Buku Panduan Neraka - Chapter 254
Zhou Zhenghe tak berniat membiarkan Panther Hitam lepas begitu saja. Dia mengusap pelan kedua telapak tangannya, namun dengan cepat kabut putih mulai membubung.
Panther Hitam merasakan semua rambut di tubuhnya berdiri tegak. Mungkin ini karena dia sudah bergabung dengan jiwa seekor binatang – dirinya luar biasa sensitif dan langsung merasakan seberapa berbahaya telapak tangan Zhou Zhenghe.
“HA!” Panther Hitam mengeluarkan teriakan keras seperti seekor panther yang marah ketika dia berguling untuk menghindari telapak tangan lawannya, kemudian tetap berdiri dengan keempat tungkainya dan mengayunkan tubuhnya ke depan dan belakang. Dia benar-benar tampak seperti seekor panther dalam wujud manusia.
Zhou Zhenghe mengulas senyum dan berlari secepat kilat ke arah Panther Hitam. Kabut putih dari telapak tangannya tiba-tiba menyambar maju, meninggalkan jejak di belakangnya. Persis sebelum dia mencapai Panther Hitam, tiba-tiba telapak tangannya melecut ke depan seakan ditembakkan dari busur yang dibentangkan.
BUUM! Suara sambaran halilintar membuat semua orang lain di bangunan itu menoleh untuk melihat, hanya untuk mendapati seorang pria Tiongkok menghantamkan dua kepulan awan ke arah Panther Hitam.
Pupil mata Panther Hitam berkontraksi dan dia mengeluarkan raungan kuat seraya melompat dari lantai dan mencengkeram Zhou Zhenghe dengan keempat tungkainya. Ini adalah gerakan terkuat dari seekor panther ketika dia menangkap mangsanya. Begitu mangsa telah tertangkap seperti ini oleh si panther, si mangsa tak jauh dari kematian.
Su Jin dan Kano Mai mau tak mau mengernyit ketika mereka melihat pemandangan ini. Kedua orang di arena telah sama-sama mengeluarkan jurus mematikan terbaik mereka kepada satu sama lain. Jika tak ada seorang pun yang maju untuk menghentikan mereka, mereka berdua akan berakhir dengan terluka parah, yang bukan merupakan hal yang diinginkan oleh kedua belah pihak.
Jari Su Jin sedikit bergerak dan dia sudah hampir turun tangan ketika dia melihat dua orang bergegas memasuki arena. Kedua orang ini adalah Kassimo dan Yun Tianye.
Kassimo menudingkan satu jari ke area di antara alis Zhou Zhenghe seakan jari itu adalah jarum dan hanya berdiri di sana dengan lengan terjulur, namun Zhou Zhenghe tak berani bergerak maju sedikit pun. Dia tidak sesensitif Panther Hitam, namun dia tahu dengan sangat jelas bahwa jika dia maju selangkah saja, jari ini akan menusuk dahinya.
Pada saat bersamaan, suatu pusaran kabut putih berpusar cepat mengelilingi Yun Tianye, yang juga menyelimuti seluruh tubuh Panther Hitam. Panther Hitam mengeluarkan suara teredam seakan dia dikejutkan oleh perubahan situasi yang tiba-tiba ini.
Kedua pria yang lebih tua itu telah mengeluarkan serangan, namun mereka juga mencegah serangan salah satu pria lebih muda dari mencelakai yang lainnya. Pada dasarnya mereka sedang berusaha melindungi murid mereka sendiri dari lawan. Kini Su Jin punya kesan yang lebih baik terhadap Yun Tianye, karena dia juga, adalah jenis orang yang melindungi orang-orang terdekatnya.
“Oho, muridku ini tak bisa berhenti menyerang begitu dia memulainya, aku minta maaf soal itu.” Bahkan meski Yun Tianye berkata dengan nada minta maaf, jelas ada raut setuju di matanya kepada Zhou Zhenghe.
Kassimo juga tersenyum dan menjawab, “Tepat sekali. Mereka belum cukup dewasa dan tak tahu kapan harus menahan diri. Jadi… bagaimana kalau kita berdua yang lebih tua ini juga saling bertanding?”
“Kedengarannya bagus juga!” Yun Tianye tersenyum.
Thomas agak tercengang. Kassimo amat kuat, dan hal itu adalah sesuatu yang diketahui oleh semua orang di dunia prajurit bayaran. Dia merasa bahwa cuma Su Jin yang cukup hebat untuk melawan seorang pembunuh bayaran berpengalaman seperti Kassimo, dan sejak awal dia tak suka pada sikap Yun Tianye karena dia tak memandang tinggi pria paruh baya itu. Dia bersikap baik pada Yun Tianye hanya karena Tang Ning memperlakukan mereka dengan hormat. Dia tak memandang penting Yun Tianye dan yang lainnya karena setelah Su Jin dan Ye Yun memberinya pelajaran pada kali terakhir, dia sudah berusaha memburu para ahli di Tiongkok untuk mengajarinya. Namun, dia gagal menemukan satu orang pun yang benar-benar tahu bagaimana cara bertarung. Semua yang mereka tahu adalah melakukan beberapa jurus palsu seperti yang ada di film.
Sungguh mengejutkan baginya ketika mendapati bahwa orang yang telah Tang Ning sewa untuk acara ini ternyata benar-benar tahu apa yang mereka lakukan. Panther Hitam tidak sekekanakan juga tidak punya kemampuan menilai buruk seperti yang sengaja dikesankan oleh Kassimo. Pemuda itu adalah orang terbaik yang Kassimo miliki dan amat penting bagi Kassimo, namun Zhou Zhenghe ternyata mampu mengendalikan dia dengan amat mudah, yang berarti bahwa Zhou Zhenghe lebih mampu daripada Panther Hitam.
Meski mengetahui hal itu, Kassimo kini menantang guru Zhou Zhenghe untuk bertarung. Sudah lama sekali sejak Kassimo melakukan hal tersebut. Kali terakhir mungkin lebih dari sepuluh tahun yang lalu, ketika Kassimo membantu Burung Api menjadi tim pemenang pada Pertukaran Prajurit Bayaran Internasional waktu itu untuk menjadi pasukan prajurit bayaran terbaik di dunia.
“Jin, bagaimana pendapatmu soal hasil pertarungan ini nantinya?” Kano Mai bertanya penasaran pada Su Jin.
Su Jin menatap kedua pria itu, kemudian tersenyum samar ketika dia berkata, “Takutnya kita sudah meremehkan Paman Yun Tianye sebelum ini. Dia itu… sebenarnya berada pada tingkat mahaguru.”
“Bagaimana dengan Kassimo?”
“Kalau kau menilai dia sekedar berdasarkan pada tingkat kemampuan beladirinya, maka paling baik dia ada di tingkat ahli. Tetapi dia sudah melalui sejumlah proses penguatan, jadi kecepatan, kekuatan, dan ketahanan tubuhnya berada pada tingkat yang luar biasa tinggi. Jadi kalau kau mempertimbangkan semua itu, kau juga bisa bilang kalau dia adalah seorang mahaguru.” Su Jin tak sefasih Chu Yi dalam hal seni beladiri, tapi dia punya mata yang bagus. Sebenarnya, setelah begitu lama berlatih bersama Chu Yi, kini dia bisa menganalisa semua orang ini dengan amat akurat.
“Menurutmu siapa yang menang?” Kano Mai bertanya lagi.
“Kalau pertarungannya berlangsung dalam waktu lama, Kassimo yang akan menang. Kalau pertarungannya cepat, Yun Tianye yang menang,” ujar Su Jin tanpa ragu. Dia menambahkan, “Jadi, semuanya akan tergantung pada apakah Kassimo mampu mengulur pertarungannya cukup lama.”
“Oh? Kenapa kau bilang begitu? Bukankah Kassimo adalah ahli dalam ledakan kekuatan dan kecepatan tiba-tiba?” Kano Mai terkejut mendengar analisis Su Jin.
“Memang benar, tapi… kabut putih milik Yun Tianye semestinya sangat hebat dalam bertahan melawan serangan semacam itu. Akan tetapi, usia Yun Tianye sudah cukup lanjut dan tak ada orang yang punya tenaga dalam dengan jumlah tak terbatas. Begitu tubuhnya kehabisan tenaga dalam, dia pasti akan kalah. Jadi, kalau Kassimo ingin menang, satu-satunya cara adalah dengan menguras tenaga dalam Yun Tianye. Dan kalau Yun Tianye ingin menang, dia harus memikirkan cara untuk mengalahkan Kassimo selagi dia masih punya banyak tenaga dalam,” Su Jin menjelaskan secara mendetil pada Kano Mai.
Sementara mereka sedang bercakap-cakap, Zhou Zhenghe dan Panther Hitam melompat keluar dari arena. Mereka terus saling memelototi satu sama lain dengan tajam, seakan mereka berharap bisa melanjutkan duelnya.
Pada saat bersamaan, Kassimo dan Yun Tianye telah memulai pertarungan mereka. Lengan Kassimo tampak bagai dua pasak yang terus menyerang ke arah Yun Tianye seperti peluru.
Sementara itu, Yun Tianye, bagaikan patung batu. Dia menyelimuti dirinya sendiri dengan selapis kabut putih yang terus bergerak yang menyerap serangan-serangan dari Kassimo, sehingga daya benturannya lenyap sebelum bahkan bisa mencapai jarak satu atau dua meter dari tubuhnya.
Kelopak mata Zhou Zhenghe berkedut tanpa henti ketika dia melihat hal ini. Menilik bagaimana serangan Kassimo, dia yakin kalau dirinya takkan sanggup bertahan selama itu. Dengan kata lain, jika Kassimo ingin membunuh dirinya, pria itu cuma akan butuh waktu beberapa detik untuk melakukannya.
Panther Hitam dibuat sama kagetnya oleh kabut putih yang menyelimuti tubuh Yun Tianye. Dia tahu sekuat apa ketua timnya sendiri, karena dia sering disuruh berlatih dan bertanding dengan Kassimo. Meski demikian, serangan-serangan Kassimo sama sekali tak mampu menembus lapisan kabut putih itu. Kalau dialah orang yang berusaha melawan Yun Tianye, dia bisa melupakan saja soal kemenangan.
Kassimo terus bergerak dari satu sisi ke sisi lain seperti hantu. Tapi anehnya, dia tak tampak bernafsu untuk benar-benar menyerang Yun Tianye. Dia hanya terus berpindah-pindah dengan cepat.
Yun Tianye sendiri adalah ahli dalam pertarungan dan tahu apa yang hendak dilakukan oleh Kassimo. Kalau dia membiarkan Kassimo terus seperti ini, dia akan jadi terlalu malu bahkan untuk menegakkan kepalanya. Jadi, dia menggerakkan telapak tangannya dan mengaktifkan tekniknya. Dia mengendalikan kabut putih itu dan membuatnya berpusar ke arah Kassimo.
Sebenarnya, bertarung di atas panggung seperti ini menguntungkan bagi Yun Tianye, karena arena ini tak terlalu besar. Yun Tianye bisa menyelimuti seluruh area dengan kabut putihnya dalam hitungan detik. Tetapi begitu dia melakukannya, tak ada seorang pun di sekitar mereka yang bisa melihat apa yang sedang terjadi di dalam. Rasanya akan seperti duduk di dalam sauna yang dipenuhi uap.
Su Jin dan Kano Mai sama sekali tak terpengaruh dengan hal ini. Yang satu bisa melihat pergerakan apa pun hanya dengan psikokinesisnya saja, sementara yang lain punya penglihatan super, jadi tidak menjadi masalah bagi mereka berdua untuk lanjut mengamati pertarungannya.
Teknik Tangan Awan Terbang milik Yun Tianye cukup hebat dan akan membutuhkan cukup banyak poin jika teknik itu tersedia di dalam Buku Panduan. Dan jika Kassimo bertarung melawan Yun Tianye di ruang terbuka, kecepatannya pasti akan bisa menguras semua tenaga Yun Tianye. Sayangnya, mereka sama sekali tidak berada di ruang terbuka.
Tetapi Kassimo terus melakukan gerakan-gerakan kaki terbaiknya. Dia terus mengarahkan serangan-serangannya pada kabut putih itu, memudarkan tiap kabut yang mendekatinya. Namun melakukan hal itu tak menghasilkan banyak perbedaan pada jumlah kabut di sekitarnya.
Yun Tianye memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Kassimo, dan pada akhirnya mereka berada begitu dekat sampai-sampai Kassimo tak bisa lagi terus berlari di sekeliling Yun Tianye dan harus menghadapi lawannya secara langsung.
“Yun Tianye akan menang!” ujar Kano Mai seraya tersenyum samar.
Namun tiba-tiba pupil mata Su Jin mengejang, dan dia memelesat turun dari kursinya seperti sambaran petir. Sebentuk bayangan hitam tiba-tiba menembus kabut putih, mengejutkan semua orang.
Pada saat kabut putih itu memudar, Kassimo sudah ada di tepi arena. Ada luka luar biasa dalam di bahunya, dan orang yang menghadapinya bukanlah Yun Tianye melainkan Su Jin. Sebenarnya, Yun Tianye hanya sedang menatap syok pada Su Jin.
Semua orang lain yang ada di luar arena lebih bingung lagi karena tak ada seorang pun yang tahu apa yang baru saja terjadi. Di atas arena seharusnya cuma ada dua orang, tapi orang ketiga tiba-tiba muncul, dan orang ketiga ini kelihatan seperti punya hak untuk berada di sana.
“Tuan Kassimo, saya ingin penjelasan atas apa yang baru saja Anda lakukan.” Su Jin memelotot garang pada Kassimo. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Su Jin adalah orang yang protektif pada mereka yang berada dalam timnya.
Sementara itu, di dalam sebuah kastel di suatu tempat di Eropa.
Seorang pria yang mengenakan setelan menutup telepon lalu memanggil seorang pria yang sedang terbaring lelah pada sofa di belakangnya.
“Murray, Keith sudah mati. Mayatnya ditemukan oleh seseorang di suatu negara kecil di Afrika.”
Pria bernama Murray mengernyit, kemudian duduk dengan enggan. “Apa-apaan itu? Bukankah orang gila itu pergi ke Afrika khususnya untuk membuat masalah? Tak bisa kupercaya kalau dia malah membuat dirinya terbunuh. Payah sekali untuk ukuran seorang pemilik Buku Panduan.”
“Ha! Orang itu sejak awal memang bodoh. Tapi kita tak bisa membiarkan seseorang dari Dewan Kegelapan mati begitu saja di luaran sana, kan?” ujar pria bersetelan.
Murray menyugarkan tangannya pada rambutnya yang berantakan. Ada kilat agresif di matanya ketika dia mendengus dan berkata, “Tentu saja. Tak peduli apa pun yang dilakukan oleh anggota Dewan Kegelapan yang mana pun, orang-orang biasa itu akan harus menerima takdir mereka saja. Siapa pun yang berani membunuh seorang anggota… akan harus merasakan pembalasan kita ratusan atau ribuan kali lipat.”
“Jadi, apa sekarang aku bisa memesan tiket ke Afrika?” tanya pria bersetelan seraya menyeringai.
“Tentu saja. Tiga tiket. Kau, aku, dan Tracy,” ujar Murray setelah mengambil cangkir di meja yang berisi penuh dengan suatu cairan dan meminum isinya sampai habis.
Pria bersetelan mengernyit mendengarnya. “Apa itu perlu? Keith sudah mati, tapi toh dia itu memang tak terlalu kuat. Bukankah kau ini sedang melebih-lebihkan?”
“Aku tidak cemas kalau aku tak bisa mengalahkan si pembunuh. Tracy sangat sering pergi entah ke mana, dan dengan mengajak dia untuk sesekali membunuh seseorang, hal itu akan membawa kejayaan bagi Dewan Kegelapan. Kurasa ini adalah ide bagus,” ujar Murray seraya tersenyum.
“Tentu, kalau itu maumu,” ujar pria bersetelan seraya menghela napas dalam hati.