Buku Panduan Neraka - Chapter 321
Si monster berkelojotan selama beberapa saat sebelum akhirnya mati. Su Jin terus-terusan terengah ketika berusaha memulihkan diri dari semua yang baru saja terjadi. Idenya sungguh berisiko. Dia tadi berharap memakai orang aneh di depan kafetaria itu untuk membunuh si monster, tapi dia tak yakin apakah si orang itu akan menyerang si monster. Kalau ternyata orang itu tak melakukannya, maka… dirinyalah yang akan tergeletak tak bernyawa di tanah sekarang.
Su Jin bukan jenis orang yang suka mengambil risiko, karena mengambil risiko biasanya berarti bahwa dia tak punya pilihan lain dan berada dalam situasi di mana dirinya sudah putus asa mencari jalan keluar. Hanya orang gila yang akan mencari risiko.
Beruntung baginya, Su Jin berhasil selamat dari hal ini. Dia mendongak menatap orang itu, yang masih berdiri diam di tempatnya berada tanpa bergerak sedikit pun. Namun topeng yang tampak abstrak di wajahnya berubah sedemikian rupa sehingga matanya kini menatap ke arah Su Jin.
Su Jin cukup yakin bahwa jika dia melewati batasan, orang itu pasti akan menebasnya sampai mati. Bubuk cabe yang dilempar ke arahnya mungkin adalah petunjuk dari Buku Panduan, dan Su Jin percaya kalau petunjuk semacam itu takkan terjadi untuk yang kedua kalinya. Buku Panduan bisa memaafkan orang yang berbuat gegabah, tapi tidak untuk orang bodoh.
Kini karena monsternya sudah mati, Su Jin pun punya waktu untuk mengatur napasnya. Tapi dia tak bisa berlama-lama di sini. Kalau dia tak bisa mendapatkan potongan kunci yang terakhir, cepat atau lambat dia akan mati. Dia harus memasuki kafetaria, tapi masuk ke sana berarti harus melawan orang yang menghalanginya. Ini kelihatan seperti situasi yang mustahil.
Su Jin tahu kalau pasti ada jalan keluar dari masalah ini. Buku Panduan takkan pernah mendesak seorang pemilik ke dalam jalan buntu. Tapi dia tak yakin bagaimana dirinya bisa memutari orang yang seperti boneka ini.
Dia berdiri dan berkata pada orang itu, “Aku ingin masuk ke dalam kafetaria.”
“Saat ini kafetarianya tutup,” jawab orang itu seketika. Suaranya melengking tinggi, seakan seseorang mencekik tenggorokannya.
Su Jin segera mengajukan pertanyaan berikutnya, “Jam berapa kafetarianya buka?”
“Jam 6 pagi hingga 8 malam. Kalau kau melewatkan jangka waktu ini, maka tak ada apa pun yang bisa dimakan,” jawab orang itu.
Su Jin terdiam untuk berpikir. Dia punya waktu 48 jam di rumah sakit ini, jadi dia bisa menunggu hingga esok hari. Tetapi Tantangan di dalam Buku Panduan tidak tetap diam seiring dengan berjalannya waktu. Sekarang Buku Panduan mengizinkan dirinya mendapatkan kunci lewat pria berperban, tapi kalau dia tak mendapatkan semuanya dari si pria berperban sekarang juga, maka besok… sesuatu akan berubah dan Tantangannya akan jadi lebih sulit untuk diselesaikan. Kalau tidak begitu, dia takkan bersikeras keluar menilik betapa berbahayanya situasi ini.
“Kalau begitu… apa ada cara untuk memasuki kafetaria di luar jam bukanya?” tanya Su Jin.
Orang itu terdiam selama beberapa detik sebelum mengangguk pelan. “Ya, ada dua cara. Satu adalah membunuhku. Kau bisa masuk dan keluar kafetaria dengan bebas setelahnya.”
Wajah Su Jin tampak pilu. Hal itu jelas tak mungkin, jadi dia pun menunggu orang itu menjelaskan metode keduanya.
“Cara kedua adalah mencari bumbu dan memberikannya padaku. Asalkan merupakan sesuatu yang bisa dipakai dalam memasak, maka akan diterima,” ujar orang itu.
Su Jin mengernyit. Menemukan bumbu kedengarannya tidak sulit, tapi dirinya ada di rumah sakit. Selain kafetaria, di mana lagi dia akan mendapatkan sesuatu semacam itu?
“Bumbu… apa alkohol termasuk?” tanya Su Jin dengan mata berkilat.
Orang itu mengangguk. “Tentu. Ada banyak jenis masakan dari seluruh penjuru dunia yang membutuhkan cairan alkohol. Kalau kau bisa menemukannya untukku, aku akan membiarkanmu masuk.”
Su Jin mengangguk. Takkan mudah menemukan sesuatu seperti anggur masak di dalam rumah sakit, tetapi menemukan alkohol sungguhan tidaklah sulit. Dia bisa mengencerkannya dengan air dan seharusnya akan lolos.
“Kalau aku perlu mendapatkan alkohol… seharusnya ada di tempat itu.” Su Jin berbalik untuk menatap bangunan rendah di dekat situ. Kata ‘apotek’ tertulis di situ. Pasti ada alkohol di sana.
Kemudian dia menatap kapaknya. Kepala kapaknya sudah terpotong lepas dari gagang, dan gagangnya telah ditusukkan ke dalam mulut si monster. Kalau dia membawa-bawa kepalanya saja, tak banyak kerusakan yang bisa dia hasilkan dengan benda itu, tapi dia memutuskan untuk tetap membawanya saja. Pada saat ini, senjata apa pun lebih baik dari tidak ada sama sekali. Benda itu mungkin saja berguna.
Dia berbalik untuk berjalan menuju bangunan apotek, plangnya dibuat kelihatan lebih menakutkan oleh cahaya bulan merah. Untung saja, tak ada seorang pun yang menjaga bangunan itu, jadi Su Jin bisa masuk dengan mudah.
Namun begitu dia berada di dalam, Su Jin menghela napas dalam hati. Ada banyak kamar di dalamnya. Selain konter berjendela tempat orang -orang bisa mengambil obat mereka, kamar-kamar lain semuanya adalah ruang penyimpanan. Tapi dia tak tahu ruang penyimpanan mana berisi apa. Kalau dia harus mencari ke dalam ruang penyimpanan satu demi satu, akan butuh waktu amat sangat lama untuk menemukan benda yang diinginkannya.
“Semestinya ada… peta atau semacamnya kan?” Su Jin menggumam pada dirinya sendiri. Seharusnya ada peta, atau setidaknya suatu catatan tentang apa yang disimpan dalam masing-masing ruangan, supaya si apoteker bisa menemukan obat yang diinginkannya. Hal semacam itu mungkin ada di konter.
Su Jin memutuskan untuk menjajalnya saja. Dia pergi menuju pintu yang mengarah ke konter, hanya untuk mendapati bahwa pintu itu dikunci dengan gembok tembaga.
“Untung saja aku bawa-bawa ini!” Su Jin memakai kepala kapaknya dan menghantamkannya ke gembok, dan gembok itu pun menyerah setelah beberapa kali percobaan. Dia pun berjalan masuk dan berlari menuju meja kerja, kemudian membuka setiap laci dengan harapan menemukan sesuatu yang diinginkannya.
Keberuntungannya tak terlalu buruk dan dia menemukan apa yang dia inginkan dengan cukup cepat. Semuanya tercatat dalam sebuah buku catatan kecil dan dia menebak kalau orang yang menyimpan catatan ini mungkin adalah wanita, karena ada gambar-gambar imut pada sampulnya.
Dia mulai membolak-balik berbagai halaman dan tak butuh waktu lama untuk menemukan yang dicarinya.
“Disinfektan, ruang 302.” Ruang yang menyimpan disinfektan mungkin juga berisi alkohol. Ruang 302 berarti letaknya ada di lantai 3.
Dia berjalan keluar dari ruangan di belakang konter dan menemukan tangganya, kemudian mulai berjalan naik. Tapi dia segera menemukan kalau ada sesuatu yang salah. Berdasarkan pada desain tangganya, dia hanya perlu menaiki empat barisan anak tangga untuk mencapai lantai tiga. Tapi dia sudah menaiki setidaknya enam atau tujuh barisan anak tangga, tapi bahkan lantai dua saja tak kunjung sampai.
“Sial, apa ini meme?” Su Jin mengernyit. Dia paling takut kalau bertemu situasi macam ini. Pertama, meme itu cukup berbahaya, dan kedua, butuh waktu untuk memecahkan meme. Kalau dia apes, dia bisa terperangkap di dalam sini selama berhari-hari.
Su Jin menggelengkan kepalanya dan terus berjalan naik. Dia harus memanjat lebih banyak barisan anak tangga lagi untuk menemukan suatu pola. Ketika dia naik, Su Jin terus membuat tanda di anak tangga. Dia pun mendapati bahwa dia akan melihat tanda yang dibuatnya pada kali berikutnya dia berbelok untuk naik ke barisan anak tangga berikutnya, yang berarti bahwa dia telah memanjat barisan anak tangga yang sama, lagi dan lagi.
“Ini kelihatan seperti tangga tipe Z tapi tak berbelok? Aku terus menaiki susunan anak tangga yang sama,” gumam Su Jin pada dirinya sendiri. Tangga ini seharusnya berbentuk Z, tapi dia terus-terusan akan tiba di dasar Z-nya ketika dia seharusnya berada di penanda pertengahan jalan.
“Kepala adalah ekor, ekor adalah kepala,” Su Jin terus menggumam. Dia tiba di dasar tangga dan berdiri dengan satu kaki pada masing-masing kedua barisan anak tangga. Dia mengetuk hidungnya seraya berkata, “Kalau begitu, apa berarti aku muncul di sisi bawah sekaligus atas dari tangganya?”
Tiba-tiba dia merasa seakan ada sesuatu yang mengoyak tubuhnya, namun tak terjadi apa-apa pada tubuhnya yang sebenarnya. Ini hanya sesuatu yang bisa dia rasakan.
Woong! Terdengar suara berdengung keras ketika dunianya mulai berputar. Dia langsung memegangi susuran tangga, dan ketika semuanya berhenti berputar, dia mendapati dirinya berada di lantai dua.
“Jadi ternyata adalah meme jenis itu,” Su Jin tersenyum. Meme jenis ini akan menghilang begitu Su Jin memahami cara kerjanya.
Sebenarnya, ini adalah meme yang amat sederhana. Barisan anak tangga yang dilewatinya adalah baris tangga kedua yang telah terjebak di dalam dimensinya sendiri. Ruang tempatnya berada berbentuk bundar, itulah sebabnya kenapa Su Jin bilang kalau kepala adalah ekor dan ekor adalah kepala.
Begitu dia memahami konsepnya, dinding dimensinya pun menghilang dan dia muncul di lantai dua. Dia tak berhenti di sana dan lanjut berjalan naik. Memenya tidak ada lagi, jadi dia tiba di lantai tiga tanpa masalah sedikit pun.
Ruang 302 berada persis di sebelah dasaran tangga dan dia menemukannya begitu sampai di lantai tiga. Pintunya juga dikunci dengan gembok tembaga dan dia menghancurkannya dengan mudah memakai kapaknya.
Bau yang tajam menerpa hidungnya begitu dia membuka pintu. Ruangan ini menyimpan disinfektan, jadi normal jika baunya seperti ini. Ruang penyimpanan ini tak memiliki lampu dan cahaya bulan merah yang menyelusup masuk dari luar menyediakan amat sedikit cahaya. Dia tak punya pilihan selain meraba-raba sekitarnya. Dia akan membuka wadah apa pun yang dia temukan dan memasukkan jarinya ke dalam.
Alkohol adalah bahan kimia yang bisa menyerap banyak kalor, jadi ketika dioleskan pada kulit, akan terasa dingin. Segera Su Jin menemukan yang dicarinya. Dia pun mengambil sebotol alkohol medical-grade berukuran tiga liter.
Su Jin mengambilnya lalu berjalan keluar dari ruangan, lalu keluar dari bangunan dan kembali ke bangsal rumah sakit. Dia menuangkan sebagian besar alkohol di dalam botol itu, lalu mengisi botolnya dengan air dari keran dan mengocoknya kuat-kuat. Kemudian dia membawa alkohol yang sudah diencerkan itu ke kafetaria dan menyerahkannya kepada orang yang menjaganya.
Orang itu mengambil botolnya dari Su Jin, membuka tutupnya lalu mengangkatnya di depan wajah, seakan sedang mengendusnya. Tapi Su Jin tak tahu bagian mana dari wajah terpuntir itu yang merupakan hidungnya.
“Ini alkohol. Kau boleh masuk sekarang.” Orang itu bergeser ke samping dan mengisyaratkan pada Su Jin agar masuk.
Su Jin menghembuskan napas lega. Dengan hati-hati dia berjalan melewati orang itu, kemudian memasuki kafetaria. Tempat itu sunyi senyap, tapi setidaknya berpencahayaan baik, jadi dia tak perlu memakai meja dan kursi untuk mencari jalan.
Sasarannya adalah dapur, karena dia mungkin akan menemukan yang diinginkannya di sana. Dia berjalan melintasi aula makan dan berhasil tiba di dapur. Sayangnya, tak ada bahan makanan tergeletak di situ seperti harapan Su Jin. Kecuali sejumlah besar peralatan masak, dapurnya kosong.
Dia memeriksa tempat itu selama beberapa saat sebelum pandangannya terarah ke sebuah kulkas.