Fortunate To Meet You - Chapter 21
Liang Zheng dan Zhou Xu bertengkar di pom bensin. Tentu saja, perjalanan ke kota kuno menjadi sama sekali tidak menyenangkan. Keduanya tidak saling mengucapkan sepatah kata pun selama perjalanan itu, jadi mereka sudah naik bus untuk pulang di siang hari.
Dalam perjalanan pulang, keduanya juga saling mengabaikan satu sama lain. Zhou Xu menunduk untuk melihat ponsel, Liang Zheng menolehkan kepalanya dan melihat ke luar jendela. Tidak ada seorang pun yang berinisiatif untuk bicara.
Sekembalinya ke kota, kebetulan sudah jam 2 siang. Liang Zheng melompat turun dari bus dan langsung berjalan pergi begitu menuruni bus. Zhou Xu ikut di belakangnya beberapa langkah, mereka berdua berjalan satu di depan dan satu di belakang, seperti orang asing yang tidak saling mengenal.
Zhou Xu sedikit mengernyit saat melihat punggung Liang Zheng yang berjalan di depannya.
Dia merasa cemas dalam hatinya, seperti ada sesuatu yang menekan di sana.
Sesampainya di rumah, orang tuanya tidak ada di rumah.
Hari ini hari Sabtu, Liang Papa dan Liang Mama mengira kedua anak itu pergi main ke luar, mungkin baru akan pulang nanti malam. Jadi mereka pergi ke rumah kakek Liang Zheng.
Liang Zheng juga mengganti sandal untuk masuk ke rumah, langsung kembali ke kamar. Dia menutup pintu kamar, menguncinya dan langsung menjatuhkan diri di atas tempat tidur.
Hatinya terasa frustasi, sangat tidak nyaman.
Setelah berbaring beberapa saat di atas tempat tidur, dia melihat ke luar jendela.
Dia berbaring di tempat tidur, rambutnya acak-acakan. Saat matanya menatap ke luar jendela, agak sembab, seorang dirinya telah dirugikan.
Dia berbaring di tempat tidur sebentar dan kembali meringkuk, mengambil ponselnya untuk bermain game.
Setelah bermain selama setengah jam, perutnya tiba-tiba keroncongan. Barulah dia teringat bahwa siang tadi dia belum makan apa-apa.
Siang tadi di Kota Kuno Yanfeng, suasana hati dia dan Zhou Xu sedang tidak baik, mana ada mood untuk makan siang.
Dia melirik waktu di ponselnya, sudah hampir jam tiga.
Dia turun dari tempat tidur dan melemparkan ponselnya ke tempat tidur, berjalan ke luar kamar.
Begitu membuka pintu kamar, dia melihat Zhou Xu sedang duduk di ruang tamu.
Zhou Xu tidak menyalakan kompor listrik, dia duduk sendirian di sana. Zhou Xu mendongak dan menatap ke arah Liang Zheng.
Tatapan kedua orang itu bertemu. Liang Zheng perlahan mengatupkan pipinya, menatap pemuda itu untuk beberapa saat tanpa bicara, kemudian langsung pergi ke dapur.
Saat ini dia terlalu lapar, terlalu malas untuk masak. Dia mengobrak-abrik isi kulkas dan akhirnya menemukan dua buah kue kecil yang dibelinya di toko kue kemarin.
Dia mengeluarkan kantongnya, membawanya ke ruang tamu dan duduk di bangku kecil depan kompor listrik.
Dia menundukkan kepala dan menyalakan kompor listrik, kemudian membuka kantong kue itu dan mengambil satu dari dalam, lalu menyerahkannya pada Zhou Xu, “Kamu mau makan?”
Zhou Xu terus menatapnya, dia tidak mengambil kue itu dari tangan Liang Zheng dan hanya menatapnya. Setelah terdiam lama, dia bertanya dengan suara rendah, “Bukankah kamu tidak mau bicara denganku?”
Liang Zheng tercengang, dia menatap Zhou Xu selama beberapa detik dan kembali memasukkan kue itu ke dalam kantongnya, “Tidak mau ya sudah.”
Belum sempat Liang Zheng memasukkan kue itu, Zhou Xu sudah mengulurkan tangan kemari dan mengambil alih kue itu dari tangannya, “Aku mau makan.”
Tangan Liang Zheng kosong, dia sedikit terkejut dan mendongak untuk menatap Zhou Xu. Tapi dia hanya melihat pemuda itu sedang merobek bungkus luar dari kue itu.
Liang Zheng mengerutkan bibirnya, menundukkan kepala untuk merobek bungkus luar dari kue miliknya sendiri.
Kue ini rasa krim vanila, ini merupakan rasa kesukaan Liang Zheng. Setelah makan dua suap, tiba-tiba Liang Zheng teringat sesuatu dan pergi ke dapur untuk mengambil dua kotak minuman yogurt dari kulkas di dapur.
Dia meletakkan satu di hadapan Zhou Xu, kemudian duduk di bangku kecil sendirian dan memasak sedotan, lalu minum setengah dari yogurt itu dalam satu tarikan napas.
Meski keduanya masih tidak banyak berbicara, tapi suasana di antara mereka sudah agak harmonis.
Setelah Liang Zheng menghabiskan kue, dia bangkit berdiri dan kembali ke kamar. Tak beberapa saat, dia keluar dengan membawa buku catatan kecil.
Dia menyerahkan buku catatan itu kepada Zhou Xu dan berkata, “Ini rencana perjalanan yang aku buat tadi malam. Jiangcheng bukan tempat yang besar. Kamu tinggal ikuti saja paduan di rencana perjalanan ini.”
Zhou Xu yang sedang minum air pun berhenti, mendongakkan kepala dan menatap Liang Zheng, “Kamu tidak jadi pemandu wisataku lagi?”
Liang Zheng mengiyakan dan berkata, “Besok aku tidak ada waktu. Rute perjalanannya tertulis dengan sangat rinci. Kamu ikuti saja.”
Zhou Xu menatapnya untuk beberapa saat dan tidak berbicara.
Mata pemuda itu sangat gelap, Liang Zheng dibuat berdebar-debar olehnya. Liang Zheng ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi pintu rumah tiba-tiba terbuka dari luar dan Liang Mama masuk dengan membawa kantong besar dan kecil.
Ketika Liang Mama masuk, dia melihat Liang Zheng sedang berdiri di dekat meja kopi dan terkejut, “Ah, kalian sudah pulang?”
“Mama.” Liang Zheng berjalan ke pintu, “Dari mana saja kalian?”
Liang Mama berkata, “Pergi ke rumah kakek, aku membeli sedikit bahan makanan pulang.”
Liang Zheng mengambil alih bahan makanan dari tangan ibunya, “Mana papa?”
“Unit kerja papamu tiba-tiba memanggilnya untuk lembur, dia pergi ke sana.”
“Bibi.” Zhou Xu juga berjalan mendekat dan menyapa Liang Mama.
“Hei.”Liang Mama menjawab sambil tersenyum, “A Xu, kenapa kalian kembali secepat ini? Hari ini senang tidak mainnya?”
Liang Zheng sedikit merasa bersalah di sampingnya, dia menundukkan kepala dan membawa barang-barang itu ke dapur.
Zhou Xu mengangguk dan berkata, “Lumayan.”
“Baguslah, baguslah.” Liang Mama berkata dengan gembira, “Di Jiangcheng tidak sedikit tempat yang seru. Beberapa hari ini, biar Zhengzheng yang membawaku keluar berkeliling.”
Liang Zheng yang mendengarnya di dapur, tidak bersuara dan memasukkan bahan makanan yang mamanya beli ke dalam lemari es.
Sepanjang sore, Liang Zheng dan Zhou Xu tidak banyak bicara.
Setelah makan malam, semuanya berkumpul di sekitar kompor listrik dan duduk di ruang tamu sambil menonton TV.
Liang Mama sangat bersemangat dan terus berbicara dengan Zhou Xu.
Liang Zheng duduk di bangku kecil di sebelahnya, sangat ingin mengingatkan mamanya untuk jangan terlalu banyak bertanya.
Zhou Xu tidak suka orang lain sembarangan menanyakan kehidupan pribadinya.
Siapa sangka mamanya semakin tidak bisa menahan diri untuk bicara dan bahkan bertanya, “A Xu sudah punya pacar?”
Liang Zheng duduk di samping dan sedang memotong buah, tanpa sadar gerakannya terhenti ketika mendengar pertanyaan ini.
Zhou Xu menjawab, “Belum.”
Liang Mama mengobrol dengan gembira. Karena kepedulian orang tua, dia basa-basi bertanya, “Lalu, kamu suka gadis yang seperti apa?”
Zhou Xu duduk di sofa, dia sedikit menunduk dan tatapannya tertuju pada kompor listrik. Saat mendengar pertanyaan ini, bulu matanya sedikit berhenti bergerak. Dia menatap ke bawah untuk menyembunyikan emosi di dalam matanya.
Tangan Liang Zheng hampir saja terpotong oleh pisau buah. Dia mengangkat kepalanya dan tidak bisa tahan lagi, “Mama, jangan banyak tanya.”
Liang Mama juga merasa sedikit malu, dia tersenyum dan bangkit berdiri, “Eh, aku cucikan dua buah pir lagi untuk kalian.”
Mereka duduk di ruang tamu sampai mendekati jam 10. Liang Papa pulang dan mereka duduk mengobrol beberapa saat lagi sebelum kembali ke kamar masing-masing untuk istirahat.
Liang Zheng kembali ke kamar tidur, duduk di depan meja dan membuka laptopnya untuk online sebentar.
Tanpa sadar, tatapannya jatuh pada buku catatan kecil di samping komputer. Di sana tertulis rencana perjalanan secara rinci.
Dia berpikir sebentar dan masih mengambil buku catatan itu, bangkit berdiri dan berjalan keluar.
Ketika keluar dari kamar, pintu kamar Zhou Xu terbuka, di dalamnya tidak ada orang.
Lampu menyala di kamar mandi sebelahnya dan di dalamnya ada suara air. Mungkin sedang mandi.
Liang Zheng menunggu di luar beberapa saat.
Sekitar lima menit berlalu.
Suara air di dalam kamar mandi berhenti dan setelah dua menit, pintu terbuka dari dalam.
Zhou Xu mengenakan kaus putih longgar dengan celana olahraga hitam.
Dia keramas, air dari rambutnya masih menetes. Dari tubuhnya juga ada aroma shower gel yang menyegarkan.
Begitu Zhou Xu membuka pintu, dia melihat Liang Zheng berdiri di luar. Dia berhenti sejenak dan menatap gadis itu dengan mata hitam pekatnya.
Liang Zheng berdiri di depannya dan berkata, “Aku sudah meletakkan buku catatan berisi rencana perjalanan di kamarmu, kamu… kalau masih ingin main-main di Jiangcheng, ikuti saja rute yang tertulis di sana.”
Zhou Xu tiba-tiba mencibir dan menatapnya, “Besok kamu ada acara apa? Kencan?”
Liang Zheng tertegun, dia menatap Zhou Xu dan untuk sesaat entah harus menjawab apa.
Ketika dia bereaksi, dia merasa hatinya terasa kesal dan tidak bisa menahan diri untuk berkata, “Apa ada hubungannya denganmu?”
Emosinya seperti sudah sampai pada titik akan meletak, dia sedikit tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Liang Zheng hanya berkata, “Aku hanya tidak ingin pergi denganmu, apa boleh?”
Zhou Xu menatapnya dan tidak bicara.
Mata pemuda itu sedikit memerah, seakan sedang menekan emosi dalam hatinya.
“Lagi pula, kamu pergi denganku juga tidak akan senang. Lebih baik pergi sendiri.” Selesai Liang Zheng berbicara, dia berbalik untuk kembali ke kamar.
“Bagaimana kamu tahu aku tidak senang?” Zhou Xu tiba-tiba berkata, menghentikannya.
Langkah kaki Liang Zheng berhenti. Setelah beberapa saat, dia berbalik dan berkata pada Zhou Xu, “Tapi, aku yang tidak senang.”
Selesai dia bicara, dia memasuki kamarnya dan menutup pintu.
Zhou Xu berdiri di sana, menatap pintu kamar yang telah tertutup rapat itu sangat lama.
Akhirnya, dia mengalihkan tatapannya dan berbalik untuk kembali ke kamarnya.
Keesokan paginya, Liang Zheng tidur hingga hampir jam sepuluh siang.
Setelah dia bangun, dia masih berbaring di tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya sambil melamun.
Setelah sekian lama, dia mendengar mamanya mengetuk pintu dari luar, “Zhengzheng, bangun dan sarapan.”
“Oh.” Baru saat itulah Liang Zheng kembali ke dunia nyata. Dia menyingkap selimut dan turun dari tempat tidur, keluar dari kamarnya dengan mengenakan piyama.
Ruang tamu kosong, dia tanpa sadar melihat ke sekeliling.
Tidak ada Zhou Xu.
Dia tercengang dan kemudian tanpa sadar melirik ke kamar tempat Zhou Xu tinggal sebelumnya, di dalam juga tidak ada orang.
Mama membawakan sarapan ke meja dan di meja makan hanya ada alat makan untuk dia sendiri.
Dia berjalan mendekat dan tanpa sadar bertanya, “Mama, mana Zhou Xu?”
Liang Mama menjawab, “Dia sudah pergi. Tadi pagi Yuzhi menelepon mengatakan kalau mereka sudah kembali, Zhou Xu berkemas dan langsung pergi.”
Liang Zheng tertegun. Setelah beberapa saat, barulah dia menjawab ‘oh’.
“Jangan melamun, cepat sarapan. Nanti jadi dingin.”Liang Mama mendesaknya.
Liang Zheng menjawab ‘oh’, barulah dia mulai perlahan menarik kursinya dan duduk.
……
“Kudengar dari Bibi Liang, kemarin kamu dan Zhengzheng pergi ke Kota Kuno Yanfeng? Seru tidak?” Dalam perjalan kembali ke kampung halaman untuk menyembah leluhur, Zhou Yuzhi merasa bosan dan bertanya tentang kunjungan Zhou Xu dan Liang Zheng ke kota kuno kemarin.
Zhou Xu duduk di barisan belakang, punggungnya bersandar di jok mobil dan matanya terus melihat ke luar jendela. Dia hanya mengiyakan pelan saat mendengarkan pertanyaan itu.
“Main apa saja?”
“Sudah lupa.”
Zhou Yuzhi awalnya sedang melihat pemandangan di luar jendela. Mendengar ini, dia berbalik dengan terkejut dan melihat ke arah Zhou Xu, “Kamu main apa saja, kamu sudah lupa?”
Zhou Xu, “Hmm.”
Zhou Yuzhi, “…”
Zhou Yuzhi menggelengkan kepalanya dan terlalu malas untuk bertanya lebih lanjut. Dia berbicara dengan suaminya tentang persembahan leluhur yang akan dilakukan sesaat lagi.
Butuh satu hari penuh untuk kembali ke kampung halaman dan menyembah leluhur, sampai sekitar jam 8 malam, barulah mobil dikendarai kembali ke kota.
Ketika mereka pergi untuk cek-in di hotel, Zhou Xu baru sadar kalau dompetnya tertinggal di rumah Liang Zheng.
Zhou Yuzhi bertanya, “Apa KTP ada di dalam?”
Zhou Xu mengiyakan.
“Lalu bagaimana?”
Zhou Xu berkata, “Aku akan pergi mengambilnya. Mama dan papa naik saja dulu ke atas untuk istirahat.”
Setelah berbicara, dia berbalik dan keluar.
Zhou Xu mencegat taksi di depan pintu hotel, lalu menyebutkan alamat rumah Liang Zheng.
Dalam 20 menit, dia sampai di rumah Liang Zheng.
Zhou Xu menekan bel di luar, terdengar suara Bibi Liang dari dalam, “Datang.”
Saat membuka pintu dan melihat Zhou Xu, Liang Mama terkejut senang, “A Xu, kamu kembali.”
Zhou Xu mengangguk sopan dan berkata, “Bibi, dompetku tertinggal. Aku kemari untuk mengambilnya.”
Liang Zheng yang saat ini sedang duduk di karpet ruang tamu dan bermain game konsol dengan Li Xi, tubuhnya menegang begitu mendengar suara Zhou Xu. Dia tanpa sadar melihat ke belakang.
Begitu dia menoleh, karakter yang di bawah kendalinya mati. Li Xi berteriak keras, “Sial, kamu mati.”
Zhou Xu masuk dari luar, dia melihat Liang Zheng dan Li Xi sedang duduk bermain game di ruang tamu.
Tanpa melirik, dia langsung berjalan dari samping dan pergi ke kamar untuk mengambil barang.
Pandangan Liang Zheng tanpa sadar mengikuti ke arah Zhou Xu berjalan.
“Sial, mati. Tidak mau main lagi.” Li Xi melempar controller-nya dan mengambil buah di atas meja kopi.
Liang Zheng menatap punggung Zhou Xu beberapa saat, dia menarik kembali pandangannya dan berjongkok di lantai, menyimpan kembali konsol game tersebut.
Li Xi juga datang membantunya. Kedua orang berjongkok berdampingan di sana dan dia bertanya pada Liang Zheng, “Besok malam mau pergi nonton film? Aku sudah beli tiket. Kudengar film Tahun Baru tahun ini lumayan menarik.”
Zhou Xu mengambil dompetnya dan ketika dia keluar dari kamar, dia mendengar Li Xi dan Liang Zheng sedang membicarakan tentang pergi nonton besok malam.
Langkah kakinya tidak berhenti, dia juga tidak melirik pada kedua orang itu. Dia langsung berjalan ke hadapan Liang Mama, berpamitan dengan sopan, “Bibi, aku pergi dulu.”
“Sudah mau pergi? Tidak mau main sebentar lagi? Nanti Xiao Xi masih akan pergi makan camilan malam bersama dengan Zhengzheng. Apa kamu ingin bergabung dengan mereka?”
“Tidak usah, Bibi. Aku pergi dulu.” Sambil bicara, dia langsung berjalan ke arah pintu keluar.
Setelah Zhou Xu pergi, Liang Mama tidak bisa tidak menyalahkan Liang Zheng, “Kenapa kamu tidak menyapa A Xu? Tidak ada sopan santun sedikit pun.”
Liang Zheng terdiam tanpa kata dan kembali ke kamar.
Dia duduk di meja untuk membaca buku sebentar. Li Xi mengetuk pintu dari luar, “Liang Zheng, ayo pergi makan camilan malam.”
Liang Zheng tidak menoleh dan berkata, “Aku tidak ingin pergi, kamu pergi sendiri saja.”
“Ah?” Li Xi masuk, bersandar pada meja di mana Liang Zheng sedang duduk dan melihat pada gadis itu, “Kamu baik-baik saja? Ada apa?”
“Aku tidak apa-apa.” Liang Zheng mendesaknya, “Kamu pulang saja, jangan ganggu aku belajar.”
Li Xi tertawa mengejek, “Baik, baik. Kamu baca saja, aku pergi dulu.”
Liang Zheng sedang duduk di sana untuk belajar, tapi mana mungkin apa yang dia pelajari bisa masuk otak? Otaknya saja sudah penuh dengan Zhou Xu.
Dia benar-benar merasa bahwa Zhou Xu ini sangat menjengkelkan. Selalu saja dengan mudah mempengaruhi suasana hatinya.
Dia tidak bisa konsentrasi belajar. Jadi dia menutup buku, menyalakan laptop dan bersiap untuk menonton film yang belum habis dia tonton sebelumnya.
Baru saja membuka laptop, mamanya sudah masuk dengan membawa sesuatu, “Tadi saat aku membereskan barang, aku menemukan charger Zhou Xu tertinggal. Zhengzheng, ini belum terlalu malam, kamu antarkan kepada Zhou Xu.”
“Ah?” Liang Zheng tertegun dan menatap charger yang dibawa kemari oleh mamanya, “Tapi aku tidak tahu dia tinggal di mana.”
“Di Hotel XX, kamu naik taksi saja ke sana. Nanti setelah antarkan ini, kamu pulang lagi naik taksi.”
Liang Zheng menjawab ‘oh’ dan dia bangkit berdiri, “Baiklah.”
Liang Zheng mengganti pakaiannya dan keluar rumah, naik taksi dari lantai bawah rumahnya ke hotel tempat Zhou Xu menginap.
Sesampainya di bawah hotel, dia baru ingat kalau dia tidak tahu Zhou Xu tinggal di kamar mana.
Dia ragu-ragu untuk waktu yang lama sebelum mengeluarkan ponsel untuk menelepon Zhou Xu.
Telepon berdering lama sekali sebelum akhirnya terhubung. Liang Zheng tanpa sadar berteriak, “Zhou Xu?”
Di seberang sana ada keheningan yang lama sebelum akhirnya menjawab, “Hmm.”
Suaranya terdengar agak serak.
“Itu… charger-mu tertinggal di rumahku. Mamaku minta aku antarkan untukmu. Sekarang aku sudah sampai di hotel tempat kamu menginap. Kamu tinggal di kamar berapa?”
Setelah Liang Zheng selesai bicara, ada keheningan yang lama dari sisi lain. Kemudian barulah terdengar Zhou Xu menyebutkan nomor kamar dengan suara rendah yang serak.
Liang Zheng membawa charger untuk naik ke lantai atas.
Ketika sampai di depan kamar Zhou Xu, dia menatap nomor kamar dan mengetuk pintu dengan tangannya.
Tak beberapa lama, terdengar langkah kaki dari dalam dan Zhou Xu membukakan pintu dari dalam.
Zhou Xu tidak menatap Liang Zheng, langsung berbalik untuk masuk.
Liang Zheng diam-diam mengatupkan bibirnya dan ikut masuk ke dalam.
Zhou Xu tinggal di suite besar seorang diri.
Liang Zheng berjalan sampai ke meja kopi dan meletakkan charger itu di atas meja, “Kalau begitu, aku pergi dulu.”
Dia menatap Zhou Xu yang duduk di sofa sebelahnya. Sepertinya pemuda itu minum, ada aroma alkohol yang tercium jelas.
Zhou Xu bersandar di sofa, tidak menatap Liang Zheng. Dia menoleh dan melihat ke luar jendela. Ketika mendengar gadis itu akan pergi, dia hanya mengiyakan dengan datar.
Liang Zheng melihat Zhou Xu, ragu-ragu sebentar dan berbalik untuk keluar.
Tapi baru jalan dua langkah, dia berhenti lagi.
Dia tidak bisa menahan diri untuk berbalik, “Zhou Xu, kamu tidak enak badan?”
Wajah pemuda itu sedikit merah, tadi saat menjawab telepon juga suaranya agak serak.
Dia berjalan mendekat, sedikit membungkuk dan tanpa sadar menyentuh dahi Zhou Xu.
Ternyata agak panas.
“Kamu demam? Apa di kamarmu ini ada obat penurun panas?” Liang Zheng menoleh, berjongkok di lantai dan mencari cukup lama di lemari meja kopi, tapi tidak menemukannya.
Dia pergi ke dapur di sebelahnya untuk mencari dan masih tidak menemukannya.
Dia keluar dan berkata, “Kamu tunggu aku, aku bantu kamu belikan sedikit obat.”
Sambil bicara, Liang Zheng berjalan keluar.
Di seberang hotel ada apotek, Liang Zheng pergi membeli obat penurun panas.
Saat pergi, Liang Zheng tidak menutup pintu dan hanya membiarkan pintu tertutup sedikit saja. Saat dia membawa obat demam ke dalam, dia berkata, “Aku belikan obat penurun panas. Kamu coba makan dulu. Kalau tidak sembuh, besok mungkin harus pergi ke rumah sakit untuk diperiksa.”
Dia berbicara sambil berjalan ke dapur untuk membantu Zhou Xu memasak air panas.
Dia mencuci ketel sampai bersih dan menuangkan sebotol air mineral ke dalamnya.
Zhou Xu mengikutinya, dia terlihat agak lemas dan sedang berdiri di dekat pintu.
Liang Zheng mencolokkan kabel ketel dan berkata, “Kamu minum lebih banyak air hangat. Sudah demam masih saja minum alkohol.”
Liang Zheng memasak air sambil menatap Zhou Xu yang berdiri di dekat pintu, pemuda itu sedang mengawasinya.
Ini pertama kalinya dia melihat penampilan lemah seorang Zhou Xu.
Dia sudah begitu lama mengenal Zhou Xu, pemuda itu selalu bersikap acuh tak acuh dan sombong, terlihat begitu meremehkan terhadap semua orang dan semua hal.
Tapi sekarang, mungkin karena sedang sakit. Zhou Xu terlihat tidak begitu acuh tak acuh, dia terlihat memiliki sedikit kehangatan.
Zhou Xu hanya menatap Liang Zheng dengan tenang, tidak mengatakan apa-apa.
Liang Zheng mengeluarkan obat dari kantong plastik, “Nanti ketika air sudah mendidih, makan ini dua tablet. Setelah makan, kamu sudah boleh tidur. Kalau tengah malam nanti masih demam, kamu telepon bibi.”
Setelah selesai mengingatkan, Liang Zheng mendongak dan berkata, “Kalau begitu, aku pergi dulu.”
Saat Liang Zheng ingin pergi, pergelangan tangannya tiba-tiba ditahan oleh Zhou Xu.
Liang Zheng tertegun sejenak dan mendongakkan kepalanya. Zhou Xu tiba-tiba memeluknya dan menundukkan kepalanya untuk mencium gadis itu.