerti juga karena dia menggelengkan kepala dan menunjuk ke ruangan berikutnya. “Kita akan lihat sisanya lebih dulu.”
Santa Tania menghela napas dan mengulang lagi. “Harap serahkan ini kepada saya dan Rietta.”
“Kan sudah?”
“Kalau Anda menemani kami, Anda mengganggu istirahat pasien.”
Killian berdiri di tempat dengan lengan disilangkan, menatap lubang kosong di mana seorang pasien telah mencabut kenop pintunya sebagai aksi protes. “Kurasa akan baik-baik saja.”
Santa Tania memotong ucapannya. “Sangat terlalu baik-baik saja, jadi kamilah yang menderita. Akan sangat membantu bagi kami jika Anda tidak berusaha menjenguk sendiri mereka.”
Killian mengangguk seakan dia akhirnya mengerti. “Aku akan menambah bayaran Anda.”
Sang Santa langsung berubah sikap 180 derajat. ‘Saya akan melayani Anda dengan sepenuh hati.”
Ini adalah respons instingtif, entah ke mana perginya orang tadi menolak untuk dibayar.
****
Pada akhirnya Killian mundur setelah memastikan kalau ada tujuh pasien. Semua pasien berada dalam kondisi yang cukup baik, dan tak peduli bagaimanapun prosesnya, mereka mendapatkan kesan aman setelah Yang Mulia dan sang Santa berkunjung.
Di lorong, Killian berbalik menghadap Santa Tania dan bertanya, “Apa minggu depan kita akan bisa melepaskan mereka dari isolasi?”
Sekarang Killian cukup mengetahui informasi tentang menangani wabah, berkat dokumen-dokumen yang menggambarkan situasi terkini dan kontak yang melacak para ahli dan cendekia dilakukan. Sudah ditetapkan bahwa akan aman untuk mengangkat karantina dalam waktu sekitar seminggu hingga sepuluh hari setelah semua pasien kembali sehat jika tak ada penyebaran lebih jauh.
Namun Santa Tania memiringkan kepalanya ke samping dan tampak was-was. Beliau menjawab tidak jelas, “Saya tak bisa memastikan.”
Dalam pikirannya, Santa Tania juga tahu bahwa itu merupakan waktu yang tepat. Semua pasien memang berada dalam kondisi yang baik dan hampir sehat sepenuhnya, tapi ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
Santa Tania merenung lama dan menatap Rietta. “Rietta. Kau adalah orang yang telah memberikan berkat di tempat ini?”
Rietta buru-buru menegakkan tubuh dan menjawab, “Oh, ya.”
“Aku sudah diberitahu tentang keberadaan iblis wabah pada hari-hari awal wabah ini menyebar. Apakah iblis ini bertingkat tinggi, yang berwujud manusia?”
Rietta menggelengkan kepalanya. “Tidak.”
“Apakah merupakan iblis tingkat menengah yang mampu menyembunyikan dirinya sendiri?”
“Tidak. Iblis wabahnya hanya tingkat rendah dan wujudnya kecil seperti roh yang tak berbentuk. Tapi begitu dia memangsa kematian, iblis itu naik ke tingkat menengah di depan mata saya. Dia mengambil wujud seperti hewan buas, dengan mata menakutkan yang terpasang pada ujung ekornya. Ahli ilmu iblis, Helios, menyebut makhluk seperti itu, Arpeo Tridum….”
Mereka pun mulai berdiskusi dan memakai istilah-istilah teknis yang kedengaran seperti bahasa asing. Santa Tania kebanyakan bertanya, dan Rietta menjawab, percakapannya mengalir dengan lancar. Killian memberengut, tampak tidak nyaman dengan percakapan yang tidak dipahaminya. Ini adalah topik yang tak bisa dia abaikan, tapi rasanya tak terlalu menyenangkan kalau cuma berdiri di luar. Apakah sekarang dia akan harus mulai mempelajari demonologi?
Tidak banyak kesempatan bagi Killian untuk merasa sedemikian tertinggal pada topik yang ingin dia diskusikan. Persis ketika dia berpikir kalau sudah waktunya bagi dirinya yang adalah bangsawan bodoh ini untuk mengajukan pertanyaan konyol, Santa Tania menatap keheranan pada Rietta dan tersenyum. “Sebelumnya kupikir kau pintar….” Mata biru sang Santa berbinar. “Kau sudah mempelajari Demonologi Haviston? Pengetahuanmu lumayan juga, meski kau bahkan bukan seorang pendeta penyuci.”
Rietta melambaikan tangannya dengan tersipu, malu atas pujian itu. “Oh, tidak, tidak. Anda terlalu memuji.”
Killian berdiri dengan bersandar pada satu kaki ketika dia menatap mereka. Santa Tania melihatnya dan memasukkannya ke dalam percakapan. “Selir kesayanganmu ini telah mempelajari sebuah buku yang sangat sulit untuk didapatkan dengan cukup mendalam.”
“Buku apa itu?”
“Itu adalah buku akademis tentang demonologi yang paling diakui. Isinya cukup rumit sehingga membuat banyak pendeta dan cendekia kesulitan….”
Siapa yang peduli? Killian percaya diri bahkan dalam ketidaktahuannya, penguasa dari sebuah wilayah yang tak ada hubungannya dengan iblis dan bukan seseorang yang memiliki kekuatan suci.
Santa Tania mengangguk samar, mengerti. “Tentu saja. Sebagai Duke Agung Axias, Anda bisa tak tahu tentang hal itu. Beda ceritanya kalau hal ini mengenai para monster, tapi Axias adalah tempat yang tak ada hubungannya dengan iblis….”