Like Wind on A Dry Branch - Chapter 28
“Haruskah kita berhenti di desa untuk bermalam?”
Rietta bertanya lagi dengan bayang-bayang di wajahnya. Killian menatap pahit padanya ketika pria itu mengangkat Rietta turun dari kuda. Wajah Rietta membiru karena kesakitan.
“Sama sepertimu, aku juga tak ingin menunda….” Killian menjawab. “Tapi toh tak mungkin bisa melintasi jarak sejauh itu dalam waktu dua hari. Vector dan Falcon adalah pasangan kesatria dan kuda paling cepat dalam pasukan kesatriaku, jadi tak ada seorang pun yang mampu menyamai kecepatan mereka. Jumlah kita ada tujuh belas orang, dan kita cuma punya enam belas ekor kuda. Iring-iringan besar ini tak bisa melakukan perjalanan semalaman tanpa beristirahat dan memulihkan diri.”
Kalau mereka melakukan hal itu, pastinya bakal ada orang atau kuda yang akan jatuh sakit. Killian berpikir bahwa kemungkinan kalau Rietta yang menjadi orang itu cukup tinggi, tapi dia tak mau memancing keledai keras kepala seperti wanita itu dan menyatakan kalau dirinya tak apa-apa, menyuruh mereka agar pergi. Terutama kuda hitam Killian, Rhea, sudah bekerja keras, membawa dua orang penunggang di atas punggungnya.
“Teguhkan dirimu, karena bahkan perjalanan selama empat hari ini takkan mudah.”
Rietta memaksa dirinya sendiri untuk mengangguk. “Tapi kita akan berangkat pada pukul lima saat fajar kan?”
Kalau mereka hendak berangkat pada pukul lima, setidaknya mereka akan harus bangun pada pukul setengah lima. Para kesatria menatap Rietta, agak kesal. Seseorang menggumam, “Sadis sekali….” Giselle melontarkan tatapan ke arah mereka.
Seorang kesatria yang lebih asertif mengangkat tangannya dengan gagah berani. “Saya sarankan pukul enam.”
Para wanita membalas berbarengan. “Lima.”
Killian menengahi. “Setengah enam.”
Para wanita tampak masam, tidak puas, namun para pria mengepalkan tinju mereka dengan sukacita dan bersorak dalam hati. Para wanita tak merasa lelah akibat ketidaksabaran mereka yang disebabkan oleh laporan tentang wabah. Yang paling Giselle cemaskan pertama-tama adalah Anna, tapi dia tak punya pilihan selain setuju dengan keputusan Killian.
****
Mereka berakhir beristirahat selama empat jam, dari pukul satu hingga lima pagi. Ada banyak kamar kosong di penginapan itu karena jumlah para pelancong di desa itu sedikit akibat wabah. Mereka membayar si penjaga penginapan dalam jumlah besar seakan mereka menyewa seluruh tempat itu, dan si penjaga penginapan pun memberi akomodasi murah hati kepada mereka. Dia tampak agak terkejut tapi setuju untuk bahkan menyiapkan sarapan bagi mereka pada pukul lima pagi.
Hanya Killian yang menggunakan kamar untuk dua orang sendirian, dan yang lainnya masing-masing ditempatkan sekamar berdua. Giselle dan Rachel, Elise dan Seira, serta Lana dan Rietta ditempatkan dalam satu kamar. Pengaturan ini dibuat supaya Lana bisa membantu Rietta dengan sedikit sihir untuk membuat Rietta agak lebih nyaman karena Rietta adalah satu-satunya di antara mereka yang tidak terbiasa pada perjalanan semacam ini.
Namun Giselle merasa bahwa Rietta tak memiliki masalah dengan tubuhnya, melainkan ada sesuatu yang lain, ketika melihat wajah kurus hampanya saat Rietta berjalan memasuki kamarnya. Lana akan membuat tubuh Rietta merasa lebih nyaman, namun Giselle melambai pada Lana untuk bertukar kamar dengannya karena dia berpikir bahwa dirinya lebih dibutuhkan.
Namun tak ada kesempatan bagi Giselle untuk bicara pada Rietta. Sebuah ketukan terdengar di pintu begitu mereka sudah mandi dengan cepat dan berganti pakaian. Yang mengetuk adalah Killian.
“Aku ingin bicara empat mata dengan Rietta.”
Rietta bergegas berdiri, masih tanpa ekspresi. Giselle menunggu Rietta kembali, bersandar pada kerangka ranjang, namun dia tak mampu terlalu lama melawan rasa lelah yang melanda tubuhnya setelah mandi dan berakhir ketiduran.
****
Rietta mengikuti Killian memasuki kamar pria itu dan berhenti. Ini karena dia melihat sesosok iblis tingkat rendah kecil sedang bergelantungan di jendela.
“Sebentar, Tuan.”
Tanpa bersuara Rietta berjalan menuju jendela, bahkan tidak melihat ke belakang pada Killian. Ketika Rietta mendekat, si iblis, menggeliat-geliut seperti onggokan lumpur, menjulurkan satu mata seperti antena siput dan menatap dirinya. Para iblis, tak terlihat bagi kebanyakan orang, adalah keberadaan yang seperti hantu. Mereka mulai terlihat di mata orang biasa ketika mereka menjadi lebih cepat dan mampu menyerang secara langsung.
Ini adalah hal langka, namun iblis-iblis semacam ini bisa ditemukan di mana-mana. Iblis tingkat rendah yang tidak terlihat oleh manusia biasa dan tidak menyerang. Mereka bisa dibiarkan saja, makhluk-makhluk tidak penting yang hanya memiliki insting untuk melahap emosi-emosi negatif manusia. Mereka tak mampu memberikan pengaruh negatif pada manusia secara langsung. Bahkan meski mereka tidak menyerang, beberapa iblis yang berbahaya seperti para iblis wabah atau iblis api membahayakan manusia hanya dengan keberadaan mereka, namun yang satu ini hanya iblis mimpi. Jenis yang memangsa rasa takut dan keputusasaan dari mimpi buruk yang mereka sebabkan.
Namun Rietta memutuskan untuk mengusirnya karena makhluk itu bisa menempelkan dirinya pada Tuan jika dia membiarkannya. Bahkan Rietta, yang tak punya kekuatan penyucian untuk secara langsung membasmi si iblis, mampu memurnikan atau memberkati untuk menyingkirkan iblis lemah seperti ini. Mereka cukup kecil untuk berusaha kabur bahkan dari sejumlah energi suci yang paling lemah. Si iblis berusaha untuk tetap berpegangan jendela ketika Rietta mulai berdoa dan memurnikan namun segera dia tergelincir dan jatuh ke luar.
Killian memadangi Rietta dari belakang, menontonnya memberkati ambang jendela dengan tangan yang berkilauan. Segera, Rietta melangkah mundur dari jendela dan berbalik ke arah Killian.
“Sudah selesai, Tuan.”
Rietta duduk di depan meja kecil karena desakan Killian dan menatap hampa pada pria itu. Bagi Killian ini tidak terlalu kelihatan seperti perilaku yang lancang, tapi…. Perilaku hati-hati Rietta, begitu berhati-hati hingga membuat Killian bertanya-tanya apakah Rietta sedang ketakutan, begitu tertanam pada diri wanita itu sehingga Rietta yang ini tampak terlalu berani dan entah bagaimana kelihatan seperti mungkin saja ada sekrup yang longgar.
“Apa yang ingin Anda bicarakan?”
Lihat itu. Ini aneh.
Killian menatap Rietta. “Ada sesuatu yang berbeda pada tindak-tandukmu hari ini.”
“Berbeda?”
“Ini tak seperti dirimu.” Killian mengulas senyum ganjil. “Berani mungkin adalah kesan yang kudapat.”
“Masalah sekarang ini mendesak….”
“Tapi biasanya responmu adalah…. Killian menatap ke dalam mata Rietta dan menelengkan kepalanya ke samping. “Maafkan atas kelancangan saya, Tuanku. Atau beberapa kata-kata merendah lain yang sejenis dengan itu.”
Rietta terdiam lalu menjawab. “Maafkan saya… Tuanku.”
Killian menyeringai. “Tak masalah, karena aku sudah mendengar kata-kata minta maaf darimu yang cukup banyak untuk kuterima seumur hidup. Sebenarnya, aku lebih suka dengan perilaku baru yang menyegarkan ini. Tapi bukan ini sebab kenapa aku membawamu kemari malam ini.” Killian menautkan jemarinya lalu meletakkan kedua tangannya di atas lutut. “Apa mau datang dan tinggal di Gedung Timur?”
Rietta mengerutkan bibirnya membentuk satu garis tipis pada tawaran yang tak disangka-sangka itu dan membalas tatapan Killian. Dia sudah pernah mendengar sesuatu yang serupa beberapa waktu lalu, tapi dia tak mengira kalau itu adalah sesuatu yang akan Killian ucapkan.
“Tapi pertama-tama aku harus menjelaskan, saat ini kau pasti sudah sadar dengan hal ITU, tapi Gedung Timur bukanlah harem. Tempat itu adalah tempat tinggal bagi para kesatria wanitaku. Semua yang tinggal di sana melakukannya dalam pelayanannya kepadaku.”
Rietta mengangguk samar. “Ya… Saya telah dinasihati oleh Rachel agar merahasiakan pengetahuan ini.”
“Bagus. Maka percakapan kita ini takkan butuh waktu lama.” Killian mengangkat poci teh dari meja dan menuangkan secangkir teh untuk Rietta. “Apa kau mau tinggal di sisiku sebagai pemberi berkat untuk kastel? Aku belum punya pemberi berkat dalam pasukanku.”
Rietta menatap bisu pada teh yang mengisi cangkirnya. Dia lalu mendongak dari cangkir itu dan berkata. “Saya takkan mampu belajar cara bertarung di atas punggung kuda pada usia sekarang ini…. Takutnya saya sudah agak ketuaan.”
Killian terkekeh. “Itukah yang kau kira akan kuminta darimu?”
Dia mendorong cangkir teh yang penuh dengan teh ke depan Rietta. Mata merah merunduk menatap cangkir teh itu dari balik rambut hitam yang agak basah, berayun samar, kemudian terangkat menatap Rietta.
“Kau tak perlu belajar cara berkelahi. Kau akan perlu belajar cara berkuda. Tapi bahkan Lana juga tak tahu cara bertarung di atas punggung kuda. Kemampuan untuk menunggang kuda saja akan terbukti berguna.”
Killian menyilangkan lengannya dan menyandarkan dagunya ke atas tangan seakan dia hendak menerka apa yang akan Rietta katakan.
“Para kesatria Axias tidak terdiri dari orang-orang yang telah menjalani pelatihan kesatria secara formal. ‘Gedung Timur’ juga sama. Mereka disebut kesatria, tapi makna umum kesatria hanya diterapkan kira-kira separuhnya. Ini berbeda dari orde-orde yang lain karena para penyihir, tentara bayaran, dan bahkan pembunuh juga disebut kesatria.”
Dia kembali menunduk dan menuangkan tehnya, meneruskan.
“Gedung Timur secara umum dikenal sebagai tempat bagi para selir kesayanganku, jadi kemungkinan besar akan sulit untuk bisa menikah. Setidaknya aku memberi ganti rugi pada mereka. Setiap orang memiliki nilai yang berbeda, tapi dari apa yang telah kudengar dari para wanita di Gedung Timur, sudah cukup bahkan jika harus menyerah memiliki hubungan romantis untuk sementara.”
Sejenak Killian terdiam dan menatap Rietta. “Tapi mungkin kau punya kekasih?”
“Saya tidak punya.”
“Baguslah.” Killian mengangkat cangkirnya ke bibir dan menambahkan. “Aku tak melarang percintaan, dan pernikahan pribadi diperbolehkan jika kau mau memilih dari salah satu kesatriaku.”
Mereka adalah orang-orang yang juga tahu tentang situasinya.
“Kalau kau punya seseorang yang kau ingin memiliki hubungan dengannya dari wilayah kekuasaanku, maka lakukan saja sesukamu. Tapi kau harus merahasiakan hal ini. Kau harus bisa menentukan apakah seseorang bersedia memahami fakta bahwa kau adalah selir kesayangan dari seorang tiran gila. Kalau kau bisa merahasiakan ini, maka kau bebas menemui siapa pun yang kau suka.”
Killian menyesap tehnya dan meneruskan. “Maafkan aku, tapi orang-orang di luar wilayah kekuasaanku itu sulit. Kalau kau harus memilih seseorang yang seperti itu, maka aku akan harus memastikan sendiri dalam jangka waktu lama apakah orang itu bisa dipercaya.”
Rietta tampak tenang. Killian berpikir bahwa ada kesempatan bagus Rietta akan menerima tawarannya, jadi dia menjelaskannya dengan jauh lebih mendetil. “Tugas-tugasmu takkan terlalu jauh berbeda dari yang sekarang ini. Sebenarnya, aku akan lebih suka kalau kau tidak bekerja sekeras yang telah kau lakukan pada perjalanan ini. Dan kalau kau memilih untuk bergabung dengan Gedung Timur, takkan menjadi masalah untuk lanjut menerima pekerjaan-pekerjaan untuk memberi berkat di kastel seperti yang telah kau lakukan.”
Rietta tampak agak ragu dan berkata, “Kemampuan saya pada malam sebelumnya tidak biasa dan hanya mungkin terjadi sebagai hasil dari aliran energi suci amat besar yang dihasilkan dari upacara. Kini tidak sedikit pun dari energi suci itu yang tersisa karena upacaranya sudah lama berakhir. Saya ini hanya seorang pemberi berkat yang biasa-biasa saja, tidak lebih baik dari pendeta mana pun yang punya kemampuan. Akan menjadi kehormatan bagi saya untuk membantu Anda dalam kapasitas mana pun, namun takutnya kemampuan rendah saya akan gagal untuk memuaskan Anda.”
Killian menyeringai dan menjawab, “Aku sudah sangat puas dengan bakatmu sebelum kemarin malam.”
Rietta memberikan satu pengingkaran terakhir, namun entah bagaimana Killian sudah menetapkan keputusannya sejak sebelumnya. Seorang pemberi berkat yang rajin dan setia yang mampu melihat iblis. Wanita ini cukup lemah, tapi Killian menyetujui kemampuan fleksibel Rietta untuk menangani berbagai situasi. Saat ini kemampuan Rietta dibutuhkan lebih daripada sebelum-sebelumnya dengan situasi di wilayahnya, dan wanita itu juga sudah tahu rahasia mengenai Gedung Timur, jadi tak ada bahaya lain kalau menerima Rietta.
“Yang lebih penting adalah hati yang ada di balik bakat tersebut. Merupakan hal langka untuk bertemu dengan individu yang benar-benar bisa dipercaya yang tak memiliki risiko untuk berkhianat. Hal semacam itu sangat penting bagi orang dalam posisiku….”
Jawabannya datang dengan cepat. “Saya bersedia.”
Killian terkekeh dan menggumam, “Tanggapannya secepat itu?” Dia telah memperkirakannya. Killian kembali mengangkat cangkir tehnya ke bibir dan berkata, “Aku tahu bahwa sulit untuk menolak sebuah tawaran yang dibuat oleh orang yang memiliki kekuasaan lebih tinggi. Gunakan waktu selama sebulan untuk mempertimbangkannya dengan sangat hati-hati. Kalau setelahnya kau masih merasakan hal yang sama, datanglah ke kastel dan temui aku.”
“Saya sudah memikirkannya dengan seksama.”
“Aku tidak mengizinkan pengecualian. Setiap orang dari para wanita di Gedung Timur memiliki waktu satu bulan untuk mempertimbangkan hal ini,” ujar Killian terang-terangan. “Maka kau punya waktu hingga malam musim gugur. Kalau jangka waktunya berlalu tanpa ada sepatah kata pun darimu, maka aku akan menganggap sikap diammu sebagai penolakan.”
“… Baik, Tuanku.” Rietta toh takkan menolak, tapi dia juga takkan meributkan soal hal itu ketika dia mengetahui bahwa yang lainnya juga mendapat masa tenggat.
Killian meneruskan. “Jangan menganggap enteng urusan ini, karena ini bisa menjadi penanda perubahan dalam hidupmu. Kalau kau memiliki keraguan sedikit saja, kau boleh menolak. Ada banyak cara yang bisa dipergunakan untuk meminjam bakatmu, bahkan jika kau tak memilih untuk hidup sebagai kesatria wanita dari Gedung Timur.”
Rietta mengangguk. “Ya, Tuanku. Dan saya menawarkan pelayanan saya tanpa memedulikan keputusan ini.”
“Sepertinya aku akan segera dipaksa mengambil balik tawaran itu, dengan menilik pada kondisi kita saat ini.” Tanpa ekspresi Killian menambahkan ketika dia menatap Rietta, yang belum menyentuh cangkir tehnya. “Yang menjadi sebab kenapa kau lebih baik memerhatikan kesehatanmu. Jaga dirimu sendiri baik-baik dan jangan melewatkan waktu makanmu.”
“Baik, Tuanku.”
Sebuah jawaban yang tenang. Ini adalah jenis jawaban yang jelas dan singkat yang Killian suka, tapi kali ini dia dibuat agak kesal oleh jawaban yang langsung dan gegabah itu. Ini adalah kali pertama dia melihat seseorang lebih tak berekspresi ketimbang dirinya ketika mereka bicara dengannya.
Killian mengernyit dan melontarkan sebuah jawaban spontan. “Rietta… apa sekarang kau baik-baik saja?”
Sebuah jawaban yang tampak jelas membalas. “Tentu saja, Tuanku.”
“Aku tahu dengan kebiasaan perkataanmu tapi apa kau sungguh merasa baik-baik saja?” Killian menatap wajah Rietta. “Aku tak mau kau kesakitan. Aku sudah membuatmu mengalami banyak tekanan selama perjalanan ini.”
Rietta membisu. Killian meneruskan, “Dan merupakan tugasku untuk menjagamu. Aku telah membawamu ke kastel Axias, dan karenanya sebagai tuanmu aku bertanggungjawab atas kesejahteraanmu. Di Havitas kau sudah mengabdikan dirimu padaku dalam pelayanan yang terlalu besar, dan bahkan perjalanan pulang yang tergesa-gesa ini adalah demi kepentingan kediamanku. Tak peduli apakah kau memilih untuk bergabung dengan Gedung Timur atau tidak, kau sudah menjadi salah satu orangku.”
Emosi-emosi aneh yang Killian rasakan dari Rietta pada perjalanan mereka menuju kuil saling bertumpang-tindih pada wajah tanpa ekspresi wanita itu. Killian berakhir mengajukan pertanyaan yang sebenarnya tidak ingin dia tanyakan. “Anak terkena wabah yang kau bicarakan sebelumnya…. Apakah itu adalah putrimu?”
Wajah Rietta membeku. Dia tampak seakan dibuat terkejut. Kemudian, lama kemudian, dia memecah kesunyian dengan mulutnya membuka dan menutup seakan hendak bicara namun kemudian membatalkannya.
“Kalau saya boleh….” Rietta berkata, wajahnya pucat. “Apa saya boleh mendiskusikannya lain kali?”
Killian sudah berpikir bahwa tak ada gunanya mendengar tanggapan Rietta. Rietta bicara seakan dirinya tak mampu bernapas, tergagap, “Kita harus bergegas kembali ke Axias. Dan Anda telah menyuruh saya untuk beristirahat.”
Seperti yang telah diduga, ini bukan Rietta yang normal.
“Baiklah,” Killian menjawab, dalam hati merasa lelah. “Pergi dan beristirahatlah. Semua jerih payahmu takkan diabaikan ketika kita kembali ke Axias.”
Sesaat berlalu, dan sebuah jawaban yang telah Killian perkirakan dari Rietta yang biasa pun kembali. “Kesempatan untuk membalas kebaikan Anda sudah cukup menjadi hadiah bagi saya.”
Jadi ini juga adalah Rietta.
Sikap wanita ini lancang, tapi daripada mendengar kata-kata melelahkan nan menyiksa yang terdiri dari maafkan saya, saya baik-baik saja, dan terima kasih, Rietta yang bersikap sesuka hati itu lebih baik. Killian sudah akan menyuruhnya pergi, tapi kemudian suara Rietta terdengar. “Kalau begitu apakah saya harus menempati kamar Anda?”
Wajah Killian membeku. “Apa?”
Tanpa sadar tangan Rietta memeluk tubuhnya. “Tubuh inilah yang Anda….” Mata biru hampa yang mengambang di wajah pucat itu tampak goyah dengan ganjilnya.
“Rietta…?”
Killian berdiri dan mengguncang bahu Rietta. Rietta berjengit seakan baru tersadar dan mendongak menatap Killian. Mata biru yang kembali fokus itu bertemu dengan mata Killian dan mengerjap.
“Apa yang baru saja saya ucapkan…?” Paras Rietta yang sudah pucat menjadi lebih putih lagi. Rietta pun melompat berdiri. “Saya sudah salah bicara. Selamat malam, Tuan.”
Rietta berlari keluar dari kamar itu seakan sedang melarikan diri. Dia tampak begitu putus asa sampai-sampai Killian bahkan tak berani memeganginya. Pria itu pun hanya berdiri di situ selama beberapa waktu, ternganga.