Like Wind on A Dry Branch - Chapter 190
“Sang Kardinal telah memulai percobaannya sejak lama. Dia terobsesi dengan pengujian-pengujiannya ketika saya pertama kali bertemu dengannya. Dia sudah mengerjakannya lebih lama dan telah mendapatkan hasil yang jauh lebih banyak daripada yang diketahui secara umum.
Dia memakai posisi pendetanya untuk mendekati para bangsawan, menyatakan penelitiannya sebagai hal yang bisa membebaskan orang dari rasa sakit yang disebabkan oleh iblis atas nama Dewa. Dia pergi menemui Cassarius untuk mendapatkan pendanaan, memikatnya dengan janji-janji untuk menghentikan penuaan, menyembuhkan penyakit, dan mengembalikan kemudaan. Kepada beberapa orang lainnya, dia berkata bahwa penelitiannya bertujuan untuk menempatkan kekuatan iblis sepenuhnya di bawah kendali manusia.
Salah seorang pendukung terbesar yang telah ditariknya adalah Permaisuri Aversati. Seperti yang mungkin telah Anda ketahui, sang Permaisuri cukup tak bisa diprediksi dan bukan merupakan orang terbaik untuk membangun hubungan jangka panjang berdasarkan kepercayaan.
Untuk membuat Permaisuri tetap senang, sang Kardinal terus-terusan mendemonstrasikan hasil-hasil penelitiannya dan menawarkan hadiah-hadiah berbahaya untuk hiburan. Dengan kata lain, sang Permaisuri diam-diam memberikan dukungan keuangan kepada Kardinal, dan Kardinal memberinya hasil-hasil pengujian iblis yang menarik sebagai gantinya. Belati yang dirasuki iblis itu adalah salah satu di antaranya.”
****
Sebuah obor mendarat di atas lingkaran sihir di altar. Minyaknya terbakar, menyebarkan lidah-lidah api ke seluruh simbol. Lidah-lidah api menyala-nyala dalam lingkaran sihir raksasa di lantai dan merayap menuju pusatnya.
Tawanan yang terikat di altar mulai panik, tak mampu berteriak akibat sumpalan di mulutnya. Tidak ada satu patah kata pun yang terlolos dari mulutnya, namun sekujur tubuhnya menggeliat dalam tangis putus asa untuk diselamatkan.
Tumbal manusia hidup itu mulai terbakar. Dia merayap panik dengan lututnya seakan berusaha lari dari api yang menyambarnya. “…!”
Duk! Tumbal itu terjatuh dari altar ke lantai, merintih dan meronta hebat. Darah memercik ke semua arah.
Salah satu wanita pendamping panik ketika menyaksikan hal itu dan jatuh pingsan, matanya berputar ke belakang. Mereka yang ada di belakang membawanya pergi tanpa bersuara sementara tumbal di depan dilalap lidah api.
Permaisuri Aversati, bersandar nyaman di kursinya, tidak berkedip sedikit pun ketika dia menyaksikan apa yang terjadi. Bau anyir darah dan daging terbakar membubung ke udara untuk menambahkan lapisan menakutkan lagi di atmosfer.
Sendi-sendi dan tulang belakang dari pria yang terbakar itu berderak sebelum dia akhirnya menghembuskan napasnya yang terakhir. Lidah api dari sihir hitam, dengan bahan bakar tumbal, berkobar-kobar mengelilingi simbol sihir itu.
Suara kekehan turun seiring dengan asap. “Wah. Perempuan ini benar-benar pantang menyerah,” di dalam api, si iblis menjawab sarkastis.
Blaar! Api membara dan menampakkan siluet dari seorang pria bertanduk. “Aku sangat tersentuh oleh komitmenmu yang tak bisa kujawab.”
Mata sang Permaisuri menekuk membentuk senyuman. “Senang berjumpa lagi denganmu, Exitius.”
Sang iblis api mengulas senyumaaaa miring ketika dia menunduk menatap Permaisuri. “Sama-sama, wahai wanita bangsawan. Kali ini, apa yang kau inginkan?”
****
“Tidak jelas bagaimana Kardinal Racionel bisa berhubungan dengan Permaisuri atau bagaimana dia berhasil membujuk Permaisuri hingga mau memberikan bantuan yang begitu besar. Dia kelihatannya cukup dekat dengan Permaisuri karena hanya sedikit orang yang bekerja untuk Pemaisuri dalam jangka panjang. Akan tetapi, akan terlalu dipaksakan jika beranggapan bahwa sang Kardinal merupakan sekutu sebenarnya dari Permaisuri. Lebih tepatnya, mereka memiliki kepentingan yang sesuai.”
****
Kembali ke kebun istana kekaisaran. Sebuah pemandangan berbeda terlihat di dalam ruang yang tidak nyata.
Istana diselimuti oleh api yang megah namun tampak damai. Sang permaisuri berjalan-jalan santai melewati sub ruang dengan ilusi dari istana di dalam lautan api.
Menatapnya, pria itu membuka mulut. “Hadiah-hadiah saya sepertinya tidak cukup bagus untuk membuat Anda terhibur, Baginda Permaisuri.”
Sang Permaisuri mengabaikan dan berjalan melewati orang itu, kemudian memetik sekuntum bunga di kebun. Hawa panas membara merekah di atas tangkai bunganya. Cahaya jingganya terpantul di wajah wanita itu.
“Saya kita Anda tidak suka dengan kehangatan pada kali terakhir,” pria itu berkata. “Saya tak tahu kalau Permaisuri saya ini begitu penuh dengan hasrat.”
Sang permaisuri mendekatkan lidah api itu ke hidungnya seakan hendak mengendusnya, kemudian mengamatinya dengan seksama seraya tersenyum. “Aku pasti bukan satu-satunya pendukungmu,” dia berkata. “Kau merasa cemburu?”
Si pria menatapnya sebelum berkata, “Saya sarankan Anda jangan melewati batas.”
“Batas apa?” Aversati memiringkan kepalanya, mengarahkan bunga membara itu ke sisinya.
“Saya yakin Anda tahu,” pria itu menjawab.
Aversati tersenyum miring dan berjalan ke arah pria itu. Sekali lagi dia meletakkan bunga tersebut ke kantong dada kiri si pria. “Oh, sungguh menakutkan.”
Dengan tenang sang Kardinal menunduk menatap Permaisuri alih-alih memberikan pujian yang biasanya. Lidah api telah mulai menyambar tubuhnya, dan dia pun menghilang menjadi abu di tengah-tengah sub ruang. Saat dirinya sudah benar-benar habis terbakar, sub ruang dari pemandangan berapi-api itu pun menghilang.
Kardinal Racionel membuka matanya setelah kembali ke kenyataan. Terkutuk, Permaisuri Aversati. Dia mengeluarkan desahan mendalam, mengusap wajahnya dengan telapak tangan, dan memeriksa kekuatan iblis dalam dirinya. Tanpa rasa kaget, iblis wabahnya sudah disegel, ditekan oleh energi iblis api. Ini adalah peringatan supaya tidak coba-coba menantang sang Permaisuri, sebuah pengingat akan posisinya.
Dia menarik napas dalam-dalam lagi. Dia sudah lupa orang macam apa wanita itu. Apakah dia sudah ditipu oleh permintaan romantis sang Permaisuri?
Sang Kardinal mengaktifkan kekuatan sucinya untuk memicu segel dan memeriksa apakah dia bisa membuka sendiri segelnya. Dia terkekeh – segelnya luar biasa tipis, dan membukanya tak mungkin bisa lebih mudah lagi. Segel itu begitu rapuh sehingga dia harus berhati-hati supaya jangan sampai merusaknya tanpa disengaja. Alasan kenapa Permaisuri telah memasang segel sepayah itu sederhana: cobai aku, sang Permaisuri sedang menantangnya. Wanita itu tak peduli pada kekuatan mengancam apa pun yang menjadi senjatanya, dan segel rapuh itu adalah undangan Permaisuri untuk menanganinya dengan sangat hati-hati. Ini bahkan lebih merendahkan lagi.
“Ini hanya untuk hiburan,” Permaisuri pernah berkata.
Wanita yang begitu licik. Permaisuri Aversati lebih cerdik daripada yang dia kira, dan dia menyesal karena telah menurunkan kewaspadaannya. Dia hampir tak pernah melihat Permaisuri mengawasinya dengan terhubung dengan iblis api lewat sihir hitam.
Dirinyalah yang telah mengajarkan mantra-mantra sihir hitam kepada Permaisuri, untuk menghibur Permaisuri yang tidak sabaran ketika dulu penelitiannya hanya menghasilkan sedikit kemajuan. Dia sudah lupa tentang hal itu karena sang Permaisuri hanya menunjukkan sedikit minat selama beberapa tahun setelah dia mengajari wanita itu, namun belati yang dirasuki iblis tersebut pasti telah membuat Permaisuri terkesan. Permaisuri telah menggunakan sihir hitam di tengah-tengah istana pada beberapa hari sebelumnya, tak peduli pada fakta bahwa wanita itu sedang dikurung, dan lebih tak peduli lagi pada posisinya sebagai orang yang menyelinapkan wanita itu keluar.
Para pendeta kekaisaran telah memprotes, namun dia berhasil meredakan hal itu dengan kekuasaannya. Sang Kardinal juga telah menyediakan tempat untuk menjalankan berbagai ritual untuk Permaisuri di mana energi sihir tidak bocor keluar. Namun inilah cara wanita itu membalas budi kepadanya.
Baiklah, aku mengerti. Permaisuri telah bicara pada iblis api agar menyerang Axias, yang sang Kardinal anggap sebagai keisengan masuk akal bagi Permaisuri yang sedang bosan. Dia juga berpikir kalau mereka akan gagal karena Axias adalah kuburan iblis yang terkenal. Exitius telah membuat kemajuan mengejutkan namun belum menguasai Axias, seperti yang sudah diperkirakan.
Akan tetapi, sebuah penemuan mengejutkan telah datang dari tempat lain – anak perempuan Beatrice. Racionel masih gemetar kegirangan ketika memikirkan kembali pada saat mangkuknya menampakkan siapa ‘Janda dari Sevitas’ itu sebenarnya. Semuanya sudah menjadi jelas begitu Ferdian melepaskan kekuatan iblis air. Tak diragukan lagi, wanita itu adalah anggota dari keluarga kerajaan Lamenta, keluarga yang diyakini sudah punah. Sekali lagi sang Kardinal mengulas senyum puas, teringat kembali pada momen kesadaran yang mendebarkan itu.
Akan tetapi, dari semua orang yang ada, wanita itu malah bersama dengan Duke Agung Axias. Persis ketika dirinya sedang larut dalam dilema, sang Permaisuri cukup berbaik hati untuk menghasilkan sebuah rencana. Rencana romantis sang Permaisuri kembali membuatnya gembira, cukup gembira untuk menepiskan penghinaan pada waktu itu.
Merasa murah hati, Racionel melindungi segel halus sang Permaisuri supaya jangan sampai hancur tanpa disengaja. Sebelumnya dia mengira kalau sang Permaisuri kecewa pada kegagalan iblis api dalam melahap Axias. Mungkin sebenarnya tidak, karena semuanya hanya untuk bersenang-senang.
Racionel tersenyum miring. “Inilah sebabnya kenapa kau selalu gagal, Permaisuri Aversati.”
Sang Permaisuri bukan penyihir maupun pemberi berkat. Semua yang bisa wanita itu lakukan adalah terus-terusan memberikan tumbal-tumbal menarik yang tak bisa ditolak oleh iblis sihir hitam. Sang Permaisuri telah mempekerjakan iblis api yang sombong dengan memberikan rasa sakit dan kematian dari manusia hidup tiap harinya. Wanita itu bahkan telah menyingkirkan alucino, sedikit belas kasihan terakhir bagi para tumbal hidup, untuk memberikan penderitaan dan rasa sakit dengan kualitas tertinggi kepada iblis api.
Hal ini sudah bisa diperkirakan bagi seorang manusia yang terobsesi oleh kekuatan iblis. Manusia itu bodoh, memang, sampai-sampai memberikan tumbal tiap hari demi mempertahankan iblis yang sebenarnya sudah berada di bawah kendali kekuatan suci.
Hanya kekuatan suci yang bisa memanipulasi iblis secara menyeluruh. Kau bisa merayu, membujuk, dan tergantung pada para iblis dengan memakai sihir hitam sesukamu, hanya untuk membayar harganya dan menjadi budak dari kontrak. Inilah batasan dari manusia. Kekuatan suci, di sisi lain, melampaui hidup dan mati serta menundukkan para iblis. Inti dari semua makhluk hidup – inilah jenis kekuatan yang dikejarnya.
Demi tujuan akhir itu, dia masih membutuhkan bantuan dari Permaisuri. Sang Kardinal tidak punya minat untuk kehilangan semuanya karena kesombongan, apalagi mengulang kesalahan manusia karena tidak belajar dari kegagalan.
Dia memutuskan untuk merendah sedikit lebih lama lagi. Dia sudah melakukannya selama dua puluh tahun. Dia bisa melakukan berbagai hal sesuai keinginan Permaisuri sebanyak yang wanita itu inginkan.
Hampir sampai. Sejak awal, tidak semua orang bisa berdiri di tempat tertinggi di atas semua makhluk hidup.
Kardinal Racionel, dalam jubah merahnya, merekahkan senyum cerah dan mengambil kitab suci di depan cermin.
****
Colbryn membuka pintu dan berlari memasuki ruang kerja Killian. Wajahnya seputih kertas. “Tuan!” serunya.
Sang duke agung dan Pendeta Tinggi Gilius memutar kepala mereka.
“A-ada keadaan darurat. Pa-para pemeriksa telah menuduh Nona Rietta dengan perbuatan bidah!”
“Bidah?”
Gilius melompat berdiri dari kursinya. “Atas dasar apa? Kuil mana yang bilang begitu?!” dia berteriak.
“Mereka adalah para pemeriksa dari Kuil Ashiluth!”
Persis pada saat itulah, Killian terbahak tanpa disangka-sangka. Gilius dan Colbryn menatapnya. Dia berhenti tertawa dan melepaskan jemarinya yang bertaut di atas lututnya. Akhirnya datang juga. Dia sudah mengantisipasi kuil-kuil yang membuat upaya semacam itu untuk menuduh Rietta.
Akan tetapi, hanya karena kau sudah memperkirakannya, tidak berarti kau tidak terkejut. Tuduhan praktek sihir tidak adil yang dulu diberikan pada ibunya kini ditujukan pada Rietta. Meski dia sudah menduganya, Killian merasa jauh lebih marah daripada yang sudah diperkirakan. Amarah itu membuatnya terkekeh.
“Rachel.”
“Ya, Tuan.”
“Bawa Rietta ke tempat yang sudah kuberitahukan padamu, dan lindungi dia.”
“Baik, Tuan.”
Dengan penolakan atas keanggotaan dan menyebarnya kabar tentang kepahlawanan Axias, kuil-kuil sudah ingin menyerang dan mendiskreditkan Rietta serta telah dengan tidak adil menuduh Rietta atas praktek bidah, penipuan, dan sihir hitam. Killian dan Axias tak memberi tanggapan apa-apa, jadi kunjungan para pemeriksa merupakan langkah logis berikutnya.
Para pemeriksa ditunjuk seizin uskup kuil dan bisa menyewa pendeta serta kesatria suci selayaknya prajurit pribadi. Dilindungi oleh ordo, para pemeriksa memiliki hak untuk mengunjungi wilayah mana pun tanpa perlu mendapat izin dan menginterogasi ataupun mengurung orang yang bersangkutan selama mereka bisa memberikan tiga dasar masuk akal untuk tindakan bidah yang dituduhkan. Mereka merasa bangga atas posisi mereka sebagai hakim-hakim agama, dan memiliki akses sah untuk menyiksa, merupakan sosok paling kejam dan sadis dari semua pendeta.
Killian sudah siap untuk hal ini. Dasar-dasar atas kecurigaannya, yang telah berusaha diberitahukan oleh Colbryn, sudah mencapai telinga Killian lewat Serikat Pencuri.
Ketiga dasar untuk menuduh Rietta adalah:
Pertama, Rietta sang pemberi berkat sudah bersikap diam tentang tawaran murah hati dari ordo yang memintanya agar mewarisi benda suci dari Kuil Havitas.
Kedua, sang pemberi berkat menyatakan bahwa dirinya adalah anak dari Beatrice, sang Putri Suci, menyesatkan orang-orang dan merendahkan putri terakhir dari Lamenta.
Ketiga, diperkirakan bahwa dia telah memakai sihir hitam untuk memanipulasi iblis selama perang iblis Axias.
****
Killian menangani sendiri masalah ini. Dia menghajar si pemeriksa dengan tangan kosong dan menggantungnya terbalik. Si pemeriksa dilepaskan persis sebelum dia mati beku.
Walaupun sang pemeriksa dilindungi oleh ordo, tak ada seorang pun yang bisa meributkan masalah ini dengan sang duke agung yang tidak memakai senjata mematikan ataupun membunuhnya. Musim dingin di Axias lah yang harus disalahkan.
****
Kabar menyebar tak terkendali mengenai apa yang telah sang duke agung lakukan kepada si pemeriksa. Para pemeriksa dari kuil-kuil lain yang tiba setelahnya bersikap jauh lebih baik. Menjadi pendeta yang mewakili kuil mereka dengan persetujuan dari uskup mereka, para pemeriksa cenderung merupakan orang agresif yang setidaknya memiliki kekuatan pengusir iblis. Sebagai ganti bertarung melawan mereka, Killian sudah setuju untuk menyuruh mereka bersiap menghadapi perang melawan iblis api.
Dia tidak melakukannya tanpa persetujuan Rietta. Ketika bertanya apakah dia bisa menangani mereka sendiri, Rietta menjawab, “Lakukanlah apa yang menurutmu benar.” Rietta tak bermaksud bilang bahwa Killian bisa membunuh mereka. Bagaimanapun juga, Killian adalah seorang kesatria pembela kebenaran yang mendapat persetujuan dari tuannya.
****
Secara ramah si pemeriksa meminta klarifikasi dengan sikap penuh kehati-hatian dan kesopanan. Kalau Rietta membuat membuat pernyataan resmi sebagai tanggapan atas tuduhan-tuduhan itu, mereka berjanji, hal itu akan mencapai markas-markas gereja dan menghentikan pihak kuil mengganggu Rietta lebih jauh lagi.
Axias menulis tanggapan resmi pada mereka untuk membela Rietta sang Pemberi Berkat:
Pertama, Rietta belum pernah mendapat kabar dari ordo. Duke Agung Axias tidak menyampaikan pesan itu kepadanya, menganggapnya tidak pantas mendapat tanggapan. Sang pemberi berkat, sebagai bawahan dari sang duke agung, tak bisa memenuhi perintah yang tak pernah diterimanya. Karenanya, jika ada orang yang pantas menerima tuduhan tindakan bidah atas alasan ini, orang itu seharusnya adalah sang Duke Agung Axias, bukan Rietta sang Pemberi Berkat.
Juga, Rietta adalah seorang pemberi berkat, bukan pendeta. Tidak seperti para pendeta kuil, yang mungkin menjadi subyek dari tindakan pendisiplinan karena telah berulang kali mengabaikan perintah, para pemberi berkat adalah bagian dari dunia sekuler. Mereka tidak dibayar oleh kuil dan karenanya tak punya kewajiban untuk menempatkan perintah ordo di atas kepentingan pribadi mereka. Sebuah perintah untuk mewarisi benda suci mungkin merupakan sebuah rekomendasi atua tawaran tetapi bukan sebuah perintah yang mengikat. Asxias menyarankan agar pihak ordo menelaah kembali doktrin-doktrinnya.
Kedua, para pendeta petarung kekaisaran, yang telah menyaksikan semua kejadiannya, menyatakan bahwa Rietta sang Pemberi Berkat tak pernah berpura-pura menjadi anak dari sang Putri Suci juga tak pernah menyesatkan orang-orang. Meski dirinya sendiri sadar akan desas-desus itu, Rietta tidak memulainya. Dia adalah seorang korban, bukan orang yang pantas menerima tuduhan perbuatan bidah. Mereka yang menyebarkan pernyataan yang belum dipastikanlah yang seharusnya menjadi subyek dari tuduhan perbuatan bidah.
Ketiga, menurut para penduduk Axias yang telah menjadi saksi mata atas dirinya selama berbulan-bulan, Rietta sang Pemberi Berkat telah menempatkan dirinya sendiri di posisi berbahaya untuk melindungi Axias.
Axias tidak akan menoleransi muslihat-muslihat tak masuk akal apa pun terhadap dirinya.