Like Wind on A Dry Branch - Chapter 182
“Kenapa Exitius menyerang Axias alih-alih Ottnang? Pertanyaan yang bagus.” Sebelumnya Morbidus tidak repot-repot menanyakan apa sebabnya. Dari sudut pandang para iblis, kota-kota ramai seperti Ottnang cukup mudah untuk disasar. Yang dibutuhkan hanya berpura-pura menjadi manusia di pasar-pasar prajurit bayaran, rumah-rumah judi, dan distrik-distrik lampu merah.
Akan tetapi, Axias berbeda. Wilayah itu tidak ideal untuk permainan yang mudah, dan bekas rumah bagi para naga itu memancarkan suatu energi yang tidak menyenangkan. Tanah yang menantang namun memberikan hasil memuaskan begitu dihancurkan. Juga ada rasa pencapaian karena menjadi iblis pertama yang mengalahkna tanah yang dijaga oleh naga. Akan berguna dalam bergabung dengan jajaran iblis-iblis tertinggi kalau cukup beruntung bisa membuat namanya jadi terkenal. Iblis-iblis muda seperti Exitius merasa kalau semua faktor ini menarik.
Morbidus tak punya alasan untuk menarik kekuatan dari memicu rasa takut dan penderitaan dalam lingkungan yang keras dan berpenduduk jarang. Akan tetapi, kini karena kekuatan naga sudah memudar dan dia memiliki bantuan yang berguna, perburuan itu patut untuk dijajal. Exitius tak punya alasan untuk tidak mencobanya. Semakin besar energi suci yang dikotori, semakin agung penderitaan manusianya, dan semakin murni kehidupan yang dihancurkan, maka semakin besarlah kekuatan yang didapatkan oleh para iblis.
Cerita Morbidus mengingatkan Rietta tentang Exitius, yang sepertinya sudah kabur ke Pegunungan Hella. Para pendeta petarung dan pemburu dari Lembah Naga telah membentuk tim pencarian untuk melacak Exitius kalau-kalau dia kembali atau balas dendam.
Killian telah memberitahu Rietta agar tak usah cemas, namun Rietta ingin membantu. Rietta larut dalam pemikiran.
iblis api. Musim dingin di Axias dingin luar biasa. Sejumlah orang akan mati beku, dan kayu bakar untuk pemanas ruangan akan mendatangkan banyak kecelakaan termasuk kebakaran. Tidak ada persiapan yang sepenuhnya tak bercela, dan hawa dingin ekstrim serta api adalah masalah terbesar yang dihadapi Axias setiap musim dingin tiba. Rietta menatap ke luar jendela seraya merenung. Salju turun.
****
“Kekuatan suci yang besar serta leluhur bangsawan adalah sebab kenapa para iblis mau menjalin kontrak dengan keturunan kerajaan Lamenta. Terkenal baik atau buruk, sebuah nama yang terkenal akan mendapatkan kekuatan. Dan para iblis sangat senang ketika pikiran orang-orang dikotori oleh duka, rasa takut, atau kebencian. Semakin baik pengakuan atas nama dan semakin lama ketenarannya berlangsung, semakin agunglah nama itu.
Terlebih lagi, garis keturunan Aeulatio telah menghasilkan pendeta-pendeta suci wanita secara turun-temurun sejak sebelum Lamenta berdiri. Manusia dan iblis memiliki standar yang serupa dalam hal kebangsawanan, tapi tidak selalu. Bagi para iblis, para pendeta wanita Aeulatio lebih terhormat daripada penguasa benua. Para iblis memiliki perbedaan masing-masing, sama seperti manusia dalam hal ketamakan. Tetapi tak peduli apakah yang kau inginkan adalah kekuasaan atau makanan enak, iblis mana pun pasti akan tertarik dalam membuat kontrak dengan mereka. Hanya sedikit manusia yang bisa memberikan jamuan sebaik mereka.
Apakah keturunan Aeulatio menjalin kontrak demi keuntungan mereka? Mungkin memang demikian, tergantung pada bagaimana Anda memandangnya. Benar, para pendeta wanita Aeulatio telah menundukkan banyak iblis, termasuk iblis-iblis besar, ke dalam kontrak turun-temurun. Tetapi dengan mempertimbangkan sedikitnya jumlah kontrak, saya ragu kalau mereka selalu memaksa para iblis agar sepakat pada persyaratan-persyaratan yang menguntungkan mereka.
Mungkin akan terdengar dipaksakan kalau berpendapat bahwa semua iblis yang mengikat kontrak dengan mereka tanpa mengharapkan banyak sebagai gantinya melakukan itu hanya karena menghormati mereka. Pertama, mereka sudah memiliki terlalu banyak iblis untuk bisa memberikan kendali penuh; dan kedua, konsekuensi dari kontrak dengan beberapa iblis mungkin saja benar-benar tak bisa dikendalikan. Anda tak bisa berasumsi bahwa para manusia selalu lebih unggul, bahkan jika mereka adalah keturunan dari sang ratu suci.
Iblis-iblis yang terikat dengan kontrak tak bisa berbohong atau melukai orang yang membuat kontrak dengan mereka demi memenuhi kepentingan pribadi mereka. Jika mereka melanggar kontrak dengan garis keturunan itu, konsekuensinya akan cukup berat untuk membuat si iblis binasa. Jadi para iblis tidak akan mengkhianati mereka atau melakukan hal yang gegabah. Namun jika para keturunan Aeulatio sepakat untuk menawarkan sesuatu yang konsisten kepada para iblis sebagai pertukaran dalam kontrak itu….
Semua ini tak lebih dari spekulasi, tapi saya bisa memberitahu Anda tentang satu hal: keturunan Aeulatio dulunya memiliki jumlah anggota yang besar. Waktu yang amat panjang berlalu, dan mereka mendirikan sebuah kerajaan di mana mereka berkuasa sebagai keluarga kerajaan. Mereka dilindungi oleh kerajaan, tetapi untuk suatu alasan tertentu populasi mereka terus berkurang hingga keturunan itu tinggal memiliki satu anak perempuan dalam tiap generasinya. Pada akhirnya sejarah keluarga selama ribuan tahun pun punah, menyisakan tak lebih dari satu orang pendeta wanita.
Apakah ini karena kerajaan kecil itu gagal melindungi raja mereka di tengah-tengah peperangan? Saya tidak yakin. Walaupun hal itu mungkin memang adalah faktor penentu, pada masa-masa damai mereka juga mengalami kesulitan.
Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, semua ini murni cuma spekulasi. Saya berbagi pemikiran saya dengan Anda adalah untuk berjaga-jaga. Saya tak tahu detil lengkap dari masing-masing iblis yang ditakhlukkan dan hubungan kontrak mereka dengan keluarga kerajaan Lamenta. Semua yang saya punya adalah kekuatan iblis dengan fakta yang sepotong-sepotong, dan kontrak-kontrak itu tidak diwariskan pada saya. Anda mungkin ingin bertanya sendiri kepada Rietta atau Morbidus tentang hal itu. Akan tetapi, mohon ingatlah bahwa iblis bisa selalu berbohong kepada siapa pun selain kepada orang yang menjalin kontrak dengan mereka.”
Setelah mendengarkan pernyataan Ferdian, Killian memikirkan tentang Rietta dan Morbidus, serta Santa Tania dan Mordes.
“Apa Anda wajib menumbalkan nyawa manusia atau mengalami penderitaan sebagai pertukaran untuk kontrak itu?” Killian pernah menanyakan hal ini kepada Santa Tania sebelumnya.
“Tidak, Yang Mulia. Untung saja Mordes tidak sejahat itu. Percaya atau tidak, dia belum pernah terlibat dalam sesuatu semacam sihir hitam.”
Killian menundukkan pandangannya.
****
Rietta dan Killian berpindah-pindah secara teratur antara rumah Rietta dan kastel. Dengan ruang pakaian Rietta kini memiliki nama resmi, sekarang Rietta telah memiliki posisi kokoh di kastel. Orang-orang yang menyebutnya sebagai sang pemberi berkat sudah cukup untuk membenarkan keberadaannya. Rietta tinggal selantai dengan sang duke agung di dalam kastel sebagai dirinya sendiri, Rietta, bukan sebagai duchess agung atau sang selir. Tak ada seorang pun yang memandang rendah dirinya karena tidak menjadi istri, selir, juga bukan pendeta, dan semua orang menawarkan tempat duduk kepadanya di meja rapat kapan pun partisipasinya memadai. Dia selalu diundang sebagai pemberi berkat kastel alih-alih kekasih sang duke agung bahkan meski semua orang tahu tentang hubungan mereka.
Para pendeta petarung kekaisaran memutuskan untuk tinggal lebih lama di Axias. Alasan yang disebutkan adalah untuk merespon pertarungan sengit melawan iblis demi membela Axias. Alasan lainnya yang lebih tidak resmi adalah demi mencari kesempatan untuk bekerja bersama Rietta, kunci potensial untuk mengurai kutukan mematikan terhadap sang Kaisar.
Killian melindungi Rietta dari latar belakang yang rentan ini. Ketika dia tak bisa bersama dengan Rietta atau ketika Rietta tak perlu hadir, Morbidus menyembunyikannya. Sebagian besar orang tidak menyadari adanya iblis yang bersembunyi di dalam kastel. Meski beberapa pendeta telah memergokinya, tak ada seorang pun yang berani mengungkapkan spekulasi mereka terang-terangan.
Rietta melakukan semua yang dia bisa untuk melindungi dirinya sendiri. Dia tidak menolak penjagaan ketat dari Killian dan para kesatrianya ataupun bantuan dari sang iblis. Killian yang mengurus semua hal lainnya.
Yang mengejutkan Rietta, Killian mulai bertemu secara pribadi dengan Ferdian tanpa dirinya. Killian tidak menyebutkannya secara terang-terangan ataupun merahasiakannya, namun interaksi yang sering terjadi itu tentu saja membuat Rietta mengetahui tentang si pengunjung. Rietta jelas merasa kaget dan memikirkan tentang pertemuan-pertemuan yang terjadi terlalu sering untuk dianggap sebagai hadiah atas kontribusi Ferdian terhadap Axias. Padahal menurut perkiraannya, Killian akan menawarkan hadiah yang sangat besar, memberi Ferdian apa pun yang pria itu inginkan, lalu tak pernah lagi menemuinya.
Meskipun dia tak memiliki perasaan tertentu yang terlalu kuat terhadap Ferdian, Rietta memang keberatan kalau dari semua orang yang ada, kebetulan Killian malah sering menemui Ferdian. Apakah dirinya akan terlalu berprasangka kalau beranggapan bahwa sebagian besar yang mereka bicarakan adalah tentang dirinya dan Jade? Lalu terpikirkan olehnya bahwa Axias dan Caligo merupakan rekanan bisnis perdagangan yang besar, dan sang count sudah mulai memanipulasi para iblis. Rietta pun menggosok tengkuknya karena rasa malu.
****
Rietta mendongakkan kepalanya ketika dia mendengar suara ringkikan akrab dan derap tapal kuda.
“Killian!” Dia melompat bangkit dan berlari penuh semangat menuruni tangga. Killian melompat turun dari kuda dan melangkah maju seraya mengulurkan tangannya.
Rietta menjejakkan kakinya dan membentangkan lengannya untuk menjaga keseimbangan ketika meluncur menuruni bukit yang curam. Killian menangkap wanita yang meluncur turun ke dalam pelukannya dan menyapanya dengan kecupan di mata. Rietta memegangi lengan Killian dan mengulas senyum bebas.
Killian menautkan jemarinya di belakang punggung. “Kenapa kau keluar? Hawanya dingin,” tegurnya pada Rietta. Dia berharap Rietta mengatakan sesuatu semacam, “karena aku merindukanmu,” namun Rietta tak punya nyali untuk melakukannya dan tersenyum malu-malu sebagai gantinya.
“Kau tak kedinginan?” Rietta bertanya seraya tersenyum, menangkupkan kedua tangannya ke wajah Killian.
Killian menggenggam tangan Rietta dan tersenyum. “Aku kedinginan,” keluhnya main-main. Dia membuka jaketnya dan menarik Rietta mendekat. “Ayo masuk.” Kedua tangannya hangat. Killian bahkan tidak berusaha berpura-pura seakan kata-katanya sungguhan. Menyadari bahwa Killian sama sekali tidak kedinginan, Rietta pun menguburkan kedua lengannya lebih erat ke dalam pelukan Killian. “Kalau begitu kita tetap di sini sedikit lebih lama lagi.”
Killian menaikkan alisnya dan mulutnya membentuk kata-kata kenapa?
“Karena di dalam kita tak bisa berpelukan,” Rietta berbisik dan terkikik.
Killian mendapati kalau jawaban Rietta begitu manis sehingga dia tak bisa mengendalikan ekspresi wajahnya. Tanpa sadar dia jadi meniru senyum Rietta. “Kenapa kita tak bisa berpelukan?”
“Karena orang-orang bisa melihat kita,” Rietta berkata, membenamkan hidungnya yang dikerutkan. Kemudian dia mendongak menatap Killian, pipinya merona.
Wanita menggemaskan ini nyaris membuat Killian sakit. Dia membayangkan memberitahu seluruh dunia betapa manisnya Rietta, kemudian merasa tergoda untuk menyimpan Rietta rapat-rapat supaya hanya dia yang bisa melihat wanita itu. Jantungnya yang berdebar kehilangan kendali, dan bibirnya yang melengkung naik tak mau kembali turun. “Biarkan saja mereka melihat kita, aku tak peduli,” ujarnya.
Kemudian terpikirkan olehnya bahwa hal itu mungkin membuat Rietta merasa tidak nyaman. Kalau begitu aku tak bisa melakukannya. Killian memeluk Rietta erat-erat dan menambahkan, “Aku akan suruh mereka minggat kalau tuanku merasa tidak nyaman.”
Rietta balas memeluknya seraya tersenyum manis. Aku tak keberatan kalau kau tak melakukannya, dia menjawab dengan pelukannya.
Napas Rietta mengambang di udara seperti permen kapas. Dia tak perlu mengucapkan kata-kata manis itu secara terang-terangan. Dari langkah-langkah kaki Rietta yang bergegas dan berisik yang tertuju kepadanya, Killian sudah tahu bagaimana perasaan Rietta. Ini adalah sesuatu yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sesuatu yang luar biasa membahagiakan.
“Ternyata sang putra mahkota tak tahu bagaimana cara melayani tuannya dengan benar,” sela Morbidus, merusak suasana romantis yang sudah lama ditunggu-tunggu.
Morbidus dan Killian saling berpandangan dari balik bahu Rietta. Killian menyeringai. Memeluk Rietta, dia menjawab, “Sangat jauh kalau mengharapkan sopan santun yang sepantasnya dari seorang pangeran buangan.”
Morbidus mengabaikan Killian dan memberi isyarat pada Rietta dengan wajah datar. “Masuk kamar sana. Nggak ada bedanya.”
Pasangan itu mendongak untuk mendapati beberapa pasang mata yang mengintip keluar dari jendela. Para penonton yang gembira itu langsung kabur, pura-pura sibuk.
“.…”
Bahkan pasangan baru yang baru saja jatuh cinta pastinya merasa malu oleh teguran orang-orang. Rietta berusaha menjauh seraya tersenyum kikuk, tapi Killian menariknya mendekat. Berani-beraninya kau menegur kekasihku? Dia membatin. Siapa yang peduli soal iblis pertama. Kau itu cuma iblis pribadi Rietta. Dia menyeringai pada Morbidus. “Hei, iblis. Kenapa kau tak menyembunyikan kami dengan dinding pelindungmu?”
“Kenapa harus?” si iblis membalas.
Killian tersenyum cuek alih-alih balas mendebat, kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Rietta dan membisikkan sesuatu. Morbidus tak bisa mendengar apa yang dia katakan, tapi kelihatannya seperti kalau Killian sedang mencium Rietta. Morbidus berakhir dengan mengedutkan sebelah alisnya. Rietta berjengit dan mendorong Killian menjau, tapi Killian tak mau melepaskannya.
Morbidus tak bisa melihat senyuman Rietta ataupun mendengar percakapan romantis mereka. “Lepaskan dia, manusia,” geramnya.
Killian tak mau repot-repot melihat ke arah Morbidus. Merasakan kehangatan di dadanya, dia berkata, “Aku yakin tuanku sudah bilang begitu sebelumnya.”
Bibir Morbidus berkedut naik. “Rietta, bajingan tidak penting ini sepertinya tak mengerti seperti apa seharusnya hubungan antara majikan dan pelayan itu. Aku ingin memberi dia pelajaran, kalau kau tak keberatan.”
Kali ini, Killian menguburkan dagunya ke bahu Rietta dan berkata, “Rietta, tidak bermaksud menyalahkanmu karena bersikap terlalu baik, tapi aku ingin menyarankan agar kau jangan membiarkan bawahanmu menantangmu.”
“Ha….” Morbidus mengeluarkan desahan panjang penuh rasa frustrasi. Dia tesenyum dan menarik keluar sabitnya. “Kau yakin?”
Sejauh ini, hari-hari penuh dengan kedamaian.