Fortunate To Meet You - Chapter 20
Ucapan Zhou Xu ini seperti bom besar-besaran, membuat Qin Song dan Yang Sheng terdiam dan tidak bisa berkata-kata lagi.
Namun, Zhou Xu tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk bertanya. Setelah mengatakan itu, dia mengangkat gelasnya, minum minumannya sampai habis, mengambil mantelnya dan langsung pergi.
Dalam perjalanan pulang, dia duduk di barisan belakang mobil, menyandarkan punggungnya di jok mobil dan terus memejamkan matanya.
Setelah beberapa saat, barulah dia membuka matanya dan menatap layar ponselnya.
Dia membuka aplikasi WeChat lagi, membuka foto Liang Zheng dan membuka Moments WeChat-nya. Kemudian dia menarik sampai paling bawah dan masih kalimat yang sama: Bukan teman hanya bisa menampilkan hingga sepuluh 10 foto.
Dia menatapnya sangat lama. Setelah sekian lama, akhirnya dia mengangkat kepalanya dari layar ponsel dan melihat ke luar jendela.
Malam di luar sangat gelap, tidak banyak pejalan kaki di jalan dan saat itu sedang turun salju.
……
Liang Zheng liburan pada tanggal 10 Januari, begitu libur dia langsung bersiap pulang ke rumah begitu libur.
Sebelum pergi kuliah di Beijing, Liang Zheng selalu mengira kalau daerah utara akan lebih dingin daripada selatan. Tapi setelah benar-benar sampai saja, dia baru tahu kalau daerah selatan jauh lebih dingin daripada utara. Setidaknya di daerah utara masih ada pemanas dalam ruangan, tidak seperti daerah selatan yang dingin dan lembab. Setiap hari di musim dingin masih harus menggigil di balik piyama tebal.
Ibunya berkata padanya, begitu kembali ke rumah tidak keluar rumah dan sehari-hari hanya duduk di atas kompor.
Liang Zheng cemberut, “Aku kedinginan.”
Liang Mama tertawa. Baru saja ingin bicara, ponselnya sudah berbunyi.
Dia mematikan api di panci, mencuci tangannya dan pergi ke ruang tamu untuk menjawab telepon.
Begitu mengangkat telepon dan mendengar suara orang di seberang sana, dia menjadi senang, “Yuzhi, kamu sudah pulang?”
Di ujung telepon lain, “Benar, tahun ini aku pulang untuk menyembah leluhur. Nanti kita bisa berkumpul lagi.”
“Kapan kamu akan menyembah leluhur? Kalian nanti tinggal di mana? Hotel? Atau jangan ke hotel lagi? Datang saja ke rumah kami, rumah kami lumayan luas. Tidak merepotkan, kita sudah bertahun-tahun tidak jumpa, kebetulan bisa kumpul. Aku sangat rindu padamu. Baiklah, beri tahu aku kalau kalian sudah mau sampai, aku akan suruh Zhengzheng turun untuk menjemput kalian.”
Setelah menutup telepon, Liang Mama berkata dengan senang, “Bagus sekali, Bibi Zhou-mu tahun ini kembali ke Jiangcheng untuk menyembah leluhur, sebentar lagi mereka sampai.”
Liang Mama berkata sambil menelepon suaminya, ingin menyuruh suaminya segera pergi membeli seekor ikan dan ayam di pasar.
Liang Zheng masih duduk di bangku kecil dan menghangatkan diri di depan kompor. Dia bertanya, “Apa Bibi Zhou pulang bersama Paman Zhou? Sekarang sudah di mana?”
“Baru saja keluar dari bandara.”Dia mendesak Liang Zheng, “kamu cepat pergi ganti baju. Sebentar lagi kamu turun untuk jemput Bibi dan Paman Zhou.”
“Oh.” Liang Zheng buru-buru mematikan kompor dan pergi ke kamar untuk ganti pakaian.
Bandara tidak terlalu jauh dari rumahnya. Naik mobil ke sini juga tidak butuh waktu lama.
Liang Zheng berganti pakaian dan bertanya, “Apa Bibi Zhou tahu rumah kita di mana?”
“Tahu.” Liang Mama sedang sibuk memasak di dapur, dia tiba-tiba berkata, “Sudahlah, kamu tidak usah pergi menjemput Bibi Zhou lagi, nanti aku pergi jemput sendiri saja. Kamu ke supermarket dan beli sedikit beras, beras di rumah tidak cukup. Ini sudah mau dimasak, tidak sempat jika tunggu papamu pulang.”
“Oh, baiklah.” Liang Zheng mengambil kunci dan berjalan keluar, pergi ke supermarket di seberang kompleks.
Setelah Liang Zheng selesai membeli beras di supermarket, dia bergegas pulang.
Sesampainya di rumah, pintu rumahnya terbuka. Liang Zheng belum masuk ke dalam, dia sudah mendengar suara mamanya dan Bibi Zhou yang sedang berbicara.
Dia berganti sandal dan masuk ke rumah. Begitu berjalan ke ruang tamu, baru saja ingin menyapa, dia sudah melihat Zhou Xu yang sedang duduk di kursi tunggal di sebelah kanan.
Zhou Xu mengenakan jaket hitam panjang dengan kaos putih di dalamnya.
Ketika melihat Liang Zheng masuk, Zhou Xu juga mendongak untuk menatapnya.
Mata kedua orang itu pun bertabrakan. Liang Zheng menatapnya, agak sedikit kebingungan.
Dia kira hanya Bibi Zhou dan Paman Zhou yang datang, tak disangka Zhou Xu juga datang.
Kenapa dia datang?
“Zhengzheng.” Zhou Yuzhi menoleh dan melihat Liang Zheng, melambai padanya dengan senang.
Liang Zheng segera menarik pandangannya dan memanggilnya dengan manis, “Bibi Zhou.”
Dia berjalan mengitari sofa dan menyapa, “Halo, Paman Zhou.”
Zhou Yuzhi duduk di sofa dan menarik tangan Liang Zheng, “Kamu ini, Bibi sudah lama tidak melihatmu. Kamu kurusan belakangan ini?”
Liang Zheng berkata, “Tidak, masih hampir sama seperti sebelumnya.”
“Kulihat agak kurusan.”
Liang Zheng tersenyum dan berkata, “Paman, Bibi, kalian duduk saja. Aku akan pergi masak nasi.”
Liang Zheng mengira mamanya mungkin ingin mengobrol dengan Bibi Zhou, jadi dia pergi sendirian ke dapur.
Tak beberapa lama, Liang Papa juga sudah selesai belanja di pasar dan pulang ke rumah. Rumah itu menjadi lebih hidup.
Liang Mama ke dapur untuk memasak, tidak beberapa lama sudah membuat semeja penuh dengan hidangan yang melimpah. Daging ayam, bebek, dan ikan semuanya ada.
Zhou Yuzhi sedikit tidak enak hati, “Lihat kamu ini, aku sudah bilang tidak mau kemari. Begitu kemari, kamu pasti masak banyak. Merepotkan sekali.”
“Apalah ini, semuanya hanya masakan rumahan, tidak merepotkan.” Liang Mama menarik Zhou Yuzhi untuk duduk dan berkata, “Lagi pula, Zhengzheng di Beijing juga sering merepotkan kalian. Bicara merepotkan, anak kami ini yang merepotkan kamu.”
“Tidak.”Zhou Yuzhi tersenyum dan berkata, “Zhengzheng begitu tahu diri.”
Orang dewasa sedang mengobrol, anak kecil juga tidak enak untuk menyela ucapan.
Liang Zheng terus diam dan menundukkan kepalanya untuk makan.
Ketika sudah hampir selesai makan, papanya dan Paman Zhou sedang minum-minum dan mamanya sedang mengobrol dengan Bibi Zhou.
Melihat kedua anak itu sudah hampir selesai makan, Liang Mama berkata, “Zhengzheng, pergi saja duluan kalau sudah selesai makan. Ajak Zhou Xu main ke kamarmu.”
Liang Zheng tertegun sejenak dan akhirnya menjawab ‘oh’.
Dia bangkit berdiri dan berkata, “Paman, Bibi, makanlah perlahan.”
Zhou Yuzhi tersenyum dan memegang tangan Liang Zheng, “Baiklah, kalian pergi main saja.”
Liang Zheng mengangguk, berbalik dan menuju ke kamarnya.
Zhou Xu juga ikut bangkit berdiri dan berkata pada Liang Papa dan Liang Mama, “Paman, Bibi, makanlah perlahan.”
Liang Mama menjawab sambil tersenyum, “Iya, pergilah main. Tidak usah pedulikan kami.”
Zhou Xu mengangguk dan berbalik untuk menuju ke kamar Liang Zheng.
Pintu kamar Liang Zheng tidak ditutup, dia duduk di karpet dan mulai membaca.
Liang Zheng kira dengan karakter Zhou Xu yang begitu acuh tak acuh, ada kemungkinan besar dia tidak akan ke kamar bersama dengannya. Jadi saat dia mendongak dan melihat Zhou Xu berjalan masuk, dia agak sedikit terkejut.
Sudah lama dia tidak bertemu Zhou Xu. Meski Zhou Xu masih tinggi, kurus dan sangat tampan, tapi dia sudah tidak punya perasaan lain. Karena sudah terlalu lama tidak jumpa, tiba-tiba tidak tahu harus berkata apa.
Liang Zheng menatapnya. Setelah beberapa detik, bertanya padanya, “Mau masuk dan duduk sebentar?”
Zhou Xu melihatnya dan mengiyakan. Dia berjalan masuk, menarik kursi di meja belajar dan duduk di sana.
Liang Zheng tidak tahu harus berkata apa padanya. Dia berpikir dan menyerahkan laptop dari tempat tidur padanya, “Kamu mau online sebentar?”
“Kamu sudah punya pacar?”
Liang Zheng terkejut oleh pertanyaan mendadak dari Zhou Xu, “…apa?”
Zhou Xu menatapnya dan bertanya lagi, “Kamu sudah punya pacar?”
Liang Zheng menatapnya dan tertegun beberapa detik. Dia menarik kembali laptopnya dan sangat bingung, “Tidak, kamu dengar kata siapa?”
Ketika Zhou Xu mendengar jawaban ini, ekspresi di matanya sedikit lega. Dia masih menatap gadis itu dan bertanya lagi, “Lalu, kenapa kamu hapus WeChat-ku?”
Liang Zheng tiba-tiba mengangkat kepalanya, menatap heran pada Zhou Xu, “…kamu… kamu kenapa bisa tahu?”
Zhou Xu berkata, “Aku tidak bisa melihat Moments-mu di WeChat.”
Liang Zheng tiba-tiba paham.
Sudah hampir setengah tahun sejak dia menghapus WeChat Zhou Xu, tapi Zhou Xu baru tanya sekarang. Mungkin secara tidak sengaja menekannya dan sadar bahwa dia tidak bisa melihat Moments-nya, jadi basa-basi bertanya saja.
Tapi setelah menghapus WeChat orang dan ditanyakan langsung, rasanya agak sedikit memalukan.
Liang Zheng menunduk dan pura-pura membuka buku, berkata dengan nada santai, “Tidak sering berhubungan, aku hapus saja.”
Dia telah menduga, orang sesombong Zhou Xu, pasti tidak akan bertanya lebih lanjut.
Benar saja, Zhou Xu tidak bertanya lagi.
Dia duduk diam di sana sebentar, bangkit berdiri dan keluar.
Liang Zheng tinggal beberapa saat di kamarnya, mendengar Bibi Zhou dan Paman Zhou tampaknya sudah mau pergi di luar sana. Dia segera bangkit berdiri dari lantai dan segera keluar.
“Kenapa begini buru-buru? Tidak apa-apa, kan?” Tadi sebelum selesai makan, kantor tiba-tiba menelepon kemari. Katanya ada kontrak yang sangat penting dan harus segera kembali untuk diurusi.
Zhou Yuzhi berkata, “Tidak masalah, bukan masalah besar. Aku akan temani Chengji pulang untuk melihatnya.”
“Papa, apa ada masalah?” Zhou Xu juga khawatir, bertanya pada papanya.
Zhou Papa berkata, “Hanya ada masalah kecil terkait dengan kontrak yang perlu aku konfirmasi dan tanda tangan secara langsung.”
Liang Papa berkata, “Apa mau membiarkan A Xu tinggal di rumah kami? Nanti kalian bukankah akan kembali lagi? Bolak balik juga akan merepotkan.”
Zhou Papa berpikir sejenak dan berkata, “Boleh juga,” dia menatap Zhou Xu, “bagaimana kalau dua hari ini kamu tinggal di rumah Paman Liang? Aku dan mamamu pulang dan lihat kontrak itu, dua hari lagi kami juga akan kembali kemari lagi.”
Dia berkata sambil menatap Zhou Yuzhi lagi, “Atau kamu juga tidak usah pulang lagi, aku pulang sendiri dan nanti kembali kemari lagi saja.”
“Aku tidak masalah, aku akan menemanimu,” Zhou Yuzhi berkata sambil menoleh untuk memegang tangan Liang Mama, “kalau begitu, dua hari ini A Xu akan merepotkanmu dan Kakak.”
“Tidak merepotkan, tidak merepotkan. Kalian berdua pulang saja dengan tenang, perhatikan keselamatan di jalan.”
“Baiklah.” Zhou Yuzhi tersenyum dan pergi keluar bersama suaminya.
Liang Mama berkata pada Liang Zheng, “Zhengzheng, antarkan Paman dan Bibi.”
Liang Zheng bergegas kemari, ikut dengan Zhou Xu untuk mengantar paman dan bibi ke lantai bawah.
Sopir sudah menunggu dan langsung membukakan pintu saat melihat mereka turun.
Zhou Yuzhi memegang tangan Liang Zheng dan tersenyum, “Zhengzheng, dua hari ini A Xu kuserahkan padamu. Wataknya itu kamu sudah tahu. Kalau dia tidak suka bicara, kamu juga tidak usah ambil pusing.”
Liang Zheng tersenyum, “Bibi, Paman, kalian hati-hati di jalan.”
“Baiklah.” Zhou Yuzhi mencubit pipi Liang Zheng perlahan dan tersenyum, “Tunggu aku pulang, kita mengobrol lagi nanti.”
Liang Zheng berdiri di sana, memperhatikan mobil Paman dan Bibi Zhou yang melaju keluar dari kompleks sebelum akhirnya perlahan mengalihkan pandangannya.
Dia menoleh ke arah Zhou Xu dan Zhou Xu juga kebetulan mengalihkan tatapannya, menurunkan kelopak matanya dan bertabrakan dengan tatapan Liang Zheng.
Tapi dia hanya menatapnya dengan datar, lalu membuang muka. Berbalik dan berjalan kemari ke dalam rumah.
Liang Zheng memasukkan kedua tangannya ke kantong jaket dan ikut masuk juga.
Lift turun dari lantai atas, kedua orang itu berdiri berdampingan di luar. Selama menunggu lift, di antara kedua orang itu tidak ada yang memulai pembicaraan.
Saat lift turun, dari dalam keluarlah dua orang. Zhou Xu mengangkat tangannya untuk menekan tombol lift dan membiarkan Liang Zheng masuk terlebih dulu.
Setelah Liang Zheng masuk, barulah dia ikut ke dalam.
Ruang di dalam lift itu sempit, tidak bicara membuat suasana menjadi lebih sunyi.
Lift bergerak naik dengan tidak terlalu cepat. Zhou Xu melihat lampu indikator lift dan terdiam sesaat. Tiba-tiba dia bertanya, “Apa ada tempat yang seru di Jiangcheng?”
Liang Zheng tertegun sebentar dan akhirnya kembali bereaksi untuk menjawab, “Cukup banyak tempat yang seru, tapi tergantung kamu suka atau tidak. Jiangcheng ini tempat kecil, lebih banyak pemandangan alam. Bisa pergi ke Kota Kuno Yanfeng, di sana masih belum dikomersialkan, cukup layak untuk dikunjungi. Kamu juga bisa mengunjungi Gunung Luoxia, itu tempat terindah untuk melihat matahari terbenam di Jiangcheng. Juga boleh ke Museum Jiangcheng dan…”
“Kamu yang bawa aku ke sana.” Zhou Xu tiba-tiba menyela ucapannya.
Liang Zheng tertegun, dia menoleh dan menatap Zhou Xu dengan sedikit terkejut.
Zhou Xu menatapnya dengan tenang dan berkata, “Kamu pernah bilang, kalau aku ke Jiangcheng, kamu bisa jadi pemandu wisataku.”
Liang Zheng terkejut, untuk sesaat dia saja sudah lupa kapan dia mengatakan ini.
“Sudah lupa?”
Liang Zheng menggelengkan kepalanya, “Tidak lupa.”
Hari pertama dia tiba di Beijing, pada malam Zhou Xu datang menjemputnya di bandara. Saat itu dia tidak memahami pemuda ini, merasa dia sedikit pendiam dan berinisiatif untuk mengajaknya bicara. Saat itu dia berpikir untuk bersikap baik. Bagaimana pun, dia akan tinggal di rumah orang itu, maka dia dengan antusias membicarakan tentang Jiangcheng. Berkata kapan pun Zhou Xu pergi ke Jiangcheng, dia boleh jadi pemandu wisata untuknya.
Teringat hal itu sekarang, ternyata rasanya sudah seperti kejadian berabad-abad lalu.
“Jadi, kamu mau pergi ke mana dulu?” Tanya Liang Zheng.
Zhou Xu berkata, “Mana saja boleh, kamu yang tentukan saja.”
Karena Liang Zheng sudah pernah janji pada Zhou Xu untuk jadi pemandu wisata, dia tidak bisa menolak. Dia menghabiskan waktu sepanjang malam untuk membuat rencana perjalanan, dia terus mengerjakan itu sampai hampir jam 12 malam baru tidur.
Tapi entah kenapa, dia berbaring di tempat tidur dengan mata yang masih terbelalak, sama sekali tidak mengantuk.
Dia menatap langit-langit dan mulai melamun. Di benaknya tanpa sadar memikirkan kejadian di malam ulang tahun Zhou Xu tahun lalu.
“Entah gadis dari kampung mana, sepanjang hari tinggal di rumah orang, tidak merasa malu?”
“Hadiah yang dia berikan pada Zhou Xu terlalu payah. Bagaimana dia bisa memberikannya?”
“Menurut karakter Zhou Xu, mungkin tidak akan mempedulikan dia.”
Sebenarnya sudah tidak terlalu mudah baginya untuk mengingat hal yang terjadi malam itu, tapi begitu diingat-ingat masih terasa sedih.
Dia membalikkan badannya di tempat tidur, mencondongkan tubuhnya ke depan dan membuka laci nakas samping tempat tidur, dia mengeluarkan sebuah jam tangan dari dalamnya.
Dia kembali berbaring telentang di tempat tidur dan mengangkat jam tangan itu di depan matanya, menatapnya untuk beberapa saat.
Setelah melihatnya beberapa saat, dia kembali meletakkan jam tangan itu di dalam laci.
Dia berbalik ke samping dan menarik selimut sampai ke dagunya, menguburkan kepalanya, memejamkan mata dan tidur.
Karena Kota Kuno Yanfeng agak jauh, harus pergi pagi-pagi sekali dan baru bisa pulang di malam hati.
Keesokan paginya, Liang Zheng bangun sebelum fajar. Setelah selesai bersih-bersih, dia mengetuk pintu kamar Zhou Xu.
Dari dalam terdengar suara langkah kaki. Tak beberapa saat, pintu terbuka dari dalam.
Zhou Xu tampaknya baru saja bangun, rambutnya masih agak berantakan. Dia menatap Liang Zheng dan suaranya agak serak, “Sudah mau berangkat?”
Liang Zheng mengangguk, “Harus naik bus, kita keluar dulu untuk sarapan.”
Zhou Xu mengangguk, “Tunggu aku sebentar.”
Saat Liang Zheng dan Zhou Xu keluar rumah, waktu baru jam 6:30. Liang Mama mengantar mereka berdua sampai pintu depan dan mengingatkan, “Kalian hati-hati di jalan. Bus terakhir untuk kembali dari Kota Tua Yanfeng adalah jam 4:30 sore, jangan lupa.”
“Aku tahu, Mama.”
Zhou Xu selesai memakai sepatu dan berjalan keluar, dia berkata sopan pada Liang Mama, “Bibi, kamu pergi dulu.”
“Eh, baiklah. Hati-hati di jalan.”
Pagi hari di musim dingin, langit masih belum terang, tapi toko-toko yang menjual sarapan sudah buka. Setiap toko sarapan dipenuhi oleh uap putih yang mengepul.
Liang Zheng sedikit kedinginan, dia tanpa sadar mengangkat tangannya untuk menyentuh telinganya. Dia berjalan ke sebuah toko susu kacang dan cakwe untuk melihat-lihat, lalu berbalik pada Zhou Xu, “Minum susu kacang?”
Zhou Xu mengiyakan dan berjalan ke sana.
Liang Zheng berkata pada pemiliknya, “Mau dua mangkuk susu kacang kedelai panas.”
Dia menoleh lagi dan bertanya pada Zhou Xu, “Pakai gula?”
Zhou Xu menggelengkan kepalanya, “Tidak.”
Liang Zheng memberi tahu pemilik lagi, “Satu mangkuk tambah gula, satu mangkuk tidak pakai gula. Minta empat buat cakwe.”
“Baiklah!”
“Toko cakwe ini sangat enak. Bosnya sangat teliti. Keluarga kami sering makan ini.” Liang Zheng takut Zhou Xu terbiasa makanan mewah hingga tidak terlalu suka makan ini. Dia sengaja menjelaskan ini dan membawanya untuk duduk di meja yang ada di pinggir jalan. Dia kemudian membersihkan meja dengan tisu.
Sepanjang bagi, dari mulai sarapan, dia menjaga Zhou Xu dengan sangat baik, begitu bertanggung jawab dan rajin, serta begitu sopan santun hingga seperti benar-benar menganggap Zhou Xu sebagai tamu.
Tapi semakin sopan sikapnya pada Zhou Xu, hati Zhou Xu semakin merasa cemas.
Butuh waktu dua jam untuk naik bus ke Kota Kuno Yanfeng.
Naik mobil lumayan membosankan. Liang Zheng baru sadar kalau dia lupa membawa earphone dan bahkan tidak bisa mendengarkan lagu. Dia hanya bermain-main sebentar dengan ponselnya dan melihat pada pemandangan di luar.
Di tengah perjalanan, bus berhenti di stasiun pom bensin. Semua orang boleh turun untuk membeli air atau membeli makanan.
Semua orang sudah turun dari mobil, Liang Zheng dan Zhou Xu pergi bersama untuk membeli dua botol air.
Beberapa orang sedang makan dan masih harus menunggu sebentar.
Liang Zheng berjalan ke bangku di depan toko serba ada dan duduk di sana, Zhou Xu juga ke sana dan duduk di sampingnya.
Dia membuka tutup botol air mineral, mengangkat kepalanya dan meminumnya.
Liang Zheng duduk di sana, menundukkan kepalanya untuk membalas WeChat dari temannya.
Semenjak naik mobil, Liang Zheng tidak berbicara banyak dengan Zhou Xu.
Zhou Xu menghabiskan setengah botol air dan masih merasa jengkel tak tertahankan.
Dia akhirnya tidak tahan lagi dan bertanya, “Kenapa kamu tidak bicara?”
Liang Zheng tertegun, dia mengangkat kepalanya dan melihat Zhou Xu yang menatapnya dengan tidak senang. Dia tertegun selama beberapa detik sebelum berkata, “Aku takut kamu bilang aku berisik.”
Zhou Xu menatapnya sebentar dan menjawab, “Aku tidak bilang kamu berisik, kamu boleh bicara.”
Liang Zheng, “…”
Liang Zheng menyimpan ponselnya dan terdiam beberapa saat. Dia melihat ke depan dan berkata, “Tapi aku tidak tahu harus mengatakan apa.”
Zhou Xu sedikit mengernyit, dia menoleh dan menatap gadis itu lagi, “Bukankah biasanya kamu banyak bicara?”
Liang Zheng terkejut.
Entah kenapa dia rasanya sedikit marah.
Dia juga menoleh dan berkata pada Zhou Xu, “Aku hanya akan banyak bicara pada orang yang aku sukai.”
Zhou Xu menatapnya, di tenggorokannya seperti tersedak segenggam pasir. Ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada yang terkatakan. Akhirnya hanya menatap gadis itu, lalu menunduk untuk mengalihkan tatapannya.
Kedua orang itu bahkan lebih tidak ada topik pembicaraan lagi. Mereka berdua hanya diam dan duduk di sana.
Sampai supir bus memanggil semuanya untuk naik ke atas bus dan mereka kembali ke dalam bus dalam diam.
Abang yang ini kelewat cuek sih dulunya, judes pula… (=^_^=)
Di post ini juga aku mau ngucapin selamat natal buat yang merayakan yaa…