Legend of Concubine’s Daughter Minglan - Chapter 26
Tidak seperti kedua kakaknya yang meratap dan menangis atas kabar tersebut, ketika Minglan mendengar bahwa dia tak perlu menghadiri kelas lagi, hal pertama yang dia lakukan adalah menyuruh Xiaotao menyerahkan kepadanya permintaan absen untuk Changdong – tangguhkan pelajaran pagi pribadi selama tiga hari! Kakakmu ingin beristirahat dan memulihkan diri.
Setelah belajar selama lebih dari satu dekade pada kehidupannya yang sebelumnya, Yao Yiyi sudah muak sepenuhnya akan hal itu. Menghadiri kelas-kelas Guru Zhuang hanyalah jalan baginya untuk mencari tahu lebih banyak tentang periode waktu tempatnya mendarat ini. Lagipula, dia tak bisa selalu mengganggu para pelayan pria dan wanita muda di kediaman ini dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, “Siapa nama sang Kaisar? Dia yang mana?” Namun dengan belajar selama beberapa tahun ini, dia sudah memperoleh semua pengetahuan tentang urusan keduniawian yang harus dia ketahui.
Selama beberapa tahun terakhir, Guru Zhuang telah mengalihkan fokus pelajarannya pada menulis Esai Delapan Segi dan Analisa Politis. Sepanjang hidupnya, Minglan hanya pernah menulis Catatan Pengadilan Sidang, yang nama tak pernah membutuhkan perbandingan atau perbedaan, dan juga tak pernah ada batasan kata. Begitu Guru Zhuang memulai pelajarannya, Minglan akan mulai merasa ngantuk. Sebuah alasan untuk meloloskan diri dari kelas-kelas ini adalah sesuatu yang telah dia dambakan selama beberapa waktu.
Setelah makan malam, Minglan meletakkan buku-bukunya ke samping, mencuci wajah mungil dan kaki kecilnya, kemudian dengan gembira naik ke ranjang. Tak perlu mencemaskan soal bangun pagi pada keesokan harinya, dia pun tidur dengan begitu nyenyaknya pada malam itu dan terbangun dengan sedikit meregang malas, merasa telah beristirahat dengan baik dan penuh dengan energi.
Sekarang hampir akhir musim panas dan permulaan dari musim dingin. Langit begitu cerah serta jernih dan Minglan merasa seperti seorang anak-anak yang liburan musim panasnya baru saja dimulai.
Setelah memberikan salam selamat pagi kepada para tetuanya, Minglan mendatangi Mama Cui untuk mendapatkan tongkat pancing dan keranjang ikan lalu menuju ke kolam teratai di kediaman untuk memancing. Mama Cui tahu kalau Minglan selalu dewasa dan pengertian serta mengakui upaya yang telah gadis itu kerahkan dalam pelajarannya dan juga mengajari adik laki-lakinya, oleh karena itu Mama Cui menyetujui permintaan ini. Dia bahkan menyiapkan sebuah keranjang untuk umpan dan menyuruh Danju serta Xiaotao untuk menjaga Minglan baik-baik dan memastikan gadis itu tidak terjatuh ke dalam kolam supaya dia tidak akan dimakan oleh ikan. Minglan hanya terus menganggukkan kepalanya sepanjang ceramah tersebut.
Di dalam kediaman Sheng terdapat dua buah kolam. Yang lebih besar letaknya dekat dengan bangunan utama yang ditinggali oleh istri dan selir-selir Sheng Hong. Kolam yang lebih kecil benar-benar mungil, dan berada dekat dengan Aula Shou’an serta sekolah pribadi. Teratai, ikan-ikan, dan udang di kolam yang lebih besar sudah ada orang yang menjaganya. Setelah berpikir beberapa saat, Minglan langsung menuju ke kolam yang lebih kecil dan memilih satu tempat untuk duduk. Danju telah memasang bangku bambu kecil dengan payung sutra besar di atasnya. Yancao dan Qinsang datang, masing-masing membawakan sepoci teh dan sepiring buah-buahan serta cemilan, dan mereka lalu meletakkan piring-piring itu di atas sebuah meja bambu kecil.
Minglan merasa bahwa karena ini adalah suatu pameran kemewahan, maka dia setidaknya harus menangkap sedikit lebih banyak dari selusin ikan supaya cocok dengan pameran semacam ini. Namun kemudian semakin tidak sabar dirinya, semakin sedikit gerakan yang ada di dalam kolam.
Untung saja, Xiaotao berasal dari daerah pinggiran, jadi dia memiliki banyak pengalaman dalam hal menangkap ikan dan menjaring udang. Dia mengajari Minglan bagaimana cara mengaitkan umpan dan melihat pelampung, dan di bawah bimbingan guru yang hebat ini, ternyata memang ada dua ekor ikan bodoh yang tertangkap kail, benang, dan pemberat.
Ikan di dalam kolam kecil itu terbiasa dengan kehidupan yang damai, dan mereka tak pernah tertangkap sebelumnya, jadi mereka semua bodoh dan tolol. Hanya dalam waktu satu jam, Minglan telah menangkap sepasang ekor ikan, dan dia jadi luar biasa puas kepada dirinya sendiri.
Mendadak, dia melihat sebuah sosok gelap di tengah-tengah air kolam yang jernih. Jantungnya berpacu saat dia meraih jala panjang, dan dengan bantuan Xiaotao, mereka menebarkannya ke arah sosok gelap itu. Setelah beberapa kali menebar, semua orang melihat dan mendapati bahwa itu adalah seekor kura-kura gendut bercangkang lunak yang tak bergerak, yang dengan tololnya mencakar-cakar jaring. Kegirangan, Minglan melontarkan tangannya, kemudian mengambil ikan bodoh dan kura-kura gendut itu bersamanya dan dengan cepat berjalan langsung ke dapur di halaman barat.
Saat Selir Lin sukses memasuki Kediaman Sheng, Nyonya Besar Sheng jadi semakin tak tertarik dalam hal berinteraksi dengan orang lain. Beliau telah mengatakan ingin menjadi vegetarian. Dia memerintahkan agar sebuah dapur kecil dengan hanya lima atau enam tungku dibuat, dan dapur itu terpisah dari seluruh kediaman yang lain.
Kebiasaan ini ikut dibawa serta ke Perfektur Deng; dapur kecil itu hanya bertanggung jawab atas makanan para penghuni di Aula Shou’an. Saat para koki melihat kedatangan Nona Muda Keenam, yang sangat dimanjakan oleh Nyonya Besar Sheng, mereka semua tersenyum penuh hormat dengan wajah tersenyum.
Minglan menuangkan isi dari kembunya. Dia menyuruh Danju membawa ikan karper serta kura-kura bercangkang lunak itu ke suatu tempat untuk menyimpan mereka di dalam air, dan lima ekor ikan nila akan langsung dijadikan masakan. Dua dari ikan nila itu akan dipersiapkan untuk menjadi dua mangkuk sup nila, dan tiga sisanya akan menjadi dua porsi filet nila bumbu daun bawang. Minglan memakai ingatan dari kehidupannya yang dahulu untuk memberi perintah kepada para mama yang mengatur di dapur. Saat makan siang dimulai pada tengah hari, satu porsi disajikan dengan piring ke atas meja dan porsi lainnya dikirim kepada Mama Cui, Danju, dan Xiaotao.
Dengan penuh semangat, Minglan duduk di meja dan memandangi Nyonya Besar Sheng dengan matanya yang besar dan berkedip-kedip. Namun Nyonya Besar tak pernah mulai makan dan malah terus menatap ke arah ambang pintu.
Keluarga-keluarga kelas atas memiliki aturan ketat, bila sang tetua tidak mulai makan, Minglan bahkan tak berani menyentuh sumpitnya. Saat dia sudah akan bertanya kepada neneknya, tirai partisi pintu terangkat dan satu sosok yang elegan melangkah ke dalam ruangan. Minglan melihat sosok jelas orang itu, dan mulutnya pun menganga.
“Heng’er harus makan lebih banyak, kau masih ada kelas di siang hari jadi jangan pergi ke sana dengan perut lapar. Anggap saja tempat ini sebagai rumahmu sendiri,” Nyonya Besar Sheng berkata ramah kepada Qi Heng. Dia menyuruh Mama Cui menyajikan lebih banyak makanan untuk pemuda itu.
Qi Heng tersenyum, bibir merahnya tampak kontras dengan gigi seputih mutiaranya, dan dia menjawab dengan anggun seraya tersenyum, “Ikan ini lezat sekali. Nenek, Anda juga harus makan…. Hm? Kenapa Adik Keenam tidak makan?”
Minglan sudah terus-menerus menguburkan kepalanya ke dalam mangkuknya, saat dia akhirnya mengangkat kepalanya sedikit. Dengan seulas senyum yang tak mencapai matanya, dia berkata, “Kamu harus makan, kamu harus makan.”
Nyonya Besar Sheng tertawa, “Kedua masakan ikan ini adalah hasil dari kerja keras Ming Yatou. Dialah yang pergi memancing, dan dia telah memberikan resep agar ikannya dibuat seperti ini. Ini memang lezat.”
Nila liar memiliki rasa alami yang indah. Kaldunya dibuat dengan ikan nila yang digoreng ringan hingga keemasan. Kemudian ikannya ditumis, dan dimasak perlahan di atas tungku selama dua jam dengan rebung, jamur segar, tahu lembut, serta bumbu jahe secukupnya di dalam kaldu. Kaldunya selesai saat warnanya berubah putih, dan ketika tahunya jadi berlubang-lubang. Makanan itu meluncur mulus serta nikmat ke dalam tenggorokan, dan baik Nyonya Besar Sheng dan Qi Heng meminum dua mangkuk kecil kaldu tersebut.
Dan filet nila bumbu daun bawang itu, dibuat dengan irisan-irisan ikan yang dibumbui dengan saus jahe dan arak masak selama dua jam, lalu kemudian digoreng dengan lada kecil serta daun bawang. Rasa daun bawangnya lezat, ladanya menambah tendangan rasa rempah, rasanya asam serta manis, dan semua rasa itu berpadu menjadi gigitan yang membangkitkan selera. Qi Heng sangat menyukai makanan yang menajubkan tersebut, dan sebelum dia menyadarinya, dia telah melahap dua mangkuk nasi dan menghancurkan imejnya yang anggun dan sopan. Pelayan Qi Heng yang ada di belakang pemuda itu menatapnya dengan mata membelalak dan mulut menganga karena kaget.
Teh disajikan setelah makan. Qi Heng duduk di sebelah kanan Nyonya Besar Sheng di atas bangku berhias ukiran ranaman rambat. Dengan elegan dia menyeka jemarinya, lalu mengambil cangkir tehnya. “Aku harus banyak mengucapkan terima kasih kepada Adik Keenam, kau telah menghabiskan begitu banyak upaya dan pemikiran untukku.”
Pemikiran dan upaya apaan? Minglan meringkuk di sudut sebuah kursi eboni besar bersisi tiga yang diukir dengan adenium yang sedang mekar. Dia duduk bersebelahan dengan Qi Heng, dan karena kaki kursinya panjang dan kaki Minglan sendiri pendek, kedua kaki mungilnya tergantung-gantung dari lantai. Dia menatap dengan frustrasi saat Qi Heng mengambil tempatnya yang biasa di samping Minglan, namun membuat dirinya sedikit terkikik, “Ini cuma kebetulan.” Tanpa bersuara, dia mengerang dengan frustrasi.
Nyonya Besar Sheng tertawa, “Bocah kecil ini sangat nakal! Baru saja kemarin mereka mengumumkan bahwa dia tak perlu pergi ke sekolah, dan hari ini dia membawa kembu pancing turun kekolam untuk memancing. Semua yang dia inginkan adalah bermain, kau tak usah berterima kasih kepadanya!”
Mata Qi Heng berbinar dengan kegembiraan, “Adik Keenam, apa yang akan kita makan besok?”
Rencana untuk besok adalah Ikan Asam Ala Danau Barat dan Sup Kura-Kura Cangkang Lunak Kukus, tapi kau takkan punya kesempatan untuk mendapatkannya! Karena mereka akan ada di atas meja malam ini! Minglan diam-diam memutuskan hal ini, kemudian memasang seulas senyum polos di wajahnya. “Kakak Yuanruo telah mengajukan pertanyaan yang bagus. Aku akan pergi dan mencari tahu dari dapur nanti.”
Nyonya Besar Sheng terpikirkan sesuatu, kemudian berkata, “Tapi kudengar kau telah menyimpan sepasang ikan karper dan seekor kura-kura cangkang lunak di halaman?”
Qi Heng langsung menatap Minglan lekat-lekat dengan sorot mata yang begitu membara dan tulus, hingga Minglan hanya mampu tertawa seperti seorang idiot. Dia tak mau mengaku, jadi dia mengarang sebuah alasan, “Ikan karper dan kura-kura cangkang lunak harus disimpan selama beberapa hari, sehingga mereka bisa membuang kotoran dari dalam tubuh mereka dan akan jadi lebih mudah untuk dimasak….”
“Lalu kapan mereka akan selesai membuang kotorannya?” Qi Heng langsung bertanya, mendadak jadi tertarik pada makanan.
Semua yang bisa Minglan lakukan adalah mengulang tanpa suara, ‘Memangnya kau tak pernah memakan yang seperti itu di kehidupanmu yang sebelumnya, sialan?’ dalam kepalanya, namun dia mengaku kalah dengan lantang dan berkata, “Kira-kira, mungkin, sekitar besok lusa. Haha….”
Qi Heng berseru dengan gembira, Kalau begitu kita punya rencana! Kita akan makan karper dan kura-kura besok lusa! Adik, kau tak boleh egois dan menolak untuk mengeluarkan mereka.”
Minglan terkekeh malu beberapa kali, lalu menggigit sebutir loquat dengan ganasnya. Benaknya berlari berputar-putar, sebelum dengan polos dia mengangkat kepalanya dan bertanya, “Nenek, apakah Kakak Yuanruo akan makan siang di sini sesjak saat ini?”
Mata Nyonya Besar Sheng berkilat, kemudian dia tersenyum dan berkata, “Heng’er dan kakakmu sudah akan memasuki ujian sipil, jadi mereka harus lebih fokus pada pelajaran mereka. Dia akan makan di sini selama beberapa hari, kemudian saat sekolah pribadi kita telah cukup mempersiapkan, dia akan makan dengan kedua orang kakak lelakimu.”
Minglan kegirangan, dan langsung berpaling pada Qi Heng, menepukkan tangannya dengan gembira, “Itu bagus! Guru Zhuang bilang dalam Analeknya, Konfusius berkata bahwa ‘bika tiga berjalan bersama, satu bisa menjadi guruku.” Kalau Kakak Yuanruo dan kakakku bekerja bersama untuk mendiskusikan pelajaran-pelajaran kalian, kalian hanya akan perlu memakai setengah upaya untuk mendapatkan hasil dua kali lipat! Dan kalian berdua akan lolos dalam ujian sipil!”
Qi Heng gembira, jadi dia mengulurkan tangan untuk meremas kepala Minglan. Teksturnya terasa menyenangkan di tangannya. “Terima kasih atas kata-kata baikmu.”
Kepala Minglan disentuh, yang mana membuatnya sangat depresi dan wajah mungilnya pun jadi merah sepenuhnya. Dia memberengutkan pipinya dan tak mau bicara lebih banyak lagi. Sayangnya, Qi Heng mendapati bahwa sikapnya amat sangat menggemaskan, dan tak bisa menahan diri untuk menepuk-nepuk lagi kepala Minglan.
Setelah mereka minum teh, Mama Fang mengantar Qi Heng menuju ruang samping di sebelah kiri untuk tidur siang dan menyuruh beberapa orang gadis pelayan untuk menyiapkan air serta handuk untuk dia pergunakan. MInglan mulanya berencana untuk tetap berada di sisi Nyonya Besar Sheng dan membicarakan tentang jadwal sehari-harinya di masa mendatang karena dia tak perlu belajar lagi, namun sekarang karena ada orang merepotkan yang sedang tidur di sebelah, dia pun jadi hilang minat. Karenanya, Minglan kembali ke kamarnya sendiri, Kabinet Lihua.
Mama Cui telah menyiapkan seprei dan ranjang, dan dia lalu mengaak Xiaotao pergi untuk pelajaran menyetrika. Keempat gadis pelayan Hijau beristirahat di serambi, sementara Danju membantu Minglan mengganti baju dan cuci muka. Kabinet Lihua nyaman dan tenang, satu-satunya suara yang bisa terdengar adalah Danju yang menggumam lembut di dekat telinganya.
“Nona muda sudah bertumbuh, kenapa Anda masih ingin memakai gaya rambut anak-anak? Ini sedikit memalukan. Mama Fang telah mengajari saya cara menyisir gaya-gaya rambut yang berbeda. Biar saya memberi Nona Muda tatanan rambut yang cantik, dan saya akan menempatkan beberapa butir mutiara dan tusuk rambut pada rambut Anda juga. Bukankah itu kelihatannya bagus?”
Minglan memasang wajah neh ke cermin dan Danju. Dia pun tersenyum pahit, “Tunggulah sebentar lagi. Gelung-gelung rambut kecil toh lebih nyaman untuk dipakai.”
Danju tampaknya memikirkan sesuatu, dan menundukkan dirinya untuk bicara pelan ke telinga Minglan. “… Tuan Muda Qi itu memiliki sifat yang baik, dan dia sepertinya menyukai Nona Muda, jadi kenapa Nona bersikap seakan Anda ingin mengabaikan dia?”
Minglan berpaling ke arahnya, dan mendapati bahwa Danju memiliki ekspresi seorang kakak yang perhatian. Dipelankannya suara dan berkata serius, “Aku tahu kalau kakak punya motivasi yang bagus, tapi kakak harus lebih mempertimbangkan. Dia adalah putra bangsawan dan berdarah biru. Aku hanya putri dari seorang pejabat senior yang dilahirkan oleh selir. Di atasku, ada putri sah dan bahkan ada seorang putri kelahiran selir yang lebih memenuhi syarat daripada aku. Kalau aku dengan gegabah bersikap akrab kepadanya, hal itu hanya akan mendatangkan masalah nantinya.”
Minglan menyesalkan hal tersebut, namun dalam hati dia adalah seorang wanita modern yang pragmatis. Pertama-tama, Qi Heng tidak berhubungan keluarga dengannya. Kedua, pemuda itu bukan kawan lamanya. Dan akhirnya, tak mungkin Qi Heng bisa menikahi dirinya. Apakah sungguh ada cara bagi dua orang untuk memiliki ‘persahabatan’ murni di zaman tradisional yang dibebani oleh etika ketat ini? Bahkan bila Qi Heng menjadi kakak iparnya, dia akan harus menghindari pemuda itu demi menghindar dari kesalahpahaman. Dia tak bisa memikirkan hal baik apa pun yang bisa dihasilkan dari memiliki hubungan baik dengan orang ini. Pada kenyataannya, ada begitu banyak hasil berbahaya bila berhubungan dengan pemuda itu. Satu langkah yang salah, dan dia akan membuat waspada dua orang kakaknya yang sedang sakit cinta, dan hal itu akan membunuh dirinya.
Danju adalah orang yang cerdas dan langsung memahaminya. Wajahnya menjadi suram, dan berkata lirih, “… Sayang sekali. Tuan Qi itu orang yang sangat baik….”
Minglan menatap Danju sejenak, lalu mengulas senyum samar seraya menggelengkan kepalanya. Ditariknya Danju mendekat untuk duduk, dan berkata pelan, “Tentu saja, aku tahu kalau Kakak Danju memikirkan tentang kebaikanku. Tapi sekarang karena setiap hari kita telah tumbuh semakin besar sedikit demi sedikit, aku harus membuat beberapa hal menjadi jelas bagi Kakak.”
Danju dengan penuh hormat menegakkan diri di bangkunya, sementara Minglan menatap ke dalam matanya dengan sangat serius. Satu kata setiap waktunya, dengan perlahan dan lembut dia berkata, “Sebagai nona muda, reputasi kita adalah yang paling penting. Hanya beberapa kata dan rumor-rumor bisa menghancurkan hidup kita. Statusku ini membuatku bisa hidup dengan nyaman hanya berkat kemurahan hati dan kebaikan dari Nyonya Besar. Tidak masalah apakah ini adalah demi kepentinganku sendiri, atau demi mempertimbangkan Nyonya Besar, aku harus memastikan bahwa setiap tindakanku mengikuti adat dan etika. Bahkan bila aku tak bisa memberi kehormatan bagi Nyonya Besar, aku harus berusaha sedemikian rupa agar tak ada kata-kata ataupun perbuatanku yang akan membuat Beliau malu!”
Danju melihat bahwa perilaku Minglan tiba-tiba jadi seperti orang dewasa yang berwibawa, karenanya dia mendengarkan dengan seksama saat Minglan bicara. Dari melayani Minglan selama beberapa tahun terakhir ini, dia tahu bahwa proses berpikir dan pemahaman majikannya itu jauh melampaui penampilan luar serta perilakunya sebagai seorang anak kecil.
“… Kakak adalah orang pertama di tempatku. Aku bukan satu-satunya yang mengandalkanmu. Tanpa menghitung Xiaotao, aku masih butuh Kakak untuk mengatur keempat Hijau itu. Bila kelak ada lebih banyak gadis pelayan yang datang, takkan tampak bagus bila aku sendiri mengajari tanggung jawab kepada mereka ataupun memarahi mereka; itu akan menjadi tugasmu. Jadi sekarang, kakak harus mengendalikan posisimu. Kakak tak bileh membiarkan para gadis pelayan di bawahmu mengabaikan aturan ataupun membuat kenakalan sesukanya. Aku menempatkan kepercayaanku pada Kakak.”
Setiap kata datang dengan kesan tanggung jawab yang berat dan di bagian akhir, nada bicara Minglan bahkan menjadi tajam dan tegas. Danju tahu bahwa ini adalah cara Minglan untuk menetapkan otoritasnya, dan dia jadi gembira sekaligus terbebani dengan rasa tanggung jawab saat dia ikut mengangguk dengan serius.
***
Setelah Mama Fang mengatur Qi Heng di kamarnya, dia lalu pergi ke aula sembahyang. Di altar itu terdapat pendupaan berkaki empat dari kumala putih yang diukir dalam bentuk naga kembar yang menahan mutiara di mulut mereka. Asap dupa berpusar ke atas. Di depan altar terdapat piring persembahan perak dengan ukiran bunga-bunga, menampung buah-buahan segar. Nyonya Besar Sheng duduk di samping, dengan naskah Buddhis terbuka di hadapannya, dan menggenggam manik doa rosewood yang kerap digunakan. Sepasang matanya sedikit tertutup, namun dia tidak sedang melantunkan isi naskahnya.
Begitu Mama Fang masuk ke dalam ruangan, dia tersenyum dan berkata, “Penglihatan Nyonya Besar kurang bagus. Kenapa kita tak memanggil Nona Muda Keenam kemari dan membacakan naskah Buddhis untuk Anda? Suaranya merdu dan sangat menyenangkan, bahkan saya juga suka mendengar dia membacakan.”
Nyonya Besar Sheng tersenyum. “Biarkan dia tidur. Anak-anak perlu tidur lebih banyak agar bisa tumbuh. Selain itu, baru-baru ini pikirannya terganggu, keresahan memenuhi benaknya. Jadi, biarkan dia istirahat.”
Mama Fang tertawa ringan saat mendengarkan hal ini. “Hari ini saya tahu bahwa ketika Tuan Muda Qi datang untuk makan, Nyonya Besar memandangi ekspresi Nona Muda Keenam. Matanya nyaris melompat masuk ke dalam mangkuknya! Sungguh menggelikan. Namun saat Anda memikirkan tentang hal itu, itu artinya Nona Muda adalah seorang yang bertanggungjawab dan pengertian. Cinta Nyonya Besar untuknya tidak terbuang sia-sia.”
Nyonya Besar Sheng membuka amtanya, dan dia membalik halaman naskah Buddhis. “Tuan telah memilih nama yang bagus untuknya. Dia patut mendapatkan ‘Ming’ dalam namanya; matanya melihat segala situasi, benaknya berpikir dan bekerja dengan penuh perhatian, dan tindakannya begitu hati-hati sehingga dia mampu menghindari kecurigaan apa pun atas karakternya.”
(T/N: Ming dalam nama Minglan adalah 明, yang merupakan bagian dari 明白 yang artinya mengerti / menyadari. Ming sendiri berarti ‘terang’)