Evil-like Duke Household - Chapter 48
Sekarang sudah larut malam.
Kepala Keluarga Ractos, Grid=Ractos, sedang duduk di depan sebuah meja yang sederhana tetapi bisa diketahui bahwa itu adalah satu-satunya benda berkelas tinggi dalam kamar pribadinya. Dia menempatkan sikunya ke lengan kursi, menautkan jemarinya, dan terlihat larut dalam pemikiran.
Sesaat kemudian, sebuah suara ketukan di pintu bisa terdengar.
Tampak sudah tahu bahwa akan ada seseorang yang hendak mengunjungi kamarnya, Grid pun meminta orang itu untuk masuk.
“Ayah, ada masalah apa? Jarang sekali Ayah memanggilku seperti ini. Apa ada sesuatu yang terjadi?”
Orang yang datang ke kamar itu adalah putranya sendiri. Dia adalah Jake=Ractos, orang yang baru saja mengadakan pesta pertunangannya dengan Anezza=Nizzet tadi.
“… Jake. Pertama-tama, kau sudah bekerja keras untuk pesta pertunangannya. Terima aksih,” ujar Grid.
“Aah, ya. Yah, memang ada cukup banyak hal yang terjadi, tapi aku senang karena ini selesai tanpa ada masalah apapun…. Bagaimanapun juga, berkat Yang Mulia, hal ini tak menjadi keributan besar.”
Banyak hal yang dibicarakan oleh Jake adalah apa yang terjadi setelah pesta pertunangannya usai. Dengan kata lain, ini adalah tentang debut sosial Erza=Ractos.
Pada pesta debut sosialnya, dari segala hal, Erza telah melakukan bungkukan ksatria di hadapan sang raja. Banyak yang telah terjadi namun berkat Yang Mulia, hal itu tak dianggap sebagai sesuatu yang lancang. Jake tampak lega.
… Meski hal itu telah menjadi suatu kelancangan di antara beberapa orang di bangku tamu, mereka masih tak tahu soal itu.
“Benar juga, alasan aku memanggilmu adalah karena masalah itu. aku ingin bicara soal masa depan Erza, tentang dia akan jadi apa setelah ini.”
Erza telah ini. Mendengar perkataan tersebut, Jake pun jadi bertanya-tanya.
“Apa yang Ayah maksud dengan ‘setelah ini’? Aku sudah bilang sebelumnya, kan? Karena ini tak menjadi hal yang besar, bahkan bila Ayah mengatakan tentang hal setelah ini, tepatnya apa yang akan terjadi?”
“Tentang rencana pertunangan Erza.”
Pertunangan Erza.
Sama seperti kasus sebelumnya, Erza adalah jenis wanita bangsawan yang dipastikan akan menyebabkan kekacauan…. Wanita bangsawan?
… Oh ya, dia adalah seorang wanita bangsawan.
Karena itu, meski dia adalah seorang wanita bangsawan dari keluarga duke, tak satu pun undangan untuk pertunangan yang datang. Bahkan saat dia telah mencapai usia enam belas tahun.
Tepat seperti bagaimana Grid mengatakannya tiap hari – tak ada harapan lagi bagi Erza. Jake, dia sendiri, juga berpikir demikian.
Dan sekarang, Grid, yang Jake kira sudah sama sekali menyerah soal masalah itu, ingin membicarakan tentang pertunangan Erza.
“Apa mungkin, ada seseorang yang aneh… bukan, seseorang yang terpuji yang meminta pertunangan dengan Erza di pesta itu?!”
“Sayang sekali, orang aneh… bukan, orang terpuji semacam itu tidak menghadiri pesta kita. Yah, lebih tepat bila dikatakan bahwa tak ada yang ‘meminta’ pertunangan dengannya.”
Mendengar bagaimana Grid mengucapkannya dengan cara berputar-putar, Jake pun jadi sedikit mempertimbangkannya.
Tak seorang pun yang meminta pertunangan dengan Erza, tetapi Grid ingin bicara tentanf pertunangan Erza.
“Ayah, mungkin, tak ada yang meminta pertunangan dengan Erza, tetapi ada seseorang yang tampaknya mampu menerima Erza dalam pesta itu?”
Jake mengenai tepat pada titik yang ingin dibicarakan oleh Grid.
“Begitulah. Dia adalah seseorang yang kau kenal, Zen=Helix.”
Zen=Helix.
Seseorang yang merupakan anggota dari Unit Zirah Ringan dari Pasukan Ksatria Kerajaan Azolias. Dia juga merupakan orang yang memiliki julukan ‘As Muda’. Dia terlahir dari keluarga Viscount yang selalu menjadi komandan bagi pasukan kerajaan selama turun-temurun dan dia sendiri adalah seorang pria yang memiliki gelar Ksatria.
Beberapa hari yang lalu, akibat keributan yang terjadi di Paviliun Bulan Sabit, sebuah toko makanan di dalam kota benteng, dia telah menjadi kenalan bagi Jake dan Grid. Dan sekarang, mereka memiliki hubungan pertemanan.
Kini, Gird berkata bahwa mereka akan membuat Zen menerima Erza.
“Pada keributan hari ini, secara kebetulan aku telah melihat wajahnya, kau tahu…. Dari tampangnya, sepertinya dia memiliki rasa suka yang besar kepada Erza.”
Setelah mengatakan itu, seulas senyum pun muncul di wajahnya.
Wajah biasa Grid saja telah menimbulkan rasa takut pada orang-orang, dan kini menjadi lebih kelihatan sinting dan jahat daripada sebelumnya.
“Tu, tunggu, Ayah! Bukankah itu aneh! Itu pasti hanyalah kesalahpahaman dia. Tak mungkin dia memiliki rasa suka pada Erza! Aku yakin bahwa dia takkan memiliki perasaan yang sama ketika melihat Erza dalam penampilannya yang biasa. Aku yakin sekali!!!”
Normalnya, Jake seharusnya merasa senang saat mendengar bahwa ada seseorang yang tampaknya bisa menerima Erza, yang sedang dalam situasi tanpa harapan di mana pertunangan dan pernikahannya adalah sesuatu yang merupakan mimpi di dalam mimpi. Namun ketika mendengar bahwa pihak lawan adalah Zen=Helix, yang diucapkan Jake pun menjadi perlawanan.
“Dia adalah orang langka yang benar-benar bersikap ramah pada kita. Terlebih lagi, dia bahkan mendengarkan sesumbarku selama beberapa jam tanpa memasang wajah enggan, merespon ceitaku dengan sopan, dan mendengarkan kisahku dengan senyum di wajahnya. Dia itu adalah orang yang benar-benar baik, tahu?! Tak mungkin aku mau melakukan sesuatu yang tidak manusiawi seperti memberikan Erza padanya…!”
Sesuatu yang tidak manusiawi….
Meski ini sedikit kejam, namun apa boleh buat bila Jake membicarakan tentang Erza seperti itu.
Mungkin, memang begitu. Bisa jadi memang begitu. Benarkah itu?
Bagaimanapun, dua orang yang melakukan percakapan dalam kamar ini sedang memikirkan hal yang sama.
Mendengar Jake yang secara tidak biasanya menaikkan suara dengan tidak puas, mungkin Grid sudah memikirkan tentang itu. Dia pun menundukkan kepala dan mengesah.
“… Memang, dia itu benar-benar seorang pria yang baik. Namun meski begitu, meski itulah kenyatannya…. Bahkan bila dia hanya salah paham soal memiliki rasa suka kepada Erza, sudah tak ada orang lain kecuali dia. Bila kita melepaskannya, Erza akan jadi seperti Rin… umm, seperti orang itu. Takkan ada lagi kesempatan baginya.”
Dengan nada lambat, Grid berkata demikian.
Meski dia setuju bahwa memberikan Erza kepada seorang pria baik yang tak tahu apa-apa soal dirinya merupakan sesuatu yang tidak manusiawi, namun Grid telah berkata bahwa tak ada orang lain selain dia. Bila mereka melepaskan kesempatan ini, takkan ada lagi yang tersisa.
Ada contoh yang namanya keluar di tengah-tengah perkataannya, namun itu tidak penting.
Dia tak boleh memikirkan tentang itu. Takkan ada pengampunan di dasar kegelapan.
“Aku mengerti…. Aku mengerti dengan sempurna tentang hal itu. namun Erza selalu mengenakan zirahnya, kan? Dia yang mengenakan zirah adalah sosok tetapnya…. Dia itu keranjingan zirah. Memberikan Erza yang abnormal… tak peduli bagaimanapun kau memikirkan tentang itu, bagi orang baik seperti Zen…. Seperti yang sudah kuduga, aku tak bisa membiarkannya terjadi.”
Setelah Jake berkata demikian dengan penuh kesedihan, seluruh kamar pun jadi dilingkupi oleh kesunyian.
… Membuat sebuah desahan yang terdengar jelas, Grid menaikkan kepalanya.
“Jake…. Bukannya aku sama sekali tak memikirkan tentang kondisi Zen=Helix. Bahkan menurut pendapatku, dia itu benar-benar orang yang baik. Tetapi meski begitu, kita harus mengorbankan dia. Kita harus mendorong Erza kepadanya seperti ini. Sudah ada alasannya sendiri…. Ini demi masa depan.”
“Demi masa depan?”
Mendengar Jake balik bertanya, Grid pun mengangguk.
“Jake, kalau kau menikah, Nona Anessa akan masuk ke rumah kita…. Dengan kata lain, dia akan tinggal bersama dengan kita.”
Grid mengangkat tubuhnya dari kursi lalu menatap ke arah jendela dengan punggung menghadap Jake. Grid memandang rembulan yang mengambang di langit malam. Kemudian dia [un meneruskan ucapannya.
“Dan kemudian, suatu hari nanti kau akan punya anak-anak, dan tentunya mereka akan dibesarkan di rumah kita…. Tetapi bila pada saat itu, Erza masih belum menikah? dia masih tinggal di rumah kita, dan makan di atas meja yang sama dengan anak-anak berharga yang akan menanggung masa depan kediaman Duke….Apa yang kau pikirkan tentang itu?”
Grid, sambil mengarahkan sorot matanya pada pantulan Jake di jendela, bertanya.
Jake, kemudian, membuat ekspresi kaget seakan menyadari sesuatu.
“Aku khawatir. Khawatir kalau cucu-cucuku kelak akan menerima pengaruh buruk dari Erza. Kemudian, seorang Erza kedua akan lahir. Aku tak bisa berhenti mengkhawatirkan hal itu.”
Grid menundukkan kepalanya dalam kesedihan.
“Manusia adalah makhluk yang tak bisa hidup tanpa mengorbankan sesuatu. Mereka benar-benar merupakan makhluk yang menyedihkan.”
Jake tak bisa menerka ekspresi Grid yang tengah menundukkan kepalanya dalam kesedihan.
Bagaimanapun, perasaan yang dirasakan ayahnya tentang masa depan mengalir padanya.
Kini dia bisa merasakan ketetapan hati untuk melakukan tindakan tidak manusiawi memberikan Erza kepada Zen=Helix si orang baik itu.
Bahkan bila… ketetapan hati itu akan membawa penderitaan baginya.
“…Aku mengerti, Ayah. Mari kita jadikan Zen, Zen=Helix, sebagai pengorbanan kita.”
“Jake….”
“Jadi, biarkanlah aku menjadi orang yang terbebani oleh ketetapan hati itu. Aku tak bisa membiarkan Ayah menanggung beban seberat itu di punggung Ayah. Akulah yang akan bicara tentang pertunangan ini pada Zen=Helix.”
Dengan kaget Grid memutar punggungnya dan menghadap ke arah Jake.
Di mata Grid, terpantul wajah Jake yang penuh tekad.
“Jake, apa yang kau…! Tak mungkin aku akan membiarkanmu mengotori tanganmu dengan kejahatan semacam itu! Aku bicara denganmu bukan supaya aku bisa menyeretmu ke dalam kekacauan ini. Akulah yang akan mengatakannya pada Zen=Helix…!”
“Ayah, aku adalah Jake=Ractos. Kepala Keluarga Ractos yang berikutnya.”
Suara itu sama sekali tak mirip dengan Jake yang biasanya, sebuah suara yang sarat dengan tekad bulat.
“Atas kemauanku sendiri, aku memintanya untuk menjalin pertunangan dengan Erza. Aku akan menjadikan Zen=Helix sebagai korban…. Bagaimanapun juga, aku tak bisa terus merepotkan Ayah selamanya. Itu akan jadi tidak keren, kan?”
Bahkan meski pada akhirnya Jake masih bercanda, mendengarnya berkata dengan begitu serius seperti itu, Grid jadi merasa bahwa Jake akhirnya telah tumbuh dewasa dan sudut bagian dalam matanya pun mulai terasa panas.
Meski Jake telah bertekad untuk mengorbankan temannya, Grid masih merasa bangga terhadap putranya.
“… Aku mengerti. Jake, kau lah yang akan mengatakan hal ini pada Zen=Helix.”
“Ya. Serahkan saja padaku.”
“… Omong-omong, umm, apa sampai sekarang Liliana masih memarahi Erza?”
“Aah…. Dia sama sekali tak menunjukkan sedikitpun penyesalan. Mungkin masih akan berlanjut sampai pagi….”
“Erza….”
Keduanya telah membulatkan tekad, namun perasaan bersalah yang mereka miliki terhadap Zen=Helix belumlah menghilang.