Legend of Concubine’s Daughter Minglan - Chapter 27
Qi Heng terlahir dengan sendok perak di mulutnya dalam sebuah keluarga bangsawan tingkat tinggi. Wajah tampan dan temperamennya yang ceria serta lembut mirip dengan Kakak Bao*, namun dia lebih bijaksana dan beraspirasi daripada Kakak Bao, punya hasrat untuk belajar secara sukarela tanpa perlu tekanan dari ayahnya. Setelah tiga kali makan siang di Aula Shou’an, senyum menyejukkannya, sikap terhormatnya, serta kata-kata anggunnya bahkan membuat Mama Fang, yang telah menjanda selama dua puluh delapan tahun, melembutkan wajah sedingin es puluhan tahunnya itu sedikit.
(T/N: Kakak Bao / Bao Gege; nama lengkapnya adalah Jia Baoyu, tokoh utama pria dalam novel Impian di Bilik Merah / Hong Lou Meng. Dalam kisah itu, Jia Baoyu adalah seorang pemuda tampan dan santun dari keluarga bangsawan yang suka bermain dengan sepupu-sepupu wanitanya namun tak menikmati belajar, kecuali bila dihukum habis-habisan oleh ayahnya)
Kira-kira dua puluh tahun yang lalu, Keluarga Qi mencapai kejayaannya. Kedua putra dari Duke Qi menikahi putri-putri bangsawan yang kenamaan. Putra tertua menikahi putri tertua dari Jenderal Besar dan paman sang pangeran dari pihak ibu, sementara putra yang lebih muda menikahi satu-satunya anak perempuan dari Marquis Xiangyang, membuat Duke Qi yang waktu itu memiliki peringkat terendah di antara para bangsawan menjadi luar biasa berpengaruh. Bagaimanapun juga, keberuntungan memiliki harga. Kedua menantu itu, dengan peringkat yang tinggi, memiliki temperamen mereka, membujuk ibu mertua mereka hingga linglung karena gembira dan tanpa ampun mendisiplinkan suami-suami mereka dalam segala segi.
Menantu tertua, memakai strategi tangan besi ayahnya dalam kemiliteran, membersihkan semua selir dan kekasih suaminya, hanya meninggalkan seorang putra. Sayangnya, putra itu memiliki kesehatan yang sangat buruk sehingga dia harus hidup tergantung pada obat-obatan seakan dirinya telah menjadi kendi obat. Meski kini keluarga asli wanita itu sudah jauh tak sekuat dahulu, Tuan Pertama Qi – sang suami sudah terlalu tua untuk mengupayakan putra lainnya. Beberapa tahun kemudian, menantu dari anak yang lebih muda menikah ke dalam Wisma Qi, dan dia meniru kakak iparnya dalam mendisplinkan ayah Qi Heng – Tuan Kedua Qi. Setelah melahirkan Qi Heng, Pingning Junzhu ini tak mampu lagi mengandung, namun dia tak pernah mengizinkan Tuan Kedua Qi membuka medan perang kedua (T/N: maksudnya menikahi selir), jadi dia harus menikmati kehidupan pahitnya dalam menjaga sang Junzhu dan seorang selir tua yang tak punya anak.
Selain dari sepupu Tang (T/N: sepupu semarga, anak dari saudara laki-laki ayah. Di sini berarti putra dari Tuan Pertama Qi) yang telah terbaring di ranjang dalam kamarnya selama bertahun-tahun, Qi Heng tak punya saudara atau saudari lainnya. Dia kadang bergaul dengan beberapa sepupu Biao (T/N: sepupu tidak semarga, anak dari saudara ibu), tapi sangat jarang dengan sepupu Biao yang wanita karena Pingning Junzhu, ibunya, akan mengawasi lekat-lekat gadis manapun yang punya kesempatan untuk menjadi calon menantunya. Semenjak pergi ke kediaman Sheng untuk belajar dan di bawah cuci otak tanpa henti dari Pingning Junzhu tentang konsep pemisahan antara pria dan wanita, Qi Heng dengan sengaja menjaga jarak dari kedua gadis secantik bunga Molan dan Rulan. Hnaya Minglan pengecualiannya.
Karenanya, bagi Qi Heng, Minglan adalah satu-satunya adik perempuan yang pernah dia temui selama ini. Wajah cantik dan menggemaskan Minglan yang seperti tupai kecil gembil telah mendapatkan perhatian Qi Heng sejak pandangan pertama. Namun, gadis kecil imut ini suka meluruskan wajah menggemaskannya, berpura-pura serius. Setelah beberapa kali bersantap dengannya, Qi Heng jadi semakin dan semakin tak mampu menahan dorongan untuk menggoda Minglan. Pada kenyataannya, Qi Heng adalah orang yang baik. Hari berikutnya setelah dia menikmati sup ikan dan ikan kering yang telah Minglan kirimkan, dia memberi gadis itu setumpuk resep segala macam sup, menu makanan pengobatan, serta resep makanan yang terbuat dari tepung yang sangat berharga. Melihat Minglan mengerjakan jahitan, dia pun membawakan gadis itu beberapa buku tentang contoh sulaman, bersama dengan sebuah kantong yang berisi benang-benang mutiara dalam lusinan warna yang paling trendi di Ibu Kota.
Minglan tak bisa menahan godaan untuk menerima hadiah itu, kebaikan yang mana membuatnya jadi luar biasa manis dan ramah. Dia memindahkan kursi, membuat teh untuk Qi Heng, dan mengoceh, “Kakak Yuanruo pasti lelah karena belajar; Kakak Yuanruo beristirahatlah,” begitu dia kembali dari sekolah. Bertingkah seperti seekor tupai sibuk yang berlarian ke sana dan ke sini, nadanya saat bicara dengan Qi Heng berubah jadi manis dan lucu.
“Adik Keenam, kau menindas makhluk lemah.” Qi Heng dengan sengaja menggoda Minglan, memperhatikan saat gadis kecil itu menyodok-nyodok ikan mas dengan sehelai rumput air.
Minglan menyanggah dengan polos, “Nggak kok. Sebelum memulai perkelahian, aku tidak tahu kalau dia lebih lemah daripada aku.”
“Lalu kenapa kau tak meneruskan?” Qi Heng bertanya kepadanya, melihat gadis itu melemparkan rumputnya.
Minglan menjawab jujur, “Kakak Yuanruo, aku mendengar kata-katamu. Aku tidak boleh menindas yang lemah.” Namun diam-diam dia menggumam pada dirinya sendiri, ‘Betapa penjilatnya aku!’
Qi Heng sangat gembira dan dengan lembut membelai kepala Minglan seraya tertawa lantang. Sosoknya yang halus dan lembut tampak santai dan menampakkan kilauan mencengangkan seperti sebuah figur dari gambar Gu Kaishi (TN: pelukis terkenal dari Tiongkok Kuno) yang menggambarkan tentang keeleganan dan kecantikan dari Dinasti Jin dan Wei, yang menawan seluruh gadis pelayan di Aula Shou’an.
Pada hari keempat, dia akhirnya tidak muncul untuk makan siang. Minglan kembali mengeluarkan rumput airnya, menghampiri ikan emasnya dengan santai.
“… Nona Muda.” Xiaotao masuk dengan, di kedua tangannya, sebuah keranjang halus yang berisi rumput, cukup kebingungan, “Tuan Muda Qi telah mengirimkan ini kepada Anda, berkata bahwa akan lebih mengasyikkan bila menggoda ikannya dengan rumput ini.”
Minglan terdiam, kaget dan tak mampu berkata-kata. Baiklah, mungkin dia memang berpikir terlalu berlebihan….
Sejak Molan pindah ke Paviliun Weirui, Wang-shi tersangkut dalam masalah. Meski di permukaan semua nona muda memiliki jatah bulanan yang sama, dia tentunya memberi lebih banyak kepada putrinya secara pribadi. Saat orang lain menerima tiga setel pakaian setiap musimnya, putrinya akan menerima dua lagi. Karena Nyonya Besar tak pernah mengkritik tentang hal ini, Wang-shi tentu saja senang bisa pura-pura bodoh. Bagaimana dia bisa menyangka kalau Molan yang tampak rapuh ternyata memiliki sepasang mata yang tajam dan akan menangis selama setengah harian bahkan saat Rulan mendapatkan satu lagi tusuk rambut baru. Dia akan menangis sampai matanya memerah dan bengkak serta wajahnya pucat pasi ketika dia berjalan keluar masuk dalam upaya membiarkan semua pelayan melihat situasinya. Wang-shi begitu membencinya sehingga dia sendiri merasa hampir akan menampar Molan.
Pengurus Rumah Liu Kun menasihati, “Nyonya jangan marah. Apa hal terburuk yang bisa terjadi bahkan bila dia menangis di depan Tuan? Ketiga nona muda memiliki pelindung mereka sendiri, yang mana telah Tuan mengerti. Nona kita memiliki Anda; Nona Muda Keempat memiliki Selir Lin; Nona Muda Keenam punya Nyonya Besar. Mereka semua mengurus urusan mereka masing-masing. Bila Molan bisa, biarkan saja Selir Lin mengambil kembali urusannya dan memindahkan Nona Muda Keenam dari Aula Shou’an ke paviliun Weirui. Hanya ketika Anda, Nyonya, benar-benar bertugas dalam mendidik para nona muda ini, barulah Tuan bisa menyalahkan Anda karena pilih kasih.”
Wang-shi agak kesal. “Bagaimana mungkin aku tak pernah tahu hal ini? Aku tak takut untuk menghadapi Tuan, tapi gadis sialan itu keluar masuk dengan wajah tertindas, entah seberapa buruk yang orang-orang pikirkan tentang aku.”
Pengurus Rumah Liu Kun tersenyum, “Gadis itu tak terlalu pintar. Dia mengira kalau entah bagaimana dia bisa memanipulasi Anda dengan cara seperti ini. Nyonya, Anda sekalian saja melaporkan situasinya kepada Tuan terlebih dahulu, katakan kepadanya bahwa Anda tidak memukul ataupun memakinya tetapi memberinya makanan dan tempat bernaung yang terbaik. Akan tetapi, entah kenapa dia terus menangis sepanjang hari. Anda takut kalau Anda tak bisa mengurus dia dengan baik dan akan lebih baik bila mengirimkan dia kembali. Lagipula, Anda, Nyonyaku, tak pernah menyentuh dia. Kita lihat saja apa yang bisa dia karang? Kalau dia berani menyatakan bahwa Anda lebih memihak orang lain ketimbang dirinya, Anda akan punya alasan untuk menuntut dia.”
Wang-shi meragu, “… Bagaimana kalau dia tetap diam dan terus menangis?”
Pengurus Rumah Liu Kun menggeleng, “Nyonya, kalau begitu masalahnya, Anda bisa menyatakan bahwa anda tak pernah diberi ucapan terima kasih tetapi malah dihadapkan dengan gadis itu yang menangis siang dan malam seakan Anda adalah ibu tiri yang jahat. Anda tak mau menerima tuduhan jahat itu tanpa alasan dan meminta Tuan memberi keadilan bagi Anda.”
Wang-shi mendapati bahwa metode ini sedikit keras namun tak bertentangan dengan etika, jadi dia melakukan seperti yang telah diberitahukan oleh Pengurus Rumah Liu Kun. Mendengar kata-kata itu, seperti yang telah diduga Sheng Hong merasa kesal dan memanggil Molan. Para pelayan di luar hanya mendengar tangisan tanpa henti Molan bercampur dengan amukan murka Sheng Hong. “… Dari mana kau mempelajari trik rendahan seperti menangis untuk memaksa orang lain? Kenapa kau belum juga belajar tentang cara bersikap seperti seorang nona dari keluarga terhormat? … Ambil kembali urusannya….” Kemudian Sheng Hong pun melambaikan lengan bajunya dan pergi.
Semenjak dirinya dilahirkan, Molan tak pernah dimarahi oleh ayahnya, jadi dia menangis sepanjang malam. Keesokan paginya, dia pergi untuk memberi salam kepada Wang-shi dengan sikap yang baik – menyajikan teh dan minuman seperti anak kandung wanita itu. Dia mendengarkan apa pun yang Wang-shi katakan kepadanya dan mengangguk bahkan bila ditegur. Melihat sikapnya yang baik dan rautnya yang begitu mengibakan, Wang-shi tak punya alasan lain untuk melakukannya terlalu jauh dan juga bersikap selayaknya seorang ibu.
Di zaman kuno, merupakan sebuah masyarakat patriarki dengan pemisahan tugas yang jelas bagi pria dan wanita. Para pria harus bertugas mencari uang sementara wanita mengerjakan urusan domestik. Anak-anak mereka juga diasuh secara terpisah berdasarkan jenis kelamin. Sheng Hong bertanggungjawab atas pendidikan para anak lelaki, melayani negara sebagai pejabat dan mendukung keluarga sementara Wang-shi membentuk sifat-sifat para anak perempuan, membagikan uang jatah bulanan, menangani urusan domestik dan mengatur para pelayan. Ditambah lagi, dia juga harus mengurus soal pakaian dan perhiasan secara teratur. Contohnya, bila ada pertemuan sosial dengan para anak perempuan dan istri dari para pejabat di Perfektur Deng, dia akan menghadirkan ketiga anak perempuan tersebut untuk bertemu dengan para tamu. Hal yang aneh adalah, dalam dua dari tiga pertemuan, Nyonya Besar Sheng mencegah Minglan menghadiri pertemuan.
Menjadi ibu sah selama beberapa hari, Wang-shi tiba-tiba mengerti dan mendesah, “Betapa Tuan telah membuat perhitungan yang bagus! Betapa dia adalah seorang ayah yang pengasih!”
Pengurus Rumah Liu Kun duduk di atas ranjang bata dan memeriksa buku akun dengan Wang-shi. Mendengar kata-kata tersebut, dia pun langsung bertanya kenapa Wang-shi mengucapkannya. Wang-shi tersenyum pahit, “Tuan telah berusaha menempatkan kedua gadis itu di bawah namaku. Minglan tidak masalah karena Nyonya Besar telah mengurus dirinya. Kurasa saat dia tumbuh dewasa, aku tak perlu mencemaskan soal pernikahannya. Menilai dari perilakunya sejak Tuan Muda Qi datang ke sini, gadis itu adalah orang yang sederhana, tidak dengan tak tahu malunya mengejar Qi Heng. Dia tahu jelas tentang identitasnya dan takkan bersaing dengan putriku. Tak apa-apa bagiku untuk menjadi ibu sahnya, tetapi mengenai Nona Muda Keempat…. Hem, Tuan tahu kalau aku tidak akur dengan Selir Lin selama bertahun-tahun dan anak-anak kami hanya sedikit saling berhubungan. Dia tahu kalau dia tak bisa memaksaku menerima Nona Muda Keempat, jadi dia memikirkan ide tentang membiarkan gadis itu pindah kemari lebih dulu ini. Karena aku telah mendidik, merawat dia dalam pertemuan dengan para tamu, pada saat dia harus menikah, aku takkan bisa melepaskan diriku sendiri dari mengakui bahwa dia adalah putri sahku.”
Mendengar hal ini, Pengurus Rumah Liu Kun berpikir pada dirinya sendiri bahwa Nyonya jadi lebih pintar daripada sebelumnya dan menjawab sambil tersenyum, “Itu masuk akal. Saya juga merasakan hal yang sama, tetapi Nyonya jangan khawatir. Menerima seorang putri dari selir sebagai putri sah cukup lazim di kalangan keluarga bangsawan. Meski dicatat dalam silsilah keluarga, hanya leluhur yang berada jauh di atas dan keturunan yang berada jauh di bawah yang akan memercayainya. Bisakah generasi yang masih hidup sekarang tidak tahu secara jelas tentang latar belakang asli semuanya? Akankah mereka yang melamar Molan percaya bahwa dia adalah putri kandung Anda? Ini hanya supaya dia terlihat lebih pantas dan memiliki kesempatan lebih tinggi dalam menikah ke dalam keluarga yang lebih baik. Bagaimanapun juga, bisakah dia lebih pantas daripada putri Anda, nona muda kita?”
Wang-shi mengesah, “Bagaimana aku bisa tak tahu apa maksudmu? Aku hanya merasa kesal tentang hal itu.” Pada pemikiran tentang apa yang telah Selir Lin lakukan saat wanita itu menjadi orang yang paling disukai oleh Tuan, Wang-shi nyaris tercekik oleh amarahnya, mempertimbangkan bahwa dia harus menemukan rencana untuk menghancurkan pernikahan putri dari pelacur itu. Di sisi lain, dia harus barhati-hati agar tidak menjatuhkan putrinya sendiri, yang mana akan menjadi kerugian.
Melihat dari raut Wang-shi, Pengurus Rumah Liu Kun tahu kalau nyonyanya itu telah berpikir sampai menjumpai jalan buntu, maka dia pun membujuk, “Jangan terlalu memikirkannya, Nyonya. Gadis itu harus mengandalkan latar belakang aslinya untuk menikah ke dalam keluarga yang baik. Selama Tuan Mudaku memiliki masa depan yang menjanjikan, Selir Lin tetap harus mengikuti pengarahan Anda. Saya rasa, Nyonya, tidaklah penting untuk takut kepada gadis itu dan Selir Lin. Hal yang penting adalah memastikan supaya Tuan Muda kita mendapatkan pendidikan yang baik. Ujian Musim Gugur semakin dekat. Saya harap Tuan Muda kita bisa mendapatkan hasil tertinggi dalam ujian sehingga martabat Anda akan bertahan selamanya!”
Diingatkan pada putra tertuanya, Wang-shi tiba-tiba bersemangat tinggi. Menepuk-nepuk bangku sulaman, dia berkata, “Tepat! Pelacur itu tak bisa berhenti membualkan soal pelajaran putranya, Changfeng. Dia baru bisa layak dalam ujian tingkat daerah setelah dua putaran ujian, tetapi Tuan begitu mencintai dia karena itu. Betapa menyenangkan kalau dia gagal pada ujian provinsi! Bagaimana perempuan itu bisa bicara buruk di masa mendatang! Kata-katamu adalah pengungat yang baik. Untung saja, Ibu mengirimmu kemari.”
Setelah belajar setahun, ujian tingkat regional semakin dekat. Tuan Zhuang terburu-buru dalam caranya mengajar klasika konfusius dan menulis. Dia bahkan mengizinkan cuti setengah hari untuk Changdong, yang masih berusaha menghapal Analek Konfusius, sehingga ketiga pemuda itu bisa mendapatkan pendidikan intensif dan mendalam. Meski Changfeng belum layak untuk mengikuti ujian, dia bisa dianggap sebagai separuh peserta ujian dan ditugaskan unutk belajar dalam kelompok pra-ujian. Wang-shi menyuruh para pelayan memasak sup ikan, sip ayam, dan sup otak babi untuk putranya dalam keyakinan bahwa sup itu bisa menutrisi otak pemuda itu. Sheng Hong gatal ingin bertanya kepada Wang-shi kenapa dia melakukannya namun berpura-pura tenang dengan Tao Te Ching (T/N: sebuah naskah klasik Tiongkok yang ditulis oleh seorang bijak pada abad keenam sebelum masehi, Laozi) di tangannya.
Minglan adalah seorang sekretaris yang secara politis tidak sensitif pada kehidupannya yang sebelumnya. Jadi kini saat semua orang gelisah dalam mempersiapkan ujian, dia hanya dduk bersama dengan neneknya di atas ranjang bata di dekat jendela, memakan kue ketan dengan isian kacang merah dan pasta ubi baru saja dikukus. Ini adalah cemilan daerah Selatan yang telah Minglan temukan. Dengan rasa manis yang ebrtahan di mulut mereka, Minglan menggumam, “… Ini lezat sekali; masih ada sisa satu nampan kue, nenek bisa menyimpannya untuk cemilan tengah malam. Kue ini akan menghangatkan perut.”
Nyonya Besar Sheng menyeka tangannay dengan handuk basah dan berkata, “Kirimkan beberapa kepada Bai Ge’er. Dia bekerja sangat berat beberapa hari ini. Kalau dia bisa lulus ujian, kejayaan akan dibawa ke dalam keluarga kita dan kalian semua.” Dia meneruskan setelah berpikir sejenak, “Tas buku yang telah kau buatkan untuk Changdong cukup bagus. Hentikan sulaman yang sedang kau kerjakan untuk membuatkan kakakmu tas buku atau benda lainnya yang mungkin akan dia butuhkan untuk mengikuti ujian. Dia akan berterima kasih kepadamu.”
Minglan mengangguk. Pada awalnya, dia melihat bocah pelayan Changdong Kecil kurang cekatan sampai Changdong harus membawa sendiri banyak barangnya, maka dia pun membuatkan anak itu tas ransel dengan tiga ruang. Talinya disulam dengan brokat berpola rumput hijau dan awan putih di bawah langit biru. Manik-manik doa cendana yang menganggur di kamar Nyonya Besar Sheng, dijalin ulang sebagai kancing elastis tas tersebut. Tas itu ringan dan imut, jadi Changdong Kecil sangat menyukainya.
Hasil karyanya telah diakui, Minglan merasa disemangati hingga dia membuat sebuah kantong kipas bersulam pinus biru gelap, bambu, dan prem untuk Changbai setelah pemuda itu memberinya sepasang ikan emas. Changbai begitu gembira hingga pemuda itu bahkan memberi Minglan sebuah tempat pena dari anyaman bambu yang dibuat khusus di Kota Tong.
Minglan merasa bahwa dia telah membuat sebuah keputusan brilian dalam memilih jurusannya; setidaknya dia punya pilihan. Hanya ada satu sasaran bagi anak-anak lelaki, yaitu mengikuti ujian negara.
Ada banyak kelebihan dalam mengikuti ujian negara. Kalau kau mendapatkan peringkat atas, kau akan menjadi pejabat pemerintah; kalau kau sekedar lulus, kau bisa menjadi asisten pejabat; dan bahkan bila kau gagal, kau juga bisa menjadi seorang guru di sekolah-sekolah pribadi di desamu. Hal yang paling penting adalah begitu kau mendapatkan jabatan resmi apa pun, kau dikecualikan dari pajak; bahkan hanya sekedar Xiucai* juga tak perlu berlutut di hadapan kepala daerah. Karenanya, ujian negara tidak hanya cukup vital untuk mengubah kehidupan anak-anak rakyat jelata, namun juga penting bagi keturunan keluarga-keluarga terhormat seperti Sheng Changbai. Di masa kuno, peringkat jabatan tidak bisa diwariskan. Karenanya, meski Tuan Besar Sheng adalah seorang pejabat, putra-putranya masih harus mengandalkan dirinya sendiri, mengikuti semua tingkatan ujian untuk mendapatkan peringkat jabatan. Kalau tidak, kemakmuran keluarga hanya akan bisa bertahan selama satu atau dua generasi.
(T/N: Xiucai, juga dikenal sebagai Shengyuan, adalah orang yang telah lulus dalam keseluruhan Ujian Anak-anak.)
Semua ini diucapkan oleh Nyonya Besar Sheng. Saat mengatakan ini, Beliau terdengar serius dan bersungguh-sungguh. Minglan curi-curi pandang beberapa kali kepadanya dan menyadari bahwa sang nenek memiliki sesuatu yang spesial dalam dirinya. Meski Nyonya Besar Sheng terlahir dalam keluarga bangsawan berperingkat tinggi, Beliau mencela pada pemuda yang mengandalkan latar belakang mereka. Sebaliknya, Beliau sangat menyukai mereka yang meraih keberhasilan berkat pembelajaran mereka. Sepertinya, ini adalah sebab kenapa dia jatuh cinta kepada ayah dari Sheng Hong, seorang pria tampan yang mendapatkan peringkat ketiga dalam ujian tingkat nasional dan memiliki pembelajaran yang bagus dalam menulis dan puisi.
Minglan, sambil menekuri kisah-kisah para tetua, tanpa sadar mengulurkan tangan untuk mengambil kue ketan lagi namun tak menyentuh apa-apa. Dia mendapati bahwa Nyonya Besar Sheng telah menyuruh Mama Fang mengemasi kue-kue itu ke dalam rantang tahan panas. Melihat tangan gemuk Minglan terjulur di tengah udara, Nyonya Besar Sheng mengernyit sedikit dan membujuk dengan sabar, “Yatou, percayalah padaku. Kau sedang tumbuh dan tak boleh makan sebanyak itu saat kau masih seorang gadis kecil. Begitu jadi gemuk, kau takkan lagi terlihat cantik untuk mengenakan gaun-gaun yang indah.”
Minglan dengan malu-malu menarik balik tangannya, berpikir pada dirinya sendiri, “Aku hanya berusaha menyembunyikan kecantikanku dan tetap merendah.”