Like Wind on A Dry Branch - Chapter 40
Killian menyambar taplak meja dan menyeka tangannya yang berlumuran darah dengan asal-asalan, kemudian berjalan keluar dari ruangan itu. Seorang sukarelawan muda sedang menunggu di luar dengan wajah pucat karena mendengar teriakan-teriakan menakutkan serta suara-suara sesuatu diremukkan. Dia berlari maju untuk mengangsurkan sapu tangan. Killian mengambilnya dan menyeka darah yang memerciki wajahnya.
Pria yang hampir tak kelihatan di ruang rapat itu tampak berantakan seperti mayat. Dia telah cukup menguatkan diri untuk menyaksikan pemandangan yang tak mengenakkan, tapi meski demikian, jantungnya mencelos. Apa dia…. mati?
“Ap-apa saya harus memanggil pendeta atau tabib?”
“Tak usah. Masih ada nyawa tersisa di tubuhnya. Kau tak usah repot-repot, karena sebentar lagi aku akan menyuruh para kesatriaku untuk mengambil dia.” Killian menyuruhnya pergi. “Aku akan mengganti rugi atas kerusakan yang terjadi pada ruang rapat kalian.”
Si pemuda melambaikan tangannya dengan kelabakan. “Tak usah, Tuan.”
Pemuda itu adalah putra dari pengurus balaikota. Pamannya juga adalah orang yang bertanggungjawab di penampungan ini, jadi dia tahu kalau Killian adalah Duke Agung Axias. Bahkan meski bisa dibilang bahwa dia telah mengamati Killian dari jarak dekat karena wabah ini dan sudah mulai menghormati sang Duke Agung secara mendalam, jauh di dalam hatinya dia masih takut pada pria itu.
Sang Duke Agung Axias keluar dengan wajah yang berkata bahwa dirinya baru saja menyaksikan pertunjukan teater yang sangat membosankan, menyeka darah dari tangannya, namun atmosfer yang mendirikan bulu kuduk yang belum disingkirkan sepenuhnya masih memancar darinya. Mungkin imej tentangnya yang ada dalam desas-desus yang tersebar luas memang benar adanya….
Pemuda itu menundukkan kepalanya tanpa bersuara dan tubuhnya tetap menegang. Sang Duke Agung memang kasar, namun bagaimana pria yang hangat, bijak, dan bahkan rajin ini bisa menjadi pusat dari desas-desus mengerikan itu merupakan sebuah misteri bagi si pemuda.
“Itu hanya karena kau belum pernah melihat Yang Mulia marah.”
“Berhati-hatilah jangan sampai membuat Beliau kesal.”
Dengan terlambat dia memahami apa yang dimaksudkan oleh para tetua kota ketika mereka memperingatkan dirinya.
“Ketika Beliau sedang mengencangkan sekrup-sekrup pada musuh, Beliau tak kelihatan seperti itu.”
“Sungguh beruntung kita bukan musuh Beliau….”
“Tapi, tidak mudah menemukan orang sehebat Yang Mulia.”
“Sebagai seorang penguasa, Beliau tak tertandingi.”
Dalam hati pemuda itu setuju dengan tersebut dan tanpa bersuara mengikuti sang penguasa Axias.
****
Orang-orang yang melihat Killian ketika dia kembali ke penampungan dengan berlumuran darah dibuat terperanjat. Colbryn bergegas menghampiri dan bertanya, “Yang Mulia, Anda terluka?”
“Ini bukan darahku.”
“Ya?”
Killian mengedarkan pandangan ke sekitar klinik, namun Rietta tak ditemukan di mana-mana. “Di mana Rietta?” Killian bertanya pada Colbryn.
“Nyonya Tristi sedang beristirahat di kediaman pengawas penampungan.”
“Pengawas?” Killian mengernyit.
Suara Santa Tania terdengar dari belakang. “Untung saja, dia tak terjangkit wabah.”
Killian berbalik sementara Santa Tania dengan tenang melanjutkan. “Tapi membuat dia tetap berada di antara para pasien takkan memberi hasil baik dan kami pun mengatur agar dia tinggal dengan pengawas. Aku mencarikan tempat beristirahat untuk Nyonya, dan si pengawas menyediakan kediamannya sendiri.”
Kernyitan Killian lebih dalam lagi. “Dan bagaimana kondisinya?”
“Untuk saat ini tak ada masalah besar. Indera-inderanya telah melemah dan sekarang dia sedang tidur, tapi dia akan baik-baik saja begitu dia terbangun.”
“Bagaimana bisa sampai indera-inderanya melemah?”
Vetere menatap Killian, bereaksi dengan tajam dari kejauhan.
“Ketika dia menghindari iblis wabah, sepertinya sesosok iblis mimpi telah menempelinya. Dia terlalu berlebihan bekerja dan telah jatuh ke dalam tidur iblis mimpi, tapi ini tidak berbahaya.”
Ekspresi Killian berubah menjadi ekspresi tidak percaya pada pernyataan bahwa yang menempeli Rietta adalah iblis mimpi. Santa Tania mengenali kenapa wajah Killian berubah dan menambahkan, “Iblis tingkat rendah dengan pengaruh yang cuma beberapa jam takkan bisa memasukkan akarnya ke dalam tubuh manusia. Tak perlu terlalu cemas.”
Killian mendongak menatap Santa Tania. Sang Santa telah melangkah mundur setelah cuma menjelaskan hal itu, tapi Killian memahami apa yang Santa Tania maksudkan. … Dia tahu. Tentu saja, seorang pendeta dengan posisi seperti Santa Tania mengetahui hal-hal semacam itu tidaklah terlalu mengejutkan. Justru akan aneh kalau Beliau tidak tahu. Killian menghela napas, teringat pada seseorang tertentu yang dihancurkan oleh mimpi buruk yang ditanamkan oleh iblis mimpi.
“… Terlalu berlebihan bekerja?”
Sekarang ketika dia memikirkannya, Rietta memang sedang merapalkan pemurnian berjangkauan luas, memaksakannya.
“Ya, merupakan hal berbahaya untuk melakukan pemurnian area dalam situasi seperti ini seorang diri.” Santa Tania mendongak dan menatap ruang yang bersih dan kosong di tengah-tengah tempat penampungan. “Tapi dia tak punya cara lain, karena sudah terjadi kematian di sini persis sebelum kita tiba.”
Ruang di mana si pasien muda sebelumnya terbaring dalam bagian perawatan intensif masih kosong dan belum diisi oleh pasien baru. Para pendeta dan tabib sedang memurnikan dan mensterilkan tempat itu.
“Iblis wabah punya sedikit waktu untuk menyebarkan jangkauannya ke seluruh penampunngan, tapi kesedihan orang-orang telah menarik lebih banyak iblis ke tempat itu.”
“.…”
“Yang menjadi sebab kenapa pemberi berkatmu memurnikan area itu seorang diri. Ini memang sebuah upaya yang gegabah, tapi bagaimanapun juga efektif dalam mengusir iblis-iblis lainnya.” Santa Tania meneruskan. “Berkat dirinya, para iblis tak bisa mendekat. Kondisinya bisa saja jadi sangat berbahaya jika pemberi berkat itu tidak melakukan pemurnian.”
Killian menekankan pangkal telapak tangannya ke matanya yang terpejam. Perlahan dia membukanya. “Baiklah…. Apa dia berkomentar sesuatu tentang masalah itu?”
“Ah, benar.” Santa Tania meneruskan seakan baru saja teringat sesuatu. “Jika keluarga yang berkabung tak ingin mengkremasi jenazahnya, maka dia akan menawarkan bantuannya dalam jasa pemakaman secara cuma-cuma.”
Killian tak bicara.
****
Pria yang bertugas mengawal Killian dan Santa Tania adalah si pengawas penampungan. Rumahnya tak jauh dari alun-alun tempat kliniknya didirikan.
Mereka berjalan bersama-sama ke rumahnya sementara dia terus-terusan memuji Rietta. “Astaga, saya tahu sampai saat ini saya belum pernah mendengar tentang seorang pemberi berkat yang begitu berbakat…. Jadi, dia adalah Janda dari Sevitas yang dibicarakan semua orang…. Atau lebih tepatnya, dia bukan wanita dari Axias, kan? Pemberi berkat dari Axias!”
“.…”
“Walaupun dia masih baru di Axias, orang-orang sudah mulai cukup menyukainya. Bantuannya telah jadi sangat berharga dan melegakan….”
“.…”
Mungkin orang ini sudah mengenali amarah Killian terhadap Rietta ketika melihat wanita itu? Dia kelihatan seperti sedang berusaha membela wanita malang yang telah bekerja sukarela sampai habis-habisan.
“Maafkan saya, karena saya tidak tahu bagaimana Beliau bisa membuat Anda marah, dan seorang pria seperti saya tidak berhak untuk menanyakannya…. Tapi saya mohon, jangan terlalu keras memarahinya. Dia bertindak atas dasar kebaikan hatinya, dan sebenarnya, dia belum menerima imbalan sedikit pun atas jerih payahnya….”
“.…”
Killian tak bicara sepatah kata pun. Pada akhirnya dia cuma membisu.
Si pengawas penampungan adalah seorang rakyat jelata tanpa gelar, tapi dia lebih kaya dibandingkan orang-orang di luar dinding kastel, jadi rumahnya tak bisa dibilang buruk. Ketika mereka memasuki rumahnya, istrinya terlonjak karena mengenali sang Duke Agung dan memberi salam hormat.
“Salam kepada Anda, Tuanku. Maafkan kami atas kediaman kami yang sederhana ini….”
“Di mana Rietta?”
“Ah, dia ada di atas. Ke sini, Tuan.”
Wanita itu tak pernah mendengar nama tersebut, namun istri yang cerdik itu memahami bahwa yang dimaksud oleh sang Duke Agung adalah wanita yang digotong masuk beberapa saat yang lalu dan dengan cepat mengantar Killian ke lantai dua.
Begitu mereka sampai di atas, rambut pirang dari wanita yang sedang tidur itu menarik perhatian mereka. Santa Tania memeriksa Rietta dan memberikan energi penyembuh ke dalam tubuh wanita itu. Killian menatap sejenak pada Rietta, memberengut, sebelum berbalik untuk bicara pada pria yang bertugas itu.
“Berikan bayaran atas jasanya.” Dan begitu dia mengucapkan hal tersebut, Killian langsung meralat dirinya sendiri. “Daripada begitu, aku sendiri yang akan mengurusnya. Lebih baik bebankan bayaran Rietta ke Kastel Axias, bukan tempat penampungan ini. Santa Tania.”
Santa Tania menatap Killian, sudah selesai menyembuhkan. “Apa Rietta sudah menerima semua perawatan dan pemurnian yang dibutuhkan?”
“Sudah. Sekarang kita hanya perlu menunggu tubuhnya pulih sendiri.”
“Kalau begitu Anda bisa kembali ke tempat penampungan dengan tabib. Saya akan menjaganya hingga dia bangun, karena kami punya urusan yang perlu didiskusikan.”
“Baik….”
Bagaimanapun juga, Tania dan sang tabib adalah tenaga yang lebih dibutuhkan di klinik ketimbang menunggui pemulihan alami pasien terjadi. Tania menerimanya tanpa banyak ribut-ribut dan menyampaikan beberapa pencegahan kepada Killian.
“Tapi jangan bangunkan dia sebelum dia pulih sendiri. Dia tak boleh diganggu sebelum mimpi yang disebabkan oleh iblis mimpinya selesai. Berusaha membangunkan dia hanya akan mendatangkan efek berlawanan pada mimpinya.”
Killian mengernyit. “Iblis mimpi…. Apakah akan membuat dia memimpikan hal-hal yang tidak baik?”
“Kalau yang Anda bicarakan adalah mimpi-mimpi yang bersifat erotis, maka tidak. Hanya iblis tingkat tinggi dari jenis tertentu yang mampu melakukan hal ini.”
“.…”
Santa Tania sudah tahu kalau yang Killian maksud bukan hal itu, tapi dengan tenang Beliau menjawab.
“Iblis mimpi tingkat rendah yang menempelinya hanya akan membangkitkan ingatan-ingatan buruk.”
Ingatan-ingatan buruk. Ekspresi Killian membeku.
Untung saja Tania meneruskan. “Karena saya telah mengusir iblis mimpi itu dan menyembuhkan dia, seharusnya yang tersisa hanyalah beberapa mimpi biasa tentang masa kanak-kanaknya. Tidak terlalu mengkhawatirkan.”
Wajah kaku Killian sedikit melembut ketika mendengarnya.
***
Pria yang telah membawa dirinya ke Cassarius, pada hari ketika dia diberitahu untuk menjadi selir sang Count. Pria yang telah memberitahunya bahwa anaknya tak lagi ada di Sevitas. Pria yang membawa mayat anak itu. Pria yang telah menyampaikan wasiat sebelum mati Cassarius. Pria yang telah menyuruh orang agar mengawasi dirinya dan memastikan dia tidak kabur pada hari pemakaman. Bagi Rietta, pria itu adalah pencabut nyawanya, sesosok utusan dari neraka. Semuanya adalah pria itu.
“Cantik.”
Wajah pria itu luntur menetes-netes seperti lumpur dan berubah menjadi wajah orang yang dia takuti sedemikian lamanya.
“Cantik.”
“Rietta. Kalau kau berhutang pada seseorang, kau harus membayarnya. Apakah aku telah mengajarimu untuk bersikap seperti ini?”
Aku tak menginginkan ini. Kumohon, tolong. Kepala Biara. Kepala Biara…. Bapa Kepala Biara…. Dia terus menyentuhku.
“Lain kali datanglah sendirian.”
Nona, kumohon tolonglah. Saudariku, tolong. Tuan Ferdian, tolong. Kepala Biara. Kepala Biara. Terus… terus-terusan….
“Jangan pernah pergi sendirian. Aku akan tetap bersamamu.”
Jade.
“Jade? Aku tak memanggilmu.”
“Tak ada yang perlu diakui oleh Rietta. Orang yang membutuhkan bimbingan adalah aku.”
Jade.
“Tak apa-apa. Aku akan berada di sisimu.”
Ini apa-apa.
“Dasar kau gadis sialan. Padahal aku begitu menyayangimu.”
Jangan pukul dia.
“Kemampuanmu? Memberkati? Memurnikan? Mampu melihat iblis dengan matamu sendiri? Jangan sok hebat. Semua itu tidak penting.”
“Nomor satu di kelasmu? Apa kau pikir kau itu pintar karena kau adalah nomor satu di kelasmu dalam biara kecil di tempat terpencil ini? Pendeta-pendeta sepertimu bisa ditemukan di mana-mana!”
Tidak, aku tidak sedang pamer. Aku tak beranggapan kalau aku pintar. Aku hanya bisa melihat iblis. Aku hanya. Berusaha untuk membantu.
“Dasar gadis tak tahu diuntung! Jangan membantah!”
“Kau jalang tak berguna!”
“Kau tak tahu tempatmu! Kau takkan pernah bisa membawa nama biara ke mana pun kau pergi!”
Kumohon jangan. Bapa Kepala Biara. Jangan.
“Dasar makhluk arogan! Benar-benar tak berguna!”
Maafkan aku. Maafkan aku. Kumohon, kumohon jangan pukul Jade. Pukul aku saja.
“Benar-benar tak berguna!”
Tuan Ferdian, tolong. Jade. Jade….
“Kumohon jangan! Kumohon jangan…!”
Kilian berjalan mondar-mandir di lantai, memandangi Rietta mengigau dalam tidurnya dan keringat terus mengucur dari pengaruh yang ditinggalkan oleh iblis mimpi pada dirinya, dan berakhir menendang kursi dengan frustrasi. Santa Tania bilang Rietta takkan bermimpi buruk! Ingatan yang buruk. Ini sulit. Andai saja yang kena orang lain…. tapi ini adalah Rietta. Kenapa dia tidak bermimpi erotis yang mengisap jiwanya saja!
“Tidak. Tidak…! Bapa Kepala Biara. Bapa Kepala Biara!”
Killian membeku ketika racauan yang keluar dari mulut Rietta berubah menjadi teriakan. Ingatan dari beberapa waktu yang lalu, tentang Rietta, berjengit dan menghindari tangan Vetere ketika Killian memperkenalkan pria tua itu sebagai kepala biara, terlintas.
“Kumohon tolong…!”
Pada teriakan putus asa itu, Killian melupakan peringatan Tania agar tidak membangunkan Rietta secara paksa dan mengguncang bahu Rietta. “Rietta!”
“Kumohon jangan! Jangan sentuh aku!” Ketakutan, Rietta mengayun-ayunkan tangannya ke sekitar dengan sekuat tenaga. “Jangan! Jangan!”
Ayunan tangan yang membabi-buta itu menyapu wajah Killian, namun jemari yang dibungkus perban tersebut tak mampu meninggalkan satu goresan pun pada Killian. Agak terlambat Killian ingat bahwa dia tak seharusnya berusaha membangunkan Rietta. Sial! Apa tak ada cara untuk membangunkan dia?! Killian tak mampu menahan amarahnya dan menghantamkan tinjunya pada kerangka ranjang.
Tepat pada saat itulah, mata Rietta terbuka.
“Eh?”
Rietta, terbangun dari tidurnya, menatap kosong pada Killian, yang telah menghancurkan kepala tempat tidur.