Like Wind on A Dry Branch - Chapter 22
Duke Agung Axias mengkonfirmasi bahwa akan memercayakan posisi Kepala Pendeta kepada Rietta. Begitu Uskup Agung dan para pendeta tingkat tinggi mendengar kabar yang telah mereka nantikan tersebut, mereka pun mengundang Rietta untuk membimbing dan memberitahunya tentang prosedur seremonial. Namun alih-alih membawa Rietta keluar, Killian malah membawa orang-orang itu masuk ke dalam kediaman mereka.
Semeja cemilan ringan dipasang di ruang gambar dan ruang pertemuan yang luas di lantai pertama kediaman. Killian sendiri yang naik menuju kamar Rietta dan mengawalnya turun. Karena kaki Rietta sedang terluka, Killian mengikuti kecepatan langkahnya sehingga Rietta tak perlu terlalu banyak bergerak. Setelah melihat pengawalan Killian yang penuh kehati-hatian, para pendeta saling membisikkan satu sama lain bahwa sang Duke Agung sangat menyukai wanita itu dan bahwa Duke Agung telah menjadi sosok yang sangat berbeda terhadap Rietta.
Setelah saling menyapa, sang Uskup Agung bergegas pergi, berpamitan untuk mempersiapkan upacara, dan memberitahu Rietta agar melakukan yang terbaik untuk upacara itu. Tampaknya sang Uskup Agung hampir tak sempat menyapa Rietta. Mereka pun membiarkan Beliau pergi dan mulai bicara.
Setelah kepergian sang Uskup Agung, para pendeta tingkat tinggi pada sebagian besarnya memimpin rapat dan mulai menjelaskan prosedur upacara pemberkatan besarnya. Meski ada bagian-bagian yang dimodifikasi karena karakteristik dari Kuil Agung Havitas, upacara pemberkatan besar itu pada umumnya serupa tanpa menjadi terlalu rumit. Rietta mendengarkan mereka dan terkadang mengangguk, mengingat-ingat prosedur dan hal-hal yang harus dilakukan.
Ketika rapatnya berlangsung hingga mencapai tahap tertentu, seorang pendeta tingkat tinggi bertanya, “Kalau boleh saya bertanya, bisakah Anda memberitahu pada tingkat apa kekuatan suci Anda?”
“Saya bisa memberi berkat dan melakukan penyucian. Saya cukup familier dengan pemberkatan tetapi kemampuan penyucian saya masih kurang.”
“Kalau begitu, apa Anda bisa mengusir iblis dan menyembuhkan?”
“Tidak bisa.”
Si pendeta berkata, “Oh, ya….” Dia memanjangkan bagian akhir kata-katanya dan menambahkan, “Apa Anda pernah bertemu dengan iblis yang agresif?”
Kali ini Rietta menggelengkan kepalanya lagi.
“Tidak. Saya tidak punya pengalaman dalam berhadapan dengan iblis tingkat menengah saya hanya pernah melihat roh atau iblis tingkat rendah yang lamban dan lemah.”
Si pendeta tingkat tinggi berkata, “Oh, begitu ya.”
Si pendeta hanya mengangguk. Dia berpikir bahwa, karena Rietta terlahir dengan kemampuan mata roh, wanita itu bisa melihat iblis dengan matanya. Tetapi dibandingkan dengan rumor-rumor yang beredar, wanita ini ternyata tak sehebat itu. Si pendeta tingkat tinggi tak punya kemampuan penyembuhan, tetapi dia bisa melakukan pengusiran iblis dan punya pengalaman dalam menghadapi iblis.
Rietta menambahkan dengan was-was, “Takutnya kurangnya pengalaman saya mungkin akan jadi merepotkan bagi upacara sucinya.”
Si pendeta tinggi menjelaskan seakan menunjukkan belas kasihan, “Yang bisa Anda lakukan sudah cukup. Ketika rembulan naik ke langit, semua pendeta akan berkumpul di sekeliling patung Dewi dan mulai berdoa. Kemudian, untuk waktu yang singkat kekuatan suci Anda akan bertambah berkali lipat oleh kekuatan suci yang membanjiri seluruh altar.”
Meski Rietta sudah mengetahui teori-teori tersebut, si pendeta tingkat tinggi masih menjelaskannya dari nol. Tetap saja, Rietta menganggukkan kepalanya dan mendengarkan secara seksama, kalau-kalau dia mungkin telah melewatkan sesuatu.
“Kemudian, Anda akan menjadi lebih sensitif secara spiritual. Ini adalah suatu perasaan asing di mana syaraf-syaraf Anda akan menjadi tegang terhadap semua yang ada di sekitar Anda, tetapi Anda tak perlu terlalu terkejut. Dalam beberapa kasus yang parah, indera-indera Anda mungkin akan sedikit menyimpang…. Tetapi Anda takkan perlu cemas sampai sejauh itu. Saya hanya memberitahu Anda terlebih dahulu bahwa ada beberapa kasus semacam itu yang terjadi begitu saja, jadi jangan terlalu terkejut kalau Anda merasakan keanehan.”
Bagaimanapun, pendeta tinggi ini memiliki sikap baik hati.
“Kalau Anda berpuasa dan membersihkan diri dengan benar, Anda mungkin bisa merasakannya sejak petang menjelang. Tetapi Anda mungkin tidak akan bisa merasakannya karena bagaimanapun sekarang ini adalah periode bulanan Anda….”
Killian menatap si pendeta tingkat tinggi. Dia bertanya-tanya soal siapa yang telah memberitahunya tentang kondisi fisik Rietta; si kesatria kuil atau pendeta.
Rietta bertanya hati-hati, “Apakah hal itu berpengaruh?”
“Tentu saja. Apa Anda tidak tahu? Pada periode bulanan itu, kekuatan suci dan sensitivitas spiritual Anda akan menurun.”
Si pendeta tingkat tinggi bersikap seperti orang yang tahu semuanya dengan mengatakan hal itu karena kepala pendeta di kuil ini juga seorang pendeta wanita, sehingga kadang-kadang para pendeta lainnya mempertimbangkan kondisinya. Dia juga berkata bahwa merupakan hal langka bagi seorang pendeta wanita untuk berdiri sebagai kepala pendeta dalam upacara, dan dia bertanya-tanya apakah Rietta tahu bahwa yang kali ini merupakan suatu pengecualian.
“Bagaimanapun juga, hal ini berada di luar kendali kami. Namun ini sangat disayangkan dalam berbagai hal karena kami telah mempersiapkannya secara seksama. Anda bahkan bisa melakukan penyucian, jadi fakta bahwa Anda takkan bisa menunjukkan kemampuan Anda seperti biasanya….”
Rietta menjawab hati-hati, “Untung saja, saya tidak punya banyak keluhan. Saya akan berusaha sebaik mungkin.”
Si pendeta tingkat tinggi tersenyum, menggelengkan samar kepalaya, dan menyandarkan tubuhnya.
“Sebenarnya, seorang pendeta wanita yang sedang mengalami periode bulanannya akan dianggap tidak bersih dan bahkan tak bisa memimpin upacara. Jadi sudah dianggap melanggar aturan ketika kami memutuskan untuk menunjuk seseorang yang bahkan bukan seorang pendeta menjadi kepala pendeta untuk upacara. Bahkan utusan Baginda Kaisar berkata demikian dan Yang Mulia juga….”
“Kenapa seorang pendeta bicara begitu banyak tentang tubuh seorang wanita?”
Killian menyela setelah mendengarkan percakapan mereka. Si pendeta membetulkan posturnya dengan wajah terperanjat.
“Oh, saya tidak bermaksud lain. Dari sudut pandang akademis….”
“Apa pun niatmu, tetap saja masih tidak sopan kalau tidak enak didengar. Minta maaf kepada Rietta.”
Rietta menanggapi dengan tenang, “Saya tidak apa-apa, Yang Mulia.”
Killian berkata dengan wajah tanpa ekspresi, “Aku yang apa-apa.”
Si pendeta tingkat tinggi tak bisa bilang apa-apa.
“Apa yang kau lakukan?” Killian menendang kaki si pendeta dari bawah meja. Si pendeta terperanjat namun bahkan tak bisa berteriak dan hanya berjengit mundur.
“Lanjutkan.”
Si pendeta tergagap dan meminta maaf kepada Killian dan Rietta dengan kepala tertunduk rendah, “Ma, maafkan saya. Saya tidak sensitif.”
Rietta merona dan menerima permintaan maafnya serta berkata bahwa hal itu tidak masalah. Killian tersenyum sinis dan kemudian mendecih seakan sedang menunjukkan belas kasihan.
“Terus lanjutkan. Kalau kau ingin kabur, kau bisa keluar.”
Wajah si pendeta berubah warna tanpa dirinya mampu duduk maupun berdiri. Rietta, yang merona, mengubah topik untuk menenangkan suasana.
“Apakah acara doanya dimulai sejak awal petang? Kalau begitu sisa waktunya tidak banyak.”
Seorang pendeta tingkat tinggi lainnya menyadari niatan Rietta untuk melepaskan dan melanjutkan rapatnya, maka dia menjawab, “Ya. Sebentar lagi, seratus dua puluh orang pendeta yang taat akan berkumpul di alun-alun.”
“Saya sudah pernah mendengar tentang spiritualitas kuil agung. Dengan patung Dewi Havitas dan seratus dua puluh orang pendeta, ini akan menjadi upacara yang benar-benar besar.”
Rietta tersenyum kepadanya. Demi menggantikan si pendeta tingkat tinggi yang tadi dibuat tak mampu berkata-kata, pendeta lain secara alami melanjutkan pembicaraan.
“Kekuatan suci yang luar biasa besar akan terkumpul di satu tempat. Orang biasa takkan merasakannya, tetapi para pendeta dan pengguna kekuatan suci bisa merasakan tekanan spiritual yang cukup besar. Ini adalah sebuah pengalaman berharga. Ketika upacara mencapai puncaknya, kekuatan suci yang pekat akan membebani tubuh dan akan membuat berbicara menjadi sulit.”
Rietta mengangguk hati-hati dan mengiyakan. Si pendeta lanjut menjelaskan tindakan-tindakan pencegahan dan prosedur-prosedur upacara.
“Semua ini bisa jadi agak terlalu berlebihan bagi orang yang memiliki sensitivitas spiritual luar biasa. Secara instingtif Anda mungkin akan ingin menyingkirkan tekanan itu, tetapi Anda harus menahan diri dari menggerakkan kekuatan suci Anda secara tiba-tiba sepanjang upacara kekuatan suci yang diperkuat ini tidak stabil dan bisa menghasilkan banyak pengaruh pada sekelilingnya.”
Para pendeta lain juga menambahkan saran-saran yang membantu.
“Kekuatan suci mencapai puncaknya hanya untuk waktu yang singkat. Ketika pemberkatan besar dipancarkan, maka tekanannya akan segera membaik dan efek samping sementara dari kekuatan suci yang terpusatkan perlahan akan memudar, jadi jangan khawatir.”
“Terima kasih atas saran Anda. Saya akan mengingatnya,” Rietta menjawab seraya tersenyum. Killian tak lagi menyela dan dengan membisu membiarkan Rietta bicara kepada mereka.
****
Setelah Rietta dan Killian kembali ke kamar mereka, para pendeta datang dan mengantarkan pakaian upacara. Mereka berkata bahwa doa bersama dari seratus dua puluh orang pendeta untuk mempersiapkan upacara pemberkatan besar segera akan dimulai.
Killian mengangguk santai dan menerima pakaian upacara itu. Sesaat kemudian, mereka menyadari bahwa mereka sedang menunduk menatap pakaian upacara itu.
“Rietta.”
Killian sudah hampir menyerahkan pakaian upacaranya kepada Rietta sebelum tiba-tiba dia menghampiri wanita itu. Rietta terperangah dan nyaris menjatuhkan pakaiannya. Hidungnya mengalirkan darah.
Buru-buru Rietta meletakkan pakaian upacaranya ke sofa dan berusaha memiringkan kepalanya. Tangan Killian melingkari punggungnya untuk menyangga kepalanya.
“Tundukkan kepalamu.”
Killian membawanya ke kamar mandi. Rietta membasuh dahi dan hidungnya dengan air bersih. Killian berdiri di belakangnya, mengernyit.
“Kau tidak apa-apa?”
“Ya. Sepertinya upacara doanya sudah dimulai. Saya akan segera membaik.”
“Apa ini karena upacaranya?”
“Ya, saya rasa begitu.”
Meski alun-alun di mana upacaranya berlangsung dan tempat peristirahatan mereka jaraknya cukup jauh, kekuatan suci yang menyebar dengan pekat mulai memengaruhi tubuh Rietta. Setiap kali jantungnya berdetak, kekuatan suci yang mengalir di dalam darah mulai menyentuh ke dalam tubuh, seakan hendak merasuk ke dalam tubuhnya. Tubuh Rietta sedikit bergetar.
Barulah setelah mimisannya berhenti, Rietta bisa mengganti pakaiannya. Akan tetapi, setelah berganti dengan pakaian upacara, Rietta harus bicara lagi kepada Killian dengan raut gundah.
“Umm… Tuanku, maafkan saya tapi….”
Seketika Killian menyadari apa yang salah dengannya. Luka di kaki Rietta kembali terbuka dan darahnya mengalir. Killian menghampirinya seraya mengernyit.
“Biar ku….”
Killian berhenti di tengah kalimat.
“Tidak, aku akan panggil Giselle.”
****
Giselle berlari naik dari lantai bawah. Darahnya cukup berhasil ditangani dengan obat penghenti darah dan perban, namun wajah Rietta merona dan keringat dinginnya mengalir.
“Rietta, apa kau merasa sakit?”
“Ya….”
“Kapan terakhir kali kau meminum penahan sakit?”
“Aku sudah menelan satu butir lagi sekitar satu jam yang lalu.”
Giselle menggigit bibirnya. “…. Ini takkan bisa. Satu-satunya penahan sakit yang punya efek lebih baik daripada itu adalah penahan sakit alucino. Aku akan berusaha mempersiapkannya untukmu.”
Begitu mendengarnya, alis Killian bergerak. Barulah kemudian Killian menyadari bahwa pakaian yang Rietta kenakan kini tampak mirip dengan pakaian ritual yang dilihatnya ketika dia pertama kali bertemu dengan wanita itu. Pakaian yang Rietta kenakan pada perjalanannya untuk dikubur hidup-hidup di dalam makam Casarius.
Persis sebelum Rietta membuka mulutnya, jawaban Killian datang terlebih dahulu.
“Jangan.”
Melihat Killian yang langsung menolak, Rietta menggumam dan menjawab kepada Giselle, “Ya, yang itu takkan bisa. Kalau aku minum alucino, akan sulit untuk melanjutkan upacara dengan pikiran jernih.”
Killian menatap Rietta dengan raut marah. Sebuah kalimat tak disangka-sangka terlontar dari mulutnya. “Aku akan hentikan upacaranya.”
Rietta terkejut dan menatapnya.
“Upacaranya sudah dimulai. Tak mungkin pihak kuil mau menerimanya.”
“Kalau begitu, aku akan minta mereka mengganti kepala pendetanya. Di sini adalah kuil, di mana-mana ada pendeta. Biar orang lain saja yang melakukannya.”
Rietta menggelengkan kepalanya. Dengan tenang dia menghadapi Killian dan menukas, “Apakah ada orang yang bisa kita percaya dan bisa diterima oleh kuil?”
Jelas, tak ada orang seperti itu. Rietta adalah seorang pemberi berkat – seseorang yang biasanya tidak punya kesempatan untuk menjadi kepala pendeta. Alasan mengapa pihak kuil menerima orang seperti Rietta adalah murni karena rekomendasi yang dibuat oleh Lectus Justin, yang juga merupakan perwakilan Kaisar. Dan baik Rietta maupun Killan juga tahu tentang itu.
“Sayalah satu-satunya orang yang siap, akan sulit kalau kita membiarkan orang-orang sampai tahu bahwa ada yang salah dengan tubuh saya. Dan terlebih lagi, mungkin sejak awal Baginda Ratu telah mempersiapkan orang lain untuk menggantikan kepala pendeta.”
Dengan mengesalkannya, kata-kata Rietta memang benar.
Blam!
Killian tak mampu mengendalikan amarahnya. Dia menendang meja dan membalikannya. Rietta berjengit dan menundukkan kepala.
“Maafkan saya, saya…. Saya akan segera membiasakan diri. Butuh waktu bagi tubuh saya untuk menyesuaikan….”
“Jangan minta maaf!” Killian berseru.
Giselle menatap Killian dan Rietta berganti-gantian tanpa mengerti kenapa Killian marah. Akan tetapi, Rietta juga kelihatan seperti tidak tahu alasan mengapa Killian bersikap seperti itu. Dengan hati-hati Giselle membuka mulutnya.
“Penahan sakit alucino berbeda dari sekedar alucino. Saya bisa mempersiapkannya tanpa membuatnya mengganggu pikiran, dengan masih memiliki efek penahan sakit. Karena penahan sakit yang sekarang tak bekerja, saya rasa ini adalah satu-satunya jalan.”
Killian mengernyit dan menatap Rietta, kemudian pergi ke luar. Giselle mendesah.
“Itulah izin darinya. Tapi kenapa Beliau begitu marah?”
Bahkan Rietta juga tak bisa mengetahuinya.